Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bidang industri framasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam
peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukkan dengan
banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan banyaknya sediaan obat-obatan
yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan
kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau
mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat. Sediaan dalam bentuk suspense
diterima baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi warna
ataupun bentuk wadahnya. Penggunaan dalam bentuk suspense bila dibandingkan dengan
larutan sangatlah efisien sebab suspense dapat mengurangi penguraian zat aktif yang
tidak stabil dalam air (Ansel, 1989).
Suspensi banyak digunakan karena mudah penggunaannya terhadap anak- anak, bayi,
dan juga untuk orang dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul. Suspensi juga dapat
diberi zat tambahan untuk menutupi rasa tidak enak dari zat aktifnya. Untuk banyak
pasien, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang
sama), karena mudahnya menelan cairan dan kemudahan dalam pemberian dosis, aman,
mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak
(Ansel, 1989).
Suspensi dari mulai diolah sampai menjadi suatu bentuk produk yang pada akhirnya
sampai ke pasien membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, sediaan
tersebut harus tetap stabil, baik dalam penyimpanan maupun dalam penggunaan. Hal ini
dimaksudkan agar obat dalam bentuk, bau, dan rasanya dapat diterima pasien dalam
keadaan yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik suspensi adalah
volume sedimentasi, sifat alir, dan ukuran partikel (Ansel, 1989).
Eritromisin merupakan antimikroba yang dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces
erythreus, yang mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air. Eritromisin bersifat
bakteriostatik dan bakterisid, ini tergantung dari jenis kuman dan kadar eritromisin.
Eritromisin aktif terhadap kuman Gram positif cocci, Gram negatif cocci,dan beberapa
Gram negatif basili. Sediaan dari eritromisin berupa delayed-release capsules, delayed-

1
release tablets dan ophtalamic ointment. Karena eritromisin tidak larut dalam air, maka
eritromisin dibuat dalam bentuk sediaan suspense. Dalam pembuatan suspensi ini
digunakan suspending agent. Fungsi dari suspending agent untuk meningkatkan
viskositas suspensi sehingga suspensi menjadi lebih stabil. Salah satu contoh dari
suspending agent adalah PGA (Pulvis Gummi Arabici). Dalam formulasi suspensi
eritromisin ini suspending agent yang digunakan adalah PGA karena memiliki sifat
alami, tidak merubah struktur kimia, dapat menghindari pengendapan, dan memberikan
struktur yang homogeny (Gerald, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana cara mengevaluasi stabilitas fisik dan daya antibakteri suspensi
eritromisin dengan PGA sebagai suspending agent ?
2. Bagaimana sifat sediaan suspensi yang baik ?
1.3 Tujuan
Tujuan masalah dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengevaluasi stabilitas fisik dan daya antibakteri suspensi eritromisin
dengan PGA sebagai suspending agent
2. Untuk mengetahui sifat sediaan suspensi yang baik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suspensi
A. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap jika dikocok perlahan-lahan endapan harus
segera terdispersi kembali. Suspensi dapat mengandung zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang. Partikel-partikelnya mempunyai diameter yang
sebagian besar lebih dari 0,1 mikron (Anief, 2000).
Suspensi yang baik harus tetap homogen, paling tidak selama waktu yang
dibutuhkan untuk penuangan dan pemberian dosis setelah wadahnya dikocok. Secara
tradisional, jenis-jenis suspensi farmasi tertentu diberikan tanda-tanda secara
terpisah, seperti mucilago, magma, gel, dan kadang-kadang aerosol; juga termasuk
di dalamnya serbuk kering yang ditambah pembawa pada waktu hendak diberikan
pada pasien (Lachman et al., 1989).
Senyawa dalam suspensi memiliki beberapa bentuk garamnya, maka untuk
suspensi digunakan garam yang menunjukkan kelarutan terendah dalam fase cair.
Bahan obat larut air hanya dapat diracik menjadi suspensi dengan pelarut lipoid.
Oleh karena itu bahan obat tak larut atau sukar larut diracik menjadi sediaan obat
suspensi untuk memudahkan dalam penggunaan secara per oral. Maka suspensi,
khususnya untuk pediatrik sangat penting artinya. Kemungkinan dilakukannya
perbaikan rasa, merupakan keuntungan yang lain (Voigt, 1984).
B. Sifat-sifat Suspensi
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu
suspensi farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dan
komponenkomponen formulasi, kelanggengan sediaan dan bentuk estetik dari
sediaan perlu diperhatikan. Sifatsifat yang diinginkan untuk suspensi farmasi
(Ansel, 1989):
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dapat dengan tepat mengendap secara
lambat dan harus rata lagi bila dikocok

3
2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap konstan untuk waktu yang lama pada penyimpanan
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat
4. Homogen
C. Pembuatan Sediaan Suspensi
Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase yakni
(Voigt, 1984):
1. Pendistribusian dan penghalusan fase terdispersi
2. Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahan pendispersi
3. Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahan fase
4. Homogenasi, sebagai perantara fase terdispersi dalam bahan pendispersi
Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat
mula-mula digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian
sisa cairan dimasukan sebagian demi sebagian. Jika pembawa terdiri dari beberapa
cairan, maka untuk menggerus digunakan cairan dengan viskositas tertinggi atau
yang memiliki daya pembasah paling baik terhadap partikel terdispersi (Voigt,
1984).
Suspensi dapat dibuat dengan dua cara (Martin et al., 1983):
1. Metode dispersi
Serbuk yang terbagi halus didispersi dalam cairan pembawa. Umumnya sebagai
pembawa adalah air. Dalam formula suspensi yang paling penting adalah
partikel-partikel harus terdispersi betul dalam fase air. Mendispersi serbuk yang
tidak larut dalam air kadang-kadang sukar. Hal ini disebabkan karena adanya
udara, lemak, kontaminan pada permukaan serbuk, dan lain-lain.
2. Metode presipitasi
Zat yang tidak larut dalam air dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat
dicampur dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu.
Pelarut organik yang biasa digunakan adalah etanol, metanol, propilen glikol,
dan gliserin

4
D. Stabilitas Suspensi
1) Laju Sedimentasi
Laju sedimentasi partikel bentuk bulat pada suspensi dinyatakan menurut
hukum Stokes:
d2(1 2) g
V= 18

Keterangan:
V = kecepatan sedimentasi (cm/ detik)
d = diameter partikel (cm)
1= kerapatan dari fase terdispers (g/ml)
2= kerapatan dari medium pendispers (g/ml)
g = gaya gravitasi (980cm/dt2)
= viskositas medium dispersi (poise)
Persamaan Stokes tidak bisa dipakai secara tepat untuk suspensi tidak
teratur, dengan berbagai diameter partikel dan bukan bulat sehingga jatuhnya
partikel mengakibatkan turbulensi dan tumbukan serta adanya afinitas yang
cukup besar antara partikel terhadap medium suspense tetapi konsep dasar dari
persamaan tersebut memberikan satu pertanda yang tepat tentang faktorfaktor
yang penting untuk partikel suspensi dan memberikan isyarat penyesuaian yang
mungkin dapat dibuat pada suatu formulasi untuk mengurangi laju endap partikel
(Ansel, 1989).
2) Viskositas
Jika pada suspensi proses sedimentasi tidak dapat dicegah, maka dipilih
suatu bahan pendispersi dengan sifat rheologis tertentu, yang tidak
memungkinkan turunnya setiap partikel terdispersi. Diupayakan agar proses
sedimentasi ataupun proses lain yang dapat mempengaruhi homogenitas sediaan
seperti flokulasi, dapat dihambat. Hal itu dapat diatasi dengan penambahan
stabilisator yang mempertinggi viskositas sediaan. Akan tetapi daya alir suspensi
(terutama pada suspensi peroral) tetap dipertahankan. Untuk meningkatkan
viskositas digunakan bahan lendir makromolekuler, seperti metilselulosa,
hidroksietilselulosa, natrium karboksimetilselulosa (Voigt, 1984).

