Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bagian tubuh yang penting pada anak-anak adalah kulitnya. Diketahui,
dermis anak lebih banyak air daripada orang dewasa yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kulit. Sehingga kulit anak tetap harus diperhatikan walaupun tidak sesensitif
kulit bayi.Ciri-ciri kulit anak yang sehat yaitu kulitnya segar, tidak pucat, cukup
kelembabannya, tidak berbintik-bintik merah, tidak ada iritasi atau luka dan anak tidak merasa
gatal (Dewi dkk., 2016).
Salah satu cara untuk menjaga kebersihan kulit anak yaitu menggunakan sabun mandi.
Dimana sabun mandi adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk membersihkan,
merawat dan melindungi kulit.Sabun yang beredar di pasaran memiliki berbagai macam
khasiat misalnya pencerah, antiseptik, antijerawat dan sebagainya. Sabun antiseptik merupakan
jenis sabun mandi yang dipakai orang karena dapat membunuh bakteri yang menempel di
badan sehingga akan meminimalisir infeksi bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit
tertentu khususnya pada anak-anak karena sering kontak dengan lingkungan luar akibat
bermain dan lain-lain yang memungkinkan kuman mudah masuk kedalam tubuh.
Zat aktif dalam sabun antiseptik ada bermacam-macam, salah satunya yang sering
dijumpai di pasaran adalah triclosan. Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa
ditemui dalam sabun, obat kumur, deodorant dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya
antimikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai
sifat toksisitas minim (Dewi dkk., 2016).
Sabun mandi cair antiseptik memiliki keunggulan selain dapat melawan dan
membunuh mikrorganisme juga dari segi bentuknya yang cair merupakan sediaan yang praktis
untuk dibawa dan lebih higienis karena tidak kontak langsung dengan kulit. Tetapi dari segi
bentuknya sediaan cair, menyebabkan cenderung boros dalam pemakaian dan non ekonomis.
Sedangkan sabun antiseptic juga memiliki kerugian yaitu dalam jangka lama pemakaian kulit
akan menjadi lebih mudah kering dan sensitif. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas
lebih dalam tentang sediaan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-anak beserta formulasinya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik sediaan sabun mandi cair?
2. Apa saja komponen penyusun sediaan sabun mandi cair?
3. Bagaimana metode pembuatan pembuatan sediaan sabun?
4. Apa saja evaluasi dari sediaan sabun mandi cair antiseptik?
5. Bagaimana hasil dari karakteristik sediaan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-
anak yang akan dibuat?

1.3 Tujuan
Untuk memahami dan menganalisis tentang karakteristik sabun mandi cair,
komponen, metode pembuatan, evaluasi, formulasi, serta hasil dari karakteristik sediaan sabun
mandi cair antiseptik untuk anak-anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Anatomi Dan Fisiologi Kulit Pada Anak

Gambar. 2.1. Skema Penampang Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, kulit merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada
orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, dan bahu.
Saat kelahiran kulit memiliki tiga lapisan : epidermis, dermis dan lemak subkutan.
Anak memiliki epidermis tipis, lembut, longgar yang terdiri dari 6 lapisan, tetapi lapisan brilian
ditentukan hanya pada telapak tangan dan kaki.Kebanyakan lapisan epidermis pada usia 6
bulan tidak ada pigmen melanin.
Dari karakteristik kulit pada anak adalah bahwa lapisan granular dari absen pigmen
keratohialin epidermis.Sel-sel dari stratum (terangsang) mudah mengelupas.Dermis janin
mempertahankan karakter bangunan, mengandung banyak elemen seluler dan cukup kecil
struktur berserat dibedakan.Dalam struktur ini sedikit serat kolagen, mereka cukup halus dan
bergabung dalam tanda longgar.Dermis papiler cukup ditekankan dan pada bayi prematur itu
tidak ada. Dermis anak lebih banyak air daripada orang dewasa .Dermis ini mengandung

