Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi
metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (hepatosit)
mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas tertentu, hati dapat
mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih berat, terjadi
gangguan fungsi yang serius dan berakibat fatal.

Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara
feka-oral, parenteral, seksual, perinatal dan sebagainya. Penyebab lain dari penyakit hati adalah
akibat dari efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur dan lain-lain. Di samping itu juga
terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti penyebabnya.

Sebagai tenaga kesehatan, perawat berperan penting dalam menunjang upaya pemerintah
baik dalam pencegahan ataupun penanggulangan penyakit hati. Untuk itu perlu kiranya perawat
meningkatkan pemahaman mengenai gangguan atau penyakit hati, upaya pencegahan dan
terapinya serta mewaspadai obat-obat yang berpengaruh pada gangguan hati.

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi
selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume
yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah
yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama
penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah

1
menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang
lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran
cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik
serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan
bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau
dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan
adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana terapi obat pada pasien penyakit ginjal dan hati ?

1.3 Tujuan Masalah


Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
bahasan ini dideskripsikan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui terapi obat pada pasien penyakit ginjal dan hati

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hati
2.1.1 Definisi

Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia. Beratnya rata-rata
1,2-1,8 kg atau kira-kira 2,5% dari berat badan orang dewasa. Di dalamnya terjadi pengaturan
metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan juga proses-proses penting lainnya,
bagi kehidupan, seperti penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu,
pengaturan metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk dalam tubuh.

Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati tertentu.
Beberapa pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati akut dan kronis. Dikatakan
akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan
penyakit hari kronis berarti gangguan yang terjadi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan. Ada
satu bentuk penyakit hati akut yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan, yang berarti
perkembangan mulai dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang berakibat
kematian (fatal) terjadi kurang dari 4 minggu.

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Hati:

1. Abses Hati

Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini
disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan
menggigil. Abses yang diakibatkan karena amubiasis prosesnya berkembang lebih lambat. Abses
hati, khususnya yang disebabkan karena bakteri, sering kali berakibat fatal.

2.1.3 Tanda-Tanda dan Gejala Klinis

Adapun gejala yang menandai adanya penyakit hati adalah sebagai berikut:

1. Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus).


2. Badan terasa lelah atau lemah.
3. Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh tubuh.
4. Kehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan atau minum.
5. Mual dan muntah.

3
6. Gangguan daya pengecapan dan penghiduan.
7. Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus.
8. Tungkai dan abdomen membengkak.
9. Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil, merah
dan membentuk formasi laba-laba (spider naevy), telapak tangan memerah
(palmar erythema), terdapat flapping tremor, dan kulit mudah memar. Tanda-tanda
tersebut adalah tanda mungkin adanya sirosis hati.
10. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena).
11. Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephalopathy hepatic).
12. Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga gejala ini mungkin
menandakan adanya abses hati.

2.2.4 Terapi dengan obat

Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara lain dengan
menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida,
antiamuba, antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan
multivitamin dengan mineral.

Adapun penjelasan dari golongan obat aminoglikosida adalah antibiotik digunakan pada
kasus abses hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Preparat ini diberikan tiga kali sehari
secara teratur selama tidak lebih dari tujuh hari, atau sesuai anjuran dokter. Gagal pengobatan
maka efeknya berkembang ke arah resistensi bakteri terhadap preparat tersebut. Antibiotik
kombinasi biasanya digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan enzim yang
dihasilkan bakteri. Obat tersebut biasanya mempunyai derajat keaktifan antibakterial, tapi
umumnya digunakan untuk melawan degradasi dari enzim tersebut.

2.1.5 Obat untuk Penyakit Hati

1. Obat untuk abses hati

4
Obat Dosis Efek Samping Interaksi Obat

Dewasa : IM 100 Anestesi, diuretik,


mg/hari karbenisilin,
Syok, ototoksisitas,
Dibekacin Anak : 1-2 sulbenisilin,
nefrotoksisitas
mg/kg/hari dalam tikarsilin,

1-2 dosis terbagi piperasilin

Dewasa : 4-5
g/kg/hari terbagi
dalam 8-12 jam

Anak :6-7,5 Ototoksisitas, Obat ototoksik,


Netilmicin
mg/kg/hari terbagi nefrotoksisitas nefrotoksik

dalam 8 jam
diberikan selama
7-14 hari

Dewasa : 15
mg/kg/hari dalam
dosis terbagi,
maksimum1,5
g/hari
Ototoksisitas,
Kanamycin Anak : 15 Diuretik, anestetik
nefrotoksisitas, alergi
mg/kg/hari dalam
dosis terbagi

Bayi baru lahir 7,5


mg/kg/hari dalam
dosis terbagi

Dewasa : IM/IV Pusing, vertigo, tinitus, Obat ototoksik,


Gentamicin
4-7 mg/kg 1 x telinga berdengung dan nefrotoksik,

5
sehari kehilangan neurotoksik,
pendengaran, depresi diuretik poten,
Anak : 1 bulan-10
napas, letargi, anestetik umum
tahun, IM/IV 7,5
gangguan penglihatan,
mg/kg 1 x sehari
hipotensi, ruam,
atau 2,5 mg/kg
urtikaria
setiap 8 jam

Anak > 5 tahun


1,5-2 mg/kg/hari
setiap 8 jam

> 10 tahun, IM/IV


6 mg/kg 1 x sehari
atau 1-2 mg/kg
setiap 8 jam

Dewasa : IM/IV
16-24 mg/kg 1 x
sehari atau dalam
2-3 dosis terbagi

Anak > 10 tahun,


IM/IV 18 mg/kg 1
x sehari atau 15 Ototoksisitas, Diuretik poten,
Amikacin
mg/kg/hari dalam nefrotoksisitas anestetik
2-3 dosis terbagi

Infant, anak <10


tahun, IM/IV 22.5
mg/kg 1 x sehari
atau 7,5 mg/kg 3 x
sehari

6
Dewasa : 500-750 Alkohol
mg 3 x sehari Mual, anoreksia, rasa (menimbulkan
selama 5-10 hari kecap logam, muntah, reaksi seperti
Metronidazole Anak : 35-50 gangguan GI, urtikaria, disulfiram),
mg/kg/hari dalam pruritus, angioeadema, meningkatkan efek
dosis terbagi anafilaksis antikoagulan

selama 10 hari dengan warfarin.

Dewasa : 2 g
sebagai dosis
tunggal selama 3 Gangguan neurologi,
hari atau 600 mg 2 gangguan GI,
x sehari selama 5 anoreksia, rasa logam,
Tinidazole Intoleransi alkohol
hari reaksi hipersensitif,

Anak : dosis leukopenia, sakit

tunggal 50-60 kepala, lelah.


mg/kg selama 3
hari

Dewasa : 1,5
g/hari dalam dosis
tunggal atau
Rasa kecap logam, Menimbulkan
terbagi untuk 5
Secnidazole glositis, urtikaria, potensiasi efek
hari
erupsi, bingung, gelisah warfarin
Anak : 2-30
mg/kg/hari dosis
tunggal

Dewasa : hari ke-1


Sakit kepala,
gatal, Fenilbutazon yang
Kloroquin dan ke-2 -> 600
ansietas, jarang aritmia menyebabkan
mg. hari ke 3 ->

7
300 mg reaksi dermatitis

Anak : hari ke-1


dan hari ke-2 ->
10 mg/kg, hari ke-
3 -> 5 mg/kg

Tabel 7. Obat-obat untuk terapi abses hati

Penggunaan Antibiotik Penicillin dan Aminogikosida sebagai terapi penyakit hati


Pada penggunaan antibiotik penicillin dan aminoglikosida pada pengobatan penyakit hati
harus diperhatikan kepatuhan dan keteraturan minum obat untuk menghindari bahaya resistensi.

2.1 Ginjal

2.2.1Definisi

Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran vital dalam
mempertahankan homeotastis, maka gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Dengan
demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif. Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak
disebut gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut biasanya reversibel. Gagal ginjal yang berkaitan
dengan menurunnya fungsi ginjal secara progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronik. Gagal
ginjal kronik biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada
situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya menyebabkan
dialysis ginjal, transplantasi, atau kematian.

2.2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal


1. Gagal Ginjal Kronik

Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan menahun.
Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal
intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis hipertensi essensial dan
pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal

8
ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya
15 20 %.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus,


seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur 20 40
tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal.
Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system (Glomerulonefritis
sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik, Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus Wagener.
Glomerulonefritis (Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus
(Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis, lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan
myeloma. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu penyebab
gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir dengan gagal ginjal kronik
kurang dari 10 %. Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan
penyakit ginjal Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran
kemih dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali tuberculosis, abses
multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.

2.2.3 Tanda-tanda dan Gejala Klinis

Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya
tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan
meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan
hipertensi. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi.
Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala-gejala: letih, mudahlelah,
sulitkonsentrasi,nafsumakanturun, mual muntah, cegukan, tungkai lemah, parastesi, keramotot-
otot, insomia, nokturai, oliguria,sesaknafas, sembab, batuk, nyeri perikardial,malnutrisi,
penurunan berat badan letih.Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita

9
ulkus dan perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang
konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih
di kulit (bekuan uremik).

2.2.4 Terapi dengan Obat

Terapi penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua bagian, diantaranya
terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
1. Terapi Non Farmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu memperlambat
perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes, meskipun efeknya
cenderung kecil.
2. Terapi Farmakologi
Pada pasien hipertensi
a. Kontrol tekanan darah yang memadai dapat mengurangi laju
penurunan GFR dan albuminuria pada pasien dengan atau tanpa
diabetes.
b. Terapi antihiprtensi untuk pasien CKD dengan diabetes atau tanpa
diabetes sebaiknya diawali dengan pemberian inhibitor ACE atau
bloker reseptor angiotensin II. Bloker kanal kalsium nondihidropiridin
biasanya digunakan sebagai obat antiproteinuria lini kedua apabila
penggunaan inhibitor ACE atau bloker reseptor angiotensin II tidak
dapat ditoleransi.
c. Klirens inhibitor ACE menurun pada kondisi CKD, sehingga
sebaiknya terapi dimulai dengan pemberian dosis terendah.
d. GFR umunya menurun hingga 25% sampai 30% dalam 3 sampai 7
hari setelah memulai terapi dengan inhibitor ACE karena obat
golongan ini mengurangi tekanan intraglomerular. Peningkatan
perlahan kreatinin serum lebih dari 30% setelah inisiasi terapi dapat
terjadi karena inhibitor ACE dan penghentian penggunaan sangat
disarankan. Kadar serum potassium sebaiknya dimonitor untuk

10
mendeteksi perkembangan hyperkalemia setelah inisiasi atau
peningkatan dosis inhibitor ACE.

2.2.5 Obat untuk Penyakit Ginjal


Obat yang umum digunakan yang dosisnya perlu diturunkan pada
gangguan ginjal sedang sampai parah:
1. Aminoglikosida
2. Asiklovir
3. Kapesitabin
4. Cisplatin
5. Penisilin
Obat yang umum digunakan yang penurunan dosisnya perlu
dipertimbangkan pada gangguam ginjal sedang dan sampai parah:
1. Amoksilin
2. Opioid
3. Melfalan
4. Digoksin
5. Frusemid

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa penyakit abses hati dapat disebabkan
oleh infeksi atau amuba, kondisi ini disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan
cepat.untuk mengatasi abses hati ini yaitu dengan terapi obat seperti
dibekacin,netilmicin,kenamycin dan lain-lain. Selain itu penyakit disebabkan penyakit ginjal
intrinsic difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir
dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat
menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari
gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal
polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 20 %. Terapi penyakit gagal ginjal kronik dapat
dibagi menjadi dua bagian, diantaranya terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.

12
Daftar Pustaka

1. Anonim, AMH (Australian Medicines Handbook), 2005

2. Anonim, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Ed 30th, The Pharmaceutical Press,


London, 1993.
3. Anonim, MIMS Petunjuk Konsultasi, PT. InfoMaster Lisensi CMP Medica, 2005: 84-
87.
4. Dipiro, Joseph T., Gastrointestinal Disorders, hal 195-246.
5. Hayes C. Peter, Mackay, Thomas W., Buku Saku Diagnosis dan Terapi, cetakan I,
EGC, Jakarta, 1997: 165-184.
6. http: // www.Labtestonline.org/understanding/conditions/Hati_disease-4.html.
7. http: // medicastore com/hepatitis-C.
8. Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2,
Alih bahasa oleh Lorraine M.Wilson,, EGC, Jakarta, 1995: 426-457.
9. Siregar Charles J.P., Pharmaceutical Care, editor: Lia Amalia, Diky Mudhakir, Tomi
Hendrayana, MIPA Farmasi, ITB, 2000.
10. Tjay TH. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek sampingnya. Jakarta.
Elex Media Komputindo. 2002.
11. Walker Roger, Edwards Clive, Clinical PharmacyTherapetics, Third Edition, Churchill
Livingstone, 2003: 209-245.
12. Wells, Barbara G., Dipiro Joseph T., Schwinghammer Terry L., Hamilton Cynthia W.,
Pharmacotherapy Hand Book, Fifth Edition, McGraw-Hill Companies, USA,
2003:195-246.
13. White, Heather M. Penyakit-Penyakit Hati. Dalam : Woodley, Michele & Alison
Whelan (eds). Pedoman Pengobatan. Edisi ke-27. Terj. dari : Manual of Medical
Therapeutica. Essentia Medika. 1995: 473-492.

13
Lampiran

14

Anda mungkin juga menyukai