Anda di halaman 1dari 21

TEKNOLOGI SEDIAAN SABUN

CAIR

Disusun Oleh Kelompok 17 :

1. Rianadery Mahardita (18340034)


2. Fairuz Rifdah Permanasari (18340035)

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
•Teknologi sediaan farmasi adalah suatu ilmu yang membahas mengenai teknik dan
prosedur yang baik untuk membuat suatu sediaan farmasi, meliputi obat, bahan obat,
obat tradisional dan kosmetika. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Salah satu dari sekian banyak kosmetik yang sering digunakan oleh konsumen luas
adalah Sabun Mandi. Sabun merupakan garam yang larut air atau asam lemak, dibuat
dari lemak dan minyak atau asam lemak dengan ditambahkan dengan basa kuat.
Rumusan Masalah
•Berdasarkan paparan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Apa saja
komponen penyusun sediaan kosmetik sabun mandi cair? Bagaimana metode pembuatan sediaan sabun mandi cair?
dan Evaluasi apa yang dilakukan terhadap sediaan sabun mandi cair?

Tujuan Penulisan
•Penulisan ini bertujuan untuk memahami komponen penyusun dan mampu memformulasi
sediaan sabun mandi cair, Memahami metode pembuatan sediaan sabun mandi cair dan
Memahami evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan sabun mandi cair

Manfaat Penulisan
•Agar pembaca lebih memahami mengenai formulasi yang baik dalam pembuatan sediaan
cair serta mengetahui standar mutu terbaik untuk sediaan sabun cair.
Tinjauan Pustaka

 Definisi Teknologi Sediaan Farmasi


Teknologi sediaan farmasi adalah suatu ilmu yang membahas mengenai teknik dan
prosedur yang baik untuk membuat suatu sediaan farmasi dalam skala industri
farmasi (skala besar) termasuk dalam aspek formulasi, prinsip kerja, penggunaan dan
pemeliharaan alat-alat produksi dan penunjang lainnya yang sesuai dengan
standart atau syarat yang telah ditetapkan pada CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik) (Syamsuni, 2006).
 Definisi Kosmetik
Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 18 (2018) Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan
organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
(LANJUTAN)

 Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit

Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan


• Merias atau efek pada permukaan dan pemakaian
menutupi sebentar co/ lipstik, bedak, eye-shadow, dll
Decorative kekurangan
Cosmetics pada kulit Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam
dan biasanya tahan lama, co/ cat rambut,
pemutih kulit (K.Schrader et al,2005:31).

Kosmetik untuk membersihkan kulit ( cleanser): sabun,


cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit
(freshner).

• Merawat
Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer) :
kebersihan dan moisturizer cream, night cream, anti wrinkle cream.
Care kesehatan kulit
Cosmetics Kosmetik pelindung kulit : sunscreen cream, sunscreen
foundation, sun block cream/lotion.

Kosmetik untuk menipiskan/ mengamplas kulit


(peeling) : scrub cream (K.Schrader et al,2005:31).
 Berdasarkan bahan dan penggunaannya terdiri dari 2 golongan,
yaitu :
(Keputusan BPOM RI No. HK.00.05.4.1745)

Kosmetik yang digunakan bayi

Kosmetik yang digunakan disekitar


mata, rongga mulut dan mukosa
Kosmetik golongan I lainnya

Kosmetik yang mengandung dgn


persyaratan kadar dan
penandaan

Kosmetik yang mengandung


bahan fungsinya belum lazim serta
belum diketahui keamanan dan
kemanfaatannya

Kosmetik Golongan II

Yang tidak termasuk golongan I


(LANJUTAN)

 Kegunaan Kosmetik
tujuan pemakaian kosmetika adalah pemeliharaan/perawatan, penambahan daya
tarik/rias dan menambah bau-bauan.
 Cara penyimpanan Kosmetik
Menurut peraturan dalam CPOB NOMOR: HK. 03.42.06.10.4556 tahun 2010
mengklasifikasikan penyimpanan kosmetik dalam 2 bagian, anatara lain :
a. Penyimpanana Bahan Awal dan Bahan Pengemas
1. Pemisahan secara fisik

2. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah
diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu.

3. Bila identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan pengemas diragukan atau tidak sesuai
dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah tersebut hendaklah dikirim ke area
karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu hendaklah menentukan status bahan tersebut.

4. Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak hendaklah tidak disimpan bersama-sama dengan
bahan yang sudah diluluskan, tapi dalam area khusus yang diperuntukkan bagi bahan yang
ditolak.

5. Bahan cetak hendaklah disimpan di “area penyimpanan terlarang” (restricted storage area) dan
penyerahan di bawah pengawasan yang ketat.
(LANJUTAN)

6. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal
daluwarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO dan FEFO).
7. Bahan awal dan bahan pengemas hendaklah diuji ulang terhadap identitas,
kekuatan, mutu dan kemurnian, sesuai kebutuhan, misalnya setelah disimpan lama,
atau terpapar ke udara, panas atau kondisi lain yang mungkin berdampak buruk
terhadap mutu.
b. Penyimpanan Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk jadi
Produk antara, produk ruahan dan produk jadi hendaklah dikarantina selama
menunggu hasil uji mutu dan penentuan status. Tiap penerimaan hendaklah
diperiksa untuk memastikan bahwa bahan yang diterima sesuai dengan dokumen
pengiriman. Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang
diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kesesuaian identitas dan
kondisi wadah. Bila identitas atau kondisi wadah produk antara, produk ruahan dan
produk jadi diragukan atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau
kondisinya, wadah tersebut hendaklah dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak
Pengawasan Mutu hendaklah menentukan status produk tersebut.
(LANJUTAN)

 Penggunaan kosmetik
Harus disesuaikan dengan aturan pakai dan cara pengaplikasiannya. Misalnya harus sesuai jenis
kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur, dan jumlah pemakaiannya sehingga
tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebelum menggunakan kosmetik, sangatlah
penting untuk mengetahui lebih dulu apa yang dimaksud dengan kosmetik, manfaat dan
pemakaian yang benar (Djajadisastra, 2005).
 Definisi Sabun
Sabun merupakan garam yang larut air atau asam lemak biasanya merupakan garam natrium
dari asam—asam lemak yang mengandung atom karbon 16 dan 18. Sabun dibuat dari lemak
dan minyak atau asam lemak dengan ditambahkan dengan basa kuat. Lemak dan minyak
digunakan untuk membuat sabun yang berasal dari hewan atau tumbuhan (Suryana dan
Agung,2007).

Sabun terbentuk dari trigliserida atau asam lemak yang dibuat dengan diberikan perlakuan
menggunakan basa-basa kuat (biasanya NaOH dan KOH).
(LANJUTAN)

 Manfaat Sabun
Menurut (Ralph J. Fessenden, 1992) Manfaat sabun untuk mengemulsi
atau mengangkat kotoran-kotoran berminyak dan kontaminasi lainnya
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan.
 Jenis-jenis Sabun
(LANJUTAN)

 Definisi Sabun Mandi Cair


Sabun mandi cair adalah sediaan pembersih kulit yang dibuat dari bahan dasar sabun
dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan digunakan untuk mandi tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun mandi yang dikategorikan baik jika sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
 Syarat Mutu Sabun Mandi Cair
 Alat dan Bahan Sabun Mandi Cair
 A. Alat
 - Alat yang digunakan pada penelitian 1 yaitu timbangan digital, beaker glass, gelas ukur, magnetic stirrer,
thermometer, piknometer, pH indicator, pH meter, vortex meter, tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, cawan
petri, penangas air, lemari inkubator, oven, cawan, dan erlenmeyer tutup asah.
 - Alat yang digunakan pada penelitian 2 yaitu timbangan digital, beaker glass, gelas ukur, piknometer, pH
meter, vortex meter, tabung reaksi, magnetic stirrer, pipet ukur, pipet volume, timbangan analitis, tabung reaksi,
cawan petri, penangas air 45 ± 1°C, lemari pengeram 36 ± 1°C, alat penghitung koloni (colony counter), oven,
cawan, erlenmeyer asah, termometer digital, masker dan sarung tangan.
 - Alat yang digunakan pada penelitian 3 yaitu gelas kualitas farmasetis (pyrex), pisau, talenan, timbangan
analitik, cawan porselin, tabung reaksi, pipet tetes, oven, viskosimeter Rion Japan seri VT 04, termometer,
maserasi
 B. Bahan
 - Bahan yang digunakan pada penelitian 1 antara lain minyak biji kelor merk Kelorina, VCO, KOH 40%, gliserin,
akuades, PG, larutan buffer, alkohol 96%, KOH 0,1%, aseton (C6H6O), dietil eter (C2H5)2O, natrium klorida
(NaCl), Buffered Peptone Water (BPW) dan Plate Count Agar (PCA).
 - Bahan yang digunakan pada penelitian 2 antara lain minyak kelapa murni (VCO) yang didapatkan dari Balai
Besar Industri Agro di Bogor dan minyak jarak (Castor Oil) yang didapatkan di Java Soap. Bahan-bahan kimia
yang digunakan yaitu kalium hydroxide (KOH) 30%, gliserin, aquades, propilena glikol, coco-DEA, etanol 96%,
phenolphtalein (PP), aseton, dietil eter, media plate count agar (PCA), buffered peptone water (BPW), dan
alkohol 70%.
 - Bahan yang digunakan pada penelitian 3 yaitu metanol, Sodyum Lauryl Sulfate, cococamydopropyl betaine,
gliserin, natrium klorida, fragrance dan aquadest
(LANJUTAN)

Panas

Metode
Pembuatan
Sabun

Semi
Dingin
Panas
PEMBAHASAN

FORMULA (% w/v)
BAHAN Formulasi Sabun Cair FUNGSI
I II III
Minyak Kelapa (VCO) 85 g 60 g - Surfaktan, Pengemulsi
Minyak Jarak - 15 g - Suraktan, Pengemulsi
Minyak Biji Kelor 15 g - - Antioksidan
Sodium Lauryl Sulfate - - 10 g Surfaktan
Kalium Hidroksida (KOH) 35 g 52,5 g - Alkali bebas (Basa)
Natrium Klorida (NaCl) - - 3g Penggaraman
Cocoamydopropyl betaine - 5,46 g 7g Penstabil Busa
Gliserin 60 g 10,25 g 9g Humektan
Propilen Glikol 35 g 22,5 g Humektan (Pelembut)
Aquadest - 28,59 g ad 70 mL Pelarut
Fragrance - - 1g Parfum
(LANJUTAN)

 Pada penelitian 1,2, dan 3 memiliki perbedaan formulasi dan metode


yang digunakan. Formula pada penelitian 1 minyak yang digunakan
yaitu minyak kelapa (VCO) sebanyak 85 mL dan minyak biji kelor
sebanyak 15 mL. VCO memiliki sifat mudah tersaponifikasi
(tersabunkan). Asam lemak yang paling dominan dalam VCO
adalah asam laurat yaitu sebesar 52% (Sutarmi & Rozalin 2005). Fungsi
asam laurat yaitu untuk menghasilkan busa yang melimpah pada
sabun. Bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
mandi cair pada penelitian 1 adalah minyak biji kelor. Kandungan
utama minyak biji kelor adalah asam oleat. Kandungan asam oleat
dalam minyak biji kelor sebesar 79,4% -85% (Banerji et al. 2003).
 Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
penggabungan kandungan antara asam laurat pada VCO dan
asam oleat pada minyak biji kelor pada pembuatan sabun mandi
cair, dapat menghasilkan sabun mandi cair dengan efek lembab
dan dapat menjaga kulit dari radikal bebas.
(LANJUTAN)

 Sehingga dapat dibandingkan bahwa pada penelitian 1 minyak yang


digunakan yaitu minyak kelapa dan minyak biji kelor namun pada
penelitian 2 menggunakan minyak kelapa dan minyak jarak. Perbedaan
penambah minyak biji kelor dan minyak jarak memiliki sifat yang sama
yaitu sebagai antioksidan. Hanya saja kandungan asam oleat yang
terdapat pada minyak biji kelor lebih banyak dibandingkan dengan
asam oleat yang terkandung dalam minyak jarak. Asam lemak risinoleat
yang terkandung dalam minyak jarak berfungsi untuk menjernihkan
sabun cair. Selain itu juga asam lemak ini dapat mempercepat trace
pada saat pengadukan. Trace adalah kondisi dimana sabun sudah
terbentuk dan merupakan akhir dari proses pengadukan. Tandanya
adalah ketika campuran sabun mulai mengental. Apabila disentuh
dengan sendok, maka beberapa detik bekas sendok tadi masih
membekas.
(LANJUTAN)

 Pada penelitian 1 dan 2 zat utama untuk pembuatan sabun cair


berupa minyak nabati sedangkan pada penelitian 3 berupa bahan
kimia. Jika dilihat dari keamanan untuk semua kulit maka pilihan yang
tepat yaitu yang berbahan dasar minyak. Karena sodium lauryl sulfate
bersifat pembersih, maka lemak – lemak yang berfungsi sebagai
pelembab alami juga ikut larut, sehingga kulit menjadi kering dan
berakibat pada iritasi. Pada penelitian 3 ini tidak ditambahkan alkali
seperti pada penelitian 1 dan 2 karena NaCl yang digunakan
umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
dapat memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari
besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
(LANJUTAN)

 Dari segi metode, penelitian 1 menggunakan metode semi panas


(semi boiled) dan penelitian 2 menggunakan metode panas (full
boiled). Dimana perbedaan metode penelitian 1 dan 2 terletak
pada suhu yang digunakan. Pada penelitian 1 menggunakan suhu
50-70°C sedangkan pada penelitian 2 yaitu 70-80°C
 Kemudian metode yang digunakan pada penelitian 3 yaitu semi
panas (semi boiled) sama seperti penelitian 1. Suhu yang digunakan
50°C.
 Evaluasi Sabun Mandi Cair

 *SNI 06-4085-1996
 ** Dragon, et all., 1969
DAFTAR PUSTAKA

 Agustina Wulandari, Sutaryono, Nurul Hidayati.(2016). Pengaruh Variasi Konsentrasi


Surfaktan Cocoamydopropyl Betaine Terhadap Uji Sifat Fisik Sabun Mandi Cair
Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L.).Vol 7 No.1.
 Asri Widyasanti, Yona Qurratu’ain, Sarifah Nurjanah.(2017).Pembuatan Sabun
Mandi Cair Berbasis Minyak Kelapa Murni (VCO) dengan Penambahan Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera Lam). Chimica et Natura Acta Vol. 5 No.2,Hal: 77-84
 Asri Widyasanti, Shayana Junita, Sarifah Nurjanah.(2017). Pengaruh Konsentrasi
Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) Dan Minyak Jarak (Castor Oil) Terhadap
Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Sabun Mandi Cair. Jurnal Teknologi Dan Industri
Pertanian Indonesia Vol 9 No 01 Hal:10-16.
 Badan Standarisasi Nasional.(1996). Standar Sabun Mandi Cair. SNI 06-4085-1996.
Dewan Standarisasi Nasional: Jakarta.
 Banerji, R., Verma, S.C. & Pushpangadan, P. (2003). Oil potential of Moringa.
Natural Product Radiance. 2(2): 68-69.
 Djajadisastra.(2005). Teknologi kosmetik. Tangerang : Departemen Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji
Alpukat (Perseae Americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun Padat Transparan.
(LANJUTAN)

 Dragon S, Patricia M. Daley B.A., Henry F, Maso dan Lester


L.(1969).Studies on Lanolin Derivatives in Shampoo Systems. J. Soc.
Cosmetic Chemis’s. 20.777 793.
 Fessenden, RJ., Fessenden, JS.(1992).Kimia Organik Jilid 2 Edisi
ketiga.Penerbit Erlangga: Jakarta
 Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.42.(1018).Tentang
Bahan Kosmetik
 Suryana, Y., Agus S. (2007). Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Setia
Purna Inves: Jakarta.
 Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai