Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit dan Area Seputar Mata

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi

utama sebagai pelindung dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar baik dari

pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan pertahanan pertama dari berbagai

ancaman yang datang dari luar seperti kuman, virus, dan bakteri. Fungsi pelindung

kulit dilakukan melalui mekanisme biologis seperti proses pembentukan lapisan

tanduk secara berulang, pembentukan pigmen melanin, produksi sebum, dan

melakukan thermoregulasi (Maharani, 2015). Kulit merupakan bagian paling luar dari

tubuh dan merupakan organ yang terluas yaitu sekitar 2 m 2 dengan berat 16% dari

berat badan. Kulit memiliki kelenjar keringat dan pigmen. Kelenjar keringat dapat

mengekskresi zat-zat yang tidak berguna untuk tubuh melalui pori-pori kulit. Pigmen

dapat menyebabkan warna kulit bervariasi. Kulit adalah lapisan-lapisan jaringan yang

terdapat di seluruh bagian permukaan tubuh (Maharani, 2015). Kulit merupakan

bagian tubuh yang paling kelihatan, kulit menjadi sumber kecantikan dan daya pikat

seseorang. Kulit dari setiap individu bervariasi elastisitas dan sensitifitasnya,

tergantung pada umur, jenis kelamin, ras, iklim, dan lokasi tubuh (Kustanti, 2008).

7
8

Mengingat fungsi kulit yang sangat penting selayaknya kulit selalu dijaga dan di

pelihara kebersihanya.

2.1.2 Anatomi Kulit

Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan yaitu: lapisan epidermis, lapisan dermis,

dan lapisan subkutis. Ketiga lapisan kulit tersebut mempunyai karakteristik dan

fungsi berbeda (Maharani, 2015).

Gambar 2.1 Struktur Kulit dan Mekanisme Aging (Bosch et al., 2015)
9

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Epidermis memiliki tebal

75-150 nm untuk kulit tipis (paling tipis berada di kelopak mata) dan 400-600 nm

untuk kulit tebal (di tangan dan kaki) (Maharani, 2015). Lapisan epidermis terdiri atas

lapisan tanduk, lapisan malpighi, dan lapisan lusidum. Lapisan malpighi terdiri atas

stratum spinosum, dan stratum germinatum. Stratum korneum adalah lapisan kulit

paling luar terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tak berinti, dan

protoplasmanya berubah menjadi keratin. Stratum lucidum terletak di bawah stratum

korneum. Stratum lucidum adalah lapisan gepeng tanpa inti protoplasma yang

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Stratum granulosum adalah lapisan sel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Stratum

spinosum merupakan lapisan yang berfungsi untuk menahan gesekan dari luar.

Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang

bentuknya berbeda-beda. Stratum germinatum adalah sel-sel yang memiliki bentuk

kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermoepidermal berbasis seperti pagar

atau palisade.

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit yang banyak diaplikasikan kosmetik.

Lapisan epidermis menjadi tujuan utama penampilan karena kulit terutama lapisan

tanduk bersifat impermeable, maka dari itu tidak semua senyawa mampu menembus

lapisan tanduk (Tranggono, 2007).


10

2.Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis, dan

lebih tebal dari lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas lapisan elastis dan

fibrosan sehingga dapat membuat kulit yang dikerutkan kembali kebentuknya semula.

Lapisan dermis di dalamnya terdapat pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf,

kelenjar keringat. Lapisan dermis memiliki fungsi sebagai alat ekskresi, organ

penerima rangsangan, pelindunng terhadap kerusakan fisik, dan pengaturan suhu

tubuh (Maharani, 2015).

3. Lapisan Hipodermis

Lapisan hipodermis adalah lapisan yang terdiri atas jaringan ikatan longgar yang

disebut hipodermis atau subkutan yang di dalamnya berisi sel-sel lemak. Lapisan

hipodermis berada di bawah lapisan dermis. Lapisan hipodermis terdapat pembuluh

darah, jaringan saraf, dan limfe. Lapisan hipodermis memiliki fungsi melindungi dari

benturan fisik dan mengatur panas tubuh (Maharani, 2015).

2.1.3 Fungsi Kulit

1. Fungsi Kulit sebagai pelindung

Kulit sebagai pelindung jaringan di dalamnya dari gangguan fisik dan kimia yang

dapat menyebabkan iritasi dan radiasi. Stratum korneum berfungsi sebagai pelindung
11

jaringan di dalamnya dari gangguan eksternal seperti luka dan serangan kuman.

Lapisan tipis lemak mengakibatkan kulit tahan terhadap air. Lipid berfungsi untuk

mencegah terjadinya evaporasi dan dehidrasi permukaan kulit, dan dapat mencegah

masuknya air dari luar tubuh. Sebum memiliki fungsi untuk mencegah kekeringan

pada kulit dan rambut serta dapat berfungsi membunuh bakteri yang berada di kulit

(Syaiffuddin, 2016).

2. Fungsi Kulit Sebagai Absorpsi

Kulit manusia kemampuan absorpsinya di pengaruhi oleh ketebalan kulit,

metabolisme kulit, hidrasi kulit, dan kelembaban kulit. Kulit memiliki sifat permeabel

terhadap O2 , CO2, dan H2O (Maharani, 2015). Kulit melakukan absorpsi lebih banyak

berlangsung di celah antar sel-sel epidermis daripada melalui saluran kelenjar

(Syaiffuddin, 2016). Kulit mengabsorpsi zat-zat kedalam tubuh melalui epidermis,

dan kelenjar sebasea. Kulit lebih mudah mengabsorpsi bahan yang larut dalam lemak

daripada bahan yang larut dalam air dikarenakan adanya barrier pada lapisan horny

(Tranggono, 2007).

3.Fungsi Kulit Sebagai Ekskresi

Kulit mengekskresi keringat yang mengandung urea, amonia, dan NACL (garam).

Kulit dapat mengeluarkan keringat sebanyak 1 liter keringat setiap hari yang

dikeluarkan melalui pori-pori kulit (Syaiffuddin, 2016).

4.Fungsi Kulit Sebagai Pengatur Suhu Tubuh


12

Kulit memiliki fungsi sebagai thermoregulasi dimana suhu normal tubuh adalah

36,6-37,2ºC. Kulit melakukan fungsi thermoregulasi dengan mekanisme

vasokontriksi dan vasodilatasi oleh syaraf otonom. Pada saat suhu tubuh tinggi maka

akan terjadi vasodilatasi sehingga panas yang berada di dalam tubuh akan terbawa

keluar. Pada saat tubuh merasa dingin maka akan terjadi sebaliknya yaitu

vasokontriksi sehingga mengurangi pengeluaran panas dalam tubuh (Syaiffuddin,

2016).

5.Fungsi Kulit sebagai indera peraba

Kulit memiliki ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis yang memiliki

fungsi sebagai penerima rangsangan dari luar seperti panas, dingin, nyeri, sentuhan,

dan tekanan. Kulit sebagai indera peraba dilengkapi dengan berbagai reseptor yang

terdiri atas reseptor panas, reseptor rasa sakit, reseptor tekanan. Reseptor panas dan

sentuhan terdapat pada lapisan epidermis, reseptor rasa sakit berada di ujung

menjorok ke daerah epidermis, dan reseptor tekanan berada di ujung menjorok ke

daerah dermis (Widia, 2015).

6.Fungsi Kulit Sebagai Pembentukan Pigmen

Kulit menghasilkan pigmen melalui sel pembentukan pigmen yaitu melanosit.

Melanosit terletak pada lapisan basal. Pigmen memiliki fungsi untuk melindungi kulit

dari sinar UV berlebih (Syaiffuddin, 2016).

7.Fungsi Kulit Sebagai Pembentukan Vitamin D


13

Kulit sangat sering terpapar sinar matahari, sehingga proses pembentukan vitamin

D berlangsung sangat mudah. Kulit yang terpapar sinar ultraviolet dari matahari

mengaktivasi prekusor dihidroksi kolesterol. Prekusor yang sudah teraktivasi akan

dilakukan modifikasi dengan enzim yang bersal dari ginjal dan hati untuk

menghasilkan vitamin D yang aktif (Maharani, 2015).

2.1.4 Kulit Wajah dan area sekitar mata

Kulit wajah yang tampak cantik, segar dan sehat merupakan cita-cita alami

setiap wanita. Kesehatan terhadap kulit wajah tidak hanya terpusat pada wajah secara

keseluruhan, namun juga pada bagian kecil dari wajah, seperti bibir, hidung, dagu,

maupun area sekitar mata. Kulit wajah merupakan organ yang sangat sensitif

terhadap rangsangan dan perlakuan. Kulit wajah yang dimiliki setiap individu

berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh kadar air dan produksi minyak di dalam kulit,

kecepatan dalam pergantian sel-sel lapisan tanduk, dan faktor lingkungan individu

(Sukmawati; Arisanti, 2014).

Kulit wajah memiliki lebih banyak pembuluh darah. Pembuluh darah di wajah

berbeda dengan bagian tubuh lainya, pembuluh darah di wajah lebih sensitif terhadap

pengaruh emosi. pH kulit wajah relatif asam, berkisar 4,0-5,5 (Harry, 2013).

Kulit di sekitar mata biasanya lebih kering dan sensitive daripada area kulit

lainya. Kosmetika yang digunakan di sekitar area mata seperti krim mata, eyeshadow,

eyeliner, mascara, eye makeup remover sedapat mungkin tidak menyebabkan iritasi.
14

Eye cream di rancang untuk area ini umumnya lebih tinggi emolien dan lebih rendah

humektan serta tidak mengandung pewarna dan parfum atau butiran kristal karena

area ini sangat tipis dan sensitive (Colvan, Fleck and Vega, 2019).

2.1.5 Penetrasi Obat Melalui Kulit

Pengobatan penyakit kulit bisa menggunakan terapi secara topikal. Terapi

topikal sangat mempertimbangkan beberapa faktor seperti area tubuh yang di terapi,

keadaan kulit, konsentrasi obat, absorpsi perkutan, pemilihan basis obat, dan durasi

penggunaan agar dapat memaksimalkan efikasi dan efek samping diminimalkan.

Obat yang digunakan secara topikal akan mengalami penetrasi melalui stratum

korneum, epidermis, papilla dermis, dan kedalam vaskuler. Obat topikal dapat

berpenetrasi melalu stratum korneum dapat karena adanya proses difusi melalui dua

mekanisme yaitu :

1. Absorbsi Transpidermal

Absorbsi transpidermal merupakan jalur difusi melalui stratum korneum yang

dapat terjadi melalui dua jalur yakni transeluler dan paraseluler. Jalur transeluler

merupakan jalur difusi yang melalui protein dalam sel serta melewati daerah kaya

akan lipid atau bersifat lipofil. Jalur paraseluler merupakan jalur difusi yang

melalui ruang antar sel. Absorbsi transpidermal melalui beberapa tahap yang

pertama obat melalui lapisan permukaan dari stratum korneum melalui ruang

antar sel pada lapisan lipid di sekeliling sel korneosit, berdifusi viable epidermis,
15

dan terakhir melalui papilla dermis kemudian molekul mencapai mikrosirkulasi

darah (Tranggono, 2007).

2. Absorbsi Transfolikular

Absorbsi Transfolikular merupakan jalur masuknya obat melalui kelenjar

keringat, folikel rambut, dan pori-pori, sehingga obat memungkinkan dapat

berpenetrasi. Absorbsi transfolikular melalui berapa tahap yaitu obat masuk

kedalam folikel rambut yang selanjutnya berdifusi melalui celah folikel rambut

dan kelenjar sebasea dan selanjutnya berdifusi menembus epitel folikel hingga

mencapai epidermis. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik

daripada jalur transfolikular (Tranggono, 2007).


16

2.2 Tanaman Taya (Nauclea subdita)

Gambar 2.2 Batang Tanaman Taya (Nauclea subdita)


(Jamaluddin et al., 2012)

Gambar 2.3 Daun Tanaman Taya (Nauclea subdita)

(Jamaluddin et al., 2012)


17

2.2.1 Karakteristik Tanaman Taya (Nauclea subdita)

Nauclea subdita merupakan tumbuhan yang tergolong familia Rubiaceae yang

memiliki banyak spesies. Nauclea subdita termasuk ke dalam suku Naucleeae dan

termasuk ke sub family cinchonoideae serta masuk genus Nauclea. Nauclea subdita

merupakan tumbuhan yang mempunyai pembuluh angkut dan mempunyai bagian-

bagian tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, dan daun sejati sehingga masuk

dalam divisi tracheophyta. Nauclea Subdita memiliki bentuk daun bulat telur dan

daunya berwarna hijau sehingga tergolong kingdom plantae karena mengandung

klorofil di dalam daunya dan memiliki pembuluh. Nauclea Subdita memiliki kulit

batang yang halus hingga pecah dan retak, terkadang kulitnya bersisik atau coklat

keabuan. Bagian dalam kulitnya berwarna kuning hingga coklat pucat atau

kemerahan atau merah muda dan terdapat lapisan ungu kemerahan dan terdapat

lapisan berwarna ungu kemerahan. Nauclea Subdita memiliki tinggi 25 meter dan

lingkaran batang 60 cm. Sapwood Nauclea Subdita berwarna kuning. karena

mengandung klorofil di dalam daunya. Ranting Nauclea Subdita yang sudah kering

berwarna putih sampai coklat pucat. Nauclea Subdita menyebar di seluruh Malaysia,

ditempat yang berawa, di dataran rendah hingga hutan perbukitan dan juga sering

tumbuh di sepanjang aliran sungai (Liew et al., 2014).


18

2.2.2 Senyawa dan Manfaat Kulit Batang Taya (Nauclea Subdita)

Kulit batang taya secara empiris dimanfaatkan oleh wanita suku Dayak untuk

merawat kecantikan kulitnya. Wanita suku Dayak memanfaatkan kulit batang taya

agar membuat kulit terlihat putih, bersih, dan awet muda. Kulit batang tanaman taya

memimiliki kadungan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, steroid, dan polifenol

(Asmiyarti and Wibowo, 2014). Ekstrak etanol kulit batang tanaman taya juga

memiliki aktivitas untuk menghambat enzim tirosinase. Enzim tirosinase berperan

penting pada jalur sintesis melanin, jadi dengan menghambat enzim tirosinase maka

dapat menghambat proses depigmentasi pada kulit. Menurut pengujian yang pernah

dilakukan IC50 ekstrak etanol kulit batang tanaman taya yang di bandingkan dengan

asam kojat diperoleh nilai IC50 sebesar 15,69 µg/ml dengan L-tyrosinase dan 31,38

µg/ml dengan L-DOPA. Ekstrak etanol kulit batang memiliki nilai IC50 yang lebih

besaar dari asam kojat (Charissa, Djajadisastra and Elya, 2017).

Fraksi etil asetat kulit batang tanaman taya berpotensi sebagai tabir surya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, fraksi etil asetat kulit batang tanaman

taya dengan konsentrasi 150 dan 200 ppm memiliki proteksi maksimal karena

memiliki nilai SPF 10 dan 11 sedangkan fraksi etil asetat kulit batang tanaman taya

dengan konsentrasi 250 ppm, 300 ppm, 350 ppm memiliki proteksi ultra karena

memiliki nilai SPF 18, 21, dan 24. Kemampuan proteksi ini berdasarkan nilai SPF

menurut FDA (Jamaluddin et al., 2012).


19

2.3 Tinjauan Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat meredam atau mencegah dampak negatif

dari oksidan dalam tubuh. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron yang

bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada zat atau senyawa yang

bersifat oksidan sehingga mengakibatkan aktivitas senyawa oksidasi tersebut dapat

dihambat. Keseimbangan dari oksidan dan antioksidan sangat penting berkaitan

dengan fungsi imunitas tubuh. Produksi antioksidan di dalam tubuh secara alami

untuk mengimbangi radikal bebas. Antioksidan kemudian berperan sebagai system

pertahanan terhadap radikal bebas. Namun peningkatan produksi radikal bebas yang

terbentuk dari faktor stress, radiasi UV, dan polusi udara mengakibatkan sistem

pertahanan tubuh kurang memadai sehingga perlu tambahan antioksidan dari luar.

Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi lemak dan

protein (Winarsi, 2007).

Mekanisme pertahanan antioksidan pada kulit bisa dipengaruhi oleh ROS, ketika

mekanisme pertahanan tidak seimbang, stres, oksidatif dapat merusak membran sel,

protein, karbohidrat, dan asam nukleat yang memicu oksidasi. Pembentukan radikal

bebas adalah mekanisme penting yang diterima secara luas yang menyebabkan

penuaan kulit. Radikal bebas memiliki molekul reaktif sangat tinggi dengan elektron

tidak berpasangan yang dapat secara langsung merusak berbagai struktur membran

seluler, lipid, protein, dan DNA. Efek merusak dari senyawa oksigen reaktif ini

diinduksi secara internal selama metabolisme normal dan eksternal melalui berbagai
20

tekanan oksidatif. Produksi radikal bebas meningkat seiring bertambahnya usia

sementara mekanisme pertahanan endogen yang menghambatnya menurun.

Ketidakseimbangan ini mengarah pada kerusakan progresif struktur seluler sehingga

menghasilkan penuaan yang dipercepat. Antioksidan adalah zat yang bisa memberi

perlindungan endogen dan tekanan oksidatif eksogen dengan menangkap radikal

bebas (Haerani, Chaerunisa and Subarnas, 2018).

Banyak tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan yaitu tanaman yang

mengandung karotenoid, polifenol, dan terutama flavonoid. Tanaman yang

mengandung karotenoid, polifenol, dan flavonoid banyak diformulasikan sebagai

antioksidan alami yang dapat dibuat dalam bentuk sediaan oral sebagai vitamin dan

topikal sebagai produk perawatan kulit. Ekstrak tumbuhan dengan antioksidan

membangkitkan minat yang besar dalam bidang fitokosmetik seperti menyajikan

molekul yang dapat menonaktifkan ROS memulihkan kulit homeostasis sehingga

mencegah eritema dan penuaan dini pada kulit (Haerani, Chaerunisa and Subarnas,

2018).

Kulit batang taya (Nauclea Subdita) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat

kuat, ini di buktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Meiliana Charissa yaitu

mendapatkan hasil nilai IC50 48,78 µg/mL yang memiliki IC50 kurang dari 50

µg/mL sehingga dapat dikategorikan sebagai antioksidan yang sangat kuat.


21

2.4 Tinjauan Tentang Flavonoid

Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan dan sifat antiradikal. Flavonoid

memiliki aktivitas antioksidan karena flavonoid dapat menyumbangkan hidrogen.

Sifat antioksidan flavonoid dapat dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai antialergi,

antiinflamasi, antikanker, dan antidiabetes. Flavonoid memiliki sifat antiradikal

terutama terhadap anion superoksida, alkosil, radikal hidroksil, radikal peroksil

(Yulia, 2016). Flavonoid dapat menghambat enzim glutation, dan monooksidase

mikrosomal yang merupakan enzim yang terlibat dalam terbentuknya ROS. Contoh

dari flavonoid seperti flavon, isoflavon, flavonon, flavonol, dan antosianidin (Kumar,

S., & Pandey, 2013).

Flavonoid di kulit batang taya adalah kuersetin. Kuersetin adalah senyawa

flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75%

dari flavonoid. Kuersetin merupakan flavonoid kuat yang sering dimanfaatkan untuk

melindungi tubuh dari reactive oxygen species (ROS). Kuersetin dapat mengikat

reactive oxygen species (ROS) dengan mengikat radikal bebas. Mekanisme kerja

kuersetin sebagai antioksidan adalah dengan memotong reaksi oksidasi berantai

radikal bebas (Tomayahu and Abidin, 2016). Kadar flavonoid total yang diperoleh

dari ekstrak kulit batang taya yaitu sebesar 1,83%. Hasil uji antioksidan ekstrak kulit

batang taya memiliki nilai IC50 48,78 µg/mL tergolong dalam antioksidan kuat

karena IC50 kurang dari 50 µg/mL namun jika dibandingkan dengan kuersetin murni

memiliki IC50 10,12 µg/mL sehingga lebih baik kuersetin murni. Hal ini karena
22

ekstrak bukan merupakan senyawa murni seperti kuersetin (Charissa, Djajadisastra

and Elya, 2017).

2.5 Tinjauan Ekstraksi

2.5.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan atau penarikan zat aktif yang dapat

pelarut air atau cairan penyari. Ekstrak merupakan sediaan pekat yang didapatkan

dengan mengekstraksi zat aktif atau simplisia hewani atau nabati menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI,

1995).

2.5.2 Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua fase yaitu:

1. Fase Pembilasan

Fase pembilasan dimana simplisia yang sudah pecah pada proses penghancuran

dibilas dengan pelarut atau cairan pengekstraksi mengakibatkan komponen sel

yang terdapat di dalamnya lebih mudah untuk melarut dalam cairan penyari. Pada

fase pembilasan sebagian bahan aktif telah berpindah kedalam bahan pelarut

( Voight 1995).
23

2. Fase Ekstraksi

Fase ekstraksi merupakan lanjutan dari fase pembilasan. Pelarut yang

digunakan dalam fase ekstraksi harus dapat masuk ke dalam sel, sehingga

komponen yang terdapat di dalam sel keluar.

2.5.3 Jenis-Jenis Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin dimana selama proses ekstraksi

tidak dilakukan pemanasan. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling

sederhana. Pada metode maserasi bahan-bahan simplisia umumnya dihaluskan atau

dirubah bentuknya menjadi serbuk kasar. Bahan simplisia yang sudah dihaluskan atau

dibentuk serbuk kasar kemudian direndam dengan pelarut yang sesuai pada suhu

ruang. Bahan simplisia yang direndam dengan pelarut, direndam selama kurang lebih

4-10 hari dan harus diaduk berulang kali. Metode maserasi memiliki kelebihan dari

metode lain yaitu: untuk senyawa yang tidak tahan panas, peralatan pada metode

maserasi sangat sederhana, murah, dan mudah untuk didapat. Metode maserasi juga

memiliki kelemahan yaitu: waktu ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam

jumlah yang banyak dan adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat

diekstrak karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang (Mukhriani, 2014).

2. Perkolasi
24

Perkolasi merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan cara dingin. Metode

perkolasi dilakukan dengan mengalirkan pelarut atau cairan penyari dari atas secara

terus-menerus hingga menembus bahan simplisia yang terdapat di perkolator. Tahap

pertama dalam metode maserasi adalah pembasahan simplisia dengan cairan

penyarinya kemudian di maserasi selama kurang lebih 3 jam. Tahap kedua

dipindahkan simplisia yang sudah dibasahi dan dimaserasi ke dalam perkolator

sedikit demi sedikit dan dituangi cairan penyari hingga terdapat selapis cairan

penyari, tutup perkolator dan diamkan selama 24 jam. Tahap ketiga pada metode

perkolasi yaitu, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah dangan kecepatan

1ml/menit, setelah itu perkolator diuapkan pada suhu tekanan yang rendah sampai

konsentrasi yang di kehendaki. Metode perkolasi memiliki kelebihan yaitu perkolasi

tidak dibutuhkan proses tambahan untuk memisahkan padatan dan ekstrak dan

kekurangan yang dimiliki metode ini adalah pelarut yang digunakan cukup banyak

dan waktu yang digunakan lama. Perkolasi dipengaruhi oleh waktu dan perbandingan

bahan pelarut. Waktu dan lamanya proses ekstraksi suatu simplisia menentukan

kandungan senyawa yang keluar dari bahan. Begitu juga perbandingan bahan pelarut,

jumlah ekstraktan yang terlibat dalam perpindahan menentukan tingkat perbedaan

konsentrasi yang sangat penting dalam proses difusi yang akan mempengaruhi

kandungan senyawa (Rosidah et al., 2017).

3. Sokletasi
25

Sokletasi merupakan metode ekstraksi dengan melibatkan proses pemanasan.

Sokletasi menggunakan alat soklet dengan pelarut yang selalu baru. Padatan atau

simplisia pada metode sokletasi diletakan dalam alat soklet dan dipanaskan,

sedangkan yang dipanaskan hanya pelarutnya. Pelarut yang digunakan pada metode

sokletasi didinginkan pada kondensor, kemudian mengekstraksi padatan. Kelebihan

yang dimiliki metode sokletasi adalah proses ekstraksi yang berlangsung kontinyu,

memerlukan waktu yang lebih sebentar. Metode sokletasi digunakan untuk bahan

yang tahan terhadap pemanasan (Eksan and Tanol, 2016).

4. Refluks

Ekstraksi refluks merupakan ekstraksi dengan cara pemanasan. Ekstraksi ini

dilakukan pada titik didih dari pelarut yang digunakan. Pada metode refluks sampel

dimasukan bersama pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor.

Pelarut dipanaskan sampai mencapai titik didih. Uap terkondensasi kembali dalam

pelarut. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki metode refluks yaitu, simplisa yang

memiliki tekstur yang kasar dan tahan terhadap pemanasan langung dapat diekstrak

dengan baik oleh metode ini dan kelemahan yang dimiliki metode ini adalah

membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak (Laksmini, 2018).

5. Infudasi

Infudasi merupakan salah satu metode ekstraksi cara panas yang umumnya

digunakan untuk menyari bahan/zat kimia aktif yang dapat larut dalam air dari bahan-
26

bahan nabati. Mertode infudasi menggunakan pemanasan dengan suhu maximal 90 oC

yang dilakukan selama 15 menit. Keuntungan dari metode infudasi antara lain, lebih

stabil digunakan karena bersifat polar, caranya sederhana, tidak beracun, dan

waktunya tidak lama. Kekurangan dari metode infudasi adalah mudahnya sari

tercemar oleh kuman dan kapang sehingga tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam

(Isnawati and Retnaningsih, 2018).

2.5.4 Cairan Penarik

Pemilihan cairan penarik yang akan digunakan dalam ekstraksi sangat penting

untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan cairan penarik antara lain: cairan penarik tidak merusak zat-zat berkhasiat,

kelarutan zat dalam cairan penarik, dan juga akibat lain yang tidak dikehendaki

seperti perubahan warna, pengendapan, terhidrolisis, dan cairan penarik memiliki

harga yang relatif murah. Macam-macam cairan penarik antara lain:

1. Air

Air merupakan pelarut yang paling mudah didapatkan dan harganya sangat murah

dibandingkan pelarut yang lain. Air merupakan pelarut yang sangat baik digunakan

pada suhu kamar untuk bahan-bahan misalnya garam alkaloid, glukosida, sakarida,

asam tumbuh-tumbuhan, zat warna, dan garam-garam mineral. Air memiliki

kekurangan yaitu media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri (Syamsuni,

2006).
27

2. Etanol

Etanol tidak dapat melarutkan semua zat, hanya zat-zat tertentu yang dapat ditarik

oleh etanol. Etanol merupakan cairan penarik yang baik digunakan untuk glukosida,

damar-damar, alkaloid dan minyak atsiri. Etanol tidak dapat digunakan untuk jenis

gula, albumin, dan gom (Syamsuni, 2006).

3. Metanol

Metanol tidak dapat melarutkan semua zat, hanya zat-zat tertentu yang dapat

ditarik oleh metanol. Metanol merupakan cairan penarik yang baik digunakan untuk

damar-damar, minyak atsiri, tanin, saponin, glukosida dan flavonoid. Metanol tidak

baik digunakan untuk jenis gula, gom, dan albumin. Metanol dapat menyebabkan

enzim-enzim tidak bekerja, termasuk peragian, serta menghalangi pertumbuhan jamur

dan sebagian besar bakteri sehingga disamping sebagai penyari, juga berguna sebagai

pengawet (Syamsuni, 2006).

2.6 Tinjauan kosmetik

2.6.1 Definisi Kosmetik

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau
28

gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengbah penampilam atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara

tubuh pada kondisi baik (Tranggono, 2007).

Kosmetik tidak digunakan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit. Namun, bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal

dari bahan alam dan organ tubuh yang dikenai adalah kulit maka dalam hal tertentu

kosmetik itu akan menyebabkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut

karena pada dasarnya tidak ada bahan kimia yang bersifat indeferens (tidak

menimbulkan efek) jika dikenakan pada kulit (Tranggono, 2007).

Kosmedik adalah kosmetika yang di dalamnya ditambahkan bahan-bahan aktif

tertentu seperti zat-zat antibakteri, antijerawat, antigatal, dan anti produk keringat

(Tranggono, 2007).

2.6.2 Kosmetik Area Sekitar Mata

Kosmetika yang digunakan pada wajah dan sekitar mata seperti eye-shadow,

maskara, eye-cream, dan produk perawatan rambut seperti shampo yang dapat masuk

ke mata pada saat digunakan sangat penting untuk memastikan bahwa kosmetik

tersebut tidak menimbulkan iritasi pada mata (Balsam, S and Sagarin, 1992).

Kosmetik disekitar mata tidak boleh terdapat mikroba dan terkontaminasi oleh

bahan-bahan yang berbahaya yang dapat mengakibatkan infeksi pada mata (Diana,

2010).
29

2.7 Tinjauan Krim

2.7.1 Definisi Krim

Krim adalah tipe emulsi dimana dua cairan yang tidak saling campur seperti

minyak dan air, dibuat menjadi disperse yang stabil dengan mendispersikan fase

terdispersi melalui fase lain yang bertindak sebagai medium pendispersi. Krim secara

umum mengandung fase minyak, fase air, emulgator, surfaktan, dan bahan lainnya

seperti pewarna, pengawet, parfum, antioksidan (Mitsui, 1997).

Aplikasi utama krim adalah pada topikal kulit dan untuk produk yang akan

digunakan secara rektal dan vaginal. Krim mengandung antimikroba sebagai

pengawet kecuali bila zat aktif atau zat dasarnya memiliki cukup aktivitas bakterisidal

atau fungsidal. Umumnya krim lebih diterima secara kosmetika dari pada salep

karena tidak berminyak, dan lebih mudah dioleskan (Agoes, 2012).

Emulsi/krim merupakan sistem yang tidak stabil, apabila tidak terdapat

emulsifying agent maka akan terpisah menjadi dua fasa yang berbeda. Emulsifying

agent pada dasarnya memiliki sifat yang aktif pada permukaan atau bisa disebut

surfaktan. Menurut Agoes (2012), karakteristik dari suatu emulsi farmasetik yang

dapat di terima adalah :

1. Stabil secara fisik (tidak terjadi pemisahan fasa)


30

2. Daya alir pada suatu emulsi/krim mampu dengan mudah diambil dari

wadahnya. Apabila sediaan didesain untuk penggunaan eksternal, contohnya

krim dan salep, sediaan tersebut harus dengan mudah di sebarkan pada area

penggunaan.

3. Sediaan harus memuaskan secara tekstur serta penampilan. Apabila emulsi

di rancang untuk penggunaan oral, rasa yang diberikan harus sesuai. Emulsi

yang digunakan secara eksternal harus memberikan tekstur yang nyaman saat

penggunaan (Agoes, 2012).

2.7.2 Basis Krim

Berdasarkan tipe emulsi, basis krim dapat digolongkan menjadi dua kelompok:

1. Basis krim tipe O/W: basis krim mudah dibersihkan dari kulit dan mudah

dicuci dengan air.

2. Basis krim tipe W/O: basis krim sukar untuk dibersihkan dan tidak

tercucikan dengan air.

Basis krim yang sering digunakan dalam kosmetik adalah basis krim tipe O/W.

Basis ini lebih disukai karena sifatnya yang mudah tercucikan dengan air, tidak

meninggalkan bekas bila dioleskan, dingin, lembut (Agoes, 2012).

2.7.3 Eye Cream


31

Eye cream adalah sediaan krim khusus untuk kulit di sekitar area mata yang

lebih kering dan sensitif, berfungsi untuk menghaluskan kerutan di area mata,

meningkatkan elastisitas, dan mengurangi lingkaran hitam di bawah mata. Eye cream

mengandung emolien yang tinggi dan humektan yang rendah, serta tidak

mengandung pewarna, parfum atau pun butiran kristal (pearlescence) (Lees, 2012).

Krim mata biasanya merupakan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam

air. Eye cream dirancang khusus untuk kulit di sekitar area mata. area kulit ini

biasanya lebih kering dan lebih sensitif daripada area kulit lainnya. Oleh karena itu,

krim yang dirancang untuk area ini umumnya lebih tinggi emolien dan lebih rendah

humektan. Kulit di sekitar mata sangat tipis, jika banyak mengandung agen hydrating

dapat membuat kelopak mata terlihat bengkak. Tingginya emolien yang ditambahkan

ke krim ini untuk membantu menggantikan kekurangan produksi minyak yang

berhubungan dengan area mata. Eye cream terkadang menyebabkan iritasi dan reaksi

alergi, oleh karena itu krim mata tidak mengandung mengandung pewarna, parfum

atau pun butiran kristal (pearlescence) karena area ini sangat tipis dan sensitif (Lees,

2012).

2.8 Tinjauan bahan

2.8.1 Stearic Acid


32

Gambar 2.4 Struktur Stearic Acid (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Dalam formulasi pada sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai zat

pengemulsi dan solubilizing agent. Ketika sebagian asam stearate dinetralkan dengan

alkali atau trietanolamin, asam stearat digunakan dalam pembuatan krim. Konsentrasi

yang digunakan dalam pembuatan krim adalah 1-20%. Asam stearat adalah serbuk

yang keras, putih atau agak kuning, agak mengkilap, kristal atau serbuk putih atau

kekuningan. Asam stearat memiliki sedikit bau (dengan ambang batas 20 ppm) dan

rasanya seperti lemak. Asam stearat memiliki titik didih 383˚C dan titik leleh pada

suhu 69-70˚C. Asam stearat bebas larut dalam benzena, karbon tetraklorida,

kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol; dan

praktis tidak larut dalam air. Asam stearat adalah bahan yang stabil dan harus

disimpan dalam wadah tertutup dengan baik di tempat yang sejuk dan kering. Asam

stearat banyak digunakan dalam formulasi farmasi oral dan topical dan digunakan

dalam kosmetik dan produk makanan. Asam stearat umumnya dianggap sebagai

bahan yang tidak beracun dan non-iritan (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.2 Aquadem

Aquadem banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut dalam

pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan

zat antara. Nilai aquadem tertentu digunakan untuk aplikasi tertentu dalam

konsentrasi hingga 100%. Aquadem adalah cairan yang jernih, tidak berwarna, tidak
33

berbau dan tidak berasa. Aquadem memiliki titik didih 100˚C dan titik leleh pada

suhu 0˚C. Aquadem secara kimiawi stabil di semua keadaan fisik (es, cairan, dan

uap). Aquadem yang meninggalkan sistem pemurnian farmasi dan memasuki tangki

penyimpanan harus memenuhi persyaratan khusus. Aquadem untuk keperluan khusus

harus disimpan dalam wadah yang sesuai (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.3 Cetyl Alcohol

Gambar 2.5 Struktur Cetyl Alcohol (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Cetyl alcohol banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi farmasi seperti

supositoria, emulsi, lotion, krim, dan salep. Pada lotion, krim, dan salep, cetyl alcohol

digunakan karena sifatnya yang emolien menyerap air, dan mengemulsi, sehingga

dapat meningkatkan stabilitas, tekstur, dan konsistensi. Cetyl alcohol juga digunakan

untuk sifat penyerapan airnya dalam water-in-oil emulsions. Sebagai contoh,

campuran petrolatum dan cetyl alcohol (19: 1) akan menyerap 40-50% dari berat

airnya. Cetyl alkohol bertindak sebagai pengemulsi yang lemah dari jenis water-in-oil

emulsions, sehingga memungkinkan pengurangan jumlah zat pengemulsi lain yang

digunakan dalam formulasi. Cetyl alcohol juga dapat meningkatkan konsistensi

water-in-oil emulsions. Cethyl alcohol digunakan sebagai emolien pada konsentrasi

2–5%, emulsifying agent 2–5%, stiffening agent 2–10%, dan water absorption 5%.
34

Cethyl alcohol bentuknya sebagai lilin, serpihan putih, butiran, kubus. Cethyl alcohol

memiliki bau khas yang samar dan rasa hambar. Cethyl alcohol memiliki titik didih

344˚C dan titik leleh pada suhu 45-52˚C. Cethyl alcohol bebas larut dalam etanol

(95%) dan eter, kelarutan meningkat dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut

dalam air. Cethyl alcohol larut ketika dicairkan dengan lemak, parafin cair dan padat,

dan isopropil miristat. Cetyl alcohol stabil di asam, alkali, cahaya, dan udara. Cethyl

alcohol harus disimpan dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering (Rowe,

Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.4 Isopropyl Myristate

Gambar 2.6 Struktur Isopropyl Myristate (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Isopropyl myristate adalah nongreasy emollient yang mudah diserap oleh kulit.

Isopropyl myristate digunakan sebagai komponen basa semipadat dan sebagai

pelarut. Aplikasi dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik sediaan topikal

termasuk sabun, makeup, produk perawatan rambut dan kuku, krim, lotion, produk

bibir, produk shaving, pelumas kulit, deodoran, suspensi otic, dan krim vagina.

Isopropyl myristate digunakan pada sediaan topical seperti krim dan lotion pada

konsentrasi 1-10%. Isopropyl miristate adalah cairan dengan viskositas rendah yang
35

jernih, tidak berwarna, praktis tidak berbau yang mengental pada suhu sekitar 58oC.

Isopropyl myristate terdiri dari ester propan-2-ol dan asam lemak berat molekul tinggi

jenuh, terutama asam miristat. Isopropyl myristate memiliki titik didih 140,2˚C pada

266 Pa. Isopropyl myristate larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), etil asetat,

lemak, alkohol berlemak, minyak tetap, hidrokarbon cair, toluena, dan lilin. Isopropil

myristate praktis tidak larut dalam gliserin, glikol, dan air. Isopropyl miristate tahan

terhadap oksidasi dan hidrolisis. Isopropyl miristate harus disimpan dalam wadah

tertutup di tempat yang sejuk dan kering dan terlindung dari cahaya. Isopropyl

miristate banyak digunakan dalam sediaan kosmetik dan formulasi pada sediaan

farmasi topikal dan umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun dan tidak

mengiritasi (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.5 Silicon Oil

Gambar 2.7 Struktur Silicon Oil (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Silicon oil banyak digunakan dalam formulasi kosmetik dan farmasi. Pada

sediaan topical oil-in-water emulsions, dimethicone ditambahkan ke fase minyak

sebagai zat anti-busa. Dimetikon bersifat hidrofobik dan juga banyak digunakan

dalam topical barrier preparations. Secara terapi, dimetikon dapat digunakan dengan
36

simetikon dalam formulasi farmasi oral yang digunakan dalam pengobatan perut

kembung. Silicon oil juga digunakan untuk membentuk waterrepellent film on glass

containers. Silicon oil pada sediaan krim, lotion, dan salep pada konsentrasi 10-30%.

Silicon oil adalah cairan bening dan tidak berwarna yang tersedia dalam berbagai

viskositas. Silicon oil larut dengan etil asetat, metil etil keton, minyak mineral, eter,

kloroform, dan toluena, larut dalam isopropil miristat, sangat sedikit larut dalam

etanol (95%), praktis tidak larut dalam gliserin, propilenglikol, dan air. Silicon oil

harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering, mereka

stabil terhadap panas dan tahan terhadap sebagian besar zat kimia meskipun mereka

dipengaruhi oleh asam kuat. Silicon oil umumnya dianggap sebagai bahan yang

relatif tidak beracun dan tidak iritan meskipun dapat menyebabkan iritasi sementara

pada mata. Dalam formulasi farmasi dapat digunakan dalam sediaan oral dan topikal.

Silicon oil juga digunakan secara luas dalam formulasi kosmetik dan dalam aplikasi

makanan tertentu (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).


37

2.8.6 Triethanolamine

Gambar 2.8 Struktur Triethanolamine (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Triethanolamine banyak digunakan dalam formulasi farmasi sediaan topikal,

terutama dalam pembentukan emulsi. Ketika dicampur dalam proporsi yang sama

dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamin membentuk

sabun anionik dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan sebagai zat pengemulsi

untuk menghasilkan minyak dalam air berbutir halus yang stabil. Triethanolamine

adalah cairan kental berwarna jernih, tidak berwarna hingga pucat yang memiliki

sedikit bau amoniak. Triethanolamine adalah campuran basa, terutama 2,2’,2’’-

nitrilotriethanol, meskipun juga mengandung 2,2’-iminobisethanol (diethanolamine)

dan sejumlah kecil 2-aminoethanol (monoethanolamine). Triethanolamine memiliki

titik didih 335˚C dan titik leleh pada suhu 20-21˚C. Triethanolamine dapat bercampur

dengan aseton, carbon tetrachloride, methanol, dan air. Triethanolamine dapat

berubah kecoklatan jika terkena udara dan cahaya. Trietanolamin harus disimpan

dalam wadah kedap udara yang terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan

kering. Triethanolamine digunakan terutama sebagai agen pengemulsi dalam

berbagai sediaan farmasi topikal. Meskipun secara umum dianggap sebagai bahan
38

yang tidak beracun, trietanolamin dapat menyebabkan hipersensitivitas atau iritasi

pada kulit jika terdapat dalam produk yang diformulasikan. Dosis oral

triethanolamine oral manusia yang mematikan diperkirakan 5-15g/kg berat badan

(Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.7 Glycerin

Gambar 2.9 Struktur Glycerin (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Gliserin digunakan dalam berbagai formulasi farmasi termasuk sediaan oral,

otic, ophthakmic, topikal, dan parenteral. Dalam formulasi sediaan farmasi dan

sediaan topical pada kosmetik, gliserin digunakan untuk sifat humektan dan

emoliennya. Gliserin digunakan sebagai pelarut atau cosolvent dalam krim dan

emulsi. Dalam formulasi parenteral, gliserin digunakan terutama sebagai pelarut dan

cosolvent. Gliserin digunakan sebagai emolien dan humektan pada konsentrasi ≤30%.

Gliserin adalah cairan higroskopis yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental

dan memiliki rasa manis, sekitar 0,6 kali seperti sukrosa. Gliserin memiliki titik didih

290˚C dan titik leleh pada suhu 17,8˚C. Gliserin sedikit larut di aseton; praktis tidak

larut di benzene dan chloroform; larut dalam etanol (95%), eter (1 dalam 500), etil

asetat (1 dalam 11) dan metanol; praktis tidak larut dalam minyak; dan larut dalam

air. Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh
39

atmosfer dalam kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan dengan

evolusi dari akrolein toksik. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan

propilenglikol stabil secara kimia. Gliserin dapat mengkristal jika disimpan pada suhu

rendah; kristal tidak meleleh sampai di hangatkan ke 208˚C. Gliserin harus di simpan

dalam wadah kedap udara, di tempat yang sejuk dan kering (Rowe, Sheskey and

Quinn, 2016).

2.8.8 DMDM Hydantoin

Gambar 2.9 Struktur DMDM Hydantoin (Liebert, 1988)

DMDM hydantoin adalah formaldehyde releaser pengawet antimikroba dengan

nama dagang Glydant. DMDM hydantoin merupakan senyawa organik yang

termasuk kelas senyawa yang dikenal sebagai hydantoins. Hal ini digunakan dalam

industri kosmetik dan ditemukan dalam produk seperti shampoo, kondisioner rambut,

gel rambut, dan produk perawatan kulit. DMDM hydantoin bekerja sebagai pengawet

karena formaldehid dirilis membuat lingkungan yang kurang menguntungkan bagi

mikroorganisme (Couteau and Coiffard, 2010)


40

2.9 Tinjauan Stabilitas Krim

Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan

karakteristiknya selama waktu penyimpanan dan penggunaan (Depkes RI, 1995).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan yaitu faktor dari luar

(eksternal) yang terdiri dari faktor suhu, cahaya, kelembaban, oksigen, dan karbon

dioksida, serta faktor sediaan (internal) yang teriri dari ukuran partikel, pH,

komposisi pelarut, kompatibilitas antara kation dan anion, kekuatan ionik, wadah

primer, eksipien, dan interaksi bahan aktif dengan eksipien. Faktor eksternal

mengurangi stabilitas sediaan, sedangkan faktor internal biasanya menyebabkan

berkurangnya kadar bahan aktif (The USA Pharmacopoeial Convention, 2006).

2.9.1 Indikator Kerusakan Krim

1. Flokulasi adalah penggabungan dari globul-globul yang dipengaruhi oleh muatan

pada permukaan globul yang teremulsi. Ketidakstabilan ini dapat diperbaiki dengan

melakukan pengocokan karena masih terdapat film antar permukaan globul.

Meskipun dapat diperbaiki, terjadinya flokulasi dapat menyebabkan peningkatan

terjadinya creaming (Madaan et al., 2014).

2. Creaming adalah terbentuknya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-

beda pada emulsi. Karena dipengaruhi gaya gravitasi, partikel yang memiliki

kerapatan lebih rendah akan naik kepermukaan dan sebaliknya. Pada krim tipe
41

minyak dalam air, fase dalamnya merupakan minyak yang memiliki keraptan partikel

yang lebih rendah dibandingkan fase luarnya yang berupa air. Terjadinya creaming

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu viskositas medium, diameter globul, dan

perbedaan kerapatan partikel antara fase dispersi dan pendispersi. Krim yang

mengalami creaming dapat didispersikan kembali dengan mudah, dan dapat

membentuk suatu campuran yang homogen dengan pengocokan, karena globul

minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari emulgator. Akan tetapi

terjadinya creaming harus tetap dihindari karena dapat meningkatkan potensi

terjadinya cracking (Madaan et al., 2014).

3. Cracking adalah pemisahan fase disperse dan fase terdispersi dari suatu emulsi

yang berhubungan dengan terjadinya coalescence. Coalescence sendiri merupakan

penggabungan antar fase terdispersi atau globul disebabkan oleh rusaknya lapisan

pelindung emulgator. Hal ini menyebabkan sulit untuk didispersikan kembali dengan

pengocokan, bahkan jika jumlah terjadinya coalescence melebihi batas tertentu maka

pendispersian kembali tidak dapat dilakukan. Cracking dapat terjadi dikarenakan oleh

creaming, temperatur ekstrim, adanya mikroorganisme, penambahan emulgator yang

berlawanan, dan penguraian atau pengendapan emulgator (Madaan et al., 2014).

4. Inversi terjadi disaat fase dalam menjadi fase luar atau sebaliknya. Pada krim

minyak dalam air, fase inversi menyebabkan krim berubah menjadi fase sebaliknya

yaitu air dalam minyak (Madaan et al., 2014).


42

2.9.2 Waktu Pengujian Stabilitas Krim

Pengujian stabilitas merupakan prosedur rutin yang dilakukan pada substansi

obat dan produk serta digunakan pada berbagai tahap pengembangan produk. Tujuan

dari pengujian stabilitas untuk memberikan bukti bagaimana kualitas bahan aktif atau

produk bervariasi dengan waktu di bawah pengaruh dari berbagai faktor lingkungan

seperti suhu, kelembaban, dan cahaya, serta untuk menetapkan re-test bahan aktif

atau shelf-life untuk produk jadi dan suhu penyimpanan yang di rekomendasikan.

Kualitas produk harus dijamin agar tetap berada di tingkat yang dapat diterima

sepanjang berada di pasar, selama masa pakai dan pasien berhenti menggunakan atau

sampai unit produk yang terakhir. Pengujian stabilitas suatu produk berguna untuk

menentukan periode atau waktu pengujian kembali bahan obat, menentukan lama

penyimpanan obat, merekomendasikan kondisi penyimpanan (Mitsui, 1997).

Pengujian stabilitas suatu produk terdiri dari 2 cara yaitu :

1. Uji stabilitas jangka panjang (real time)

Uji stabilitas jangka panjang bertujuan untuk menguji kembali apakah tanggal

kadualuarsa (shelf life) pada label atau yang diinginkan sudah sesuai. Uji ini

dilakukan pada kondisi yang sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dianjurkan.

Frekuensi pengujian secara normal dapat berkisar setiap 3 bulan dalam 1 tahun, setiap

6 bulan dalam 2 tahun, hingga tiap tahun dalam masa mencapai shelf life

(Djajadisastra, 2004).
43

2.Uji stabilitas dipercepat

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada

waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang

dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada

kondisi normal (Djajadisastra, 2004).

2.9.3 Evaluasi Stabilitas Fisik Dan Kimia Krim

1.Uji Organoleptis

Formula krim akan diobservasi dalam hal perubahan warna, bau, bentuk,

homogenitas serta konsistensi. Pengamatan ini dilakukan sebelum dan sesudah diberi

kondisi penyimpanan yang di percepat oleh kenaikan suhu menggunakan climatic

chamber (Sinko, 2012).

2.Uji Viskositas dan Sifat Alir

Pemeriksaan viskositas emulsi dilakukan dengan menggunakan Viskometer

Brookfield tipe Cone and Plate DV-I dengan spindle CPE-41. Lepaskan sample cup

dari alat. Sampel mikroemulsi diletakkan pada sample cup, pastikan sampel bebas

gelembung dan tersebar merata pada permukaan cup. Pasangkan kembali sample cup

pada viskometer, viskometer dinyalakan, lalu biarkan beberapa saat sampai

pembacaannya stabil. Catat pembacaan viskositas pada display (Avanti et al., 2016).

3.Uji Daya Sebar


44

Sebanyak ±0,5 gram krim ditimbang, diletakan di tengah alat kaca dan kaca penutu

yang sebelum suah ditimbang bobotnya, kemudian diletakan di atas basis, dan

biarkan selama 1 menit. Diameter dari penyebaran krim di ukur setelah 1 menit

dengan mengambil panjang diameter di beberapa sisi. Kemudian beban di tambahkan

kembali seberat 20 g, dan di ukur kembali setelah 1 menit dengan mengambil panjang

rata-rata diameter di beberapa sisi, dilakukan penambahan bobot tiap 20 g sampai

bobot yang ditambahkan kurang dari 150 g, dicatat diameter penyebaranya setiap

perubahan bobot (Sinko, 2012).

4.Uji pH

Nilai pH menunjukan derajat keasaman dari suatu sediaan. Nilai pH memilika skala

dari 0 sampai dengan 14. Nilai pH 0-14 menunjukan suatu sediaan bersifat asam, dan

nilai pH 8-14 menunjukan sediaan bersifat basa (Sinko, 2012).

5.Tipe emulsi krim, dapat dilakukan dengan berbagai cara:

A. Uji pengenceran prinsipnya adalah bahwa emulsi dapat tercampurkan dengan fase

eksternalnya, jika diteteskan di permukaan air dan dapat tercampur maka m/a (Sinko,

2012).

B. Uji kelarutan zat warna dapat dilakukan dengan metylen blue dan sudan(Sinko,

2012).
45

C. Konduktivitas yaitu emulsi o/w menghantarkan listrik lebih baik dibanding emulsi

a/m (Sinko, 2012).

D. Fluoresensi untuk sediaan krim jenis o/w akan menunjukkan pola titik-titik

sedangkan untuk sediaan krim jenis w/o akan berfluoresensi secara keseluruhan di

bawah sinar UV (Sinko, 2012).

E. Pembasahan kertas saring. Uji dilakukan dengan menjenuhkan kertas saring

dengan CoCl 2 kemudian di keringkan. Kertas saring akan berwarna biru. Kertas

saring akan berubah menjadi merah muda jika krim jenis o/w ditambahkan (Sinko,

2012).

6. Uji Ukuran Droplet Krim

Alat yang berfungsi untuk mengukur volume ukuran partikel adalah penghitung

Coulter. Prinsip alat ini adalah ketika suatu partikel melewati lubang kecil yang

kedua sisinya adalah elektrode akan terjadi perubahan tahanan listrik yang

menghasilkan pulse yang tercatat, secara digital dalam alat. Jika ukuran droplet

meningkat seiring bertambahnya waktu, dapat diberi kesimpulan bahwa pemisahan

fase terjadi (Sinko, 2012). Metode yang digunakan dalam uji ukuran droplet krim

adalah mikroskopi optis dalam penggunaan mikroskop biasanya untuk mengukur

ukuran partikel pada kisaran 0,2µm sampai 0,8µm. Menurut metode mikroskopis,

suatu emulsi atau suspensi diletakkan pada kaca objek dengan lensa okuler yang telah

diatur sedemikian rupa, sehingga ukuran partikel dapat diperkirakan (Sinko, 2012).
46

2.10 Kerangka Konseptual

Kekahwatiran utama di area bawah Kulit batang taya memiliki


mata adalah terjadinya kerutan senyawa phenol dan
sehingga dapat menggangu flavonoid. Flavonoid yang
penampilan terdapat dalam tanaman taya
yaitu kuersetin yang
berfungsi sebagai

Potensi tumbuhan Indonesia yang


Metode ekstraksi
bisa dimanfaatkan sebagai obat dan
yang terpilih adalah
kosmetik yang dapat mengatas
infudasi.
kerutan di area bawah mata.

Konsentrasi infusa kulit batang taya (Nauclea


Subdita) untuk sediaan under-eye cream

5% 10% 15%

Asam stearat : 7%
Setil alkohol : 2%
Trietanolamin : 2%
Gliserin :10%
Silicone oil : 2%
Isopropilmiristat : 3%
DMDM Hydantoin : 0,3%
Aquadest : ad 100

Uji karakteristik dan stabilitas fisikokimia krim minyak


dalam air meliputi organoleptis, viskositas dan sifat alir, daya
sebar, pH, tipe emulsi krim, dan ukuran droplet krim.

Analisis data

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai