Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“ SEDIAAN TOPIKAL ”

DOSEN PEMBINA :

Apt. ALMAHERA S.Farm M.si.

NAMA KELOMPOK :

1. Magfiratul nurul al atin (1908060018)


2. Nikmatul walidaini (1908060004)
3. Ruaida ayunia (1908060023)

UNIVERSITAS NAHDATHUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT

FAKUTLAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

2021/2022

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan pertolongan-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sediaan Topikal”. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing
kami agar dapat mengerti tentang bagaimanacara menyusun makalah ini dengan baik. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberikan kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Semoga ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa khususnya pada diri kami
sendiri dan semua yang membaca makalah ini. Kami menyadari mungkin masih ada
kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan nmakalah ini.

Akhir kata, semoga makalah yang kami buat ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca.

Mataram, 9 november 2021

Penyusun,

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................I

DAFTAR ISI .....................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................4

1.1 Latar belakang ......................................................................................................4


1.2 Rumusan masalah .................................................................................................4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................6

2.1 Definisi topikal……………………………………………………………………6


2.2 Fungsi kulit.............................................................................................................6
2.3 Anatomi fisiologi kulit ..........................................................................................7
2.4 Bentuk sediaan topikal .........................................................................................9
2.5 Mekanisme kerja sediaan topikal………………………………………………17
2.6 Farmakokinetik obat topikal ………………………………………………….18
2.7 Penyerapan sediaan topikal secara umum di pengaruhi oleh beberapa faktor
…………………………………………………………………...……………….20
2.8 Contoh formula sediaan topikal……………………………….……....……….22
2.9 Keuntungan dan kerugian sediaan topikal……………………………………26

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..29

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..29

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...30

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Obat topikal adalah obat yang hanya ditujukan untuk pemakaian luar.


Cara pakainya diaplikasikan pada permukaan kulit atau selaput lendir. Ada
berbagai jenis obat topikal mulai dari salep, minyak, krim, gel, losion, hingga
busa. Akan tetapi, terdapat perbedaan di antara jenis-jenis tersebut.

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai
dalam terapi dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa)
dan zat aktif. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai
dengan kondisi kelainan kulit merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain seperti: konsentrasi
zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat agar
diperoleh efikasi yang maksimal dan efek samping minimal.

Obat topikal terdiri dari vehrikulum (bahan pembawa) dan zat aktif.
Saat ini, banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat
efikasi maksimal zat aktif obat dan menyediakan alternatif pilihan bentuk
sediaan yang terbaik.1,2 Obat topical merupakan salah satu bentuk obat yang
sering dipakai dalam terapi dermatologi.( Yanhendri, and Satya Wydya
Yenny. 2012).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi sediaan topikal?
2. Apa saja fungsi dari kulit?
3. Apa saja anatomi dari fisiologi kulit?
4. Apa saja bentuk sediaan topikal?
5. Bagaimana mekanisme kerja sediaan topikal?
6. Bagaimana farmakokinetik sediaan topikal?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi penyerapan sediaan topikal?
8. Apa contoh dari sediaan topikal?

4
9. Apa saja keuntungan dan kerugian dari sediaan topikal
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi sediaan topikal!
2. Untuk mengetahui apa saja fungsi dari kulit!
3. Untuk mengetauhi apa saja anatomi dari fisiologi kulit!
4. Untuk mengetahui apa saja bentuk sediaan topika!
5. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja sediaan topikal!
6. Untuk mengetahui bagaimana farmakokinetik sediaan topikal!
7. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi penyerapan sediaan
topikal!
8. Untuk mengetahui contoh sediaan topikal!
9. Untuk mengetahui apa saja keuntungan dan kerugian dari sediaan topikal!

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TOPIKAL

Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan
dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata
topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas
obat topikal didefinisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.(Yanhendri,
and Satya Wydya Yenny. 2012).

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu
zat pembawa (vehrikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen
bahan topikal yang memiliki efekterapeutik, sedangkan zat pembawa adalah
bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang
membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah
dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara
kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus beraada di dalam zat pembawa dan
kemudian mudah dilepaskan.( Yanhendri, and Satya Wydya Yenny. 2012).

Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka


ditam,bahkan bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam
memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.

2.2 FUNGSI KULIT


a. Melindungi tubuh
Sebagai organ tubuh paling luas, kulit memiliki fungsi
perlindungan tubuh, yakni berfungsi melindungi otot, tulang, ligamen,
pembuluh darah, sel saraf, serta organ di dalam tubuh. Kulit juga sangat
berperan terhadap daya tahan tubuh untuk melindungi diri dari kuman
berbahaya dan zat atau benda asing, seperti polusi.
b. Menjaga suhu tubuh
Kulit dapat merespons naik atau turunnya suhu tubuh, yang
dikirimkan berupa sinyal dari otak. Untuk mendinginkan tubuh yang

6
kepanasan, kelenjar keringat akan membuat tubuh mengeluarkan keringat
melalui kulit.
c. Membatu menyimpan lemak dan proses sintesis vitamin D
Kulit berfungsi sebagai pusat penyimpanan air dan lemak. Lemak
ini bertugas menyangga otot dan tulang agar tetap menempel. Kemudian
memungkinkan berlangsungnya proses sintesis vitamin D yang diperoleh
dari sinar matahari.
d. Menjadi indra perasa
Kulit memiliki beragam ujung saraf yang berfungsi sebagai indera
perasa manusia terhadap suhu panas atau dingin, sentuhan, getaran,
tekanan, hingga rasa nyeri dan sensasi lainnya.
e. Mendukung penampilan
Kulit merupakan organ yang pertama kali dilihat oleh orang lain.
Dengan warna dan tekstur yang dimilikinya, kulit dapat mendukung
penampilan, daya tarik, sekaligus kepercayaan diri seseorang.

2.3 ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit merupakan organ terbesar pada manusia yang memiliki fungsi
proteksi. Pada manusia dewasa dangan berat 70 kg, berat kulit mencapai 5 kg,
dan melapisi seluruh permukaan tubuh seluas 2 m2 (McGrath, 2010: 3.1).
kulit memiliki fungsi sebagai barrier fisik, pelindungan terhadap agen
infeksius, termoregulasi, sensasi, proteksi terhadap sinar ultraviolet (UV),
serta regenerasi dan penyembuhan luka (Chu, 2012: 58).
Berbagai fungsi kulit tersebut di perankan oleh keseluruhan lapisan kulit.
Terdapat 3 lapisan kulit yang utama yaitu (gambar 1.1) (Chu, 2012: 58).

7
(GAMBAR 1.1 ANATOMI FSIOLOGI KULIT)

1. Epidermis
Pada epidermis dibedakan atas lima (5) lapisan kulit, yaitu:
 Lapisan tanduk (stratum corneum),
 Lapisan bening (stratum lucidum)
 Lapisan berbutir (stratum granulosum)
 Lapisan bertaju (stratum spinosum)
 Lapisan benih (stratum germinativumatau stratum basale)
2. Dermis
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,
tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar kelenjar
palit atau kelenjar minyak, pembuluh- Terlihat pada gambar, bahwa
didalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar
keringat dan kelenjarpalit. pembuluh darah dan getah bening, dan otot
penegak rambut. Kelenjar keringat Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu:
 Kelenjar keringat ekrin
 Kelenjar keringat apokrin
 Kelenjar palit (muskulus arektor pili).
3. Subcutis / Hipodermis
Lapisan hypodermis/subcutis merupakan lapisan terbawah dari
kulit dan terbentuk dari jaringan ikat longgar yang memisahkan kulit

8
dengan otot di bawahnya sehingga kulit dapat bergerak dengan mudah
diatas jaringan penyangganya.Lapisan ini tersusun dari sel kolagen dan
lemak tebal untuk menyekat panas sehingga kita dapat beradaptasi dengan
perubahan temperatur luar tubuh kita karena perubahan cuaca, selain itu
juga lapisan subcutis dapat menyimpan cadangan nutrisi bagi kulit.
Lapisan hypodermis/subcutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya, lapisan lemak (fat tissue) untuk menghasilkan energi
dan panas/kalor dan pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening.

2.4 BENTUK SEDIAAN TOPIKAL


Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu
zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan
topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian
inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa
bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan,
mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik.
Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian
mudah dilepaskan. Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian,
maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam
memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.(Yanhendri, and Satya Wydya
Yenny. 2012).
a. Bahan Pembawa
Bahan pembawa yang banyak dipakai:
1. Lanolin
Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak
digunakan pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar
salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi
bahan aktif obat yang dibawa.

9
2. Paraben
Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai
pengawet sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan
bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan
pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.
3. Petrolatum
Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon
(jumlah karbon lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin
album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C, dapat
mengikat kira-kira 30% air.
4. Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau.
Gliserin memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan
sebagai pelarut dalam air. Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3
kelompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai
bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta,
bedak kocok dan pasta pendingin.
a) Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika
bahan pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan
pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan
digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan
antimikroba. Penggunaan kompres terutama kompres terbuka
dilakukan pada:
 Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang
mengalami eksaserbasi.
 Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres
terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi
eritema seperti eritema pada erisipelas.

10
 Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta
sehingga ulkus menjadi bersih.
b) Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum
venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak
memberikan efek sangat superfisial karena tidak melekat erat sehingga
hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih
bersifat hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium
polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai
komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
 Indikasi bedak : Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah
lipatan.
c) Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah di oleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (F.I.ED.III). Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa
dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan
salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
 Indikasi salep : Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan
tebal (proses kronik), termasuk likenifikasi, hiperkeratosis.
Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
 Kontraindikasi salep : Salep tidak dipakai pada radang akut,
terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga
pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
d) Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak

11
(W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream. Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia
membuat krim karena tidak tersedia emulgator dan pembuatannya
lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan
dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya
biocream. Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O
atau O/W. Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim
memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai
di daerah lipatan dan kulit berambut.(Yanhendri, and Satya Wydya
Yenny. 2012).
 Indikasi krim : Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi
pada rambut, daerah intertriginosa.
e) Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta
terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti
talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang
tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep,
mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep.
 Indikasi pasta : Pasta digunakan untuk lesi akut dan superficial
f) Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya
ditambahkan komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin.
Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat diaplikasikan secara
luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk
sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
 Indikasi bedak kocok : Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering,
luas dan superfisial seperti miliaria.
g) Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan

12
ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda. Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organic yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan
halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang
terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu
suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan
alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna
putih, yang efektif untuk menetralkan asam klorida dalam lambung.
Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu
lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik
dipakai pada lesi di kulit yang berambut.
 Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki
keistimewaan :
1. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
2. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
3. Disukai secara kosmetika.

h) Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari
getah alami seperti tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.
i) Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak
dapat larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%.
Kon nen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian
losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan rasa
dingin oleh karena evaporasi komponen air. Beberapa keistimewaan
losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak.

13
Contoh losion yang tersedia seperti losion calamin, losion steroid,
losion faberi.
j) Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai
ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian local pada kulit,
hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah, propelen,
konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot. Foam aerosol merupakan
emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif menggunakan
propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol
merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif
dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang
pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betamethasone
foam.
 Keistimewaan foam : Foam saat diaplikasikan cepat mengalami
evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat berpenetras Sediaan foam
memberikan efek iritasi yang minimal

3 Cara Pakai sediaan obat topikal


cara aplikasi obat topikal pada umumnya di seuaikan dengan lesi pada
permukaan kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal
yang umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk
sediaan. Banyaknya sediaan yang dioleskan disesuaikan dengan luas
kelainan kulit. Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan
menekan juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas
daerah aplikasi namun juga meningkatkan suplai darah pada area lokal,
memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan ini mengakibatkan efek
eksfoliatif lokal yang meningkatkan penetrasi obat.( (Yanhendri, and
Satya Wydya Yenny. 2012).

14
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan
yang dominan menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi
berkrusta. Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada
kompres terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan
menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril,
jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam
cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang
30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan,
namun cara ini jarang digunakan karena efeknya memperberat nyeri
pada lokasi kompres. terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka
diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain
kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit
diperas, lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres
tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang
digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan;
namun cara ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi
menggunakan balutan hampa udara seperti penggunaan sarung tangan
vinyl, membungkus dengan plastik.17 Teknik oklusi mampu
meningkatkan hantaran obat 10-100 kali dibandingkan tanpa oklusi,
namun lebih cepat menimbulkan efek samping obat, seperti efek atrofi
kulit akibat kortikosteroid.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres
pada pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko
bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk mandi seperti

15
potassium permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi
mengingat efek maserasi yang ditimbulkan

4 Pemberian Obat Topikal Pada Kulit


Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk
memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.
1. Teknik Pemberian obat pada kulit (dermatologis)
Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan,
ditepukkan, disemprotkan, dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat
pada kulit dengan listrik), Prinsip kerja pemberian. Obat pada kulit
antara lain meliputi :
 Gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit.
 Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih
ditentukan oleh dokter).
 Ambil obat kulit dari tempatnya dengan batangh spatel lidah dan
bukan dengan tangan
 Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.
 Oleskan obat tipis-tipis kecuali ada petunjuk lain.
 Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator.
 Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus
steril.
 Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan
tempat
 Pemberian
 Cuci tangan
 Atur peralatan disamping tempat tidur klien
 Tutup gorden atau pintu ruangan
 Identifikasi klien secara tepat
 Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka
area yang akan diberi obat

16
 Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris dan
kerak pada kulit
 Keringkan atau biarkan area kering oleh udara
 Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topical
 Gunakan sarung tangan bila ada indikasi
 Oleskan agen topikal

2.5 MEKANISME KERJA SEDIAAN TOPIKAL


Beberapa perbedaan mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang
larut dalam lemak dan larut dalam air.
1. Cairan
Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan
akan berperan melunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing
yang terdapat di atas permukaan kulit; sebagian kecil akan mengalami
evaporasi. Dibandingkan dengan solusio, penetrasi tingtura jauh lebih
kuat. Namun sediaan tingtura telah jarang dipakai karena efeknya
mengiritasi kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi
dan tingtura spiritosa.
2. Bedak
Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air,
sehingga memberi efek mendinginkan. Komponen talcum mempunyai
daya lekat dan daya slip yang cukup besar. Bedak tidak dapat berpenetrasi
ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari partikel padat,
sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan
mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa.
3. Salep
Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama
di atas permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep
berbahan dasar hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan
dasar salep serap (salep absorpsi) kerjanya terutama untuk mempercepat
penetrasi karen Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep

17
larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak
dipakai pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang dalam.
4. Krim
Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan
O/W karena komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama
di atas permukaan kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh.
Namun krim W/O kurang disukai secara kosmetik karena komponen
minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W memiliki
daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O
lebih besar dari O/W.
5. Pasta
Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk
sediaan ini lebih dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak
meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi
mampu menyerap lesi yang basah seperti serum.
6. Bedak kocok
Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan
kulit. Penambahan komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen
bedak melekat lama di atas permukaan kulit dan efek zat aktif dapat
maksimal.
7. Pasta pendingin
Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan
membuat sediaan ini lebiha komponen airnya yang besar. mudah
berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket
menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang dipakai.
8. Gel
Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga
banyak digunakan pada kondisi yang memerlukan penetrasi seperti
sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur transfolikuler gel juga baik,
disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi.

18
2.6 FARMAKOKINETIK OBAT TOPIKAL
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan
perjalanan bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada
kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara
sistemik. Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan
topikal yang akan digunakan dalam terapi.(Yanhendri, and Satya Wydya
Yenny. 2012).
Secara umum perjalanan sediaan topical setelah diaplikasikan
melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan
jaringan sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi
vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan
permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan
dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian. Unsur vehikulum sediaan
topical dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif berikatan pada
lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu
sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis.(Yanhendri,
and Satya Wydya Yenny. 2012).
1. Jalur Penetrasi Sediaan Topikal
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
 Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam
vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil
dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam sediaan.
 Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan
kulit. Saat awal aplikasifungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
 Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit
(lag phase, risingphase, falling phase)zat aktif pada sediaan topikal
akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis.
a. Penetrasi secara transepidermal
Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler.
Penetrasi interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan
menembus stratum korneum melalui ruang antar selpada lapisan lipid

19
yang mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat berlangsung pada matriks
lipidprotein dari stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum
korneum obat akan menembuslapisan epidermis sehat di bawahnya,
hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.( Yanhendri, and Satya
Wydya Yenny. 2012).
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat
menembus dinding stratumkorneum sel korneosit yang mati dan
juga melintasi matriks lipid protein startum korneum,kemudian
melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada
kapiler di bawahstratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
b. Penetrasi secara transfolikular Analisis
penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo.
Percobaan tersebutmemperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein
dapat berpenetrasi tidak hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga
melalui rute folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut
danjuga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke kapiler.
( Yanhendri, and Satya Wydya Yenny. 2012).
2. Absorpsi Sediaan Topikal secara Umum
Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa
fase:
a. Lag phase Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum
melewati stratum korneum,sehingga pada saat ini belum ditemukan
bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising phase Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum
korneum, kemudian memasukikapiler dermis, sehingga dapat
ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling phase Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari
permukaan kulit dan dapatdibawa ke kapiler dermis.

2.7 PENYERAPAN SEDIAAN TOPIKAL SECARA UMUM


DIPENGARUHI OLEH BEBERAPA FAKTOR :

20
Berbagai faktor mempengaruhi penyerapan suatu obat melalui kulit, antara
lain:
1. Faktor fisikokimiawi obat
Faktor fisikokimiawi obat yang mempengaruhi penyerapan obat
topikal antara lain konsentrasi obat, koefisien partisi, dan ukuran molekul
obat. Peningkatan konsentrasi sediaan obat topikal akan menjadi daya
pendorong molekul obat, sehingga akan meningkatkan penyerapannya.
Koefisien partisi menunjukkan kemampuan obat aktif terlepas dari
vehikulumnya untuk kemudian berinteraksi dan berdifusi ke dalam stratum
korneum dan lapisan di bawahnya. Peningkatan nilai koefisien partisi
tersebut meningkatkan penyerapan obat aktif ke dalamkulit. Sementara
semakin kecil ukuran molekul obat aktif akan memudahkan obat aktif
melalui sawar dan lapisan kulit.(Anjas Asmara Sjaiful Fahmi Daili,
Tantien Noegrohowati, Ida Zubaedah. 2012).
2. Penetration enhancer
Penyerapan obat perkutan dapat ditingkatkan dengan penambahan
bahan kimia tertentu. Bahan kimia yang memiliki kemampuan
meningkatkan penyerapan obat topikal disebut sebagai penetration
enhancer. Beberapa bahan kimia dapat meningkatkan permeabilitas kulit
dengan cara merusak atau mengubah sifat fisikokimiawi alami stratum
korneum sehingga tahanan difusinya menurun. Bahan kimia yang
memiliki efek sebagai penetration enhancer misalnya berbagai pelarutan
atara lain: alkohol, metanol, propylen glikol, gliserol, silikon cair,
danisopropil palmitat.(Anjas Asmara Sjaiful Fahmi Daili, Tantien
Noegrohowati, Ida Zubaedah. 2012).
3. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi penyerapan obat topikal antara lain
oklusi dan lokasi aplikasi obat topikal. Oklusi dapat meningkatkan
penyerapan obat topikal melalui peningkatan status hidrasi stratum
korneum. Aplikasi obat topikal pada lokasi yan

21
g berbeda juga dapat memberikan hasil yang berbeda karena perbedaan
ketebalan stratum korneum.

2.8 CONTOH FORMULA SEDIAAN TOPIKAL


Resep standar (fms hal 85)
Unguentum
R/ Acid. Salicyl 2
Sulf paraecip 4
Vaselin. Plav. Ad 100
s.u.e
a. monografi
1) acid salicyl (FI ED III hal 56)
asam salisilat
pemerian: hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwrna putih;
hanpir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol
(95%) p; mudah larut dalam klorofom p dan dalam eter p;
larut dalam larutan ammonium asetatp, dinatrium
hidrogenfosfat p, kalium sitrat p dan natrium sitrat p.
Penyim panan: dalam wadah tertutup baik
khasiat: keratolitik dan anti fungi.
2) Sulf paraecip (FI ED III hal 591)
Belerang endap
Pemerian: tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan: peraktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam
karbondusulfida p; sukar larut dalam minyak zaitun p,
sangat sukar larut dalam etanol (95%) p.
Penyimpanan: dalam wadah tertutup abik
Khasiat: astiskabies
3) Vaselin. Plav (FI ED III hal 633)

22
Vaselin kuning
Pemeian: masa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning;
sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga
dingin tanpa diaduk. Berfluorosensi lemah, juga jika
dicaikan; tidak berbau; hamper tidak berasa.
Kelarutan: memenuhi syarat yang tertera pada vaseleinum album
Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik.
Khasiat: zat tambahan
b. Perhitungan
2 gram
1. Acid salicyl ; ×10=0,2 gram
100 gram
4 gram
2. Sulf paraecip : ×10=0,4 gram
100 gram
3. Vaselin plav : 10 gram – (2 + 4) gram
= 10 gram – 6 gram
= 4 gram
c. Cara kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Setarakan timbangan
3. Di timbang acid salicyl sebanyak 0,2 gram di tetesi spiritum
fortuor, digerus sampai halus, sisihkan.
4. Di timbang sulf paraecip sebanyak 0,4 gram, gerus halus, sisihkan.
5. Di timbang vaselin plav sebanyak 4 gram, kemudian digerus dalam
mortir panas
6. Di masukkan no 3 dan 4 kedalam no 5 gerus ad homogen
7. Keluarkan dalam mortir, masukkan dalam pot salep
8. Beri etiket warna biru.
d. Inkompatibilitas Sediaan Salep
Masalah inkompatibilitas obat (tidak tercampurkannya suatu obat),
yaitu pengaruh pengaruh yang terjadi jika obat yang satu dicampurkan
dengan yang lainnya. Inkompatibilitas obat dapat dibagi atas 3 golongan :
1. Inkompatibilitas terapeutik

23
Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat
yang satu dicampur/dikombinasikan dengan obat yang lain akan
mengalami perubahan perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya
dalam tubuh (in vivo) berlainan dari pada yang diharapkan. Hasil
kerjanya kadang kadang menguntungkan, namun dalam banyak hal
justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal. Sebagai contoh:
Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan suatu antasida (yang mengandung kalsium, aluminium,
magnesium atau bismuth). Fenobarbital dengan MAO inhibitors
menimbulkan efek potensiasi dari barbituratnya. Kombinasi dari
quinine dengan asetosal dapat menimbulkan chinotoxine yang tidak
dapat bekerja lagi terhadap malaria. Mencampur hipnotik dan sedatif
dengan kafein hanya dalam perbandingan yang tertentu saja rasionil.
Apapun harus diperhatikan bahwa mengombinasikan berbagai
antibiotik tanpa indikasi bakteriologis yang layak sebaiknya tidak
dianjurkan.
2. Inkompatibilitas fisika
Yang dimaksudkan di sini adalah perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa
terjadi perubahan-perubahan kimia. Meleleh atau menjadi basahnya
campuran serbuk. Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila
disatukan tidak dapat bercampur secara homogen. Penggaraman
(salting out). Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain.
3. Inkompatibilitas kimia
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran
obat yang disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi.
Termasuk di sini adalah reaksi reaksi di mana terjadi senyawa baru
yang mengendap. Reaksi antara obat yang bereaksi asam dan basa.
Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa.
Perubahan-perubahan warna, terbentuknya gas dll.
e. Evaluasi sediaan

24
Evaluasi salep biasanya dilakukan dengan melakukan beberapa
pengujian yaitu sebagai berikut ini:
1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahanfisik
pada sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas sediaan dilakukan untuk mengetagui
apakahsemua bahan telah tercampur secara sempurna untuk menjamin
zataktif yang terkandung dalam bahan telah terdistribusi secara
meratapada saat dioleskan sehingga kulit tidak berasa adannya bagian
yangpadat atau tidak homogen.
3. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk mengetahui kualitasdasar
salep yang dapat menyebar pada saat salep digunakan. Dayasebar yang
baik dapat menjamin pelepasan obat yang maksimal,dengan asumsi
bahwa semakin luas daya sebar salep maka semakinbaik pula daya
sebarnya pada kulit sehingga dengan cepat pulamelepaskan efek terapi
yang diinginka.
4. Uji pH
Sediaan sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit,yaitu
sekitar 4,4 – 6,5 karena pH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit
bersisik, sedangkan pH terlalu asammenyebabkan iritasi kulit.
5. Uji Viskositas
Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir.
Jika viskositas salep meningkat massa salep akan menjadisemakin
padat. Semakin besar viskositas maka akan semakin besartahanan dari
suatu senyawa obat untuk berdifusi keluar daribasisnya, sehingga
pelepasan obat dari basisnya menjadi lambat.Tetapi sebaliknya bila
semakin rendah viskositasnya akan mudahuntuk berdifusi keluar
menuju tempat yang akan diobati sehinggapelepasan obat menjadi
cepat. (Reyza Shintia, 2012)

25
2.9. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SEDIAAN TOPIKAL
Keuntungan dan keruguian sediaan topical berdasarkan bentuk sediaan di
antaranya sebagai berikut :
1. salep
a. keuntungan :
 Daya penetrasinya lebih dalam
 Lubrikasi, emolien, proteksi
 Lebih mudah di gunakan tanpa alat bantu
 Kontak sediaan dengan kulit lebih lama
b. kerugian :
 Tidak dapat digunakan pada daerah berambut
 Tidak dapat digunakan di seluruh tubuh
 Di kulit lengket karena lemak, tapi mudah dipbersihkan misalnya
lanolin anhidros dan petrolatum hidrofilik.
 Terjadi perubahan warna
2. bedak
a. keuntungan :
 Mendinginkan
 Efek anti pruritus lemah astrigen (ex : kelamin)
 Antiinflamasi ringan
 Mengurangi pergeseran kulit (daerah intertriginosa, dan kaki)
 Proteksi mekanis, antiseptik (ex : zinkosida)
 Lubrikasi dan mengeringkan (ex : magnesium silikat)
b. kerugian :
 Penetrasi & daya lekat sedikit sekali (dapat digunakan stearat
untuk meningkatkan daya lekat)

26
 Tidak dianjurkan di luka basah  dapat menimbulkan iritasi,
mengeras, krusta , granuloma
 Dapat terisap hidung oleh pemakain

3. krim
a. keuntungan :
 Bisa digunakan di daerah berambut
 Indikasi kosmetik
 Penetrasi bisa diatur
 Memberi rasa sejuk/enak
 Mudah dibersihkan dari kulit
 Praktis
b. kerugiahn:
 Penetrasinya lebih rendah daripada salap
 Cepat hilang dari kulit
 Susah dalam pembuatannya karena penmbuatan krim dalam
keadaan panas
 Mudah pecah disebabakan karena pembuatan formula tidak pas.
4. Bedak kocok
a. keuntungan:
 Bisa digunakan pada luka basah yang superficial
b. kerugian:
 Tidak bisa digunakan pada daerah berambut
5. pasta
a. Keuntungan:
 Mengeringkan luka dan sebagai protektif
 Digunakan pada luka agak basah
 Tidak punya daya penetrasi  mengurangi rasa gatal local
 Dapat mengikat cairan sekret lesi yang akut
 Lebih melekat pada kulit  daya kerja lokal tinggi

27
 Daya pengobatannya tinggi
b. keruguan :
 Tidak bisa di daerah berambut
 Tidak bisa digunakan pada daerah genitalia eksterna dan lipatan-
lipatan badan
 Sulit dibersihkan
 Tidak boleh digunakan untuk lesi produktif
 kurang menutup, lebih kering (dibandingkan salep.)
6. GEL
a. keuntungan:
 Asorbsi lebih baik dari cream  karena krim langsung mencair
jika berkontak dg kulit & membentuk suatu lapisan
b. kerugian :
Sediaan gel harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga
lebih mahal.

28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan
dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata
topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas
obat topikal didefi nisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat
pembawa (vehrikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan
topikal yang memiliki efekterapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian
inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa
bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan,
mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik.
Kulit merupakan organ terbesar didalam tubuh. Kulit adalah organ tunggal
terberat di tubuh dengan berat sekitar 15% dari berat badan total dengan luas
permukaan sekitar 1,2 - 2,3 m2 pada orang dewasa. Kulit terdiri atas lapisan
epidermis yang berasal dari ektoderm permukaan dan lapisan dermis yang
berasal dari mesodern.
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan
bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan
kemudian diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik.
Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal
yang akan digunakan dalam terapi.
Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor
di antaranya faktor fisikokimiawi obat, Penetration enhancer dan Faktor lain.
Dan bentuk sediaan topikal terdiri dari bahan pembawa (lanolin,paraben,

29
petrolatum dan gliserin). Gliserin (cairan, salep, bedak, krim, pasta, bedak
kocok, gel, jelly, losion, foam aerosol).

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Anjas Asmara Sjaiful Fahmi Daili, Tantien Noegrohowati, Ida Zubaedah.
2012. Vehikulum dalam dermatoterapi topikal: Vol.39. No.1. (hal
25-35)

[2]. Nurlaili, m.pd., kk. 2016. Anatomi fisiologi kulit. (hal.11-13).

[3]. S murlistyarini, S prawitasari, L setyowatie. 2018. Books. Google.com.

[4]. Yanhendri, Satya wydya yenny. 2012. Berbagai bentuk sediaan topikal
dalam dermatologi: Vol. 39. No.6.

30

Anda mungkin juga menyukai