Anda di halaman 1dari 26

-1-

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS


TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL

A. Gerbang Pembayaran Nasional


1. Definisi
Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) adalah suatu sistem yang menghubungkan berbagai pembayaran elektronik atau transaksi non tunai
pada semua instrumen Bank dalam satu sistem pembayaran. Secara mudah, masyarakat tidak perlu lagi mencari mesin EDC dari Bank yang
sama dengan kartu yang dimiliki karena semua kartu yang diterbitkan oleh penerbit domestik dapat terhubung dengan satu mesin EDC.

2. Latar Belakang
Dengan kondisi ekosistem sistem pembayaran ritel domestik yang relatif kompleks dan cenderung terfragmentasi akibat belum optimalnya
interkoneksi dan interoperabilitas, Indonesia memerlukan infrastruktur pembayaran ritel nasional yang aman, efisien, dan andal.
Interkoneksi adalah keterhubungan antara jaringan sistem yang satu dengan jaringan sistem yang lainnya. Interoperabilitas adalah kondisi
dimana instrumen pembayaran dapat digunakan pada infrastruktur lain selain dari infrastruktur Penerbit instrumen pembayaran yang
bersangkutan.
Sebagai solusi dari kebutuhan yang dimaksud, kebijakan GPN akan menata (arrangement) infrastruktur, instrumen, kelembagaan, serta
mekanisme penyelenggaraan, dalam rangka mewujudkan ekosistem yang interkoneksi dan interoperabel, serta memiliki kapabilitas dalam
pemrosesan transaksi domestik yang optimal, aman, efisien dan andal.
Selain itu, GPN juga dirancang untuk menjadi backbone starategis dalam memfasilitasi program-program penting pemerintah seperti
penyaluran bansos nontunai, P2G, elektronifikasi jalan tol, moda transportasi lainnya, dan mendukung e-commerce nasional serta
meningkatkan keuangan inklusif.
-2-

NPG diselenggarakan dengan tetap berorientasi pada manajemen risiko, perlindungan konsumen antara lain pengamanan data transaksi
domestik dan menjaga ketersediaan data transaksi sistem pembayaran nasional yang diperlukan untuk mendukung transmisi kebijakan
moneter yang efektif, intermediasi keuangan dan resiliansi sistem keuangan nasional.

3. Dasar Hukum Implementasi GPN


Bank Indonesia telah menerbitkan PBI No. 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) pada tanggal
21 Juni 2017 dan PADG No. 19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) pada tanggal 20
September 2017. Ketentuan tersebut mengatur mengenai penyelenggaraan GPN, pihak dalam GPN, branding nasional, dan skema harga
dalam penyelenggaraan GPN.

4. Cakupan Gerbang Pembayaran Nasional


Sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 PBI No. 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway), GPN
mencakup transaksi pembayaran secara domestik yang meliputi:
a. Interkoneksi Switching;
b. Interkoneksi dan interoperabilitas kanal pembayaran berupa kanal ATM, electronic data captured (EDC), agen, payment gateway, dan
kanal pembayaran lainnya; dan
c. Interoperabilitas instrumen pembayaran berupa kartu ATM dan/atau kartu debet, kartu kredit, uang elektronik, dan instrumen pembayaran
lainnya.

5. Bagaimana roadmap implementasi GPN dan Hambatan yang selama ini dihadapi?
Roadmap implementasi GPN dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
-3-

• Implementasi GPN akan mulai dilakukan pada semester 2 tahun 2017 untuk layanan kartu debit, dengan melibatkan bank yang telah
melakukan uji teknis. Kegiatan ini didahului dengan penyesuaian PKS antara bank dengan merchant karena perbedaan skema harga/MDR
yang akan diterapkan berdasarkan GPN.
• Kegiatan implementasi kartu debit juga akan dilakukan seiring dengan uang elektronik chip-based. Namun untuk tahap awal terbatas di
jalan tol dengan melibatkan bank yang sudah bekerja sama pada ruas tol saja. Adapun bank lain yang telah melakukan uji teknis dapat
melakukan implementasi dengan menyesuaikan skema harga menggunakan TUF. Selanjutnya setelah implementasi di ruas tol telah
berjalan baik dan kelembagaan GPN (Lembaga Switching, Lembaga Services, dan Lembaga Standar) telah beroperasi maka akan
dilanjutkan dengan implementasi pada sektor lainnya seperti retail, parkir, dan SPBU.
• Untuk tahapan selanjutnya terdapat implementasi untuk online payment interkoneksi ke GPN, implementasi EBIPP, dan kartu kredit.
Implementasi tersebut dapat dimulai setelah Lembaga Services dan Lembaga Standar sudah terbentuk dan beroperasi. Untuk
implementasi online payment interkoneksi ke NPG menyesuaikan dengan peta jalan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik
(roadmap E-commerce) periode 2016 2019 dari pemerintah yang dikoordinasikan oleh Kemenkominfo. Seiring dengan implementasi
online payment, juga dipersiapkan implementasi untuk layanan EBIPP yang akan didahului dengan perumusan conceptual design yang
telah dimulai pada tahun 2017 ini. Implementasi berikutnya akan dilakukan perluasan layanan untuk instrumen kartu kredit domestik
setelah interkoneksi layanan yang dibangun sebelumnya telah berjalan baik.

Adapun hambatan yang dihadapi selama proses implementasi GPN terkait dengan kondisi bahwa kebijakan GPN diterapkan pada industri
yang sudah mature, sehingga terdapat pro dan kontra dari para pelaku industri. Dalam hal ini, BI terus berupaya untuk mendorong
implementasi GPN melalui kegiatan sosialisasi, tidak hanya bagi pelaku industri, melainkan juga dengan pihak lain yang terkait dengan industri
sistem pembayaran.

5. Apa yang dimaksud dengan transaksi domestik?


Transaksi domestik adalah transaksi pembayaran di domestik dengan menggunakan kartu ATM dan/atau Debet dari Penerbit/bank di domestik.
-4-

6. Manfaat (Pertanyaan Bapak Sugeng, Koran Tempo, JakTV)


A. Industri Sistem Pembayaran
Manfaat dari diberlakukannya GPN untuk industri adalah untuk efisiensi sistem pembayaran (SP), meningkatkan keamanan, dan
memperkuat ketahanan nasional.
▪ Efisiensi SP dapat dicapai melalui sharing infrastruktur dan perluasan akses layanan SP melalui peningkatan interkoneksi dan
interoperabilitas.
Contohnya, sebelum ada GPN, merchant memiliki banyak EDC untuk mendukung transaksi debet (pembayaran pembelian) yang hanya
dapat menggunakan EDC dari Penerbit kartu debet yang sama. Dengan GPN maka dalam bertransaksi debet (pembayaran pembelian)
tidak harus menggunakan EDC dari Penerbit kartu debet tersebut. Hal ini akan memunculkan excess EDC pada satu merchant yang
dapat disalurkan manfaatnya ke merchant di daerah yang belum memiliki EDC.
▪ Peningkatan keamanan dengan penggunaan standar teknologi berstandar internasional akan meningkatkan perlindungan
konsumen.
▪ Keamanan nasional (national security) melalui kemandirian SP nasional dengan pemrosesan secara domestik dan penyediaan data
serta informasi transaksi SP ritel nasional yang komprehensif.

B. Perbankan
Manfaat dari diberlakukannya GPN untuk industri sektor perbankan yang paling utama adalah efisiensi yang terdiri dari aspek-aspek
berikut:
▪ Sharing infrastruktur akan meminimalisasi underutilization dari EDC, terutama yang terdapat di luar Jabodetabek. Dengan adanya
utilisasi tsb, maka opportunity cost dari investasi EDC dapat diminimalisasi.
▪ Pengurangan biaya pemrosesan transaksi yang dilakukan di Indonesia dengan menggunakan instrumen pembayaran yang diterbitkan
di Indonesia, sebab sebelumnya transaksi tersebut diproses di luar negeri dengan biaya yang lebih mahal. Selain itu, pemrosesan
-5-

transaksi secara domestik akan menciptakan kemandirian sistem pembayaran nasional yang pada akhirnya akan tercapai keamanan
nasional dan penyediaan informasi transaksi sistem pembayaran ritel nasional yang komprehensif.
▪ Pengurangan biaya penempatan logo prinsipal internasional sebab logo internasional tidak boleh disandingkan dengan logo Lembaga
Switching GPN pada kartu ATM/Debit berlogo GPN walaupun prinsipal tersebut sudah melakukan kerja sama dengan Lembaga
Switching GPN.
C. Masyarakat
Manfaat GPN yang dirasakan oleh masyarakat sebetulnya secara tidak langsung berasal dari manfaat yang diterima oleh Perbankan.
Dengan adanya GPN, biaya penempatan logo prinsipal internasional yang selama ini dibebankan secara tidak langsung pada biaya
administrasi nasabah akan dapat dikurangi. Sehingga biaya administrasi yang dibebankan pada nasabah juga akan berkurang. Peningkatan
keamanan dengan penggunaan standar teknologi berstandar internasional juga akan meningkatkan perlindungan terhadap nasabah.
Selain itu, nasabah juga akan menikmati kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi secara non tunai karena dengan hanya memiliki
1 (satu) kartu ATM/Debit berlogo GPN maka dapat digunakan pada seluruh mesin EDC yang diterbitkan oleh Bank lain.

7. Efisiensi dari Penerapan GPN (Pertanyaan Koran Tempo)


Efisiensi yang diperoleh dari implementasi GPN bagi masyarakat pengguna dan industri SP Nasional a.l.:
▪ Efisiensi pemrosesan transaksi, melalui peningkatan peran industri nasional dalam pemrosesan transaksi domestik. Pemrosesan yang
semula dilakukan diluar wilayah Indonesia, saat ini dilakukan oleh lembaga domestik.
▪ Sharing infrastruktur, penggunaan infrastruktur industri secara bersama-sama. Hal ini akan menekan biaya investasi oleh bank, bank
tidak perlu mengeluarkan investasi untuk penyediaan ATM dan/EDC.
▪ Perluasan akses layanan SP, memberikan akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk melakukan transaksi pembayaran.
▪ Biaya pemrosesan yang wajar, penerapan skema harga GPN yang lebih murah dari skema sebelum ada GPN.

8. Waktu Implementasi
-6-

GPN mulai diimplementasi pada tanggal 4 Desember 2017 dimulai dengan layanan kartu debet dan uang elektronik, selanjutnya akan
diterapkan pada layanan lain seperti layanan berbasis tagihan, online payment dll. Wujud nyata dari implementasi GPN di kartu debet adalah
transaksi diberbagai merchant dapat dilakukan dengan EDC dari bank manapun dengan mengacu pada skema GPN, termasuk skema harga
yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Sedangkan untuk uang elektronik adalah penggunaan uang elektronik multi penerbit di jalan
tol.
-7-

9. Apakah ada periode transisi dalam implementasi GPN karena industri perlu waktu untuk pengadaan infrastruktur/alat (EDC/ATM)?
Proses implementasi dilakukan secara bertahap. Contohnya untuk pencetakan kartu berlogo nasional, Bank Indonesia memberikan masa
transisi sampai dengan 1 Januari 2022 untuk memastikan seluruh nasabah yang memiliki kartu ATM dan/atau Debet memiliki minimal 1 (satu)
kartu berlogo nasional.

10. Apakah uang elektronik nantinya akan masuk ketentuan GPN?


Interoperabilitas uang elektronik, baik yang berbasis chip maupun berbasis server, akan masuk ke dalam cakupan GPN di masa mendatang.

11. Bagaimana perizinan dan pengawasan yang dilakukan BI terhadap GPN?


Sebagaimana PADG No. 19/10/PADG/2017 Pasal 52, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggara GPN (NPG) yang
meliputi pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.

B. Progres GPN
Saat ini dari total 100 Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), 98 bank penerbit telah memperoleh persetujuan penerbitan kartu berlogo
nasional dari Bank Indonesia. Tercatat 54 bank telah melakukan pencetakan ±442.000 kartu berlogo GPN dan 57% atau ±2522.000 diantaranya
telah mulai didistribusikan oleh 41 bank ke seluruh wilayah Indonesia.

Kesiapan kanal pembayaran hingga kondisi saat ini dapat kami laporkan bahwa hampir seluruh bank acquirer telah melakukan roll-out EDC GPN
100% dengan target waktu penyelesaian adalah Juni 2018.

Mengawali implementasi GPN di bulan Desember 2017, jumlah volume transaksi pembayaran interkoneksi menggunakan kartu debit adalah
sebesar 442 ribu transaksi dengan total nominal sebesar Rp215,5 Miliar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Switching bahwa rata-
rata pertumbuhan volume transaksi debit interkoneksi sejak Desember 2017 berkisar 143,7% setiap bulannya. Adapun data volume transaksi
-8-

pada bulan April 2018 jumlah volume transaksi pembayarannya mencapai 3.9 juta transaksi dengan nominal sebesar Rp 2.02 Triliun. Diperkirakan
pertumbuhan volume dan nominal transaksi debit akan terus tumbuh sejalan dengan implementasi penuh GPN pada Juni 2018.

Untuk mendukung penggunaan kartu berlogo GPN, Bank Indonesia bersama perbankan telah bekerja mensosialisasikan GPN untuk mewujudkan
awareness dan acceptance terhadap GPN. Bank Indonesia mendorong Penyelenggara dan pihak yang terhubung GPN untuk melakukan
komunikasi secara intensif baik dengan melakukan single campaign ataupun joint campaign. Dengan kegiatan sosialisasi/kampanye tersebut,
diharapkan instrumen dan infrastruktur pembayaran berlogo GPN dapat diterima secara luas sebagai identitas sistem pembayaran domestik. Dan
pada akhirnya masyarakat Indonesia memiliki kebanggaan tersendiri bertransaksi dengan menggunakan GPN.

C. Penyelenggara GPN
1. Siapa saja pelaksana implementasi GPN? (Pertanyaan Koran Tempo)
Pihak dalam GPN meliputi penyelenggara GPN dan pihak yang terhubung dengan GPN. Penyelenggara GPN meliputi:
a. Lembaga Standar: memiliki fungsi menyusun, mengembangkan, dan mengelola Standar dalam rangka memastikan terjadinya
interkoneksi dan interoperabilitias instrumen pembayaran, kanal pembayaran, dan Switching, serta security. Saat ini ASPI telah ditetapkan
BI sebagai Lembaga Standar untuk instrumen kartu ATM dan/atau Debet.
b. Lembaga Switching : memiliki fungsi untuk memproses data transaksi pembayaran secara domestik dalam rangka interkoneksi dan
interoperabilitas. Terdapat 4 (empat) Lembaga Switching GPN, yaitu PT. Artajasa Pembayaran Elektronis, PT. Rintis Sejahtera, PT. Alto
Network, dan PT. Jalin Pembayaran Nusantara;
c. Lembaga Services : memiliki tugas antara lain menjaga keamanan transaksi pembayaran dan kerahasiaan data nasabah, melakukan
rekonsiliasi, kliring, dan setelmen, dan mengembangkan sistem untuk pencegahan fraud, manajemen risiko, dan mitigasi risiko; menangani
perselisihan transaksi pembayaran dalam rangka perlindungan konsumen; dan melaksanakan tugas lainnya yang diamanatkan oleh Bank
Indonesia terkait fungsi Services. Lembaga Services adalah PT. Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN) yang merupakan
konsorsium yang terdiri dari Lembaga Switching dan 4 Bank BUKU 4 (Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA) melalui anak perusahaannya, yang saat
ini sedang dalam tahap pengajuan izin ke Bank Indonesia.
-9-

d. Pihak yang terhubung dengan GPN meliputi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Payment Gateway, dan pihak lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.

2. Apakah perbedaan Penyelenggara Switching dan Lembaga Switching GPN?


Dalam PBI PTP yang dimaksud Penyelenggara Switching adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan kegiatan Switching.
Sedangkan Lembaga Switching GPN memiliki fungsi generik untuk memproses data transaksi pembayaran secara domestik dalam rangka
interkoneksi dan interoperabilitas. Terdapat persyaratan untuk menjadi Lembaga Switching GPN, salah satunya telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Switching sesuai ketentuan PTP.

3. Apa persyaratan bagi penyelenggara switching untuk menjadi Lembaga Switching ?


Penyelenggara switching harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat menjadi Lembaga Switching.
Persetujuan dapat diberikan jika penyelenggara switching memenuhi kriteria Lembaga Switching, yaitu:
a. telah memperoleh izin sebagai penyelenggara switching sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
pemrosesan transaksi pembayaran.
b. telah melaksanakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik dengan menggunakan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia.
c. memenuhi kepemilikan saham paling sedikit 80% (delapan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia; dan
d. mampu dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi Switching di GPN (NPG).
e. pihak yang mengajukan permohonan sebagai Lembaga Switching, selain memenuhi persyaratan diatas juga harus memiliki modal disetor
paling sedikit sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
-10-

4. Apakah pihak yang telah mendapat izin sebagai Prinsipal perlu meminta izin ulang sebagai penyelenggara switching terlebih dahulu
untuk menjadi Lembaga Switching GPN?
Pihak yang telah memperoleh izin sebagai prinsipal sebelum PBI GPN (NPG) berlaku dapat mengajukan permohonan persetujuan sebagai
Lembaga Switching GPN sesuai izin prinsipal yang telah diperolehnya, sepanjang telah memenuhi kriteria yaitu:
a. telah melaksanakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik dengan menggunakan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia;
b. memenuhi kepemilikan saham paling sedikit 80% (delapan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia; dan
c. mampu dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi Switching di GPN (NPG).
Pengajuan permohonan tersebut dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya PBI GPN (NPG) ini.

5. Apakah penyelenggara switching yang tidak menjadi Lembaga Switching masih tetap dapat melakukan bisnisnya?
Penyelenggara switching yang tidak menjadi Lembaga Switching tetap dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya melalui kerjasama
dengan Lembaga Switching. Selanjutnya, bagi Lembaga Switching yang akan melakukan kerjasama dengan pihak penyelenggara switching
diluar NPG, Lembaga Switching harus memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih dahulu. Bentuk-bentuk kerjasama dimaksud terkait
dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas NPG, antara lain perluasan akseptasi dan/atau alih teknologi.

6. Bagaimana persaingan usaha yang terjadi antar lembaga Switching GPN? Apakah tidak terdapat kecenderungan jika lembaga
Switching berskala besar hanya mau melakukan kerja sama interkoneksi dengan lembaga Switching yang memiliki skala yang setara?
Lembaga Swithcing GPN diatur untuk saling terkoneksi satu dengan yang lainnya pada tahap awal implementasi GPN, sehingga tidak perlu
terdapat kekhawatiran jika lembaga switching berskala besar hanya ingin melakukan kerjasama dengan lembaga switching lain dengan skala
yang setara. Hal yang mendasari persaingan antar lembaga tersebut adalah tingkat layanan yang ditawarkan, seperti kecepatan waktu respon
-11-

7. Terkait Lampiran 1 Poin B nomor 1 PADG 19/10/PADG/2017 mengenai Lampiran Dokumen Lembaga Switching di nomor 15 disebutkan
bahwa Surat pernyataan yang menyatakan modal disetor yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain di Indonesia; dan atau tidak berasal dari dan untuk tujuan pencu cian
uang (money laundering) aksud modal disetor bersifat tetap?
Yang dimaksud dengan modal disetor yang bersifat tetap adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham kedalam rekening
perusahaan dan akan bersifat permanen didalam rekening perusahaan tersebut. Modal disetor tersebut hanya dapat digunakan untuk
kepentingan/aktivitas operasional perusahaan dan tidak akan ditarik kembali/dipakai untuk kepentingan pemegang saham.

8. Implementasi GPN membutuhkan biaya yang besar, bagaimana agar Perbankan, terutama Bank BUKU 1 dan BUKU 2 juga dapat turut
serta dengan adanya keterbatasan dana? (Pertanyaan JakTV)
Pada prinsipnya, kebijakan GPN diimplementasi dengan mengutilisasi ekosistem yang sudah ada sehingga seluruh lapisan Perbankan dapat
berpartisipasi. Dari segi distribusi kartu ATM/Debit berlogo GPN, BI tidak mengusung prinsip recarding, yakni Bank tidak diharuskan untuk
mengganti seluruh kartu milik nasabah dalam hal nasabah tidak menghendaki. Dengan demikian, biaya pencetakan kartu berlogo GPN dapat
disesuaikan dengan kebutuhkan masing-masing Bank. Selain itu, Bank juga tidak diharuskan untuk mendaftaran Bank Identification Number
(BIN) baru khusus untuk GPN sebab ekosistem GPN akan memproses BIN yang sudah terdaftar di Lembaga Switching GPN. Dari segi komunikasi
kebijakan GPN, BI tidak mewajibkan Bank untuk mengadakan suatu kegiatan tertentu terkait GPN, melainkan Bank cukup memanfaatkan aset
maupun kegiatan yang sudah ada untuk mengkomunikasikan jalannya kebijakan GPN.

9. Mengapa Indonesia tidak menerapkan model super switching?


GPN di Indonesia terbentuk ketika investasi dalam sistem pembayaran sudah cukup besar. Apabila ingin menerapkan model super switching,
maka dibutuhkan investasi tambahan untuk membangun sistem tersebut. Akan lebih baik jika menata ulang infrastruktur yang sudah ada
kemudian melakukan investasi pada hal-hal yang membutuhkan penyesuaian
-12-

10. Jika Bank Umum tidak memiliki produk kartu debit (bukan Penerbit maupun Acquirer) apakah tetap wajib memenuhi ketentuan
minimum terkoneksi pada 2 lembaga switching GPN?
Sesuai Pasal 5 ayat 2 PBI GPN, Pihak yang terhubung dengan GPN meliputi Penerbit, Acquirer serta penyelenggara Payment Gateway. Dalam
hal pihak tersebut merupakan penerbit atau acquirer instrumen dalam sistem pembayaran atau penyelenggara Payment Gateway, maka pihak
tersebut wajib terkoneksi GPN.

D. Pemrosesan Transaksi Pembayaran Domestik


1. Apakah hal yang mendasari adanya ketentuan pemrosesan transaksi domestik? (Pertanyaan Bapak Sugeng)
Aturan dalam PBI GPN/NPG termasuk pengaturan routing domestik diperlukan dalam rangka menjaga keamanan nasional, integritas data,
backboned program strategis pemerintah, kelancaran, efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia . Untuk
menjaga aspek keamanan, kelancaran dan efisiensi dimaksud, maka dibangun ekosistem yang interconnected, interoperable dan routing
domestik.
Global Players saat ini menyediakan layanan usaha pemrosesan transaksi/routing yaitu untuk transaksi domestik dan transaksi cross border.
Tentu untuk layanan transaksi domestik jelas akan terpengaruh karena harus adanya proses/routing di NPG. Namun hal ini tidak berarti bahwa
kegiatan usaha di Indonesia menjadi tertutup/terhambat, karena Global Players :
1. Tetap dapat melanjutkan usahanya dalam melayani transaksi cross border untuk nasabahnya di Indonesia. (Karena NPG tidak mengatur
tentang Cross border transaction).
2. Tetap dapat melanjutkan layanan transaksi domestik kepada nasabah di Indonesia secara langsung sebagai Lembaga Switching
atau secara tidak langsung dengan melakukan kerjasama/ partnership (tentu dengan prinsip give and take). Dalam skim kerja sama,
Global Player tidak perlu melakukan penyesuaian kepemilikan. Global Players dapat melakukan kerjasama/partnering dengan salah satu
Lembaga Switching NPG yang dianggap layak, baik untuk:
a. Dalam kerjasama dimaksud, Global Players dapat terus mengembangkan usaha barunya dengan memberikan jasa peningkatan
kapabilitas kepada Lembaga Switching di Indonesia misal, risk & fraud management, dispute resolution, peningkatan fitur keamanan
-13-

b. Global player juga dapat memperluas kerja sama dan turut berpartisipasi melalui pemberian jasa lainnya kepada berbagai pihak di
Indonesia, apakah itu kepada Lembaga Standar, Lembaga Services ataupun dengan jasa sistem pembayaran lainnya dalam rangka
peningkatan kapabilitas mitra kerjasama dan perluasan akseptansi.
Dengan demikian, yang diperlukan Global Players pasca GPN/NPG adalah penyesuaian pola bisnis.

2. Jika launching GPN dilakukan pada tanggal 4 Desember 2017, kapan acquirer dan issuer harus mulai memproses transaksi pembayaran
retail secara domestik?
Paling lambat akhir Juni 2018, seluruh transaksi domestik harus mulai diproses secara domestik.

3. Bagaimana proses kliring dan settlement dalam ekosistem GPN?


Masing-masing bank menghitung hak dan kewajiban finansialnya kepada bank lain, baik transaksi yang dilakukan melalui Lembaga Switching
yang sama ataupun Lembaga Switching yang berbeda. Data transaksi tersebut diteruskan oleh Lembaga Switching ke Lembaga Services.
Kemudian, Lembaga Services melakukan rekonsiliasi, kliring dan settlement untuk transaksi debet yang dilakukan pada Lembaga Switching
yang berbeda.
Proses kliring dan settlement dijalankan oleh Lembaga Services berdasarkan data transaksi dari Lembaga Switching. Setiap Lembaga Switching
mengirimkan data transaksi harian kepada Lembaga Services kemudian dilakukan perhitungan kewajiban dari masing-masing. Berdasarkan
data tersebut, Lembaga Switching yang memiliki kewajiban/ utang mengirimkan dana kepada Lembaga Switching yang berhak untuk
kemudian diteruskan kepada bank yang berhak.
-14-

E. Kartu Berlogo Nasional (Kartu GPN)


1. Apa arti dari Logo nasional?

2. Dengan GPN, Apakah setiap nasabah harus memiliki 2 kartu (kartu dengan logo prinsipal sekarang dan kartu GPN).
Nasabah dapat memiliki kartu ATM/Debet sesuai dengan kebutuhan transaksi masing-masing. Untuk transaksi di dalam negeri, dapat
menggunakan kartu berlogo nasional, sedangkan untuk nasabah yang memiliki kecendrungan bertransaksi di luar negeri dapat memiliki kartu
berlogo nasional untuk melakukan transaksi di dalam negeri dan kartu berlogo prinsipal internasional untuk transaksi di luar negeri.

3. Bagaimana Bank penerbit memastikan bahwa nasabah sekurang-kurangnya memiliki 1 Kartu GPN?
Bank penerbit memastikan nasabah memiliki kartu GPN melalui beberapa cara diantaranya:
-15-

• Memberikan kartu berlogo nasional (GPN) untuk nasabah baru


• Memberikan kartu berlogo nasional (GPN) untuk penggantian kartu yang sudah expired,
• Melakukan edukasi dan promosi atas kartu berlogo nasional (GPN) kepada nasabah.

4. Bagaimana dengan penggunaan kartu berlogo internasional seperti VISA dan Mastercard setelah adanya GPN?
Kartu dengan terdapat logo internasional di dalamnya tetap dapat beredar seperti saat untuk melayani nasabahnya di Indonesia, dan khususnya
untuk mendukung kebutuhan nasabah dalam melayani transaksi di luar negeri (cross border).

5. Apakah kartu GPN dapat digunakan di luar negeri?


Saat ini, penggunaan kartu GPN hanya berlaku untuk transaksi domestik yang dilakukan di dalam negeri. Untuk transaksi di luar negeri (cross
border), masyarakat dapat menggunakan kartu berlogo prinsipal internasional.

6. Apakah setelah implementasi GPN, setiap nasabah baru dapat langsung memperoleh kartu GPN ?
Penerbitan kartu GPN dimulai dari bulan April 2018 secara bertahap, setiap nasabah bank dapat memperoleh kartu GPN di kantor cabang
bank terdekat.

7. Apakah seluruh kartu GPN sudah dapat menggunakan EDC dari bank-bank lain?
Seluruh kartu debit berlogo nasional (GPN) yang diterbitkan oleh bank penerbit domestik sudah dapat menggunakan EDC berlogo nasional
dari bank lain di Indonesia.

8. Apakah logo nasional dan logo internasional, tidak boleh di-combine/combo dalam satu kartu?
Kartu berlogo nasional tidak di-combo dengan kartu berlogo international. Untuk saat ini belum boleh, kecuali perusahaan switching
internasional sudah menjadi bagian dari Lembaga Switching GPN, maka logo Lembaga Switching dapat ditempatkan di sisi belakang kartu.
-16-

9. Apakah bank boleh tetap mengedarkan kartu yang sudah dicetak?


Bank tetap boleh mengedarkan kartu ATM/Debit yang sudah diproduksi, karena prinsip BI bukan me recarding kartu dalam penerbitan kartu
ATM/Debit berlogo nasional.

10. Apakah kartu berlogo nasional boleh untuk tidak dipakai oleh nasabah? Dikarenakan dalam penerbitan kartu diberi opsi memilih bagi
nasabah.
Ketentuan GPN, mewajibkan bank untuk memberikan 1 kartu debit berlogo nasional selama nasabah belum memiliki kartu berlogo domestik.

11. Bagaimana cara memperoleh kartu berlogo nasional?


Bagi nasabah eksisting atau nasabah yang kartunya rusak/hilang/kadaluarsa, dapat mendatangi kantor cabang bank Penerbit kartu dengan
membawa kartu identitas, buku tabungan dan kartu debet yang akan diganti dengan kartu berlogo nasional.
Sedangkan bagi nasabah yang membuka akun baru, bank menyampaikan informasi mengenai kartu debet berlogo nasional dan kewajiban
kepemilikannya.

12. Apakah terdapat format action plan penerbitan kartu debit berlogo nasional?
PADG tidak mengatur secara detail format action plan penerbitan kartu debit berlogo nasional. Bank dapat menyampaikn informasi dalam
laporan action plan a.l berupa kapan bank mulai melakukan penerbitan kartu berlogo domestik, jumlah/tahapan penerbitan kartu berlogo
domestik, strategi pendistribusian kartu berlogo domestik ke nasabah.

13. Terkait dengan penerbitan kartu berlogo domestik, apakah bank harus meminta rekomendasi/persetujuan dari pengawas OJK, sepert i
perlakuan untuk bank yang mengeluarkan produk/aktivitas baru?
Menurut hemat kami tetap di ajukan ke OJK, namun BI akan melakukan pendekatan bahwa penerbitan kartu berlogo domestik sebenarnya
tidak termasuk dalam kategori produk baru.
-17-

14. Mengacu pada PADG No.19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway), pasal 44 diatur
bahwa :
1) Dalam hal kanal pembayaran berupa situs web atau aplikasi maka pencantuman logo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (3) wajib dicantumkan dalam situs web atau aplikasi dimaksud secara jelas di tempat yang mudah terlihat.
2) Pihak yang menyediakan kanal pembayaran wajib menyediakan terminal yang dapat menerima dan memproses instrument yang
memiliki logo nasional.
Dalam hal kanal pembayaran berupa situs web atau aplikasi, maka pencantuman logo wajib dicantumkan dalam situs web atau aplikasi
dimaksud secara jelas di tempat yang mudah terlihat. Apakah ketentuan tersebut juga berlaku bagi layanan Internet Banking yang
tidak menggunakan kartu ATM/Debit sebagai media transaksi, contohnya : internet banking korporasi?
Berdasarkan PADG GPN pasal 41 ayat 1, pihak yang terhubung dengan GPN wajib mencantumkan logo nasional pada setiap instrumen yang
diterbitkan dan kanal pembayaran yang digunakan dalam transaksi pembayaran domestik melalui GPN (NPG). Jika, aplikasi tersebut tidak
melalui GPN , menurut hemat kami tidak perlu dilakukan pemasangan Logo GPN.

F. Skema Harga
1. Apakah yang dimaksud dengan skema harga dalam pengaturan GPN (NPG)?
Kebijakan skema harga dalam GPN (NPG) ditetapkan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:
a. mendorong perluasan akseptasi, efisiensi, kompetisi, layanan, dan inovasi;
b. didasarkan pada aspek cost of recovery ditambah margin yang wajar, risiko, dan kenyamanan; dan
c. penetapan besaran dan struktur tarif dan bea.
Penetapan kebijakan skema harga tersebut juga dapat mempertimbangkan masukan dari pihak lain antara lain industri sistem pembayaran
dan asosiasi. Kebijakan skema harga GPN pada kartu debet dilakukan melalui penetapan Merchant Discount Rate (MDR).
-18-

2. Berapa biaya yang dibebankan dari tiap transaksi antar bank, seperti transfer dan yang lainnya?
Kebijakan skema harga dalam GPN pada skema kartu debet dilakukan melalui penetapan Merchant Discount Rate (MDR). Yang perlu
diperhatikan, MDR adalah biaya yang dikenakan kepada merchant atau pedagang. Dalam kaitan ini, maka pembeli atau nasabah atau
masyarakat tidak akan terkena biaya MDR. Dalam hal MDR dikenakan kepada masyarakat, maka disebut surcharge dan itu telah dengan tegas
dilarang oleh ketentuan BI.

3. Bagaimana dan kapan MDR (pricing ) On-Us dan Off-Us dalam GPN diberlakukan?
MDR adalah biaya yang dikenakan kepada merchant atau pedagang. Dalam hal ini, Secara umum, MDR yang ditetapkan lebih efisien
dibandingkan skema sebelum adanya GPN, yaitu sebesar 0-1 % dari nominal transaksi. Untuk transaksi On Us seluruh transaksi dikenakan
0,15% (kecuali bantuan sosial, transaksi pemerintah, dan donasi sosial 0%). Sedangkan untuk transaksi Off us merchant regular dikenakan
1%, kategori pendidikan 0,75%, SPBU 0,5% dan untuk bantuan sosial, transaksi pemerintah, dan donasi sosial tetap gratis atau 0%. Secara
detail, skema ini telah tercantum pada ketentuan tentang GPN.

4. Mengapa MDR kartu debet saat ini menjadi 0,15% yg semula 0%?
Besarnya MDR yang dikenakan kepada merchant pada prinsipnya merupakan kompensasi atas manfaat yang diterima merchant dengan
penggunaan instrumen non tunai yaitu efisiensi waktu dan biaya pengelolaan uang tunai (cash handling), mengurangi potensi risiko selisih
dan potensi kebocoran, pencurian, pembayaran menggunakan uang palsu dan kemudahan dalam memonitor transaksi penjualan.
Proses cash handling dilakukan secara elektronik melalui EDC, aplikasi, jaringan infrastruktur yang disediakan oleh Bank sehingga hasil
penjualan dapat secara elektronik langsung masuk ke rekening pedagang. Sebelum penerapan GPN, BI mencermati pengenaan besarnya MDR
kepada merchant bervariasi antar bank satu dengan bank lainnya, yang secara umum berkisar 2-3% (untuk transaksi off us). Besarnya MDR
tersebut termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu, dalam penerapan GPN, BI menurunkan MDR off us menjadi
1%. Adapun penerapan MDR on us 0.15%, bukan 0%, hal ini mempertimbangkan azas manfaat yang diterima merchant dalam cash handling
dan biaya yang dikeluarkan penyedia infrastruktur dan jaringan. Pada dasarnya, pricing yang ditetapkan Bank Indonesia diutamakan untuk
-19-

melindungi konsumen, mendorong peningkatan layanan nontunai yang memiliki nilai tambah dan mendorong efisiensi biaya yang lebih
rendah lagi ketika skala perluasan akseptasi dapat mencapai titik optimal. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus memonitor/memantau
penerapan skema harga, termasuk MDR dan dapat mengevaluasi skema harga tersebut sesuai perkembangan dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip di atas.

5. Apakah skema harga untuk jenis merchant reguler dapat diubah menjadi beberapa kateg ori skema harga ( ex RS di usulkan untuk
memiliki MCC khusus)
Untuk sementara skema harga MDR tetap sama sesuai dengan PADG GPN. Namun, kedepannya akan di evaluasi kembali terkait dengan
MCC per produk.

6. Apakah biaya top-up uang elektronik dapat dihapuskan?


Pengaturan harga top up uang elektronik perlu diatur, karena dinilai belum efisien dan masih membebani masyarakat karena harga yang
variatif di lapangan, serta volume transaksi uang elektronik belum mencapai skala ekonomis yang akan berdampak pada efisiensi.
Agar penggunaan instrumen non tunai dapat lebih meluas dan mencapai skala ekonomi yang mendukung efisiensi, perlu didukung dengan
kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan maupun perluasan akseptasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, industri (pembayaran maupun
pengelola infrastruktur) diarahkan untuk menyediakan berbagai kemudahan kepada masyarakat dalam menggunakan pembayaran non tunai
maupun top up. Setiap penyediaan kemudahan dimaksud mengedepankan keterlindungan masyarakat pengguna (khususnya aman dan
efisien). Penyediaan kemudahan dimaksud misalnya infrastruktur, penyediaan sarana top up di berbagai lokasi, penyediaan kecukupan kartu,
layanan yang berkualitas, yang tentu akan berdampak kepada biaya investasi. Berkenaan dengan itu, bagi Bank yang telah mampu dan
memiliki kapasitas penyediaan kemudahan tersebut, dapat menggratiskan biaya top up uang elektronik, dan bagi yang belum mampu ada
kesempatan untuk memupuk kemampuannya dalam penyediaan kemudahan dengan dapat memungut fee/biaya namun tidak boleh
melampaui batas atas yang ditetapkan dan harus mengedepankan kepentingan pengguna. Dengan demikian, kepentingan dan perlindungan
-20-

konsumen terjaga, sekaligus mendorong peningkatan penyediaan sarana yang memudahkan pengguna sehingga diperkirakan akan mencapai
skala ekonomi yang berdampak kepada efisiensi dan biaya yang lebih rendah lagi secara bertahap.

7. Apakah implementasi skema harga kartu debet wajib dilakukan secara serentak oleh semua bank?

Skema harga kartu debet wajib diterapkan sejak PADG No.19/10/PADG/2017 tentang GPN diterbitkan. Penerapan skema harga menunggu
kesiapan teknis dan bisnis. Penyelenggara GPN yang tidak mematuhi ketentuan BI dapat dikenakan sanksi administratif

8. MDR kartu debet dirasa memberatkan karena 70% transaksi adalah dgn debet sementara margin sudah tipis.
Besarnya MDR yang dikenakan kepada merchant pada prinsipnya merupakan kompensasi atas manfaat yang diterima merchant dengan
penggunaan instrumen non tunai yaitu efisiensi waktu dan biaya pengelolaan uang tunai (cash handling), mengurangi potensi risiko selisih
dan potensi kebocoran, pencurian, pembayaran menggunakan uang palsu dan kemudahan dalam memonitor transaksi penjualan. Proses cash
handling dilakukan secara elektronik melalui EDC, aplikasi, jaringan infrastruktur yang disediakan oleh Bank sehingga hasil penjualan dapat
secara elektronik langsung dapat masuk ke rekening pedagang. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus memonitor/memantau penerapan
skema harga, termasuk MDR dan dapat mengevaluasi skema harga tersebut sesuai perkembangan dengan tetap memperhatikan prinsip-
prinsip di atas

9. MDR bertabrakan dengan Pergub karena kartu pegawai Pemprov tidak boleh dikenakan biaya apapun. Apakah Bank Indonesia
dapat berkoordinasi dengan Pemprov terkait hal ini?
Dalam Pergub dinyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan antara pemerintahan dengan bank tidak dapat dikenakan biaya apapun. Hal
tersebut mengingat Bank sudah diberikan kompensasi dengan penyimpanan dana pegawai. Namun untuk menindaklanjuti hal tersebut Bank
Indonesia dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
-21-

G. Perlindungan Konsumen
1. Bagaimana sistem keamanan data nasabah pasca pemberlakuan Gerbang Pembayaran Nasional?
Dalam GPN, sistem keamanan nasabah merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga oleh karena itu Kartu dan kanal pada GPN telah
menerapkan standar keamanan international best practices dan telah tersertifikasi. Peningkatan keamanan transaksi SP diperlengkap dengan
kewajiban implementasi kartu menggunakan chip dan PIN 6 digit. Dalam pemrosesan transaksi juga diterapkan end-to-end encryption. Hal-
hal tersebut termasuk upaya memitigasi risiko fraud pada kartu.
Untuk mendukung sistem keamanan data nasabah, GPN memiliki Lembaga Standar dan Lembaga Service. Lembaga Standar menetapkan
Standar yang digunakan oleh industri untuk interkoneksi dan interoperabilitas pada instrumen pembayaran, kanal pembayaran, dan switching,
serta security. Sedangkan Lembaga Services dalam GPN yaitu menjaga keamanan transaksi pembayaran dan kerahasiaan data nasabah, melalui
pengembangan fitur keamanan.

2. Bagaimana penerimaan pengaduan nasabah jika terdapat merchant yang menolak penggunaan kartu GPN sebagai alat pembayaran
dikarenakan perbedaan antara Bank issuing (kartu yang diterbitkan) dan Bank acquiring (EDC)?
Nasabah dapat menyampaikan pengaduan ke call center bank issuing masing-masing atau dapat melalui Bank Indonesia (d.h.i. BICARA),
dengan koordinasi intensif di bawah BI.

3. Apakah Bank diwajibkan untuk menambah/mendaftarkan BIN khusus GPN? Jika diwajibkan, bagaimana mekanismenya?
Ekosistem GPN akan memproses BIN yang didaftarkan oleh bank penerbit kepada Lembaga Switching, dan GPN tidak mewajibkan adanya
BIN baru khusus untuk GPN.
-22-

H. Keterkaitan dengan Global Player


1. Apakah prinsipal international wajib untuk interkoneksi dengan GPN?
Prinsipal international tidak wajib untuk interkoneksi dengan GPN, karena transaksi yang diproses oleh GPN hanya transaksi pembayaran
domestik, tidak termasuk transaksi pembayaran international yang diproses oleh prinsipal asing. Untuk menjadi Lembaga Switching GPN,
Prinsipal International harus memenuhi beberapa persyaratan dan mendapatkan persetujuan BI. Selain itu, Prinsipal international dapat
bekerjasama ahli teknologi dengan Lembaga Switching GPN, maksimum dengan 2 Lembaga Switching GPN.

2. Bagaimana cara Prinsipal Internasional untuk terhubung dengan GPN?


Terdapat 2 (dua) opsi yang diberikan kepada penyelenggara switching global untuk dapat terhubung dengan GPN, yakni melalui kerja sama
dengan Lembaga Switching GPN berupa peningkatan kapasitas dan kapabilitas serta alih teknologi, atau mengajukan izin sebagai Lembaga
Switching GPN dengan memenuhi syarat yang ditentukan sebagaimana tercantum pada PBI GPN (terutama terkait pemenuhan kepemilikan
80:20 dan pemrosesan transaksi domestik dan transaksinya berasal dari merek dari Prinsipal Internasional tersebut)

I. Keterkaitan dengan Kebijakan Lainnya.


1. Apakah terdapat keterkaitan antara NSICCS dengan GPN (NPG)?
NPG merupakan pengaturan-pengaturan infrastruktur dan kelembagaan yang akan memfasilitasi pemrosesan transaksi pembayaran secara
domestik untuk instrumen kartu ATM dan/atau debet yang menggunakan Standar Nasional Teknologi Chip (NSICCS) untuk kartu ATM
dan/atau kartu debet yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat
pembayaran dengan menggunakan kartu.

2. Apakah layanan inklusi keuangan termasuk ke dalam sistem Gerbang Pembayaran Nasio nal? (Pertanyaan Koran Tempo)
Dengan adanya GPN, akses terhadap layanan inklusi keuangan akan lebih luas dengan cara mendorong terhubungnya berbagai instrumen,
kanal (channel), dan infrastruktur pembayaran ritel domestik. GPN ke depan diharapkan dapat berfungsi sebagai jangkar dalam berbagai
-23-

transaksi, baik yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat misalnya transaksi pelunasan tagihan (listrik, air, telepon, asuransi dll), maupun
transaksi untuk kepentingan pemerintah seperti penyaluran bantuan sosial seperti cash transfer dan subsidi barang yang saat ini sudah
dilakukan secara non tunai yaitu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Non Tunai. Selain itu, pengeluaran
dan penerimaan pemerintah juga dapat didukung dan semakin efisien dengan adanya GPN.

3. Kenapa keikutsertaan BPR/S dalam Gerbang Pembayaran Nasional harus melalui Bank umum, sedangkan Non Bank (Perusahaan Telko
/ Fintech) bisa langsung?
Sebagaimana penjelasan dalam UU Perbankan yang masih mengkategorikan bahwa BPR tidak termasuk BPUG sehingga tidak dapat disamakan
dengan Bank Umum. Tidak ada perlakuan istimewa untuk fintech/telko karena seluruh industri pendukung sistem pembayaran yang ada
(termasuk diantaranya switching/payment gateway) harus memenuhi kriteria yang tidak mudah apabila terhubung langsung dengan ekosistem
GPN.

4. Kaitan NPG tersebut dengan tatacara pembayaran pajak/non pajak dan payment gateway yg saat ini sudah ada
Dengan adanya NPG yang mengatur pemrosesan transaksi domestik dilakukan di NKRI akan menjadi potensi pajak yang sebelumnya tidak
ada/belum 100% karena pemrosesan transaksi domestic dilakukan diluar NKRI. Tidak ada pengaruh pada tata cara pembayaran pajak secara
umum.

5. Terkait pembayaran tagihan pemerintah, a.l. STNK online:


Gerbang Pembayaran Nasional atau GPN diimplementasikan untuk menyelesaikan beberapa permasalahan industri SP ritel saat ini, misalnya
fragmentasi infrastruktur, terbatasnya akses dan jangkauan layanan, peningkatan layanan operasional yang aman, seperti rekonsiliasi, kliring,
dan setelmen, dan kemudahan bertransaksi melalui interkoneksi dan interoperabilitas. Saat ini implementasi kartu debit dan uang elektronik
yang diprioritaskan terlebih dahulu, dan ke depan akan dikembangkan sistem yang terhubung dengan pembayaran tagihan pemerintah (P2G).
-24-

6. Kemungkinan perluasan lokasi top up melalui SPBU dan penghapusan biaya top up uang elektronik?
Dalam ketentuan GPN tidak diatur mengenai agen top-up uang elektronik. Namun apabila mengacu pada PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik sebagaimana diubah oleh PBI No 18/17/PBI/2016 pada Pasal 11 bahwa Penyelenggara U-Nik dapat bekerja sama dengan
pihak lain dalam rangka penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dan Pasal 11 (a) Kerjasama Penerbit dengan pihak lain dapat dilakukan
dalam rangka penyediaan fasilitas top-up uang elektronik.
Pengaturan harga top up uang elektronik perlu diatur, karena dinilai belum efisien dan masih membebani masyarakat karena harga yang
variatif di lapangan, serta volume transaksi uang elektronik belum mencapai skala ekonomis yang akan berdampak pada efisiensi. Agar
penggunaan instrumen non tunai dapat lebih meluas dan mencapai skala ekonomi yang mendukung efisiensi, perlu didukung dengan
kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan maupun perluasan akseptasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, industri (pembayaran maupun pengelola infrastruktur) diarahkan untuk menyediakan berbagai kemudahan
kepada masyarakat dalam menggunakan pembayaran non tunai maupun top up. Setiap penyediaan kemudahan dimaksud mengedepankan
keterlindungan masyarakat pengguna (khususnya aman dan efisien). Penyediaan kemudahan dimaksud misalnya infrastruktur, penyediaan
sarana top up di berbagai lokasi, penyediaan kecukupan kartu, layanan yang berkualitas, yang tentu akan berdampak kepada biaya investasi.
Berkenaan dengan itu, bagi Bank yang telah mampu dan memiliki kapasitas penyediaan kemudahan tersebut, dapat menggratiskan biaya top
up uang elektronik, dan bagi yang belum mampu ada kesempatan untuk memupuk kemampuannya dalam penyediaan kemudahan dengan
dapat memungut fee/biaya namun tidak boleh melampaui batas atas yang ditetapkan dan harus mengedepankan kepentingan pengguna.
Dengan demikian, kepentingan dan perlindungan konsumen terjaga, sekaligus mendorong peningkatan penyediaan sarana yang
memudahkan pengguna sehingga diperkirakan akan mencapai skala ekonomi yang berdampak kepada efisiensi dan biaya yang lebih rendah
lagi secara bertahap.

6. Bagaimana perlakuan ketentuan GPN terhadap alat pembayaran lokal seperti eat and eat, gramedia, OVO dan lain-lain?
Ketentuan GPN tidak mengatur mengenai instrumen uang elektronik yang close loop.
-25-

7. Seperti yang tertulis dalam Roadmap GPN: Perluasan interkoneksi ke internet services , mobile banking dan e-commerce. Apakah yang
dimaksud dengan interkoneksi e-commerce?
Interkoneksi e-commerce yang dimaksud merupakan perluasan implementasi GPN pada layanan pembayaran ritel elektronik (online payment)
pada transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). Online payment saat ini masih bersifat terfragmentasi, tidak terstandar, dan tidak
interoperable sehingga layanan menjadi inefisien dan mengakibatkan pengguna masih memilih untuk melakukan pembayaran secara non
online untuk transaksi e-commerce. Kondisi ini tentunya menjadi celah potensi untuk mengembangkan layanan tersebut mengingat adanya
potensi pertumbuhan transaksi ritel e-commerce yang mengungguli pertumbuhan transaksi ritel (Data yang dilansir dari Statista (2018)
menunjukkan proyeksi pertumbuhan transaksi ritel e-commerce sebesar 18.51% per tahun dan pertumbuhan transaksi ritel sebesar 3.2% per
tahun).
Upaya pengembangan yang dimaksud dilakukan dengan cara mengintegrasikan online payment dengan ekosistem GPN melalui
pemanfaatan kapabilitas serta kapasitas penyelenggara GPN. Adanya integrasi tersebut akan meningkatkan keamanan serta kemudahan
dalam melakukan transaksi online payment sehingga diharapkan terjadi perluasan utilisasi layanan oleh masyarakat. Integrasi online payment
ke dalam ekosistem GPN juga merupakan perwujudan dari Program ke 12 roadmap e-commerce 2017 yang terdapat pada Perpres No. 74
Mengembangkan National Payment Gateway secara bertahap yang dapat meningkatkan layanan pembayaran ritel elektronik
termasuk transaksi perdagangan berbasis elektronik (e-commerce)

8. Apakah dampak NPG terhadap Payment Gateway di Indonesia?


Dengan efektif berlakunya PBI No. 19/10/PADG/2017 tentang GPN, payment gateway sebagai pihak yang terhubung dengan GPN wajib
mengajukan permohonan penyelenggara payment gateway kepada BI. Selanjutnya, payment gateway diwajibkan untuk terkoneksi dengan 1
(satu) Lembaga switching paling lambat 1 (satu) tahun sejak memperoleh izin dari BI dan terkoneksi dengan 2 (dua) Lembaga switching paling
lambat 2 (dua) tahun sejak memperoleh izin dari BI.

9. Bagaimana untuk transaksi QR code, apakah ada ketentuannya?


-26-

Saat ini pengembangan GPN sudah diimplementasikan untuk kartu Debet via EDC dan U-nik (chip based) via reader U-nik. Untuk
pengembangan diluar kedua device tersebut Bank Indonesia senantiasa akan melakukan penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat dan
industri sistem pembayaran di Indonesia.

10. Apakah penyedia layanan e-money harus mengkoneksikan sistemnya dengan GPN?
Pasal 5 PBI GPN, Pihak yang terhubung dengan GPN meliputi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Payment Gateway dan pihak lainnya yang
ditetapkan oleh BI. Pasal 25 PBI GPN menyebutkan bahwa pihak yang wajib terhubung dengan GPN pada paling sedikit 2 Lembaga
Switching. Kewajiban ini dikecualikan untuk instrumen yang dapat saling interoperabilitas tanpa melalui Lembaga Switching. Hal ini
ditegaskan kembali pada PADG Pasal 38 ayat 4, Instrumen yang dapat saling interoperabilitas tanpa melalui Lembaga Swtching, adalah
uang elektronik chip-based dan instrumen lainnya yang ditetapkan oleh BI
Pasal 28 menyebutkan bahwa Setiap transaksi pembayaran domestik wajib di proses melalui GPN. Pemrosesan transaksi pembayaran
domestik dalam penyelenggaraan GPN dilaksanakan sbb:
- Untuk kartu ATM dan/atau debet tunduk pada ketentuan BI yang mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu
- Untuk instrumen pembayaran selain kartu ATM dan/atau debet tunduk pada PADG yang akan ditetapkan kemudian oleh BI.

Terkait hal tersebut maka untuk layanan e-money chip based,kewajiban terhubung dengan GPN dikecualikan untuk instrumen yang dapat
saling interoperabilitas tanpa melalui Lembaga Switching.

Anda mungkin juga menyukai