PENDAHULUAN
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)
CH2OH
OH
CH3
O
O
OH
OH
Kappa karaginan
CH2OH
CH2OH
O3SO
OSO3
OH
Iota karaginan
CH2OH
CH2OSO3
HO
O
O
O
OR
OSO3
Lambda karaginan
Gambar 2. Eucheuma spinosum yang telah kering
Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut
Kappa
Iota
Pada
keadaan pH
netral dan
alkali
Stabil
- Terhirolisis
bila dipanaskan
- Stabil dalam
keadaan gel
Stabil
- Terhidrolisis
- Stabil
dalam
bentuk gel
Lamda
Stabil
- Terhidrolisis
Kappa
Iota
Lamda
Air panas
Larut di atas
o
60 C
Larut di atas
o
60 C
Larut
Garam
natrium larut,
Garam K, Ca,
tidak larut
Garam Na,
larut garam
Ca
Susu panas
Larut
Larut
Larut
Susu dingin
Garam Na,
Ca, K tidak
larut tetapi
akan
mengembang
Tidak larut
Larut
Panas, larut.
Larut, sukar
Larut, panas
Tidak larut
Larut, panas
Larut, panas
Air dingin
Larutan gula
pekat
Larutan
garam pekat
Larut
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)
penggunaan karaginan ditemukan secara intensif pada sabun krim dan sabun cair, shampoo,
lotion, pasta gigi, pewarna bibir dan produkproduk pewarna kulit lainnya. Dalam produk
pewangi ruangan (air-freshner gel), karaginan
berfungsi sebagai gelling agent. Di dalam produk pasta gigi, karaginan berfungsi sebagai
binder dan stabilizer. Sementara di dalam lotion
dan cream, karaginan berfungsi sebagai
bodying agent. Penggunaan dalam bidang bioteknologi hanya berkisar 9% saja, yaitu sebagai
medium untuk menumbuhkan mikroba, seperti
bakteri, jamur dan mikroalga. Penggunaan lain
sebagai medium dalam industri perbanyakan
bibit secara kultur jaringan. Disamping itu juga,
karaginan banyak digunakan dalam immobilisasi biokatalis (7).
3. Industri nonpangan
Karaginan di dalam industri nonpangan digunakan oleh beberapa industri sebagai senyawa
penstabil, perekat dan penganyam cotton atau
benang. Karaginan dalam industri cat air digunakan sebagai penstabil dan perekat pada permukaan dinding saat mengering. Dalam industri
keramik, karaginan di campurkan ke dalam pelapis keramik pada proses pembuatan, karena
senyawa ini memiliki kemampuan gelling point
pada temperatur dan tekanan yang tinggi (7).
Isolasi karaginan dari berbagai rumput laut
telah banyak dikembangkan. Umumnya prosedur
ini terdiri dari 3 tahapan kerja yaitu perebusan,
penyaringan dan pengendapan. Sebelum direbus,
rumput laut tersebut dicuci dengan air laut yang
berwarna putih dengan kadar air rumput laut berada sekitar 15 sampai 25%. Perebusan menggunakan air panas dengan penambahan kalsium
hidroksida atau natrium hidroksida. Pada tahap ini
akan terjadi proses penghancuran sehingga dihasilkan bentuk pasta. Penghancuran ini bertujuan
untuk memperluas permukaan rumput laut, sehingga mempermudah pelarutan karaginan (1,12).
Secara umum pembuatan karaginan menjadi beberapa bentuk dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Alkali Treatment Carrageenan (ATC)
Proses alkali bertujuan untuk mendapatkan
bahan baku yang lebih baik dan lebih tahan
dalam penyimpanan. Proses ini dilakukan
dengan merendam rumput laut dalam larutan
alkali dengan kosentrasi tertentu pada suhu
kamar tanpa pemasakkan selama 2 sampai 4
jam. Untuk merendam Eucheuma spinosum
menggunakan alkali NaOH, sedangkan untuk
E. cottonii menggunakan alkali KOH. Kemudian
rumput laut dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 sampai 3 hari (13).
2. Semirefine Carageenan (SRC)
Keraginan yang berasal dari rumput laut E.
cottonii yaitu jenis kappa-karaginan. Proses
produksi karaginan semirefine lebih banyak digunakan pada rumput laut E. cottonii, meskipun beberapa digunakan untuk E. spinosum.
Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut
METODE PENELITIAN
Uji Rendemen
Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat
karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput
laut kering yang digunakan.
Rendamen=
Pengambilan Sampel
Sampel rumput laut Eucheuma spinosum
diambil dari kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Bagian rumput laut yang digunakan
adalah seluruh bagian dari rumput laut (akar,
batang dan daun).
Ekstraksi Karaginan
E.spinosum dibersihkan dengan air yang
mengalir, lalu dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari langsung dan dipotong kecilkecil dengan ukuran kira 2 3 cm. Sampel kering
ditimbang 500 g sebanyak 3 kali, dan dimasukkan
ke dalam panci rebusan yang sebelumnya telah
diisi dengan air suling sebanyak 10 L, lalu direbus
o
selama 3 jam pada suhu 90 C, kemudian diatur pH
pada nilai 9 9,6 dengan penambahan NaOH 5%
sebanyak 15 ml, konsentrasi 7% sebanyak 10 ml
dan 9% sebanyak 5 ml. Selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan cepat dalam keadaan panas
dengan menggunakan kain saring sehingga filtrat
yang diperoleh dalam bentuk kental yang dapat
terpisah dari residu (ampas padat). Hasil penyaringan kemudian dikeringkan di dalam oven selama 6 jam pada suhu 60oC, dihaluskan dengan
cara digiling sehingga diperoleh tepung karaginan.
Tepung karaginan yang diperoleh diuji secara
kuantitatif dan kualitatif.
Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa
Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa
Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa
Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa
Serbuk
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa
Serbuk
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa
Berat karaginan
yang diperoleh
(g)
Rendemen
(%)
140,744
28,14
150,085
30,01
160,392
32,07
Uji Organoleptis
Pengujian organoleptik dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelayakan produk karaginan
yang dihasilkan. Pengujian meliputi bentuk, warna,
bau dan rasa.
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)
Pembahasan
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat yang berantai panjang
yang diekstraksi dengan menggunakan air atau
alkali dari alga merah (Rhodophyceae). Karaginan
yang terdapat dalam sel dinding rumput laut adalah bagian penyusun terbesar dari berat kering
rumput laut dibanding dengan komponen penyusun lainnya.
Pada penelitian ini, proses produksi karaginan dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
penyiapan bahan baku, perebusan, pengeringan
dan penepungan. Penyiapan bahan baku berupa
proses pencucian rumput laut yaitu jenis
Eucheuma spinosum untuk menghilangkan pasir,
garam mineral dan benda asing lainnya yang
masih melekat pada rumput laut kemudian dijemur
pada matahari langsung hingga diperoleh rumput
laut kering. Penjemuran dilakukan bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam rumput laut basah.
Perebusan dengan air suling dengan
volume sebanyak 30 sampai 40 kali dari berat
rumput laut kering yang ditimbang selama 3 jam
pada suhu mendekati suhu didih yaitu 90oC.
Dilaporkan bahwa perebusan yang dilakukan
selama sampai beberapa jam dapat mempercepat
proses ekstraksi (10).
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggu-nakan larutan alkali yaitu natrium hidroksida
(NaOH) dengan variasi 5%, 7%, dan 9%. Hal ini
mengacu pada hasil penelitian Sheng Yao (10),
yang menyatakan bahwa ekstraksi yang dilakukan
dengan NaOH mempunyai potensi pembentukan
gel 3 sampai 5 kali lebih kuat jika dibandingkan
dengan hanya menggunakan air. Pembentukan
gel adalah suatu fenomena penggabungan atau
pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk suatu jala tiga dimensi, kemudian jala
akan menangkap air di dalamnya hingga membentuk struktur yang kuat, kaku dan elastis.
Penambahan larutan NaOH membantu
ekstraksi karaginan dan untuk mengkatalisis
hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya
dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga meningkatkan kekuatan pembentuk gelnya.
Penambahan dilakukan hingga di peroleh pH 9,6,
dimana semakin tinggi pH yang digunakan maka
pembentukkan gel dan viskositasnya semakin
baik. Potensi pembentukan gel dan viskositas
larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya pH (15).
Pemisahan karaginan dilakukan dengan
cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan
umumnya masih menggunakan cara konvesional.
Hasil rebusan disaring dalam keadaan panas, untuk menghindari terjadinya pembentukkan gel pada waktu dingin yang dapat mengganggu proses
pemisahan antara filtrat karaginan dan residunya.
Tahap terakhir adalah pengeringan selama 6 jam
pada suhu 60 oC dan penepungan.
Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut
DAFTAR PUSTAKA
1. Winarno. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput
laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 12, 13,
72-73, 84
2. Indriani, H., dan Suminarsih, E. 2003. Budi
Daya Pengolahan dan Pemasaran Rumput
laut. Penebar Swadaya. Jakarta. V, 13-14
3. Nonji, A. 2002. Laut Nusantara Cetakan Ke
Tiga. Djambatan. Jakarta. 145, 147-148
4. Poncomulyono, T., Maryani,H., dan Kristiani,
L. Budi Daya dan Pengolahan Rumput laut.
Agromedia. Jakarta. 1, 4-7,42, 54
5. Susanto. 2002. Peluang dan Tantangan Bisnis
Akuakultur Di Era Globalisasi. Seminar Nasional Bisnis Akuakultur di Indonesia. 30 Oktober
2002. PT. Tira Mutiara dan Ditjen Perikanan
Budidaya. Surabaya,.
6. Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 14, 20, 23-24,
42
7. Anggadiredja, T.J., Zatnika, A., Purwoto, H.
dan Istini, S. 2006. Rumput laut. Penebar
Swadaya. Jakarta. 6-10, 14, 20, 65, 70-72, 74,
86-89, 90-91
8. Andarias, L. 1997. Prospek Pengembangan
Budi Daya Rumput Laut dalam Menyongsong
Era Globalisasi. Dibacakan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap, Dalam
Bidang Budidaya Perairan Pada Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
9. Mala, Y.V. 2008. Pengaruh Frekuensi Perendaman Rumput Laut Eucheuma spinosum
dalam Campuran Pupuk Amonium Sulfat (ZA)
dan Hormon Organik Terhadap Laju Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karaginan.
Skripsi. Program Studi Budi Daya Perikanan
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)