3
sejumlah besar kondroitin dan asam hyaluronic, serta aktivitas tinggi dari enzim hialuronidase,
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit (Aji, 2013).
Kulit anak-anak bersih baik kapiler dan pasokan darahnya.Membran basal yang
memisahkan epidermis dari dermis.Ini menyatakan bahwa bahkan pada proses patologis
rendah di epidermis kulit dan mudah lepas dari dermis untuk membentuk gelembung.Lapisan
subkutan kulit pada anak-anak relatif lebih tebal daripada orang dewasa (Aji, 2013).
Dalam jaringan adiposa diawetkan bagian jaringan dalam embrio yang memiliki
kemampuan untuk menyimpan lemak dan melakukan fungsi hematopoiesis.Morfologi sel-sel
lemak yang belum matang adalah struktur embrio.Komposisi mengandung sel-sel lemak dari
dalam padat asam lemak jenuh dewasa (palmitat, stearat) dan ke bawah sampai tak jenuh.Fitur
ini menjelaskan sering terjadinya pada bayi baru lahir adnoponekrozu, sclerema dan
skleredema.
Jaringan adiposa subkutan pada anak-anak mengandung jumlah yang cukup besar
jaringan adiposa disebut coklat, ini berbeda dari konten tinggi lainnya dari mitokondria, Cohen-
zimiv dan sitokrom yang menyediakan thermogenesis intensif, independen dari kontraksi
otot.Jaringan adiposa coklat pada bayi baru lahir ditemukan di ketiak, antara tulang belikat, di
perikardium, dari kerongkongan, ginjal, adrenal, tiroid dan kelenjar retrosternal.
Perbedaan yang bermakna antara kulit dewasa dan anak, khususnya bayi ialah pada
lapisan kulit dalam (dermis) dan jaringan penunjang dan kelenjar di dalamnya. Serat elastin
(berperan dalam elastisitas dan kepadatan kulit) pada anak akan baru menyerupai dewasa pada
usia + 3 tahun. Begitu juga kelenjar (minyak dan keringat) yang ada pada bayi yang justru lebih
tinggi dibandingkan dewasa, namun belum berfungsi sempurna hingga usia + 40 minggu.
Selain itu, pada bayi belum dapat memproduksi Natural Moisturizing Factor (NMF) yang
mampu ‘mengikat’ cairan. Adanya perbedaan tersebut mengakibatkan kulit bayi dan anak
menjadi rentan terjadi kehilangan cairan, iritasi, dan mudah terkena infeksi.
Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air, keduanya berhubungan
secara erat. Lapisan lemak dalam kulit dan bahan- bahan dalam stratum corneum yang bersifat
higroskopis dapat menyerap air dan berada dalam hubungan yang fungsional disebut Natural
Moisturaizing Factor (NMF). NMF terdiri atas :
- Tujuh belas asam amino (termasuk glisin serin, aspargin, ornitin,
sitrulin, prolin dan lain- lain)………………………………………....... 40 %
- Asam pirolidon karboksilat (Predomain sebagai garam- garam
Natrium)……………………………………………………………….. 12 %
- Urea………………………………………………………..................... 7%
- Laktat (sebagai garam natrium)………………………………………... 12 %
- Asam laktat, asam urokanat, glukosamin, kreatinin…………………… 12 %
4
- Natrium……………………………………………………………….... 5%
- Kalium…………………………………………………………………. 4%
- Kalsium……………………………………………………………...…. 1,5 %
- Fosfat- fosfat………………………………………………………….... 0,5 %
- Klorida…………………………………………………………………. 6%
- Sitrat, format, serta residu lain yang belum diketahui susunannya……. 0,5 %

2.2 Antiseptik
Menurut Drg. Rudi Hendro Putratnto,M.Si dkk., dalam buku Diagnosis Laboratorium
Bakteriologi (2014) Antiseptik adalah suatu zat atau bahan yang bisa melawan, mencegah
ataupun membunuh kegiatan dan pertumbuhan jasad renik. Secara umum antiseptik adalah
senyawa kimia yang digunakan untuk meminimalisir kemungkinan timbulnya infeksi, sepsis
atau pembusukaan pada jaringan hidup seperti kulit.
Antiseptik bekerja dengan cara membunuh, mencegah, memperlambat dan
menghambat pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme jahat lainnya. Senyawa kimia ini
banyak digunakan untuk membersihkan tubuh bagian luar seperti kulit dan membrane mukosa
seperti bibir, alat kelamin dan anus (Dewi dkk., 2016).
Untuk bahan aktif antiseptik sediaan sabun mandi yang sering digunakan yaitu
triclosan, triclocarban, trichlorocarbamide, parachlorometxylenol (PCMX) 0,5% w/w, silver
oxide dan thymol dimana bahan aktif ini berfungsi untuk membunuh mikroorganisme
khususnya pada kulit.

2.3 Sabun Mandi


Sabun mandi adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk membersihkan,
merawat dan melindungi kulit. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun
berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. Sabun mandi
biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut sabun batangan dan juga sabun dalam bentuk
cair yaitu sabun cair (Dewi dkk., 2016).
Perbedaan bentuk ini akibat adanya perbedaan reaksi diantara keduanya. Sabun hasil
reaksi dengan sodium hidroksida (NaOH) biasanya lebih keras dibandingkan dengan
penggunaan Potasium Hidroksida (KOH) (Dewi dkk., 2016).
Sabun mandi antiseptik adalah sabun yang dapat menghambat pertumbuhan dan
membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
mahluk hidup.

5
Gambar 2.1 Sabun Mandi Antiseptik

2.3.1 Karakteristik Sediaan Sabun Cair


1. Karakteristik Fisik
 Bentuk cair tidak terlalu kental
Syarat sabun cair yang baik menurut SNI yaitu bentuk cair, bau dan
warna yang khas. Memiliki viskositas yaitu 1,4667-5,200 cps. Dengan
viskositas yang terlalu rendah sabun cair akan terlalu mudah untuk
mengalir sehingga sabun cair mudah tumpah, sebaliknya jika nilai
viskositas terlalu tinggi sabun cair akan sulit untuk dituang.
 Bobot jenis
SNI menyebutkan bahwa bobot jenis untuk sediaan sabun cair yaitu
1,01-1,10.
 Tidak mengiritasi kulit.
2. Karakteristik Kimia
 pH
Sediaan sabun hendaknya memiliki pH 5,5-6,5 (khususnya bayi dan
anak-anak) sesuai dengan pH kulit. Karena pH merupakan indikator
potensi iritasi pada sabun. Kulit memiliki kapasitas ketahanan dan dapat
dengan cepat beradaptasi terhadap produk yang memiliki pH 8.0-10.8
(Frost et al., 1982). Menurut SNI, untuk pH sabun cair diperbolehkan
antara 8-11.

6
 Kadar alkali bebas
Alkali bebas yang melebihi standar dapat menyebabkan iritasi pada
kulit. Menurut SNI (1998), kadar alkali bebas pada sabun, NaOH
maksimum sebesar 0,06% KOH maksimum sebesar 0,08 %.
 Memiliki ketahanan busa yang baik
SNI menyebutkan standar sabun cair yang baik dalam 5 menit yaitu busa
harus dapat bertahan 60-70% (tinggi 13-220 mm).
3. Karakteristik Biologi
 Angka Lempeng Total (ALT)
Menurut SNI 06-4085-1996 angka lempeng total pada sabun cair adalah
<105 koloni/g.
 Efektivitas Antibakteri (untuk sabun antiseptik)
Davis dan Stout (1971) mengkategorikan berdasarkan diameter zona
hambat yang terbentuk yaitu diameter zona hambat 5 mm atau kurang
dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona
hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih
dikategorikan sangat kuat.

2.3.2 Komponen Penyusun Sediaan Sabun


Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan
pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa
alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah
kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung
yang umum dipakai surfaktan, humektan, pelumas, antioksidan, warna, parfum,
pengontrol pH, garam dan bahan tambahan khusus. Penggunaan bahan yang berbeda
akan menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia.

1. Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun


Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi
sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan

7
gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam lemak yang sesuai
dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada
umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya
karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu
besar bagian asam-asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi
bila terkena udara. Alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak
dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih
rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun
yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun
di antaranya :
a. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer
(temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan
saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya
digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak
yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar
antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer
di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh seperti oleat (60 - 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 - 40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan
dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

8
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak
kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa
sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
dengan bahan lainnya.
d. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga
minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak
kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek
lebih rendah dari pada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam
lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam
lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun
transparan.

9
i. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas
tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun
memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow
karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki
kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan
soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan
dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair
karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat)
merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat
menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan
sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.
Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat
mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri
dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda
sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan
keunggulan tertentu.
2. Bahan Baku Pendukung Pembuatan Sabun
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun
menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan
bahan-bahan aditif.
a. NaCl
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan
NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi
10
di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan
umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan
untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun
akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.
b. Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang
bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, fillers inert, anti
oksidan, humectant, sesquitering agent, pewarna, dan parfum.

1. Builders (Bahan Penguat)


Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang
berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat
berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung
lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa
senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat
atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata
mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi
sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai
bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan
agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun

11
ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna
sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya,
walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah
memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk
sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9.
Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke
mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum
untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum
ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di
masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya,
produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma
dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya
yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang
digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine,
dan spring flower.
5. Humectan
Digunakan untuk merawat kulit agar tetap terlihat muda, yang mana sangat
erat hubungannya dengan kelembutan kulit. Bahan yang biasa digunakan
adalah : Glyserin, Propilenglikol, Sorbitol, Sodium hyaluronat, Sodium
lactat.
6. Antioksidan
Karena sabun tersusun dari asam lemak,minyak,lilin, dimana senyawa-
senyawa tersebut mengandung ikatan tidak jenuh, dan sebagaimana diketahui
bahwa ikatan jenuh akan mudah teroksidasi. Reaksi tersebut ditandai dengan
adanya bau tengik atau sabun yang kita gunakan menjadi iritan terhadap
kulit. Untuk menjaga kualitas sabun dari reaksi oksidasi,diperlukan bahan
antioksidan. Bahan yang biasa digunakan adalah : Tokoferol, BHT ( dibutil
hydroxyltoluen), BHA (butyl hydroxyanysol), Ester asam gallat, NDGA
(Nonhydroxyquaiaretic acid). Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama,
baik juga bila ditambahkan bahan promoter antioksidan (sequestering agent).
12
7. Sequestering agent
Apabila logam tercampur ke dalam bahan sabun atau kosmetik, baik secara
langsung atau tidak langsung akan merendahkan kualitasnya. Ion logam
dapat merubah bau,warna atau dapat menambah oksidasi bahan mentah yang
berasal dari minyak. Selanjutnya dapat menghambat aksi farmasi dan
menyebabkan hilangnya penampilan,fungsi, dan essensinya, dan pada sabun
transparan dapat menyebabkan hilangnya transparansinya. Senyawa yang
dapat membuat pasif ion logam tersebut adalah sesquestering agent. Bahan
yang biasa digunakan adalah : EDTA, Asam phosporat, Asam sitrat, Asam
askorbat, Asam suksinat, Asam glukonat.

2.3.3 Reaksi Dasar Pembuatan Sabun


Reaksi dasar pembuatan sabun ada dua yaitu reaksi saponifikasi dan hidrolisa
lemak dan penetralan alkali

1. Saponifikasi
Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi.
Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin.
Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah :
C3H3(O2CR)3 + NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3 Lemak minyak Alkali Sabun
Gliserin.
Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan
sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia
diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya
dinyatakan dengan R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat,
stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai
eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak.
Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida
ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi
saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan
menggunakan steam terbuka.
2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali
Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung
menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam

13
lemak melalui proses Splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air,
selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan
dinetralkan dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini
merupakan kelanjutan dari proses saponifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan
sabunnya adalah :
 C3H5(O2CR)3 + 3H2O 3RCO2H + C3H5(OH)3
Lemak/ Minyak Air Sabun Gliserida
 3RCOOH + 3NaOH 3RCOONa + 3H2O

Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin,
panas atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak,
air yang digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya
reaksi hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3)
digunakan sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi
akan menghasilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga
material yang ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas
reaksi yang digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada
reaksi yang berada pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.