5
3) Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi yaitu mempertimbangkan rasio tinggi akhir endapan
(Hu) terhadap tinggi awal (Ho) pada waktu suspensi mengendap dalam suatu
kondisi standar. F = Hu/Ho semakin besar fraksi ini, makin baik kemampuan
suspensinya. Pembuat formulasi harus memperoleh rasio Hu/Ho, dan
memplotkannya sebagai ordinat dengan waktu sebagai absisnya (Lachman et al.,
1989).
4) Redispersibilitas
Redispersibilitas merupakan syarat dari suspensi, jadi sedimen yang
terjadi harus mudah terdispersi kembali dengan penggojokan agar diperoleh
keseragaman dosis (Martin et al., 1983).
5) Mudah Tidaknya Dituang
Besar kecilnya kadar zat pensuspensi berpengaruh terhadap kemudahan
suspensi untuk dituang. Kadar zat pensuspensi yang besar dapat menyebabkan
suspensi terlalu kental dan sukar dituang (Ansel, 1989).
6) Ukuran Partikel
Availabilitas fisiologis dan efek terapi dari zat aktif mungkin dipengaruhi
oleh perubahan dalam ukuran partikel. Ukuran partikel ditentukan secara
mikroskopis. Metode ini menggunakan suspensi encer yang dihitung dengan
bantuan kisi lensa okuler (Lachman et al., 1989).
2.2 Antibiotik
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang berkembang biak dengan
pembelahan menjadi dua sel. Bakteri dibagi menjadi kelas-kelas menurut bentuknya.
Kokus (berbentuk bulat), basil (batang lurus), kokobasil (bentuk antara kokus dan
basil), vibrio (batang lempeng) dan spiroceta (spiral) (Gibson, 1996).
Bakteri sebagai prokariot berbeda dari organisme yang tinggi
perkembangannya, karena tidak memiliki inti sel yang sejati, dan karena struktur
dinding sel yang khusus. Sesuai dengan morfologi, tetapi juga dengan
memperhatikan pemanfaatan kemoterapeutika, dapat dibedakan dua golongan, yaitu
(Mayer dan Manfer, 1990) :
1) Bakteri Gram positif tubuh luar dibatasi oleh suatu jaringan murein berlapis
banyak
2) Bakteri Gram negatif mempunyai jaringan murein tunggal, yang ditumbuhi
lipoprotein, lipopolisakarida, dan fosfolipid
6
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik yang
digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia harus
memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat ini harus bersifat
toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Berdasarkan sifat
toksisitas selektif ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba, disebut aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba
disebut aktivitas bakterisid. Kadar obat yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba dan membunuhnya masing-masing dikenal sebagai Kadar
Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antimikroba tertentu
aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar
mikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy dan Gan, 1995).
Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang cara kerjanya
menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan
ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis
kuman dan kadar obat makrolida. Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain
Streptomyces erythreus. Eritromisin aktif terhadap kuman Gram positif cocci
(Staphylococcus dan streptococcus) dan Gram negatif cocci (spesies Neisseria)
dan beberapa Gram negatif seperti spesies basilli. Eritromisin juga aktif pada
Chamydia dan treponema seperti S. pyogenes dan S. pneumoniae (Gerald, 2005).
Eritromisin dapat diindikasikan untuk infeksi kulit dan jaringan lunak yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus (resistensi dapat terjadi selama
pengobatan). Infeksi saluran pernapasan pada anak, batuk rejan (pertusis), sinusitis
yang disebabkan Streptococcus pyogenes, Haemofilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae. Radang panggul akut yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Pencegahan
terhadap endocarditis bacterial pada penderita yang alergi terhadap penisilin dengan
riwayat demam rematik dan kelainan jantung bawaan. Eritromisin aktif terhadap
kuman anaerob dalam usus sehingga bersama neomisin digunakan untuk profilaksis
bedah usus. Penyakit Legionnaires, karier Bordetella pertussis pada nasofaring.
Eritromisin biasa digunakan untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae, penyakit
Legionnaire, infeksi klamidia, difteri, pertusis, infeksi Streptococcus,
Staphylococcus, infeksi Camylobacter, tetanus, syphilis, gonore (Purwanto, 2002).

7
2.3 Metodologi Pembuatan Suspensi
A. Tinjauan Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian iniadalah stopwatch, alat
penggojog, mikroskop (Olympus), viskotester (Rion Viskotester VT-04), alat-
alat gelas, autoclave (ALL American), mikropipet (Socorex), neraca analitik
(Precissa), inkubator (Memmert), oven (Maxim), mortir dan stamper, gelas
ukur, beaker glass, dan sudip.
2. Bahan
a) ERYTROMISIN
Sinonim : Erythromicinum, Eritromisina
Pemerian : Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning,tidak
berbau atau hampir tidak berbau, rasa pahit, agak higroskopis.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 1000 bagian air, larut dalam
etanol (95%) P, larut dalam kloroform P dan eter P.
Titik lebur : Lebih kurang 135o
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : Antibiotik
Dosis maks : Sekali 500 mg, sehari 4 g.
b) PULVIS GUMMI ACACIAE
Sinonim : Gummi acacia, Gom arab, Gom akasia
Pemerian : Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lender
Kemurnian : Gom akasia adalah eksudat gom kering yang diperoleh
dari batang dan dahan Acacia senegal Willd dan beberapa spesies Acacia
lain.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang
kental dan tembus cahaya. praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan
c) ASAM SITRAT
Sinonim : Acidum citricum
Pemerian : Hablur tidak bewarna atau serbuk putih, tidak berbau,
rasa sangat asam, agak higroskopis, merapuh dalam udara kering dan
panas
8
Kemurnian : Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak
lebih dari 101,0% C6H8O7.H2O
Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,6
bagian etanol (95%) P, sukar larut dalam eter P
Rumus molekul : C6H8O7.H2O
BM : 210,14
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertuup baik
d) SODIUM BENZOAT
Sinonim : Natrium benzoate, Natrii benzoas
Pemerian : Butiran atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau
Kemurnian : Natrium benzoate mengandung tidak kurang dari
99,0% C7H5NaO2, dihitung terhadap zat anhidrat
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol
(95%) P
Rumus molekul : C7H5NaO2
BM : 144,11
Penyimpana : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan
e) NATRIUM HIDROKSIDA
Sinonim : Natrii hydroxydum
Pemerian : Bentuk batang, butiran masa hablur atau keeping,
kering, keras, rapuh,dan menunjukkan susunan hablur, putih, mudah
meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap karbondioksida
Kemurnian : Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari
97,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih dari 2,5%
Na2CO3
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam airdan etanol (95%) P
R molekul : NaOH
BM : 40,00
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan

9
f) SIRUP SIMPLEK
Sinonim : Sirupus simplek, sirop gula
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna rasa manis
Pembuatan :Larutkan 65 bagian sakarosa ke dalam larutan metal
paraben 0,25% b/v secukupnya, ditambahkan 35 bagian air
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, ditempay sejuk
g) AQUADEST
Sinonim : Aquadestilata, air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
BM : 18,02
Rumus molekul : H2O
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
B. Alasan Pemilihan Bahan
a) Eritromisin
Karena eritromisin merupakan golongan antibiotik makrolid dan dianggap
paling penting dalam golongan makrolid. Supaya antibiotik akan terurai atau
tidak stabil jika kontak lama dalam pembawa air.
b) PGA
Karena PGA lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar dan mudah
terurai oleh bakteri dan reaksi enzimatik sehingga berfungsi sebagai
pengembang dalam suatu sediaan suspensi.
c) Asam sitrat
Karena asam sitrat digunakan sebagai untuk mengatur pH, meningkatkan
kestabilan suspensi, memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan
kelarutan.
d) Sodium benzoate
Karena sodium benzoat digunakan sebagai pengawet selain itu pengawet juga
diperlukan bila digunakan untuk pemakaian berulang.
e) Sirup simplek
Karena sirup simplek sebagai pemanis digunakan untuk memperbaiki rasa dari
sediaan.

10
f) Aquadest
Karena aquadest yang memiliki sifat polar sehingga berfungsi sebagai pelarut
dalam sediaan suspensi.
C. Preformulasi

D. Cara kerja
Adapun cara kerja pembuatan suspensi:
1. Menyiapkan alat dan menimbang bahan-bahan yang diperlukan
2. PGA dilarutkan dengan air sebanyak 7 kali beratnya
3. Eritromisin dilarutkan dengan asam sitrat
4. Larutan PGA dicampurkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan eritromisin
5. Sodium benzoate yang telah dilarutkan dengan air ditambahkan pada campuran
PGA dan eritromisin
6. Sirup simplek dan natrium hidroksida yang telah yang telah dilarutkan dengan
air dicampurkan pada campuran PGA dan eritromisin
7. Diaduk sampai homogen
8. Suspensi ditempatkan dalam tabung berskala yang kemudian dilakukan
pengamatan selama 2 bulan
9. Pengamatan (volume sedimentasi, viskositas, mudah tidaknya dituang,
redisperbilitas, ukuran partikel, dan daya antibakteri)
2.4 Evaluasi
A. Volume Sedimentasi
Suspensi disimpan dalam tabung berskala. Volume sedimentasi diamati
dari hari pertama sampai hari ketujuh, kemudian tiap minggu selama 2 bulan.
Suspensi diukur tinggi sedimentasi akhir (Hu) dan tinggi suspensi awal (Ho).

11
Volume sedimentasi merupakan perbandingan antara tinggi sedimentasi akhir dan
tinggi suspensi awal.
B. Mudah Tidaknya Dituang
Suspensi dituang dari botol dengan kemiringan kurang lebih 450, waktu
yang diperlukan untuk mencapai volume tertentu dicatat.
C. Ukuran Partikel
Ukuran partikel ditentukan secara mikroskopis dengan cara, skala okuler
dikalibrasi dengan cara mikrometer ditempatkan di bawah mikroskop. Setelah itu
garis awal skala okuler dihimpitkan dengan garis awal objektif dan ditentukan
harga skala okuler; suspensi yang partikelnya akan dianalisis diletakkan di atas
obyek glass, lalu dilakukan grouping, yaitu ditentukan ukuran partikel yang
terkecil dan terbesar untuk sediaan dengan membagi jarak ukur menjadi beberapa
bagian; diukur kurang lebih 100 partikel dan digolongkan ke dalam grup yang
telah ditentukan.
D. Viskositas
Caranya suspensi yang telah dingin dimasukan dalam wadah, kemudian
viskosimeter dicelupkan di wadah tersebut. Tunggu hingga jarum berhenti
bergerak, catat angka yang tertera. Penetapan dilakukan tiap minggu selama dua
bulan.
E. Redisperbilitas
Suspensi yang telah disimpan dalam tabung berskala dengan volume yang
sama digojok dengan kecepataan tertentu menggunakan alat penggojok. Waktu
yang diperlukan untuk terdispersi kembali dicatat.
F. Uji Bakteri

Pewarnaan Gram
Spesimen dioleskan ke permukaan kaca objek mikroskop. Kaca objek
dilewatkan di atas api bunsen 3-4 kali untuk mematikan mikroorganisme. Kaca
objek ditutup dengan zat warna ungu (metil atau kristal violet) selama 15 detik,

12
cairan yang berlebihan dibuang. Kemudian dialiri dengan iodium Gram selama 1
menit, dan keringkan. Setelah kering dialiri lagi dengan aseton selama 2-5 detik,
cuci dengan air atau etanol untuk membilas semua zat warna yang tidak diserap
oleh bakteri. Bakteri diberi counterstain (pewarna tandingan) dengan
menuangkan zat warna merah (karbol fuksin) ke kaca selama 20 detik, lalu
keringkan dan diamati. Bakteri Gram positif memberikan warna ungu dan untuk
Gram negatif memberikan warna merah muda karena tidak menyerap zat warna
ungu dan menyerap warna tandingan.
Uji Antibakteri Staphylococcus aureus Secara in vitro
Koloni Staphylococcus aureus diambil dari biakan murni sebanyak 1 ose
kemudian disuspensikan ke dalam media BHI cair dan diinkubasi pada
temperatur 37 C selama 24 jam. Biakan tersebut diambil 200 L dan dimasukkan
ke dalam media BHI DS. Biakan diinkubasi selama 3-5 jam. Setelah itu, biakan
tersebut diencerkan dengan akuades steril untuk disamakan kekeruhannya dengan
standar Mc. Farland (108 CFU/mL). Suspensi bakteri yang telah distandarkan
tersebut diambil 50 L bakteri dan dicampur dalam 5 ml media BHI DS sehingga
kekeruhannya 106CFU/mL.
Biakan bakteri dalam BHI DS diambil 100 L menggunakan mikropipet,
kemudian dituang di atas permukaan media MH. Suspensi bakteri diratakan
menggunakan spreader glass. Pada agar tersebut dibuat sumuran dengan diameter
7 mm untuk masing-masing perlakuan. Suspensi eritromisin dimasukkan ke
dalam sumuran sebanyak 100l untuk tiap formula. Inkubasi dilakukan suhu
370C selama 24 jam. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur
menggunakan penggaris.
2.5 Hasil Dan Pembahasan
Hasil pengamatan volume sedimentasi dari suspensi eritromisin dapat
dilihat dari Gambar 1 bahwa formula III memiliki volume sedimentasi yang lebih
besar dari formula I dan formula II dan semakin lama penyimpanan, volume
sedimentasi semakin kecil. Pengendapan partikel dipengaruhi oleh ukuran
partikel, semakin besar ukuran partikel maka semakin cepat pengendapan terjadi
yang juga berkaitan dengan kemampuan mendispersi kembali karena sedimen
yang terbentuk akan menjadi cake yang keras yang sukar terdispersi kembali. Ini
menyebabkan suspensi sukar terdispersi kembali.

13
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data volume
sedimentasi terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava 2 jalan.
Dari uji anava dua jalan dari hasil uji untuk faktor formula mempunyai p-value =
0,000<0,05 maka ketiga formulamemberikan volume sedimentasi yang berbeda.
Faktor hari nilai p-value= 0,000<0,05 yang berarti lamanya penyimpanan juga
memberikan volume sedimentasi yang berbeda. Pada faktor interaksi antara
formula dengan hari didapat nilai p-value= 0,000<0,05 yang berarti adanya
interaksi antara perbedaan formula dengan lamanya penyimpanan dalam
mempengaruhi volume sedimentasi suspensi eritromisin. Analisis dilanjutkan
dengan t-testindependent, t-test dilakukan untuk mengetahuiperbedaan volume
sedimentasi tiap formula. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa pada tiap
formula terdapat perbedaan yang signifikan (bermakna) yaitu antara formula I
dengan formula II dengan p-value = 0,000, formula I dan formula III dengan p-
value = 0,009, sementara pada pengujian formula II dengan formula III tidak
berbeda bermakna dengan p-value= 0,084.
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data mudah
tidaknya dituang terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava 2
jalan. Dari uji anava dua jalan dari hasil uji untuk faktor formula mempunyai nilai
p-value= 0,000<0,05 maka ketiga formula memberikan waktu yang berbeda.
Faktor hari nilai p-value= 0,000<0,05 yang berarti lamanya penyimpanan juga
memberikan waktu yang berbeda. Faktor interaksi antara formula dengan hari
didapat nilai p-value= 1,000>0,05 yang berarti adanya interaksi antara formula
dengan lamanya penyimpanan tidak mempengaruhi waktu penuangan. Analisis
dilanjutkan t-test independent, dengan pengujian tiap formula. Dari uji t
testindependent diperoleh hasil formula I denganformula II tidak signifikan
(berbeda tidak bermakna) dengan nilai p-value=0,117. Kemudian formula II dan

14
formula III tidak signifikan (berbeda tidak bermakna) dengan nilai p-
value=0,633, sementara pengujian formula I dengan formula III signifikan
(berbeda bermakna) dengan nilai p-value = 0,016.

