Anda di halaman 1dari 8

SIFAT FISIKA KIMIA

7.1.Nama Bahan

Parasetamol / Paracetamol

7.2.Deskripsi (1,3,6)

Rumus molekul C8H9NO2; Berat molekul 151,16 g/mol; Berat Jenis 1.293

(air=1); Titik lebur 169-170 oC; Titik didih >500 oC; Oktanol / Koefisien partisi

air (P) log P 0,49. Penampilan kristal berwarna atau bubuk kristal putih.

Sangat sedikit larut dalam air dingin; cukup larut dalam air panas;

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk
melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar
resep obat analgesik selesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah
didapat, overdosis obat baik sengaja ataupun tidak sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat
antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS).
Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu
gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada janin.

Farmakologi paracetamol memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin di jaringan dan sistem saraf pusat.
[2]
Farmakodinamik

Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa isoform. Yang paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2.
Walaupun keduanya memiliki kesamaan karakteristik dan mengkatalisis reaksi yang sama, terdapat
perbedaan efek di antara keduanya.

Enzim COX-1 merupakan enzim yang diekspresikan oleh hampir semua jaringan di tubuh, termasuk
platelet, dan memiliki peran dalam produksi prostaglandin yang terlibat dalam proteksi lambung,
agregasi platelet, autoregulasi aliran darah renal, dan inisiasi parturisi. Sementara itu, COX-2 berperan
penting dalam proses inflamasi dengan mengaktivasi sitokin inflamasi. COX-2 juga banyak diekspresikan
di ginjal dan memproduksi prostasiklin yang berperan dalam homeostasis ginjal. [4,5]

Aktivasi COX-1 dan COX-2 dipengaruhi oleh kadar asam arakidonat. Ketika kadar asam arakidonat rendah,
maka prostaglandin akan dibentuk dari terutama dari COX-2, sementara saat kadar asam arakidonat
tinggi, prostaglandin akan dibentuk terutama dari COX-1. Kadar asam arakidonat ini juga mempengaruhi
kerja paracetamol. Kadar yang rendah memiliki efek poten terhadap paracetamol dan kadar yang tinggi
akan menghambat kerja paracetamol. [5]

Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara dengan OAINS. Sebagai analgesik,
paracetamol menghambat prostaglandin dengan cara berperan sebagai substrat dalam siklus
peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim
COX. Sebagai antipiretik, paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem
saraf pusat dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen. [5]

Efek klinis paracetamol dapat terlihat dalam satu jam setelah pemberian. Dalam beberapa studi
ditemukan bahwa paracetamol dapat menurunkan suhu sebesar 1oC setelah satu jam pemberian. [2]

Paracetamol tidak seefektif OAINS dalam meredakan nyeri pada arthritis akut karena tidak dapat
menurunkan kadar prostaglandin di cairan sinovial. Dibandingkan dengan OAINS, paracetamol memiliki
efek samping ke sistem gastrointestinal yang lebih rendah. Oleh karena itu paracetamol dapat digunakan
untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum. [5]
Farmakokinetik

Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi.

Absorpsi

Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif pada pemberian oral.
Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat absorpsi paracetamol. [2]

Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di plasma dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih lama. [2]

Distribusi

Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak pada plasma akan dicapai dalam waktu 10 – 60 menit pada
tablet biasa dan 60 – 120 menit untuk tablet lepas-lambat. Konsentrasi rata-rata di plasma adalah 2,1
μg/mL dalam 6 jam dan kadarnya hanya dideteksi dalam jumlah kecil setelah 8 jam. Paracetamol
memiliki waktu paruh 1 – 3 jam. [2]

Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25% paracetamol dalam darah diikat oleh
protein. [2]

Metabolisme

Metabolisme paracetamol terutama berada di hati melalui proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi
konjugat non toksik. Sebagian kecil paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi
metabolit toksik berupa N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI). [6]
Pada kondisi normal, NAPQI akan dikonjugasi oleh glutation menjadi sistein dan konjugat asam
merkapturat. Ketika diberikan dosis dalam jumlah yang besar atau terdapat defisiensi glutation, maka
NAPQI tidak dapat terdetoksifikasi dan menyebabkan nekrosis hepar akut. [6]

Eliminasi

Sekitar 85% paracetamol diekskresi dalam bentuk terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24
jam. Pada paracetamol oral, ekskresi melalui renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2 mL/menit/kg.
Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau dengan gangguan ginjal. [3]

Selain ginjal, sekitar 2,6% akan diekskresikan melalui bilier. Paracetamol juga dapat diekskresikan dengan
hemodialisa.[2]

Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.

Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui
kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral
memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga
sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus
memiliki kemurnian yang dapat diterima.

Rute-rute Injeksi

1. Parenteral Volume Kecil

a. Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif,
lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi,
pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan
efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk
aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap
mikroorganisme.

b.Intramuskular

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan
kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute
subkutan.

c. Intravena

Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam
darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.

d.Subkutan

Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini
mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV
atau IM.

e. Rute intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi
segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.

f. Intrakardial; disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam
keadaan darurat seperti gagal jantung.

g. Intraserebral; injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan
fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal; injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal.
Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.

i. Intraperitoneal dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin
rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.

j. Intra-artikular

Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke
dalam sendi yang rusak atau teriritasi.

k.Intrasisternal dan peridual ; Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.
Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.

l. Intrakutan (i.c)

Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini
digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.

m. Intratekal

Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam
ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan
volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat
jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal,
sesuai keadaan tubuh pasien.

2. Parenteral Volume Besar


Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal
digunakan.

a. Intravena

Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan
tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif
lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus
disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan
menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.

Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan
dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan
potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau
teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.

b.Subkutan

Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat
digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara
lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak
menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan
lebih terbatas zat tambahannya.

Syarat-syarat Injeksi

1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang
akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.

3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.

4. Sterilitas

5. Bebas dari bahan partikulat

6. Bebas dari Pirogen

7. Kestabilan

8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.

Anda mungkin juga menyukai