Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA TERHADAP

RENDEMEN KARAGINAN YANG DIPEROLEH DARI RUMPUT LAUT


JENIS Eucheuma spinosum ASAL KOTA BAU-BAU
Syaharuddin Kasim
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Pengaruh konsentrasi natrium hidroksida terhadap perolehan karaginan dari rumput laut
Eucheuma spinosum asal Kota Bau-Bau. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh variasi
konsentrasi natrium hidroksida terhadap perolehan karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma spinosum.
o
Penelitian dilakukan dengan metode ekstraksi selama 3 jam pada suhu 90 C menggunakan larutan NaOH
dengan variasi konsentrasi 5%, 7%, dan 9%, hingga diperoleh ekstrak karaginan, selanjutnya dilakukan
penyaringan sampai terbentuk filtrat karaginan. Filtrat karaginan dikeringkan dalam oven selama 6 jam
o
pada suhu 60 C dan dihaluskan menjadi tepung karaginan. Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan
hasil yang positif baik bentuk, warna, bau, dan rasa. Hasil perhitungan uji rendemen karaginan dengan
variasi konsentrasi NaOH yaitu 28,14%, 30,01% dan 32,07%. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pada konsentrasi 9% diproleh rendemen karaginan tertinggi yaitu 32,07%
Kata kunci : rumput laut, Eucheuma spinosum, karaginan, NaOH

PENDAHULUAN

masuk dalam jenis ganggang coklat dan ganggang


merah. Rumput laut coklat hidup di perairan yang
dingin, sedangkan rumput laut merah hidup di
daerah tropis. Rumput laut hijau dan biru banyak
hidup dan berkembang di air tawar (4).
Rhodophyceae yang mengandung bahan
karaginan disebut karaginofit adalah Eucheuma.
Rumput laut merah ditandai oleh sifat-sifat pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel di ujung
thallus) dan multiaksial (banyak sel di ujung
thallus), bersifat adaptasi kromatik yaitu memiliki
penyesuaian antara proposi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thallus seperti merah
tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau,
sehingga alga merah kadang-kadang berwarna
hijau kekuning-kuningan, coklat kehitam-hitaman,
atau kuning kecoklat-coklatan. Mempunyai persediaan makanan berupa kanji (Floridean starch),
dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar,
karaginan, propiran dan fulselaran (5,6). Eucheuma spinosum, Eucheuma cotonii dan Eucheuma
striatum merupakan jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia, memiliki nilai ekonomis tinggi
sebagai rumput laut penghasil karaginan (carragenophyte). Jenis Eucheuma banyak dibudidayakan di Sulawesi. Pembudidayaannya dilakukan di
tempat-tempat yang kondisi arusnya relatif tenang
sehingga produktivitasnya dapat ditingkatkan (4).
Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki
kandungan karbohidrat, protein, sedikit lemak dan
sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A,

Rumput laut merupakan bagian terbesar


dari tumbuhan laut, sebagai salah satu komoditas
hasil laut yang penting. Di samping banyak kegunaannya, rumput laut juga berperan sebagai penghasil devisa negara dengan nilai ekspor yang terus
meningkat setiap tahun. Hal ini seiring dengan
besarnya potensi wilayah perairan di Indonesia
untuk mengembangkan rumput laut (1,2).
Penduduk di berbagai pulau memanfaatkan rumput laut secara tradisional sebagai bahan
pangan dan sebagai obat. Pemanfaatan untuk industri dan sebagai komoditas ekspor baru berkembang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir
ini, karena rumput laut mengandung karaginan
yang mempunyai peranan penting dalam industri.
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali. Senyawa
ini banyak diperoleh dari rumput laut merah
(Rhodophyceae) spesies Eucheuma spinosum.
Karaginan sangat penting peranannya sebagai
stabilisator (pengatur kestabilan), pengental, pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (1,3).
Rumput laut termasuk salah satu anggota
alga yang merupakan tumbuhan berklorofil yang
bersifat uniseluler (bersel tunggal) (1,4). Dalam
toksonomi, rumput laut termasuk dalam kelas
Thallophyta. Berdasarkan pigmen (zat warna) yang
dikandungnya, alga atau rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu Rhodophyceae
(ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang
coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan
Cyanophyceae (ganggang biru). Rumput laut ter1

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)

B1, B2, B6, B12, betakaroten dan C, serta mineral


seperti kalsium, fosfor, besi dan yodium, senyawa
metabolit sekunder seperti steroid, substansi bioaktif antimikroba dan antikanker (6,7).
Karaginan merupakan getah rumput laut
yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari
spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (rumput
laut merah). Senyawa hidrokoloid ini banyak terdapat di dalam dinding sel rumput laut yang merupakan bagian penyusun terbesar dari berat
kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain. Karaginan dihasilkan sebagai produk utama dari metabolisme primer sebagai suatu
senyawa polisakarida berantai panjang dan memiliki molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000
residu galaktosa (1,7,8,9).
Polisakarida tersusun dari sejumlah unit
galaktosa dengan ikatan alfa-D-galaktosa dan
beta-3,6-anhidrogalaktosa. Sebagian besar karaginan mengandung natrium, magnesium dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari
galaktosa dan kopolimer 3,6-anhidrogalaktosa.
Jumlah dan posisi ester sulfat membedakan jenis
polisakarida, karena polisakarida tersebut harus
mengandung 2% sulfat berdasarkan berat kering
untuk diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat
molekul karaginan tersebut cukup tinggi yaitu berkisar 100 - 800 ribu (1,7,9,10).

Berdasarkan pada struktur molekul dan


posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi
3 macam, yaitu iota-karaginan (28-35%), kappakaragianan (25-30%) dan lamda-karaginan (3239%) yang memiliki struktur dan bentuk yang jelas.
Kappa-karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis
Eucheuma cottonii, iota-karaginan dari Eucheuma
spinosum, sedangkan lambda-karaginan dari
Chondrus crispus yang berwarna merah tua (1,4).
Kappa-karaginan tersusun dari [1,3]-D-galaktosa4-sulfat dan [1,4]-3,6-anhidro-D-galaktosa. Iotakaraginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester
pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat
ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Lambda-karaginan berbeda dengan kappadan iota-karaginan, karena memiliki residu disulfat
[1-4]-D-galaktosa, sedangkan kappa- dan iotakaraginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (1).
Sifat-sifat karaginan ketika diekstraksi dari
rumput laut akan berwarna kuning kecoklatan
hingga putih, berbentuk serbuk yang baik dengan
sedikit berbau dan tidak berasa. Di pasaran, karaginan dikenal sebagai tepung berwarna kekuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan
kental atau gel. Derajat kekentalan karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi dan molekul lain yang
larut. Kekentalan karaginan akan berkurang dengan cepat, seiring dengan meningkatnya waktu
(1,7,14,15).

CH2OH
OH

CH3

O
O

OH

OH

Kappa karaginan
CH2OH

CH2OH

O3SO

Gambar 1. Eucheuma spinosum yang masih segar

OSO3

OH

Iota karaginan
CH2OH

CH2OSO3

HO

O
O

O
OR

OSO3

R=H (30%) dan SO3 (70%)

Lambda karaginan
Gambar 2. Eucheuma spinosum yang telah kering

Gambar 3. Struktur kimia karaginan (11)

Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut

Semua karaginan larut dalam air panas.


Kappa- dan iota-karaginan larut dalam air dingin
dan larutan garam natrium. Di dalam larutan garam
kation lain seperti K+ atau Ca2+, kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruh oleh
beberapa faktor yaitu jenis dan konsentrasi kation,
densitas karaginan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan lain-lain. Lamda-karaginan larut dalam
air dingin dan larutan garam segala jenis kation.
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi
oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya.
Jenis natrium umumnya lebih mudah larut,
sedangkan jenis kalium lebih sukar larut (10,15).
Stabilitas maksimum karaginan dalam
larutan berada pada pH 9 dan akan terhidrolisis
pada pH di bawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih
umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan proses produksi karaginan. Hidrolisis asam
akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk
larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu. Viskositas larutan karaginan
akan menurun jika pH-nya diturunkan di bawah
4,3. Kappa- dan iota-karaginan dapat digunakan
sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi
tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat
digunakan dalam pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik
yang mengakibatkan kehilangan viskositas, dan
hidrolisis ini dipengaruhi oleh panas pada pH
rendah. Daya kestabilan terhadap pH dan daya
kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut
tercantum pada tabel 1 dan tabel 2 (1,10).
Tabel 1. Daya kestabilan ketiga jenis karaginan terhadap
perubahan pH
Stabilitas

Kappa

Iota

Pada
keadaan pH
netral dan
alkali

Stabil
- Terhirolisis
bila dipanaskan
- Stabil dalam
keadaan gel

Stabil
- Terhidrolisis
- Stabil
dalam
bentuk gel

Lamda
Stabil
- Terhidrolisis

Tabel 2. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media


pelarut
Medium

Kappa

Iota

Lamda

Air panas

Larut di atas
o
60 C

Larut di atas
o
60 C

Larut

Garam
natrium larut,
Garam K, Ca,
tidak larut

Garam Na,
larut garam
Ca

Susu panas

Larut

Larut

Larut

Susu dingin

Garam Na,
Ca, K tidak
larut tetapi
akan
mengembang

Tidak larut

Larut

Panas, larut.

Larut, sukar

Larut, panas

Tidak larut

Larut, panas

Larut, panas

Air dingin

Larutan gula
pekat
Larutan
garam pekat

Larut

Viskositas adalah daya aliran molekul di


dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi
karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya
akan meningkat secara logaritmik (10).
Secara progresif viskositas akan menurun
dengan adanya peningkatan suhu. Viskositas
larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat
karaginan sebagai polielektrik. Gaya tolakan
(repulsion) antar muatan negatif sepanjang rantai
polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai
molekul menegang, karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-molekul air
termobilisasi sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental. Semakin kecil kandungan
sulfat suatu karaginan, maka nilai viskositasnya
akan semakin kecil pula, tetapi konsistensi gelnya
semakin meningkat. Viskositas juga akan menurun
seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi
depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan
degradasi karaginan (10).
Larutan kappa- dan iota-karaginan bersifat
ireversibel, artinya bila larutan dipanaskan kembali,
gel akan mencair kembali. Pembentukkan gel ini
diperkirakan terjadi karena terbentuknya struktur
salur ganda dan terjadi pengikatan silang rantairantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga
dimensi bersambungan yang selanjutnya akan
menangkap air di dalamnya dan membentuk
struktur kuta dan kaku. Gel ini mempunyai sifat
seperti padatan, khususnya sifat elastis dan
kekakuan (10,15).
Karaginan dapat dimanfaatkan dalam berbagai usaha industri seperti industri pangan termasuk makanan dan minuman, industri nonpangan,
industri farmasi dan kosmetik.
1. Industri pangan
Karaginan banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pengental (thickening agent), penstabil alami
dan pensuspensi. Penambahan senyawa ini
(0,02 0,03%) dapat mencegah pengendapan
coklat dan pemisahan krim, meningkatkan
kekentalan lemak dan pengendapan kalsium.
Kemampuan karaginan membentuk busa dan
kejernihan, membentuk gel dan lapisan/flim menyebabkan hidrokoloid ini banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan bir dan permen jelly. Pada
industri makanan dalam kaleng, seperti daging
dan ikan dalam kaleng, memerlukan bahan
pengental, pembentuk gel serta pensuspensi
dengan memanfaatkan karaginan (7).
2. Farmasi, kosmetik dan bioteknologi
Pemanfaatan rumput laut dalam industri farmasi didasarkan sifat fisika-kimia dari senyawa
matabolit primer dan metabolit sekunder yang
dihasilkan. Metabolit primer dari rumput laut
(karaginan) terutama digunakan dalam industri
kosmetik dan obat. Pemanfaatannya dapat berupa bahan pensuspensi, pengemulsi, penstabil, pengikat, pengental, bahan pembentuk gel
dan bahan pelindung. Pada industri kosmetik,

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)

penggunaan karaginan ditemukan secara intensif pada sabun krim dan sabun cair, shampoo,
lotion, pasta gigi, pewarna bibir dan produkproduk pewarna kulit lainnya. Dalam produk
pewangi ruangan (air-freshner gel), karaginan
berfungsi sebagai gelling agent. Di dalam produk pasta gigi, karaginan berfungsi sebagai
binder dan stabilizer. Sementara di dalam lotion
dan cream, karaginan berfungsi sebagai
bodying agent. Penggunaan dalam bidang bioteknologi hanya berkisar 9% saja, yaitu sebagai
medium untuk menumbuhkan mikroba, seperti
bakteri, jamur dan mikroalga. Penggunaan lain
sebagai medium dalam industri perbanyakan
bibit secara kultur jaringan. Disamping itu juga,
karaginan banyak digunakan dalam immobilisasi biokatalis (7).
3. Industri nonpangan
Karaginan di dalam industri nonpangan digunakan oleh beberapa industri sebagai senyawa
penstabil, perekat dan penganyam cotton atau
benang. Karaginan dalam industri cat air digunakan sebagai penstabil dan perekat pada permukaan dinding saat mengering. Dalam industri
keramik, karaginan di campurkan ke dalam pelapis keramik pada proses pembuatan, karena
senyawa ini memiliki kemampuan gelling point
pada temperatur dan tekanan yang tinggi (7).
Isolasi karaginan dari berbagai rumput laut
telah banyak dikembangkan. Umumnya prosedur
ini terdiri dari 3 tahapan kerja yaitu perebusan,
penyaringan dan pengendapan. Sebelum direbus,
rumput laut tersebut dicuci dengan air laut yang
berwarna putih dengan kadar air rumput laut berada sekitar 15 sampai 25%. Perebusan menggunakan air panas dengan penambahan kalsium
hidroksida atau natrium hidroksida. Pada tahap ini
akan terjadi proses penghancuran sehingga dihasilkan bentuk pasta. Penghancuran ini bertujuan
untuk memperluas permukaan rumput laut, sehingga mempermudah pelarutan karaginan (1,12).
Secara umum pembuatan karaginan menjadi beberapa bentuk dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Alkali Treatment Carrageenan (ATC)
Proses alkali bertujuan untuk mendapatkan
bahan baku yang lebih baik dan lebih tahan
dalam penyimpanan. Proses ini dilakukan
dengan merendam rumput laut dalam larutan
alkali dengan kosentrasi tertentu pada suhu
kamar tanpa pemasakkan selama 2 sampai 4
jam. Untuk merendam Eucheuma spinosum
menggunakan alkali NaOH, sedangkan untuk
E. cottonii menggunakan alkali KOH. Kemudian
rumput laut dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 sampai 3 hari (13).
2. Semirefine Carageenan (SRC)
Keraginan yang berasal dari rumput laut E.
cottonii yaitu jenis kappa-karaginan. Proses
produksi karaginan semirefine lebih banyak digunakan pada rumput laut E. cottonii, meskipun beberapa digunakan untuk E. spinosum.

Produk SRC ada yang berbentuk chips dan ada


pula yang berbentuk tepung (flour) (7).
Proses produksi SRC chips pada dasarnya dilakukan melalui proses perlakuan alkali dalam
kondisi panas. Proses ini disebut dengan
proses alkali treatment atau alkali modification.
Proses produksinya diawali dengan pemasakan
rumput laut dalam alkali panas, netralisasi,
pemotongan (chopping), pengeringan (drying)
serta pengemasan (7).
Proses produksi SRC tepung (flour) merupakan kelanjutan produk SRC chips. Proses ini
dilakukan dengan menghancurkan (grinding)
produk chips menjadi tepung berukuran 40
sampai 60 mesh (13).
3. Refine Carrageenaan (RC)
Hasil olahan rumput laut karaginofit adalah
refine carrageenaan atau karaginan murni. Proses produksi untuk karaginan murni melalui
metode alkohol (alcohol method) dan metode
tekan (pressing method). Metode alkohol dapat
digunakan untuk memproduksi karaginan dari
E. spinosum yang menghasilkan iota-karaginan
dan dari E.cottonii yang menghasilkan kappakaraginan. Metode tekan hanya digunakan
untuk memproduksi kappa karaginan dengan
bahan baku E.cottonii (7).
Spesifikasi mutu karaginan yang dihasilkan dapat ditunjukkan oleh kandungan beberapa
senyawa di dalamnya seperti senyawa mudah
menguap (volatile), sulfat, abu, abu tak larut asam,
beberapa logam berat dan kehilangan karena
pengeringan. Kebutuhan karaginan sebagai bahan
baku dalam dunia industri makanan, minuman,
farmasi dan industri lainnya tercatat semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya kebutuhan industri terhadap karaginan memberikan peluang besar bisnis karaginan di pasar dunia.
Namun, sebagian besar karaginan yang dihasilkan
bermutu substandar dengan nilai ekonomis rendah
dan tanpa tersentuh oleh teknologi produksi yang
baik. Banyaknya masalah yang muncul mengenai
produksi karaginan sehingga meperlukan penerapan teknologi produksi karaginan yang baik. Salah
satu teknik produksi karaginan dapat dilakukan
dengan variasi konsentrasi alkali misalnya NaOH.
Penambahan NaOH bertujuan untuk membantu
proses ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan
menaikkan kekuatan gelnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
adanya penelitian mengenai karaginan dari E.
spinosum dari beberapa perairan pantai di
Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan karaginan dari E.spinosum. Adapun tujuan dilakukan penelitian yaitu untuk menentukan
pengaruh variasi konsentrasi natrium hidroksida
terhadap perolehan karaginan dari rumput laut
jenis E. spinosum. Manfaat penelitian diharapkan
dapat memberikan informasi tentang prospek
usaha karaginan di masa depan sebagai sumber
bahan baku berbagai industri.

Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut

METODE PENELITIAN

Uji Rendemen

Alat dan Bahan yang digunakan

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat
karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput
laut kering yang digunakan.

Alat-alat yang digunakan antara lain


timbangan analitik, panci perebusan, kompor
listrik, oven, blender, termometer, alat pencatat
waktu (stopwatch), gelas erlenmeyer 500 ml
(Pyrex), labu ukur 1000 ml (Pyrex), gelas ukur 100
ml (Pyrex), gelas piala 250 ml dan 500 ml (Pyrex),
cawan porselin, corong, sendok tanduk, batang
pengaduk, kain saring, pipet skala, pipet tetes,
toples, lap halus dan lap kasar. Sedangkan bahanbahan yang digunakan adalah rumput laut jenis
Eucheuma spinosum, air suling, natrium hidroksida
(Merck), kertas perkamen, indikator pH universal,
kertas label, tissu roll, aluminium foill, plastik pembungkus.

Rendamen=

Berat karaginan yang diperoleh


100%
Berat sampel rumput laut

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Hasil penelitian secara lengkap dapat dilihat
pada tabel 3 dan tabel 4 sebagai berikut :

Pengambilan Sampel
Sampel rumput laut Eucheuma spinosum
diambil dari kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Bagian rumput laut yang digunakan
adalah seluruh bagian dari rumput laut (akar,
batang dan daun).

Tabel 3. Hasil pengujian organoleptis terhadap


karaginan yang diperoleh dari Eucheuma spinosum
yang diperlakukan dengan NaOH pada beberapa
konsentrasi
Karakteristik
Kosentrasi
Hasil
Keterangan
menurut
NaOH (%)
diamati
interpretasi
pustaka

Pembuatan Larutan NaOH


Natrium hidroksida 5% dibuat dengan cara
melarutkan 5 gram NaOH dengan air suling dan
dicukupkan hingga 100 ml. Perlakuan sama
dilakukan dalam pembuatan NaOH 7% dan 9%.

Ekstraksi Karaginan
E.spinosum dibersihkan dengan air yang
mengalir, lalu dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari langsung dan dipotong kecilkecil dengan ukuran kira 2 3 cm. Sampel kering
ditimbang 500 g sebanyak 3 kali, dan dimasukkan
ke dalam panci rebusan yang sebelumnya telah
diisi dengan air suling sebanyak 10 L, lalu direbus
o
selama 3 jam pada suhu 90 C, kemudian diatur pH
pada nilai 9 9,6 dengan penambahan NaOH 5%
sebanyak 15 ml, konsentrasi 7% sebanyak 10 ml
dan 9% sebanyak 5 ml. Selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan cepat dalam keadaan panas
dengan menggunakan kain saring sehingga filtrat
yang diperoleh dalam bentuk kental yang dapat
terpisah dari residu (ampas padat). Hasil penyaringan kemudian dikeringkan di dalam oven selama 6 jam pada suhu 60oC, dihaluskan dengan
cara digiling sehingga diperoleh tepung karaginan.
Tepung karaginan yang diperoleh diuji secara
kuantitatif dan kualitatif.

Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa

Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa

Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa
Serbuk
berwarna
kuning
kecoklatan
hingga putih,
sedikit
berbau dan
tidak berasa

Serbuk
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa
Serbuk
kuning
kecoklatan,
tidak
berbau dan
tidak
berasa

Tabel 4. Data perhitungan rendemen karaginan yang


diekstraksi dengan larutan alkali terhadap berat rumput
laut Eucheuma spinosum (500 gram)
Kosentrasi
NaOH (%)

Berat karaginan
yang diperoleh
(g)

Rendemen
(%)

140,744

28,14

150,085

30,01

160,392

32,07

Uji Organoleptis
Pengujian organoleptik dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelayakan produk karaginan
yang dihasilkan. Pengujian meliputi bentuk, warna,
bau dan rasa.

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)

Pembahasan
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat yang berantai panjang
yang diekstraksi dengan menggunakan air atau
alkali dari alga merah (Rhodophyceae). Karaginan
yang terdapat dalam sel dinding rumput laut adalah bagian penyusun terbesar dari berat kering
rumput laut dibanding dengan komponen penyusun lainnya.
Pada penelitian ini, proses produksi karaginan dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
penyiapan bahan baku, perebusan, pengeringan
dan penepungan. Penyiapan bahan baku berupa
proses pencucian rumput laut yaitu jenis
Eucheuma spinosum untuk menghilangkan pasir,
garam mineral dan benda asing lainnya yang
masih melekat pada rumput laut kemudian dijemur
pada matahari langsung hingga diperoleh rumput
laut kering. Penjemuran dilakukan bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam rumput laut basah.
Perebusan dengan air suling dengan
volume sebanyak 30 sampai 40 kali dari berat
rumput laut kering yang ditimbang selama 3 jam
pada suhu mendekati suhu didih yaitu 90oC.
Dilaporkan bahwa perebusan yang dilakukan
selama sampai beberapa jam dapat mempercepat
proses ekstraksi (10).
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggu-nakan larutan alkali yaitu natrium hidroksida
(NaOH) dengan variasi 5%, 7%, dan 9%. Hal ini
mengacu pada hasil penelitian Sheng Yao (10),
yang menyatakan bahwa ekstraksi yang dilakukan
dengan NaOH mempunyai potensi pembentukan
gel 3 sampai 5 kali lebih kuat jika dibandingkan
dengan hanya menggunakan air. Pembentukan
gel adalah suatu fenomena penggabungan atau
pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk suatu jala tiga dimensi, kemudian jala
akan menangkap air di dalamnya hingga membentuk struktur yang kuat, kaku dan elastis.
Penambahan larutan NaOH membantu
ekstraksi karaginan dan untuk mengkatalisis
hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya
dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga meningkatkan kekuatan pembentuk gelnya.
Penambahan dilakukan hingga di peroleh pH 9,6,
dimana semakin tinggi pH yang digunakan maka
pembentukkan gel dan viskositasnya semakin
baik. Potensi pembentukan gel dan viskositas
larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya pH (15).
Pemisahan karaginan dilakukan dengan
cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan
umumnya masih menggunakan cara konvesional.
Hasil rebusan disaring dalam keadaan panas, untuk menghindari terjadinya pembentukkan gel pada waktu dingin yang dapat mengganggu proses
pemisahan antara filtrat karaginan dan residunya.
Tahap terakhir adalah pengeringan selama 6 jam
pada suhu 60 oC dan penepungan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh


beberapa data seperti yang ditunjukkan pada tabel
3, mutu organoleptik merupakan faktor penting
untuk mengukur penerimaan konsumen terhadap
suatu produk. Parameter mutu penerimaan yang
diamati meliputi bentuk, warna, bau dan rasa.
Secara keseluruhan, baik pada kosentrasi 5%, 7%
dan 9% memberikan hasil pengamatan yang sama
dengan pustaka berupa serbuk halus berwarna
kuning kecoklatan, berbau khas rumput laut dan
tidak berasa. Telah dilaporkan bahwa karaginan
ketika diekstraksi dari rumput laut, serbuk akan
berwarna kuning kecoklatan hingga putih, berbentuk serbuk yang baik yang sedikit berbau dan
tidak berasa (14).
Pada tabel 4, diperoleh data mengenai
perhitungan berat rendemen karaginan yang diekstraksi dengan larutan NaOH. Rendemen dari
suatu rumput laut sangat penting untuk dihitung,
tujuannya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan maupun pengolahan terhadap
hasil akhir yang diperoleh. Selain itu, rendahnya
rendemen juga ditentukan oleh penanganan pada
saat penggilingan. Pada proses ini, apabila tidak
ditangani dengan baik menyebabkan banyak tepung yang terbuang percuma, karena ukuran butiran yang kecil dan halus sehingga mudah keluar
akibat tiupan udara pada proses penepungan dan
proses lainnya (15). Rendemen tepung karaginan
yang dibuat dengan variasi konsentrasi NaOH menunjukkan hasil yang berbeda-beda yaitu berkisar
antara 28,14% sampai 32,07%. Rendemen tertinggi dihasilkan pada kosentrasi 9% sebesar
32,07% sedangkan berat rendemen terendah dihasilkan pada kosentrasi 5% sebesar 28,14%.
Hasil perhitungan data memperlihatkan
bahwa semakin tinggi kosentrasi NaOH yang digunakan maka akan semakin besar rendemen
karaginan yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi konsentrasi larutan alkali yang diberikan maka akan semakin tinggi pula titik lelehnya sehingga rumput laut tidak banyak yang larut
dalam perebusan. Andriani (16), menyatakan bahwa perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan untuk meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasakannya sehingga tidak
larut menjadi pasta.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan alkali yang digunakan maka
semakin besar pula perolehan karaginan. Rendemen karaginan tertinggi diperoleh dari rumput laut
Eucheuma spinosum pada penggunaan larutan
NaOH 9 %.

Syaharuddin, Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Rendemen Karaginan Dari Rumput Laut

DAFTAR PUSTAKA
1. Winarno. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput
laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 12, 13,
72-73, 84
2. Indriani, H., dan Suminarsih, E. 2003. Budi
Daya Pengolahan dan Pemasaran Rumput
laut. Penebar Swadaya. Jakarta. V, 13-14
3. Nonji, A. 2002. Laut Nusantara Cetakan Ke
Tiga. Djambatan. Jakarta. 145, 147-148
4. Poncomulyono, T., Maryani,H., dan Kristiani,
L. Budi Daya dan Pengolahan Rumput laut.
Agromedia. Jakarta. 1, 4-7,42, 54
5. Susanto. 2002. Peluang dan Tantangan Bisnis
Akuakultur Di Era Globalisasi. Seminar Nasional Bisnis Akuakultur di Indonesia. 30 Oktober
2002. PT. Tira Mutiara dan Ditjen Perikanan
Budidaya. Surabaya,.
6. Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 14, 20, 23-24,
42
7. Anggadiredja, T.J., Zatnika, A., Purwoto, H.
dan Istini, S. 2006. Rumput laut. Penebar
Swadaya. Jakarta. 6-10, 14, 20, 65, 70-72, 74,
86-89, 90-91
8. Andarias, L. 1997. Prospek Pengembangan
Budi Daya Rumput Laut dalam Menyongsong
Era Globalisasi. Dibacakan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap, Dalam
Bidang Budidaya Perairan Pada Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
9. Mala, Y.V. 2008. Pengaruh Frekuensi Perendaman Rumput Laut Eucheuma spinosum
dalam Campuran Pupuk Amonium Sulfat (ZA)
dan Hormon Organik Terhadap Laju Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karaginan.
Skripsi. Program Studi Budi Daya Perikanan

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan


Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
12
Syamsuar, 2007, Karakteristik Karaginan
Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur Panen, Kosentrasi Koh dan Lama
Ekstraksi. Laporan Penelitian. Institut Teknologi Bandung. Bandung. diakses 2 Februari
2009.
Istini, S., Zatnika, A. Dan Suhaimi. Manfaat
dan Pengolahan Rumput Laut. WBL/85/WP14. diakses 2 Februari 2009
Bawa, A.G., Putra, A.B. dan Laila, I.R. 2007.
Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari
Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal
Kimia. Hal. 15-20. FMIPA Universitas
Udayana. Bukit Jumbaran. diakses 5 Januari
2009.
Puri, Teknologi Rumput Laut. Divisi Penelitian
Pengembangan Seaweed. Kelompok Studi
Rumput Laut Kelautan. UNDIP. Jawa Tengah.
Artikel Seaweedwww.rumputlaut.org. diakses
5 Januari 2009
Kibbe, H.A., 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3rd ed. American Pharmaceutical Association, Washington, D.C. 91-92
Angka, S.L., 2000. Bioteknologi Hasil Laut.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan.
Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Adriani, D., 2007. Pengolahan Rumput Laut
Eucheuma cottonii Menjadi Tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyte) Dengan Jenis
dan Konsentrasi Larutan Alkali Yang Berbeda.
Seminar Hasil Penelitian. Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
diakses 23 Juni 2009

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 1 8 (ISSN : 1410-7031)

Anda mungkin juga menyukai