Data uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data ukuran partikel


terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava 2 jalan. Dari uji
anava dua jalan dari hasil uji untuk faktor formula mempunyai nilai p-value =
0,000<0,05 maka ketiga formula memberikan ukuran partikel yang berbeda.
Faktor hari nilai p-value= 0,040<0,05 yang berarti lamanyapenyimpanan juga
memberikan ukuran partikel yang berbeda. Faktor interaksi antara formula
dengan hari didapat nilai p-value= 0,007<0,05 yang berarti adanya interaksi
antara formula dengan lamanya penyimpanan, mempengaruhi ukuran partikel
suspensi. Analisis dilanjutkan t-test independent, dengan pengujian tiapformula.
Dari uji t test independent diperoleh hasil formula I dengan formula II tidak
signifikan (berbeda tidak bermakna) dengan nilai p-value=0,586. Kemudian
formula II dengan formula III tidak signifikan (berbeda tidak bermakna) dengan
nilai p-value=0,064, sementara pengujian formula I dengan formula III signifikan
(berbeda bermakna) dengan nilai p-value=0,038.

15
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data viskositas
terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava 2 jalan. Dari uji
anava dua jalan dari hasil uji faktor formula mempunyai nilai p-value=
0,000<0,05 maka ketiga formula memberikan viskositas yang berbeda. Faktor
hari nilai p-value= 0,000<0,05 yang berarti lamanyapenyimpanan juga
memberikan viskositas yang berbeda. Faktor interaksi antara formula dengan hari
didapat nilai p-value= 0,999>0,05 yang berarti adanya interaksi antara formula
dengan lamanya penyimpanan tidak mempengaruhi viskositas suspensi. Dari uji
ttest independent diperoleh hasil formula Idengan formula II signifikan (berbeda
bermakna) dengan nilai p-value=0,002. Kemudian formula II dan formula III
signifikan (berbeda bermakna) dengan nilai p-value=0,000, pengujian formula I
denganformula III signifikan (berbeda bermakna) dengan nilai p-value = 0,001.

Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data waktu untuk

16
terdispersi kembali terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava 2
jalan. Dari uji anava dua jalan dari hasil uji untuk faktor formula mempunyai nilai
p-value= 0,000<0,05 maka ketiga formula memberikan waktu terdispersi kembali
yang berbeda. Faktor hari diperoleh nilai p-value= 0,000<0,05 yang berarti
lamanya penyimpanan juga memberikan waktu untuk terdispersi kembali yang
berbeda.
Faktor interaksi antara formula dengan hari didapat nilai p-value= 0,00<
0,05 yang berarti adanya interaksi antara formula dengan lamanya penyimpanan
mempengaruhi waktu suspensi untuk terdispersi kembali. Analisa dilanjutkan
degan t-test independent. Hasil uji ttest independent diperoleh hasil formula
Idengan formula II signifikan (berbeda bermakna) dengan nilai p-value = 0,049.
Kemudian formula II dan formula III signifikan (berbeda bermakna) dengan nilai
p-value = 0,000, pengujian formula I dengan formula III signifikan (berbeda
bermakna) dengan nilai p-value = 0,005.
Parameter uji mikrobiologi suspensi eritromisin terhadap Staphylococcus
aureus, dengan PGA sebagai suspending agent dapat diketahui dari diameter
hambatan yang dihasilkan. Hasil pengujian reaksi pewarnaan Gram memberikan
warna ungu, yang menunjukkan bahwa bakteri merupakan bakteri Gram positif.
Pada pengujian suspensi eritromisin pada hari ke 1, 30 dan 60 masih memiliki
aktivitas daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yang
ditunjukkandengan terbentuknya diameter zona hambat radikal. Diameter zona
hambat radikal ditandai dengan tidak diketemukan adanya pertumbuhan bakteri
di sekitar sumuran. Data uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data
daya hambat suspensi terdistribusi normal, sehingga dilanjutkan uji statistik anava
2 jalan.
Hasil uji anava dua jalan dari hasil uji untuk faktor formula mempunyai
nilai p-value=0,000<0,05 maka ketiga formula memberikan daya hambat yang
berbeda. Faktor hari nilai uji p-value = 0,242>0,05 yang berarti
lamanyapenyimpanan tidak berpengaruh pada daya hambat suspensi. Faktor
interaksi antara formula dengan hari didapat nilai p-value= 0,033< 0,05 yang
berarti adanya interaksi antara formula dengan lamanya penyimpanan, namun
secara keseluruhan tidak mempengaruhi daya hambat suspensi terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dimana tidak
berbeda daya hambatnya. Analisa dilanjutkan dengan t-test independent. Hasil uji
17
t testindependent diperoleh hasil formula I denganformula II tidak signifikan
(berbeda tidak bermakna) dalam diameter daya hambat suspensi dengan nilai p-
value = 0,109. Kemudian formula II dengan formula III memberikan diameter
daya hambat yang berbeda bermakna dengan nilai p-value = 0,007, pengujian
formula I dengan formula III tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada
diameter daya hambat suspensi dengan nilai p-value = 0,359. Sehingga ketiga
formula mempunyai aktivitas yang sama.

Dari pengamatan diameter daya hambat suspensi eritromisin


menggunakan PGA sebagai suspending agent terhadap Staphylococcus aureus
formula II memberikan diameter zona hambat yang paling besar dan cenderung
konstan selama penyimpanan 2 bulan. Apabila dilihat dari hasil uji stabilitas fisik,
maka formula I yang paling baik dibandingkan formula II dan formula III.
Suspensi dengan konsentrasi PGA 5% memiliki stabilitas yang paling baik,
karena memiliki ukuran partikel yang kecil dan konstan selama penyimpanan,
volume sedimentasi yang terbentuk lambat, memberikan waktu tuang dan waktu
untuk suspensi terdispersi kembali cepat.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki stabilitas
yang paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil dan konstan
selama penyimpanan, volume sedimentasi yang terbentuk lambat, memberikan
waktu tuang dan waktu untuk suspensi terdispersi kembali cepat.
2) Suspensi diharapkan memiliki sifat antara lain: dapat dengan tepat mengendap
secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok, karakteristik suspensi harus
sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap konstan untuk
waktu yang lama pada penyimpanan, suspensi harus bisa dituang dari wadah
dengan cepat dan homogen.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Dalam penyajian materi sebaiknya lebih di lengkapi agar pembaca bisa lebih
tertarik untuk membaca dan menambah wawasan bagi pembacanya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta: UGM Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Gerald, K. 2005. AHFS Drug Information. American Society of Health. USA: System
Pharmacist.
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Lachman, et al. 1989. Teori dan Praktek Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Martin, O., et al. 1983. The Third International Mathematics and Science Study, International
Science Repeat. Boston: ISC.
Mayer, J.D., Dipaolo, M., dan Salovey, P. 1990. Perceiving Affective Content in Ambiguous
Visual Stimuli: A C Component of Emotional Intelligence. Journal of Personality
Assessment. 54, (3&4), 772-781.
Purwanto, H. 2002. Daftar Obat Indonesia. Edisi 10. Jakarta: Grafidian Medipress.
Rahman, Ika Ristia., dkk. 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri Suspensi
Eritromisin dengan Suspending Agent PGA. PHARMACON. Volume 12 No 2.
Halaman 44-49.
Setiabudy, R., dan Gan, V.H.S. 1995. Pengantar Antimikroba. Edisi Keempat. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Voight, Rudolf. 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendadi
Noerono Soewandhi Edisi ke-5. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

20

Anda mungkin juga menyukai