2.3.4 Metode Pembuatan Sediaan Sediaan Sabun


Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan
sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah
metode-metode, yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing masing.
a. Metode Batch (Saponifikasi)
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah
selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air
yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan
gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan
air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus
dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-
kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini

14
dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun
industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau
batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan
untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun
obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung.
b. Metode Kontiniu
Metode kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau
minyak dimasukkan secara kontiniu dari salah satu ujung reaktor besar.
Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang
berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan
dengan alkali untuk menjadi sabun.
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida
(lemak/minyak) dengan kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan
sabun. Proses saponifikasi ini hampir sama dengan proses menggunakan
ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu sementara proses
dengan ketel memakai sistem batch.
Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun
dimana trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa
garam natrium dan alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf,
dipanaskan dan diaduk pada suhu 1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari
99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian
dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan suhu 85-900C.
Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya
yaitu sabun dan lye. Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun
untuk mengontrol viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit
yang biasa digunakan untuk mempertahankan agar viskositas sabun tetap
rendah. Kemudian komponen ini diumpan ke turbidisper. Turbidisper, mixer,
pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan bagian terpenting
pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam turbidisper
yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam
lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket
pendingin melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam
lemak dan kaustik soda yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran
15
dibagian samping mixer untuk diumpan kembali ke turbidisper dengan
bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke mixer diteruskan ke holding
mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan. Kandungan air
pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada
sabun butiran atau lempengan.
Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran
sabun ini kemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran
tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian
dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau
memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak
melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan
bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan
penyusunan sabun tersebut.

2.3.5 Evaluasi Sediaan Sabun Mandi Cair Antiseptik


1. Organoleptis
Sediaan yang sudah jadi di amati secara visual, meliputi warna, bau dan
konsistensi sabun cair.
2. Bobot Jenis
Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian
dengan dietil eter. Keringkan piknometer dan timbang. Dinginkan contoh
lebih ke dalam piknometer yang terendam air es, diamkan sampai suhu 25 0C
dan tepatkan sampai garis teratas. Angkat piknometer dari dalam rendaman
air es. Diamkan pada suhu kamar dan timbang. Ulangi pengerjaan tersebut
dengan memakai air suling sebagai pengganti contoh.

16
3. Viskositas
Uji viskositas menggunakan alat viskometer. Sabun cair diletakkan dibawah
alat, lalu pasang rotor kemudian alat dihidupkan dan dibaca nilai viskositas
yang muncul. Diambil nilai yang stabil.
4. Uji Daya Busa
Dilarutkan 0,3 gram sediaan dalam 30 ml aquadest. 10 ml larutan dimasukan
kedalam tabun reaksi berskala melalui dinding. Tabung reaksi ditutup
kemudian dikocok. Tinggi busa yang terbentuk dicatat pada menit ke-0 dan
ke-5. Nilai ketahanan busa diperoleh dari selisih tinggi busa pada menit ke-0
dan ke-5.
5. pH
Timbang sebanyak 1 gram masukkan ke dalam tabung. Tambahkan 9 ml
aquadest, kemudian kocok secukupnya. Ukur pH menggunakan pH meter.
6. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Dilakukan pengenceran terhadap sediaan sabun yang diperiksa kemudian
dilakukan penanaman pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada lempeng agar dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu
yang sesuai. Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni
bakteri. Titik angka lempeng total dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri
hasil perhitungan dikalikan dengan faktor pengenceran (Jawetz dkk., 1995).
7. Kadar Alkali Bebas
Kelebihan alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih
pada proses pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi standar dapat
menyebabkan iritasi pada kulit.
8. Iritasi Kulit
Uji iritasi kulit mengetahui ada atau tidaknya efek samping, dilakukan
dengan cara sediaan dioleskan pada bagian belakang telinga, kemudian
dibiarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan,
gatal, dan pengasaran pada kulit.
9. Uji aktivitas antibakteri (metode difusi agar)
Bakteri uji diinokulasikan dalam media nutrien broth dan diinkubasikan
selama 18-24 jam. Kemudian suspensi bakteri diukur serapannya pada
spektrofotomerti dengan panjang gelombang 625 nm hingga didapatkan
serapan ± 0,1. Turbiditas suspensi bakteri yang mempunyai serapan ± 0,1 pada
17
panjang gelombang 625nm mempunyai jumlah bakteri 1-2 x 108 CFU/ml
setara dengan standar 0,5. Media nutrient agar yang digunakan dibuat dengan
cara menuangkan ±15 mL medium nutrient agar yang sudah dicairkan
terlebih dahulu ke dalam cawan petri. Kemudian ditambahkan 1 mL suspensi
bakteri dari biakan, campuran suspensi dan media dihomogenkan dengan
digoyang membentuk arah angka delapan. Lalu didiamkan supaya mengeras,
setelah mengeras media ini digunakan untuk uji antibakteri. Metode yang
digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan kertas cakram
(paper disc). Kertas cakram diletakan pada media agar yang berisi biakan
bakteri kemudian diisi larutan uji dengan meneteskan 10µL masing-masing
larutan kelompok perlakuan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Diameter zona hambat yang ditimbulkan diukur dengan jangka sorong, zona
hambat ditandai dengan adanya daerah bening disekitar kertas cakram.

2.4 Formula Sabun Mandi Cair Antiseptik Untuk Anak-anak


Berikut adalah formula sabun mandi cair antiseptic untuk anak-anak yang penulis rancang,
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabe 2.1 Formula sabun mandi cair antiseptic untuk anak-anak
Jumlah
No Bahan Fungsi
(%)
1. Triclosan 0,45 Antiseptik
2. Asam laurat 41 Fase minyak
(Basis pembuat sabun)
3. KOH 16 Basa
(Basis pembuat sabun)
4. Cocamidopropyl betaine 1 Pembentuk busa
5. CMC Na 1 Pengental
6. Asam stearate 0,5 Penstabil busa
7. BHA 1 Antioksidan
8. Propylen glikol 5 Humektan
9. Rose Parfume 1 Pewangi
10. Etanol 70% 0,5 Pelarut
11. Nipagin 0,2 Pengawet (Fase air)
12. Nipasol 0,05 Pengawet (Fase minyak)
13. Unipure Red (LC 3071) 0,05 Pewarna
14. Aquadest Ad 100 Pelarut

18
2.5 Pra Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Antiseptik Untuk Anak-anak
2.5.1 Monografi Bahan Baku
Triclosan Pemerian : serbuk kristal berwarna putih, berbau aromatis.
Titik leleh: 54°C – 57.3°C
Fungsi : Sebagai bakterisid yang digunakan dalam produk perawatan,
seperti sabun antibakteri, pasta gigi, deodorant, dan sabun cuci tangan
Konsentrasi : 0.1% - 0.45% untuk sabun antibakteri
Kelarutan: di air 0.001 g / 100 g pada suhu 20°C, di aseton >100 g / 100
g pada suhu 25°C, mudah larut dalam pelarut organic
Stabilitas : Bersifat sangat stabil dan tidak kehilangan kemampuannya
bila disimpan dalam keadaan normal.
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan klorin.
Asam Laurat Pemerian : Pada suhu ruang berwujut padatan warn putih, mudah mencair
jika dipanaskan
Kelarutan : Larut dalam pelarut polar seperti air (0,006 g/100 ml-20 °C)
Titik lebur : 43,2 °C
Titik didih :298,9 °C
Fungsi : Sebagai basis pada industri kosmetik seperti sabun dan shampo.
KOH Pemerian : Padat tetapi dapat dibentuk menjadi butir,stick, gumpalan
dan serpih, warna putih, tidak berbau
Kelarutan : larut dalam alkohol,gliserol, larut dalam eter, cairan
ammonia
Fungsi : Sebagai basis basa
Cocamidopropyl Pemerian : Cairan; jernih seperti sirup; tidak berwarna
betaine Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol
Fungsi : Merupakan sufaktan amfoterik yang sering digunakan dalam
sediaan kosmetik; shampoo dan sabun,bahan pengemulsi dan thickener.
CMC Na Pemerian : Serbuk atau granul, warna putih-krem, hampir tidak berbau
dan hampir tidak berasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air membentuk larutan koloid. Tidak larut
dalam etanol, eter dan dalam pelarut organic lain.
pH : 2-10
Stabilitas : Higroskopis dan dapat menyerap air pada kelembaban tinggi.
Stabil pada pH 2-10. Pengendapan terjadi pada pH 2. Viskositas
berkurang pada pH lebih dari pH 10. Sterilisasi cara kering pada suhu
1600 C selama 1 jam, akan mengurangi viskositas dalam larutan. Perlu
penambahan antimikroba dalam larutan.
Inkompatibel : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan
larutan garam dari beberapa logam. Pengendapan terjadi pada pH 2 dan
pada saat pencampuran dengan etanol 95%. Membentuk kompleks
dengan gliserin dan pektin.
Asam stearat Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur;
putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin
Kelarutan : mudah larut dalam benzene, carbon tetrachloride,
kloroform dan eter. Larut dalam etanol 95%, hexane dan propilenglikol.
Praktis tidak larut dalam air.
Sinonim : Acidum stearicum, Asam oktadekanoat

19
Penggunaan : Emulsifying agent; solubilizing agent; tablet and capsule
lubricant (1-3%).
Stabilitas : asam stearat merupakan bahan yang stabil terutama dengan
penambahan antioksidan. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik
ditempat kering dan sejuk.
Inkompatibel : Inkompatibel dengan sebagian besar logam hidroksida
dan mungkin dengan basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi.
BHA Pemerian : Serbuk kristal kekuningan, putih atau hampir putih bau
aromatic
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol 50%,
propilen glikol, kloroform, eter dan heksan.
Stabilitas : Paaparan dari cahaya meyebabkan perubahan warna dan
kehilangan aktivitas
Inkomptabilitas : Fenolik, zat pengoksidasi dan garam ferri
Fungsi : Antioksidan
Wadah dan penyimpanan : Dalam wada tertutup, terlindung dari cahaya
dan tempat sejuk.
Propilen glikol Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform. Larut
dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Konsentrasi 2-5%
Fungsi : Humektan

Etanol 70% Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada
suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organic.
Rose parfume Fungsi : Sebagai pemberi wangi pada sabun
Pemerian : Cairan jernih berbau seperti mawar
Kelarutan : Larut dalam air dan alcohol 90%
Nipagin Pemerian : Kristal putih, tidak berbau, panas
Kelarutan : Etanol 1:2, gliserin 1:60, air 1:400,
Sinonim : Solbrol M, Tegosept M, Nipagin M.,
Rumus empirik : C8H8O3,
Berat molekul : 152,15
Fungsi : antimikroba untuk sediaan topikal 0,02%-0,3%,
Inkompatibilitas : besi, mengalami hidrolisis dengan basa lemah dan
asam kuat.
Nipasol Pemerian: Serbuk hablur putih, Rasa: Tidak berasa, Bau: Tidak berbau,
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol(95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P, dan
dalam 40 bagian minyak lemak, muda larut dalam larutan alkali,
Titik didih: 95oC – 98oC,
Fungsi : antimikroba untuk sediaan topikal 0,01%-0,6%,
Bobot jenis: 180,21 g/mol.
Stabilitas: Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

20
Unipure Red Fungsi : Sebagai pemberi warna pada sabun
(LC 3071) Kelarutan : Mudah larut dalam air
Pemerian : Serbuk atau massa hablur, keras, merah, tidak berbau,
dan rasa sedikit manis; stabil di udara, tetapi tidak mudah menyerap bau.
Aquadest Air yang dibebaskan sesempurna mungkin dari zat anorganik ( mineral )
dibuat dengan penukar ion yang cocok.
Pemerian : Berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan: Bercampur dengan larutan polar.
Fungsi :Pelarut
RM : H2O
BM :18,02
Titik didih : 100° C

21
BAB III
PEMBAHASAN

Tabel 3.1. Perbandingan Formula Sabun Mandi Cair Antiseptik Untuk Anak-anak
Jumlah (%)
Bahan Karakteristik Bahan Fungsi
F1 F2 F3 F4
Triclosan 0,45 0,45 Pemerian : Serbuk kristal berwarna putih, berbau aromatis.
Titik leleh: 54°C – 57.3°C
Fungsi : Sebagai bakterisid yang digunakan dalam produk perawatan,
seperti sabun antibakteri, pasta gigi, deodorant, dan sabun cuci tangan
Konsentrasi : 0.1% - 0.45% untuk sabun antibakteri
Kelarutan: di air 0.001 g / 100 g pada suhu 20°C, di aseton >100 g /100g
pada suhu 25°C, mudah larut dalam pelarut organic
Stabilitas : Bersifat sangat stabil dan tidak kehilangan kemampuannya
bila disimpan dalam keadaan normal.
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan klorin.
Kloroksilenol 0,5 Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berbau
Zat Aktif
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam pelarut organic sukar
(Antiseptik)
larut dalam eter dan aseton
Konsentrasi : 0,5%-3,5% untuk sabun antibakteri
Fungsi : Banyak digunakan dalam sabun, shampo anti ketombe dan
bedak kesehatan. Zat ini juga banyak digunakan sebagai anti jamur
dalam produk kertas dan kosmetik.
Trichlorocarbani 1 Pemerian : Serbuk putih yang tidak larut dalam air
lide (TCC) Konsentrasi : 1,0%-1,5% untuk sabun antibakteri
Titik lebur : 254-256°C
Inkomptabilitas : Tidak sesuai dengan reagen pengoksidasi kuat dan
basa kuat
Fungsi : Sebagai antibakteri dan antifungi

22
Asam oleat 30 30 Pemerian : Larutan minyak agak kental berwarna kuning pucat atau
kuning kecoklatan aroma khas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam kristal 96 Fase
%, Larut dalam eter, kloroform, dan pelarut organik non polar lainnya. Minyak
Titik lebur : 15,3 °C (Pembuat
Titik didih : 360 °C sabun)
Fungsi : Sebagai basis
Stabilitas : tidak stabil jika terkana sinar matahari langsung.
Asam laurat 41 41 Pemerian : Pada suhu ruang berwujut padatan warn putih, mudah
mencair jika dipanaskan Fase
Kelarutan : Larut dalam pelarut polar seperti air (0,006 g/100 ml-20 °C) Minyak
Titik lebur : 43,2 °C (Pembuat
Titik didih :298,9 °C sabun)
Fungsi : Sebagai basis pada industri kosmetik seperti sabun dan shampo.
KOH 12,5 16 16 16 Pemerian : Padat tetapi dapat dibentuk menjadi butir,stick, gumpalan
dan serpih, warna putih, tidak berbau Basa
Kelarutan : Larut dalam alkohol,gliserol, larut dalam eter, cairan (Pembuat
ammonia sabun)
Fungsi : Sebagai basis
BHT 0,3 Pemerian : Hablur padat berwarna putih dengan bau khas
Kelarutan : tidak larut dalam air dan propilen glikol; mudah larut dalam
etanol, kloroform, dan eter
Titik leleh : 70°C Antioksidan
Fungsi : sebagai antioksidan
Konsentrasi : 0.0002%-0.5%
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan zat pereduksi.
BHA 1 1 1 Pemerian : Serbuk kristal kekuningan, putih atau hampir putih bau
aromatic
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol 50%,
Antioksidan
propilen glikol, kloroform, eter dan heksan.
Stabilitas : Paaparan dari cahaya meyebabkan perubahan warna dan
kehilangan aktivitas

23
Inkomptabilitas : Fenolik, zat pengoksidasi dan garam ferri
Fungsi : Antioksidan
Wadah dan penyimpanan : Dalam wada tertutup, terlindung dari cahaya
dan tempat sejuk.
CMC Na 1 1 1 Pemerian : Serbuk atau granul, warna putih-krem, hampir tidak berbau
dan hampir tidak berasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air membentuk larutan koloid. Tidak
larut dalam etanol, eter dan dalam pelarut organic lain.
pH : 2-10
Stabilitas : Higroskopis dan dapat menyerap air pada kelembaban tinggi.
Stabil pada pH 2-10. Pengendapan terjadi pada pH 2. Viskositas
Pengental
berkurang pada pH lebih dari pH 10. Sterilisasi cara kering pada suhu
1600 C selama 1 jam, akan mengurangi viskositas dalam larutan. Perlu
penambahan antimikroba dalam larutan.
Inkompatibel : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan
larutan garam dari beberapa logam. Pengendapan terjadi pada pH 2 dan
pada saat pencampuran dengan etanol 95%. Membentuk kompleks
dengan gliserin dan pektin.
Cocamidopropyl 1 1 Pemerian : Cairan; jernih seperti sirup; tidak berwarna
betaine Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol Pembuat
Fungsi : Merupakan sufaktan amfoterik yang sering digunakan dalam busa
sediaan kosmetik, shampoo dan sabun,bahan pengemulsi dan thickener.
Dinatrium 0,2 Pemerian : Kristal berwarna putih, tidak berbau
EDTA Titik leleh : 248°C
Fungsi : Sebagai chelating agent
Konsentrasi : 0,1-0.5% Chelating
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; sedikit agent
larut dalam etanol 95%; larut dalam 1:11 bagian air
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan oksidator kuat, basa kuat, ion
logam

24
Gliserin 5 Pemerian : Cairan; jernih seperti sirup; tidak berwarna; rasa manis;
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).
Higroskopik;netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut
dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak
Humectan
menguap.
Fungsi : Emolient
Konsentrasi : ≤ 30%
Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi

Asam stearate 0,5 0,5 0,5 Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur;
putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin
Kelarutan : mudah larut dalam benzene, carbon tetrachloride,
kloroform dan eter. Larut dalam etanol 95%, hexane dan propilenglikol.
Praktis tidak larut dalam air.
Sinonim : Acidum stearicum, Asam oktadekanoat
Penggunaan : Emulsifying agent; solubilizing agent; tablet and capsule Penstabil
lubricant (1-3%). busa
Stabilitas : asam stearat merupakan bahan yang stabil terutama dengan
penambahan antioksidan. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup
baik ditempat kering dan sejuk.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan sebagian besar logam
hidroksida dan mungkin dengan basa, agen pereduksi, dan agen
pengoksidasi.
Unipure Red 0,05 0,05 Fungsi : Sebagai pemberi warna pada sabun
(LC 3071) Kelarutan : Mudah larut dalam air
Pemerian : Serbuk atau massa hablur, keras, merah, tidak berbau, Pewarna
dan rasa sedikit manis; stabil di udara, tetapi tidak mudah menyerap bau.
Rose perfume 0,3 1 1 Fungsi : Sebagai pemberi wangi pada sabun Pewangi
Pemerian : Cairan jernih berbau seperti mawar
Kelarutan : Larut dalam air dan alcohol 90%

25
Propilenglikol 5 5 Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform. Larut
dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Konsentrasi 2-5% Humektan
Inkompatibel dengan pengoksidasi seperti potassium permanganate.
Stabilitas : Dalam suhu yang sejuk, propilen glikol stabil dalam wadah
tertutup. Propilen glikol stabil secara kimia ketika dicampur dengan
etanol, gliserin atau air.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Nipagin 0,2 Pemerian : Kristal putih, tidak berbau, panas
Kelarutan : Etanol 1:2, gliserin 1:60, air 1:400,
Sinonim : Solbrol M, Tegosept M, Nipagin M.,
Rumus empirik : C8H8O3, Pengawet
Berat molekul : 152,15 (Fase air)
Fungsi : antimikroba untuk sediaan topikal 0,02%-0,3%,
Inkompatibilitas : besi, mengalami hidrolisis dengan basa lemah dan
asam kuat.
Nipasol 0,05 Pemerian: Serbuk hablur putih, Rasa: Tidak berasa, Bau: Tidak berbau,
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol(95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P,
Pengawet
dan dalam 40 bagian minyak lemak, muda larut dalam larutan alkali,
(Fase
Titik didih: 95oC – 98oC,
minyak)
Fungsi : antimikroba untuk sediaan topikal 0,01%-0,6%,
Bobot jenis: 180,21 g/mol.
Stabilitas: Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.
Etanol 70% 0,5 Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada
suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar. Pelarut
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organic.

26
Aquadest ad ad ad ad Air yang dibebaskan sesempurna mungkin dari zat anorganik (mineral)
100 100 100 100 dibuat dengan penukar ion yang cocok.
Pemerian : Berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan: Bercampur dengan larutan polar.
Pelarut
Fungsi : Pelarut
RM : H2O
BM :18,02
Titik didih : 100°C

Tabel 3.2 Karakteristik Sediaan Sabun Mandi Cair Antiseptik Untuk Anak-anak
Formula Karakteristik
F1 Karakteristik sabun hasil formulasi yaitu bentuk cair, warna merah tua, aroma mawar, pH 10, tidak menimbulkan iritasi kulit, kadar
alkali bebas 0,07 % bobot jenis 0,950, dan daya tahan busa pada 1 menit pertama diperoleh busa sekitar 15 cm dan pada menit ke 5
diperoleh busa sekitar 11 cm dan hasil uji efektivitas antibakteri didapat zona hambat rata-rata 8 mm (zona hambat sedang).
F2 Karakteristik sabun hasil formulasi yaitu bentuk cair, warna coklat bau rose. Memiliki pH 8,31. Tinggi busa didapat 32 mm, kadar
air yang didapat pada sediaan 59,9%, kadar alkali bebas 0,056%, bobot jenis 1,043 g/ml, hasil uji efektivitas antibakteri didapat zona
hambat rata-rata 8 mm (zona hambat sedang) dan tidak mengiritasi kulit.
F3 Karakteristik sabun hasil formulasi yaitu bentuk cair, warna merah muda (warna dari BHA), pH asam, bobot jenis 0,945, Pengujian
sukarelawan setelah 56 hari pemakaian dapat mengurangi kulit yang kering.
F4 Sediaan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-anak yang akan dibuat adalah bentuk cair, warna merah muda dan beraroma mawar,
bobot jenis 1,05, pH 9, viskositas, kadar alkali bebas 0,05%, memiliki daya busa yang dapat bertahan 60%, angka lempeng total 95
koloni/g, tidak mengiritasi kulit dan zona hambat sedang pada uji efektivitas antibakteri.

27
Pada formula 1 merupakan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-anak
menggunakan zat aktif triclosan dimana basis utama yang digunakan adalah asam laurat
dengan KOH dengan karakteristik dapat dilihat pada tabel 3.2, Dimana semua telah memenuhi
kriteria dari SNI. pada formula ini sebagai pembersih digunakan sabun campuran asam lemak
dan basa, namun kekurangan dari formula ini tidak menggunakan surfaktan dan tidak
menggunakan pengawet.
Pada formula 2 menggunakan zat aktif kloroksilenol dan hasil ujinya sudah
memenuhi semua kriteria termasuk sudah dilakukan uji iritasi kulit dan uji aktifitas antibakteri.
Tapi ada satu hal yang tidak boleh terlupakan bahwa pada formula ini, semua bahan sabun cair
terpenuhi kecuali pengawet. Walaupun surfaktan sendiri dan zat aktif memiliki daya anti
bakteri tetapi untuk sediaan berair sebaiknya digunakan pengawet.
Untuk formula 3 menggunakan zat aktif TCC. Formula 3 sudah dilakukan pengujian
angka lempeng total dan uji iritasi pada sukarelawan dan hasilnya aman untuk digunakan tidak
menimbulkan iritasi kulit baik primer maupun sekunder dan membuat kulit lebih lembab. Tapi
formula ini juga tidak menambahkan pengawet ataupun surfaktan.
Pada formula ke 4 adalah rancangan formula penulis, dimana penulis memilih
menggunakan basis minyak yaitu asam laurat, yang mengacu pada formula 1. Asam laurat
memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, sehingga tahan terhadap oksidasi yang
menimbulkan bau tengik. Asam laurat membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air
dan mempunyai sifat pembusaan yang baik. Ditambahkan KOH sebagai basa pembuat sabun
karena KOH merupakan bahan pembuat sabun cair. Selain itu pada formula ini penulis
menambahkan zat aktif yaitu triclosan seperti formula 1 karena triclosan mempunyai daya
antimikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai
sifat toksisitas yang rendah. Mekanisme kerja triclosan adalah dengan menghambat biosintesis
lipid sehingga membran mikroba kehilangan kekuatan dan fungsinya. Dengan adanya
penghambatan sintesis lipid pada membran mikroba, mikroba pun tidak akan berkoloni di
tubuh manusia. Penggunaan sabun mandi antiseptic merupakan salah satu langkah preventif
untuk melawan penyakit. Penulis merancang formula ke 4 dengan cara memahami kekurangan
dan kelebihan dari formula 1-3. Penulis hanya menambahkan nipagin dan nipasol sebagai
pengawet pada sediaan agar sediaan sabun mandi cair antiseptic anak yang akan dibuat dapat
bertahan lebih lama.

28
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Karakteristik sediaan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-anak adalah bentuk cair,
bau dan warna yang khas.Bobot jenis 1,01-1,10, tidak mengiritasi kulit, pH
diperbolehkan antara 8-11, kadar alkali bebas maksimum sebesar 0,08 %, Memiliki
busa yang dapat bertahan 60-70% (tinggi 13-220 mm), efektivitas antibakteri
dikategorikan zona hambat lemah, sedang, kuat (5-20 mm) dan angka lempeng total
<105 koloni/g.
2. Komponen penyusun sabun mandi yaitu basis sabun, zat aktif dan zat tambahan
(Builders, fillers inert, antioksidan, humectant, sesquitering agent, pewarna, dan
parfum).
3. Metode pembuatan sabun ada dua yaitu metode batch (saponifikasi) dan kontiniu.
4. Evaluasi sabun mandi antiseptik terdiri atas uji organoleptic, bobot jenis, viskositas, uji
daya busa, angka lempeng total, uji efektivitas antibakteri, kadar alkali bebas dan uji
iritasi kulit.
5. Sediaan sabun mandi cair antiseptik untuk anak-anak yang akan dibuat adalah bentuk
cair, warna merah muda dan beraroma mawar, bobot jenis 1,05, pH 9, viskositas, kadar
alkali bebas 0,05%, memiliki daya busa yang dapat bertahan 60%, angka lempeng total
95 koloni/g, tidak mengiritasi kulit dan zona hambat sedang pada uji efektivitas
antibakteri.

4.2 Saran
Dengan adanya tugas ini, penulis dapat lebih memahami tentang formulasi sediaan
sabun mandi antiseptik untuk anak-anak dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk
menambah wawasan dalam pembuatan sediaan kosmetik kedepannya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Andre, Marc, Howard. (2009). Handbook of Cosmetic Science and Technology. 3rd edition.
USA : Informa Health Care.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Farmakope Indonesia.Edisi III.Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995.Farmakope Indonesia.Edisi IV.Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Dewi,S.W.K.,Megawati,Natasha,K.S.,Siti,R.I.2016.Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair


Antiseptik Anak.Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Depok.

Frost, P., Horowitz, S. 1982. Principals of Cosmetics for the Dermatologist. C.V Mosby Co.
England

Kibbe,AH.Handbook of pharmaceutical Excipients.Third Edition. Washington D.C: American


Pharmaceutical Association; 2000. hal 7, 35, 407, 433.

SNI. 1996.Standar Sabun Mandi Cair. SNI 06-4085-1996. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai