Anda di halaman 1dari 10

SEDIAAN STERIL OPHTALMIC

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menyebutkan macam sediaan ophthalmic
2. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat termasuk kelebihan dan kekurangan masing-
masing sediaan ophthalmic
3. Mahasiswa dapat menyebutkan syarat dalam pembuatan sediaan ophtalmic
4. Mahasiswa dapat menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
sediaan ophtalmic
5. Mahasiswa dapat membuat sediaan tetes mata dengan mempertimbangkan
syarat/hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan ophtalmic

II. DASAR TEORI


Tetes obat mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pad aselaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola
mata (Anief,2000).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan
yang dibuat da dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan
larutan obat mata memerlukan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai
isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan
bahan pengawet) sterilisasi dan pemilihan kemasan yang tepat (Anonim, 1995).
Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
1. Steril
2. Sedapat mungkin isohidris
3. Sedapat mungkin isotonis
Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan
pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat
pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh
dengan menggunakan pelarut yang cocok (Anief, 2000).
Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat
dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan larutan dapar
steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan berkurangnya
kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selama
pembuatan (Anonim, 1995).
Obat tetes mata disimpan dalam wadah tertutup kedap mikroba, yang paling
banyak berisi 10 ml, terlindung dari cahaya dan kalau dibutuhkan disimpan di tempat
sejuk. Obat tetes mata diserahkan dalam wadah yang dapat melindungi isinya terhadap
cahaya dan kalau perlu diberi etiket Disimpan di tempat sejuk (Voigt, 1994).
Untuk menjaga kemurnian mikrobiologik yang diharuskan, obat tetes mata multi
dosis harus diberi tanda bahwa 30 hari setelah wadah dibuka obat tidak dapat digunakan
lagi. Tanda ini tentu tidak berlaku jika obat dalam waktu kurang dari 30 hari sudah
kadaluwarsa, dan dengan demikian dicantumkan batas waktu pemakaiannya (Voigt,
1994).
Penambahan baik untuk mempertinggi viskositas maupun untuk mendapar harus
dicantumkan jenis dan jumlahnya jika obat tetes mata tersebut tak tercantum baik dalam
Farmakope maupun dalam resep-resep standar (Voigt, 1994).
Tetes mata kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol. Mengandung
kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 130,0% dari
jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Autoklav
Glassware (beaker gelas, pengaduk, gelas ukur, pipet volume 10ml,
Erlenmeyer)
Timbangan

2. Bahan
Kloramfenikol
Asam borat
Natrium tetraborat
Preservatif
Aquadest
HCl 0,1N
NaOH 0,1N

FORMULA
R/ Kloramfenikol 250 mg
Asam borat 750 mg
Natrium Tetra Borat 150 mg
Phenylhydrargyrnitas 500 mg
Aqua ad 50 ml

IV. CARA KERJA


Asam borat dan Natrium tetraborat dilarutkan dalam aquadest

Preservatif dilarutkan dalam aquadest dan ditambahkan pada larutan 1
(tidak digunakan)

Tambahkan kloramfenikol hingga larut, kemudian tambahkan sisa aquadest

Sterilisasi dilakukan menurut cara B :
Sediaan dibuat dengan melarutkan / mensuspensikan bahan obat dalam larutan klorkresol
P 0,2 % b/v dalam air untuk injeksi / dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air
untuk injeksi
(tidak digunakan)

Isikan kedalam wadah, kemudian ditutup kedap

Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 980-1000 C
selama 30 menit

Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga
seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980-1000 C selama 30 menit

Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenus lebih dari 15 ml, pembuatan
tidak dilakukan dengan cara ini

Injeksi yang digunakan secara intratekal, intrasitema atau pendura, tidak boleh dibuat
dengan cara ini

Larutan dimasukkan kedalam wadah dan diberi etiket

Setelah dingin, lakukan uji pH larutan, kebocoran, dan partikel

VI. DATA

Uji pH Uji pH Uji Uji partikel Uji


(sebelum) (sesudah) keseragaman asing kejernih
volume an
Vial 1 7 7 Tetap 10 ml Tidak ada Jernih
partikel
Vial 2 7 7 Tetap 10 ml Tidak ada Jernih
partikel
Vial 3 7 7 Tetap 10 ml Tidak ada Jernih
partikel
Vial 4 7 7 Tetap 10 ml Tidak ada Jernih
partikel
Vial 5 7 7 Tetap 10 ml Tidak ada Jernih
partikel
VII. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk membuat sediaan opthalmik yaitu tetes mata
kloramfenikol. Jenis-jenis sediaan opthalmik yaitu tetes mata, salep, suspensi, pencuci
mata, dan injeksi. Dalam praktikum ini akan dibuat sediaan tetes mata. Tetes mata
merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara
meneteskannya pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Fungsi tetes mata kloramfenikol adalah sebagai antibiotik spektrum luas, yaitu
untuk melawan infeksi permukaan mata karena mikroorganisme yang rentan. Tets mata
kloramfenikol tidak boleh digunakan pada mata yang luka karena akan mengiritasi mata
sehingga dapat menambah kerusakan pada mata.
Kloramfenikol dalam formula merupakan zat aktifnya. Kloramfenikol ini bersifat
bakteriostatik dan bakterisid untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kloramfenikol
bekerja dengan jalan menghambat sintesis enzim trans peptidase yang mengkatalisis
terbentuknya ikatan peptida yang membentuk protein. Penghambatan pembentukan
protein akan menghambat pembentukan DNA. Sisten sel tanpa DNA akan mati sehingga
secara tidak langsung kloramfenikol bersifat anti mikrobial.
Asam borat dan Natrium tetra borat berfungsi sebagai buffer, sedangkan
phenylhydrargyrinitas merupakan preservatif. Fungsi penambahan buffer pada larutan ini
adalah:
Mengurangi ketidaknyamanan penggunaan
Menjaga kestabilan pH terutama pada penyimpanan
Membantu kerja buffer mata
Membantu melarutkan kloramfenikol
Kelarutan kloramfenikol dalam air adalah 1 : 400, sedangkan kelarutan
kloramfenikol dengan buffer adalah 1 : 36. Kloramfenikol juga larut dengan baik dalam
polietilen glikol (PEG) tetapi polietilen glikol ini tidak dapat digunakan karena
polietilenglikol dapat menimbulkan sensasi terbakar pada mata.
Dalam tetes mata boleh digunakan preservatif asalkan bukan pada mata yang luka
atau pada saat setelah operasi karena dapat mengiritasi luka sehingga luka semakin parah.
Kriteria preservatif yang diperbolehkan:
Mempunyai spektrum yang luas, selektif terhadap Gram positif dan Gram
negatif.
Stabil pada rentang pH yang besar serta temperatur autoclaving
Kompaktibel dengan komponen lain dalam sediaan
Tidak toksik dan tidak mengiritasi mata
Tidak menimbulkan alergi atau hipersensitif bagi mata
Dapat mempertahankan aktivitasnya dalam kondisi yang normal
Preservatif digunakan pada sediaan multiple dose karena sediaan ini akan sering
dibuka sehingga dapat kontak dengan udara luar, akibatnya mikroba dapat masuk ke
dalam sediaan. Oleh karena itu perlu ditambahkan preservatif pada sediaan.
Phenylhydrargyrinitas mengandung merkuri sehingga jika terjadi iritasi pada mata dapat
menambah kerusakan pada mata. Jika phenylhydrargyrinitas menumpuk karena
penggunaan yang terus menerus maka lama kelamaan dapat menyebabkan kebutaan pada
mata. Phenylhydrargyrinitas dapat diganti dengan benzoil chlorida. Dalam praktikum ini
phenylhydrargyrinitas tidak digunakan karena bahan tersebut tidak tersedia dalam
laboratorium.
Sterilisasi yang dipilih untuk sediaan tetes mata kloramfenikol ini adalah
sterilisasi cara B menurut FI III yaitu pemanasan dengan bakterisida. Sterilisasi ini
disebut juga sterilisasi bakterisid. Dalam praktikum ini tidak digunakan larutan klorkresol
p 0,2 % b/v karena dianggap air yang digunakan sudah mengandung bakterisida.
Pemanasan dilakukan pada suhu 98 sampai 100 selama 30 menit. Tidak dilakukan
sterilisasi dengan autoklaf karena suhu yang digunakan pada autoklaf 121C sedangkan
zat aktif kloramfenikol tidak tahan panas. Kenaikan suhu menyebabkan semakin banyak
kloramfenikol yang terhidrolisis. Pada pemanasan dengan suhu 100C selama 30 menit,
potensi kloramfenikol yang hilang sebesar 10%. Dalam FI IV dinyatakan bahwa tetes
mata kloramfenikol mengandung kloramfenikol (C11H12Cl2N2O5) tidak kurang dari 90,0
% dan tidak lebih dari 130,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket. Oleh karena itu
digunakan suhu 98C sampai 100C.

UJI pH LARUTAN
Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui berapa pH larutan yang telah dibuat
karena adanya perbedaan pH larutan/sediaan dan pH mata akan menyebabkan rasa perih
pada mata sehingga tidak nyaman ketika diaplikasikan pada mata. Cara pengujian adalah
dengan menggunakan kertas lakmus. Dari percobaan didapatkan pH sediaan tetes mata
kloramfenikol sebelum dan setelah sterilisasi adalah sekitar 7. pH ini sudah sesuai dengan
yang diharapkan karena telah ditambahkan buffer dalam sediaan (asam borat dan natrium
tetraborat).

UJI KEBOCORAN
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah sediaan yang telah dibuat
mengalami kebocoran atau tidak. Kebocoran pada vial akan menyebabkan interaksi
antara obat dengan udara luar sehinga sediaan yang telah dibuat menjadi tidak steril.
Hasil yang didapat dari percobaan adalah bahwa sediaan vial tetes mata kloramfenikol
tidak ada satupun yang mengalami kebocoran.

UJI KESERAGAMAN VOLUME


Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa volume sediaan yang terdapat dalam
masing-masing vial adalah sama. Hasil yang didapatkan adalah bahwa bolume pada
masing-masing vial sama, yakni 10 ml.

UJI PARTIKEL ASING


Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya partikel asing di dalam sediaan
yang telah dibuat. Dari hasil percobaan, tidak ada sediaan vial tetes mata kloramfenikol
yang mengandung partikel asing.

UJI KEJERNIHAN
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui kejernihan sediaan. Jika sediaan telah
jernih berarti telah memenuhi syarat sediaan steril. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
semua vial tetes mata kloramfenikol jernih.
Dari hasil uji-uji di atas, dapat disimpulkan bahwa sediaan vial tetes mata
kloramfenikol sudah siap digunakan.
Sediaan tetes mata kloramfenikol ini tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan
sejak pertama kali dibuka. Hal ini berkaitan dengan penurunan potensi dari kloramfenikol
yang menyebabkan penurunan efek terapi untuk pengobatan infeksi mata. Penyimpanan
sediaan tetes mata kloramfenikol sebaiknya di dalam wadah tertutup baik dan terlidung
dari cahaya atau dalam wadah kedap cahaya. Jika tidak maka kloramfenikol akan
mengalami oksidasi sehingga akan timbul perubahan warna pada kloramfenikol itu
sendiri dan selama penyimpanan menjadi tidak stabil. Penyimpanan di dalam suhu
dingin, pada suhu 4C dapat disimpan selama 2 tahun dengan 10 % zat yang terurai
sedangkan pada suhu 20C hanya dapat disimpan selama 4 bulan dengan 10 zat yang
terurai.
Reaksi oksidasi yang mungkin terjadi terhadap kloramfenikol:

Syarat suatu sediaan opthalmik:


1. Steril
Mata merupakan organ yangs angat sensitif, oleh karenanya tetes mata harus steril,
bebas dari mikroorganisme. Jika sediaan tersebut tidak steril maka dapat mengiritasi
mata dan menyebabkan infeksi pada mata, bahkan dapat menyebabkan kebutaan.
2. Tidak mutlak bebas pirogen
Pirogen dapat menimbulkan demam bila masuk saluran sistemik, sedangkan tetes
mata hanya digunakan untuk efek lokal saja. Selain itu adanya sistem perlindungan
dari kelopak mata dan kelenjar dalam mata menyebabkan dengan segera
memindahkan bahan-bahan asing yang masuk ke mata.
3. Isotonis
Cairan mata isotonis dengan darah dan empunyai nilai isotonisitas setara dengan
larutan NaCl P 0,9 %, secara ideal larutan obat mata harus isotonis, tapi mata tahan
terhadap nilai isotonis rendah yang setara dengan larutan NaCl P 0,6 % dan
tertinggi setara dengan larutan NaCl P 2 % tanpa gangguan nyata.
4. Isohidris
pH larutan sebisa mungkin sama dengan pH cairan mata. Keisohidrisan ini tidak
mutlak karena air mata akan dengan cepat mengatasi perbedaan pH 9cairan mata
bersifat sebagai dapar). Sediaan yang tidak isohidris itu terkait dengan kenyamanan
penggunaan, yaitu menyebabkan rasa pedih. Namun dalam pembuatan sediaan tetes
mata lebih diutamakan masalah kestabilan bahan obat. Jika pada akhirnya sediaan
yang dibuat sedikit berbeda dengan pH cairan mata tetap diperbolehkan.
Daerah pH tetes mata yang tidak memberikan rasa nyeri, yaitu pH 7,3 -9,7;
sedangkan daerah pH dar 5,5 11,4 masih dapat diterima (Voight, 1994).
5. Jernih
Jernih artinya tidak mengandung partikela sing yang mungkin dapat melukai mata.
Sediaan yang dibuat kali ini memenuhi uji kejernihan, larutan tampak jernih.
6. Viskositas
Kenaikan viskoitas dapat membantu menahan obat pada jaringan sehingga efek
obat dapat dipertahankan. Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal
jika berkisar antara 15 25 cps.

Bila dibandingkan dengan sediaan salep mata maka sediaan tetes mata ini
mempunyai keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan sediaan tetes mata, antara lain:
Lebih mudah dipakai
Lebih nyaman dalam penggunaannya
Lebih homogen sehingga dosis lebih akurat
Zat aktif tidak harus lepas dulu dari basisnya seperti pada salep karena tidak
menggunakan basis
Kelemahan sediaan tetes mata:
Durasi lebih cepat/kontak dengan mata sehingga lebih tidak manjur.

VII. KESIMPULAN
1. Tetes mata kloramfenikol ini digunakan sebagai antimikroba.
2. Zat aktif dalam sediaan tetes mata pada praktikum kali ini adalah
kloramfenikol.
3. Asam borat dan natrium tetra borat berfungsi sebagai larutan buffer.
4. Sterilisasi tetes mata kloramfenikol dilakukan dengan sterilisasi
B/sterilisasi bakterisid (suhu 98C 100C) karena kloramfenikol tidak stabil
terhadap pemanasan bersuhu lebih dari 100.
5. pH larutan sebelum dan setelah sterilisasi ialah 7.
6. Sediaan tetes mata kloramfenikol ini memenuhi uji pH larutan, uji
kebocoran, uji keseragaman volume, uji kejernihan, dan uji partikel asing.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 2000, Ilmu Meracik Obat : Teori dan Praktik, 155, fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 13, 191, Depkes RI, Jakarta
Voigt,R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 957-958, UGM Press,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai