Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri parfum belakangan ini cukup meningkat pesat. Dalam


20 tahun terakhir ini terjadi peningkatan yang pesat pada produksi parfum. Bahkan
industri parfum di Indonesia diperkirakan dapat memperoleh hasil penjualan sebesar
25-30 juta USD per tahun (Burr. 2008). Hal ini mendorong pengusaha untuk
memproduksi parfum dengan kualitas yang baik tetapi biaya produksi yang lebih
murah (Evy & Zulkarnain 2012). Berbagai cara dilakukan oleh pengusaha dalam
meningkatkan kualitas parfum. Kualitas parfum dapat ditentukan dengan daya tahan
lama aroma parfum dan kejernihan parfum (Wolfgang & Klaus, 2007).
Tanaman akar wangi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan
Indonesia yang potensial. Tanaman ini sejenis tanaman padi yang dapat tumbuh
sepanjang tahun, dan sudah dikenal sebagai sumber wangi-wangian. Salah satu cara
pengolahan akar wangi yaitu dengan melakukan proses penyulingan akar, yang akan
menghasilkan minyak akar wangi atau minyak atsiri (Java vetiver oil). Minyak atsiri
dapat digunakan sebagai obat, bahan pembuatan parfum, kosmetik, sabun, dan lain-
lain. Dari proses penyulingan minyak atsiri ini menghasilkan limbah padat akar
wangi yang sudah tidak memiliki aroma, biasanya hanya dibiarkan menumpuk,
dibuang begitu saja ataupun dijadikan bahan bakar untuk proses penyulingan
selanjutnya (Ardi, 2010).
Tanaman akar wangi (Vetiveria Zizanioides) adalah salah satu tanaman langka
di dunia, dan hanya tiga negara yang mampu memproduksi tanaman ini dengan baik,
yaitu Bourbone, Haiti dan Indonesia. Di Indonesia tanaman akar wangi tumbuh subur
di Garut, karena lapisan tanahnya sering terlapisi oleh abu vulkanik dan suhu
udaranya rata-rata berkisar antara 17-27°C, sehingga tanaman akar wangi dapat
tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Daerah di Kabupaten Garut yang ditetapkan

1
2

menjadi pusat akar wangi diantaranya kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu


dan Leles (Haryadi, 2013).
Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan baku yang penting untuk
parfum. Minyak ini dalam parfum menghasilkan bau kuat yang menyenangkan dan
tahan lama sekaligus berfungsi sebagai fiksatif alamiah.Namun, jika pemakaiannya
berlebihan dapat mengakibatkan kesan bau woody. Minyak akar wangi baik untuk
campuran dengan minyak atsiri lain terutama minyak cendana, nilam dan mawar.
Minyak ini mempunyai aroma yang lembut dan halus disebabkan oleh senyawa ester,
asam vetivenat, vetiveron serta vetiverol yang saat ini belum dapat dibuat senyawa
sintesisnya. Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang
mengandung campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks.
Minyak ini termasuk jenis minyak atsiri yang kental dengan laju volatilitas yang
rendah. (Guenther, 1987)
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak ateris (aetheric oil), minyak
esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok minyak nabati
yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-
wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. (Guenther, E, 1987).
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak faktor.
Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: murah dan mudah diperoleh,
stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah
terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Dalam metode ekstraksi
bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.Maserasi merupakan suatu metode
ekstraksi menggunakan lemak panas.Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah
digantikan dengan pelarut-pelarut volatil.Penekanan utama pada maserasi adalah
tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi
(Guether, 1987).

1.2 Rumusan Masalah

2
3

Bagaimana cara pembuatan parfum dari simplisia akar wangi (Vetiveria


zizanoides L. Nash) dengan metode destilasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Dapat mengetahui cara pembuatan parfum dari simplisia akar wangi (Vetiveria
zizanoides L. Nash) dengan metode destilasi yang di ambil minyak atsirinya.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat pada penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetahui cara pengambilan minyak atsiri melalui proses destilasi uap
air
2. Dapat mengolah minyak atsiri dari ekstrak akar wangi (Vetiveria zizanoides L.
Nash) untuk dijadikan parfum.

1.5 Metode Penelitian


Pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu soxhletasi, destilasi uap air,
skrinning fitokimia, penentuan kualitas minyak atsiri, penyusunan formula parfum,
pembuatan sediaan parfum, dan evaluasi sediaan parfum.

1.6 Kerangka Pemikiran


Perkembangan industry parfum belakangan ini sangat meningkat pesat tidak
hanya di Indonesia bahkan dunia. Industri parfum diIndonesia diperkirakan dapat
memperoleh hasil penjualan lebih dari 30 juta pertahun. Untuk mempertahankan
industri parfum, berbagai cara dilakukan oleh para industri untuk meningkatkan
kualitas parfum. Kualitas parfum dapat ditentukan dengan daya tahan lama aroma
parfum dan kejernihan parfum.
Tanaman akar wangi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia
yang potensial. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai obat, bahan pembuatan
parfum, kosmetik, sabun, dan lain-lain.
3
4

Penggunaan minyak atsiri akar wangi dapat digunakan untuk pembuatan sediaan
parfum, karena memiliki bau yang kuat, tahan lama, sekaligus dapat berfungsi
sebagai fiksatif alami. Sehingga banyak masyarakat yang menggunakan produk
parfum dari minyak atsiri akar wangi.
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi minyak atsiri akar wangi harus
mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus memenuhu syarat-syarat sebagai
berikut: mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, tidak mudah menguap dan
tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat.

1.7 Lokasi dan Waktu Peneltian


Penelitian formulasi sediaan parfum minyak atsiri akar wangi dari bulan
September sampai bulan Desember 2018 di :
1. Lokasi
Laboratorium STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai bulan Desember 2018.

4
5

Tabel Jadwal Penelitian Tabel Jadwal Penelitian

September Oktober November Desember


Minggu Minggu ke-
No Kegiatan Minggu ke-
Minggu ke- ke-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan proposal
2. Pengumpulan Akar
Wangi (Vetiveria
zizanoides L. Nash)
2. Sortasi basah,
pengeringan dan
pembuatan serbuk
simplisia
3. Skrining serbuk
simplisia,
Soxhletasi, Destilasi,
Skrinning Minyak
Atsiri
4. Pembuatan Parfum

5. Uji Evaluasi Parfum


6. Penyusunan Laporan
Penelitian
7. Persentasi Hasil
Penelitian

BAB II
5
6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Akar Wangi (Veriveria zizanoides L. Nash)

2.1.1 Deskripsi Tanaman Akar Wangi

Tanaman akar wangi adalah tanaman rumput menahun yang membentuk


rumpun yang besar, padat dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, beraroma,
bercabang- cabang, memiliki rimpang dan sistem akar serabut yang dalam. Rumpun
tumbuh hingga mencapai tinggi 1-1,5 m, berdiameter 2-8 mm. Daun berbentuk garis,
pipih, kaku dan permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk)
terminal, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm; ruas yang terbentuk antara
tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak
menebal (Anonim,2009).

Tanaman ini merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang
biasa disebut vetiver oil. Minyak ini banyak digunakan dalam pembuatan parfum,
kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga.
Minyak vetiver mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam
vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian, 1989).

Gambar tanaman akar wangi. (Sri dan Suyanti, 2012)

6
7

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Akar Wangi

Adapun taksonomi Akar wangi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Klasifikasi Tanaman Akar Wangi

Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Monocotyledone
Ordo : Graminales
Family : Graminae
Genus : Vetiveria
Spesies : Vetiveria zizanioides L Nash

*Klasifikasi Akar Wangi Menurut

2.1.3 Morfologi Tanaman Akar Wangi

Salah satu spesies dari tanaman genus Vetiveria adalah Vetiveria zizanioides L
Nash. Di Indonesia, spesies Vetiveria zizanioides L Nash lebih dikenal dengan nama
akar wangi. Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanoides) merupakan rumput yang
tumbuh setiap tahun, memiliki tinggi hingga 1 meter, batang lunak, beruas - ruas dan
berwarna putih, tumbuh subur di daerah Garut, Jawa Barat yang merupakan daerah
vulkanik. Vetiveria zizainoides yang tumbuh subur di daerah Garut memiliki
kandungan minyak atsiri lebih banyak apabila dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia. Vetiveria zizainoides memiliki daun tunggal, bentuk pita dan ujung
runcing, pelepah memeluk batang, warna hijau keputih-putihan, perbungaan bentuk
bulir di ujung batang. Buah tanaman akar wangi seperti buah padi, berduri, berwarna
putih kotor. Akar termasuk akar serabut berwarna kuning (Anonim, 2006).
7
8

2.1.4 Khasiat Tanaman Akar Wangi

Menurut penelitian, senyawa eremophilane, eudesmane yang telah diisolasi dari


Vetiveria zizanioides L Nash berperan penting dalam aplikasi antimikroba
(Adams,dkk., 2004) Selain itu salah satu senyawa kimia dari Vetiveria zizanioides L
Nash yang berhasil diidentifikasi dari golongan siskuiterpen adalah nootkatone.
Senyawa ini bersifat toksik sebagai pembasmi rayap, kecoa dan semut merah.
Senyawa nootkatone dapat digunakan sebagai pestisida ramah lingkungan serta
mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan beberapa spesies gulma
(Henderson dkk, 2006).

2.2 Minyak Atsiri

2.2.1 Pengertian Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak menguap adalah massa yang berbau khas, berasal
dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian.
Minyak atsiri sering dikenal dengan volatile oil, ether oil, atau esential oil. Dalam
farmakope Indonesia dikenal dengan nama Olea volatilia. Pada umumnya minyak
atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau warna pucat, bila dibiarkan akan
berwarna lebih gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman hasilnya. Umumnya larut
dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Departemen Kesehatan, 1985)

Dalam tanaman tergantung dari sukunya (familia), minyak atsiri terdapat dalam
rambut kelenjar pada suku lamiaceae, sel parenkim pada suku piperaceae, vitae pada
suku apaceae, sel sizogen atau lisigen pada suku pinaceae dan rutaseae. Tanaman
penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 jenis, tersebar pada tanaman
yang termasuk suku pinaceae, lamiaceae, myrtaceaae, apiaceae, poaceae, rutaceae,
8
9

asteraceae, zingiberaceae, dan lain-lain. Bagian tanaman yang mengandung minyak


atsiri tergantung dari jenis tanaman (Departemen Kesehatan, 1985).

Kegunaan minyak atsiri bagi tanamannya sendiri untuk menarik seranga yang
membantu proses penyerbukan, sebagai cadangan makanan, untuk mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan mempengaruhi proses
transpirasi. Dalam industri sering digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan
kosmetik, obat, makanan, rokok, dan sebagainya selain itu banyak digunakan sebagai
obat anti kuman dan kapang (Departemen Kesehatan, 1985).

2.2.2 Sifat Umum Minyak Atsiri

Sifat fisik terpenting minyak atsiri adalah sangat mudah menguap pada suhu
kamar sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis
(Agusta,2000).

Minyak atsiri yang baik biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-
kuningan dan beberapa jenis ada berwarna kemerah-merahan atau biru, rasa dan bau
khas. Menguap pada suhu kamar peguapan makin banyak bila suhu dinaikan. Pada
umumnya larut dalam etanol, dan pelarut organik lain, kurang larut dalam etanol yang
kadarnya kurang dari 70%. Daya larut lebih kecil jika minyak mengandung praksi
terpen dalam jumlah besar (Departemen Kesehatan, 1985).

2.2.3 Komponen Minyak Atsiri Tanaman Akar Wangi

Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mengandung
campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks. Minyak ini
termasuk jenis minyak atsiri yang kental dengan laju volatilitas yang rendah
(Cazaussus.1988).

9
10

Komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri dari sesquiterpen


hidrokarbon (γ-cadinen, cloven, α-amorphine, aromadendren, junipen, dan turunan
alkoholnya), vetiverol (khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol, serta turunan
karbonilnya), dan vetivon (α-vetivon, β-vetivon, khusimon dan turunan esternya). Di
antara komponen-komponen tersebut, α-vetivon, β-vetivon, dan khusimon merupakan
komponen utama sebagai penentu aroma minyak akar wangi.Ketiga komponen ini
disebut sebagai sidik jari (finger print) minyak akar wangi (Demole EP dkk.1995).

Rumus molekul dari vetivon adalah , dengan berat molekul


218,331. Komponen penting lainnya adalah vetiverol, senyawa ini sangat
mempengaruhi bilangan ester setelah asetilasi. Rumus molekul vetiverol adalah

, dengan berat molekul 220,34. Peningkatan kadar vetiverol di


dalam minyak akar wangi sekaligus dapat meningkatkan mutu minyaknya (Moestafa
A, dan J. Moermanto. 1988)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut
kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara
difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus
kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang
memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan (Sudjadi,
1988).

2.3.1 Ekstraksi secara panas


10
11

a. Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel
yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah
membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator
(Sutriani,L . 2008).

b. Metode destilasi uap


Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan
untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung
komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal
(Sutriani, L. 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini
berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi.
Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan
sebaliknya (Sutriani,L . 2008).

c. Destilasi
Minyak atsiri dapat diisolasi dengan metode destilasi. Destilasi adalah suatu proses
yang terdiri atas beberapa tahap yang mengubah suatu senyawa menjadi bentuk
uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan
menampung hasil kondensasi ke dalam suatu penampung (Kristanti, N.A., 2006).

d. Destilasi dengan Air

Prinsip metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan
didestilasi kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas
air atau terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang
didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi

11
12

minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap beberapa
komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Proses
hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh
sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri, melainkan juga dipengaruhi
oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan metode destilasi dengan air adalah
adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu tinggi menyebabkan proses hidrolisa
relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan
berkurang sedangkan keuntungannya adalah metode destilasi dengan air baik untuk
menyuling bunga-bunga atau bahan yang mudah menggumpal jika terkena panas
(Ketaren, 1987).
Peralatan pada metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) pada umumnya terdiri
dari tiga bagian utama. Tiga bagian utama tersebut adalah alat penyulingan, pendingin
dan penampung kondensat. Kondensat mengalir dari pendingin ke penampung
kondensat dan akan terlihat minyak atsiri yang dihasilkan akan terpisah dari air
dengan sendirinya, karena berat jenis minyak atsiri lebih ringan dari pada air
(Sastrohamidjojo, 2004).

e. Destilasi dengan air dan uap


Prinsip destilasi dengan air dan uap adalah bahan diletakkan diatas saringan
berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di
bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh
yang basah dan bertekanan. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan
basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Selain itu, bahan yang didestilasi hanya
berhubungan dengan uap dan tidak berhubungan dengan air panas. Metode destilasi
ini cocok digunakan untuk mengisolasi minyak dari daun atau rumput-rumputan.
Keuntungan menggunakan sistem tersebut adalah uap dapat berpenetrasi secara
merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai suhu 100ºC
sehingga rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan
dengan minyak hasil penyulingan dengan air dan bahan yang disuling tidak dapat

12
13

menjadi gosong. Kerugiannya adalah perpanjangan waktu penyulingan


menyebabkan pembasahan bahan oleh kondensasi uap dan penggumpalan bahan
dalam ketel menyebabkan minyak atsiri tidak dapat terisolasi dengan sempurna
(Ketaren, 1987).

f. Destilasi dengan uap


Metode ini pada prinsipnya sama dengan destilasi dengan air dan uap kecuali air
tidak diisikan dalam labu. Uap yang digunakan uap jenuh atau lewat panas pada
tekanan lebih dari 1atm. Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstrak
minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung
komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Keuntungan dari metode ini adalah
tekanan uap maupun suhu pemanasan dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan
bahan. Pada dasarnya semua senyawa penyusun minyak atsiri tidak stabil atau peka
terhadap suhu tinggi. Itulah sebabnya untuk memperoleh kualitas minyak atsiri
diupayakan pada suhu pemanasan yang rendah. Namun, bila suhu pemanasan tinggi
maka panas penyulingan diusahakan dalam waktu sesingkat mungkin (Ketaren,
1987).

2.4 Bentuk Sediaan

2.4.1 Parfum
Parfum adalah campuran zat pewangi yang dilarutkan dalam pelarut yang sesua
i. Zat pewangi dapat berasal dari minyak atsiri atau dibuat secara sintesis. (Goeswin,
2009)

2.4.2 Komponen Parfum

A. Zat pengikat (fiksaktif)

13
14

Umumnya zat pewangi yang dilarutkan dalam alcohol lebih cepat menguap dari
alkoholnya sendiri sehingga bau parfum cepat hilang. Zat pengikat adalah senyawa
yang memiliki daya menguap lebih rendah dari komponen pewangi / minyak atsiri.
Zat pengikat dapat menghambat atau mengurangi penguapan minyak atsiri.
(Goeswin,2009)

Pada umumnya zat pengikat yang digunakan dapat berasal dari :

1. Bahan Pengikat Nabati

Umumnya berasal dari golongan gom, resina, lilin, atau berbagai jenis
minyak atsiri bertitik didih tinggi, seperti minyak akar wangi , minyak kayu
cendana , minyak nilem.

2. Bahan Pengikat Hewani

Zat pengikat yang berasal dari hewan merupakan zat pengikat yang
mahal. Beberapa contoh :

a) Ambergris, merupakan hasil sekresi dari kelenjar yang terdapat pada ikan
pau

b) Castareum, terdapat pada kelenjar “genital” dari berang-berang (beaver)


betina dan jantan

c) Civet, diperoleh dari kelenjar bau sejenis musang yang disebut “civet cat”
dari Afrika.

d) Zat Pengikat Sintesis

14
15

Beberapa senyawa ester hasil sintesis yang tidak berbau dan bertitik tinggi
dapat digunakan sebagai zat pengikat. Contoh : gliseril asetat, etil ftalat benzyl
benzoate, amil benzoate. (Goeswin,2009)

B. Bahan pelarut atau pembawa


Bahan pelarut umum yang digunakan adalah etil alcohol atau etanol murni
(extra netral alcohol) yang sudah mengalami beberapa tahap proses pemurnian.
(Goeswin, 2009)

C. Parfum berasal dari minyak atsiri


Parfum mengandung bermacam zat pewangi yang diperoleh dari jenis minyak
atsiri tertentu dan mempunyai wangi alamiah sesuai dengan bau bagian tanaman
penghasil minyak atsiri. (Goeswin, 2009)

2.4.3 Pembagian Parfum

Saat ini kebanyakan parfum dikontruksi sesuai dengan bau yang diinginkan.
Dengan analisis kromatografi gas, komponen bau utama dari minyak atsiri dapat
diidentifikasi. Setelah komponen bau utama diketahui, dilakukan sintesis secara
kimia. Ada 4 jenis parfum, yaitu : (Anton et al, 2008)

1. Parfum ekstrak

Berkonsentrat dan paling halus diantara keempat tipe parfum . Biasanya terdiri
dari 20-40% konsentrart bahan wewangian, tentu menjadi yang paling mahal
harganya

2. Eau de Perfum (EDP)

15
16

Wangi EDP biasanya mulai menghilang setelah beberapa jam, tapi jejak
wanginya masih aka nada dalam jangka waktu 24 jam. EDP cocok jika anda butuh
wangi yang tahan seharian. Parfum ini kandungan alkoholnya rendah dengan kadar
essence yang paling tinggi diantaranya jenis parfum yang lain.

3. Eau de cologne (EDC)

Wanginya hanya bertahan sebentar, dan biasanya terdiri dari 2-4% konsetrat bahan

wewangian. Wewangian ini jenis wewangian yang ringan dan standar dengan kadar

alcohol yang paling banyak diantara jenis parfum diatas.

4. Eau de Toilette (EDT)

EDT terdiri dari 4-8% konsetrat.Wangi EDT bertahan untuk beberapa waktu
lamanya , tapi paling cocok digunakan untuk waktu malam dimana penggunaannya
tidak lama.

5. Espirit de Perfum (ESDP)

15-30% senyawa aromatic

6. Perfume mist

3-8% senyawa aromatik (pelarut non alcohol )

16
17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Terdiri dari set alat sokhlet, destilasi uap air, timbangan, dan alat-alat gelas yang
umum digunakan.

3.2 Bahan

3.2.1 BahanTumbuhan

Bahan penelitian yang digunakan adalah akar wangi dari tanaman akar wangi
(Vetiveria zizanoides L Nash) dari Garut.

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah n-heksan, etanol, eter, kloroform, amil
alkohol, FeCl3 1%, serbuk Mg, HCl 2N, Pereaksi mayer, dragendorff, Libermann-
Burchard, KOH 5%, vanillin-asamsulfat, gelatine 1%, alcohol:hcl (1:1).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Determinasi Bahan

Determinasi bahan dilakukan di Laboratorium STIKes BTH Tasikmalaya.

17
18

3.3.2 Pengolahan Bahan Menjadi Simplisia

a) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing
lainnya dari simplisia.Seperti tanah, kerikil, rumput batang serta pengotor lainnya.
(Depkes, 1985)

b) Pencucian Simplisia
Pencucian simplisia dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan
air yang berasal dari mata air, air sumur, atau air PAM

c) Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan

d) Pengeringan
Proses pengeringan simplisia bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, dengan
menurunkan kadar air yang terkandung dalam bahan

e) Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagiantanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada
tertinggal pada simplisia kering

f) Penggilingan Menjadi Serbuk

18
19

Bahan-bahan yang telah mengalami sortasi kering diserbukan, hingga halus,


dengan menggunakan alat penyerbuk (blender) kemudian disimpan dalam wadaht
ertutup rapat

g) Pengepakan dan Penyimpanan


Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering hingga penggilingan menjadi serbuk
selesai, maka simplisia perlu ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat agar tidak
terkontaminasi olehb ahan yang lain dan mencegah penguapan pada saat
penyimpanan

19
20

3.4 Penetapan Karakteristik Farmakognosi Simplisia

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopis

Dilakukan dengan cara mengamati bentuk, warna, rasa, dan bau dari simplisia
akar wangi.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopis

Dilakukan dengan cara meletakkan simplisia akar wangi pada preparat


kemudian ditetesi alcohol ditutup dengan cover glass kemudian diamati dibawah
mikroskop. Fragmen pengenal terdiri atas serabut sklerenkim, trakea, epidermis dan
parenkim dengan sel minyak.

3.4.3 Skrining Fitokimia

a. Pengujian Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan ammonia encer digerus dalam mortar kemudian
ditambah beberapa mL kloroform sambil terus digerus. Lalu saring, filtrate dikocok
dengan asam klorida 2N. Lapisan asam dipisahkan, kemudian dibagi 3 bagian.
Bagian pertama sebagai blanko, bagian kedua ditetesi dengan pereaksi mayer,
kemudian diamati ada tidaknya endapan, bagian ketiga ditetesi dengan pereaksi
dragendorrf kemudian diamati ada tidaknya endapa nberwarna jinggacoklat.
(Fransworth, 1966)

b. Pengujian Golongan Tannin dan Polifenol


Simplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air diatas penangan air,
kemudian disaring. Filtrate dibagi 2 bagian, bagian pertama ditetesi dengan FeCl 3
terbentuknya warna biru hitam menunjukkan adanya tannin dan polifenolat alam.
20
21

Bagian kedua ditambahkan dengan gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukan
bahwa dalam simplisia terdapat tannin.

c. Pengujian Flavonoid

Simplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air diatas penangas air,
kemudian disaring. Filtrate yang dihasilkan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Setelah itu, ditambahkan serbuk Zn, larutan alcohol asam klorida (1:1) dan amil
alcohol. Kemudian campuran dikocok kuat.Adanya flavonoid akan menyebabkan
filtrate berwarna merah, kuning atau jingga yang dapat ditarik oleh amil alcohol.

d. Pengujian Saponin

Diatas tangas air, dalam tabung reaksi, simplisia dicampur dengan air dan
dipanaskan beberapa saat, kemudian disaring. Setelah dingin filtrate dalam tabung
reaksi dikocok kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa sekurang-
kurangnya tinggi 1 cm dan persisten selama beberapa menit serta tidak hilang pada
penambahan 1 tetes asam klorida encer menunjukan bahwa dalam simplisia terdapat
saponin.

e. Pengujian Kuinon
Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, kemudian disaring. Filtrate ditetesi
NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa
sekelompok kuinon.

f. Pegujian steroid / triterpenoid


Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan (diangin-anginkan)
hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi libermann burchard. Terbentuknya

21
22

warna ungu menunjukkan bahwa dalam simplisia terkandung senyawa kelompok


triterpenoid, bila terbentuk warna hijau-biru menunjukkan adanya senyawa
sekelompok steroid.

g. Pengujian Monoterpenoid dan Sesquiterpenoid


Simplisia disari dengan eter, kemudian diuapkan (diangin-anginkan) hingga
kering. Pada residu ditambahkan pereaksi pereaksi vanillin-asam sulfat terbentuknya
warna menunjukan adanya senyawa mono dan sesquiterpen.

3.5 Isolasi Minyak Atsiri

3.5.1 Preparasi Bahan


Bahan akar wangi diseleksi dan diambil bagian akarnya. Bahan hasil seleksi
dibersihkan dengan air, kemudian dirajang dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan. Bahan yang telah kering digiling sampai menjadi serbuk.

3.5.2 Soxhletasi Minyak Atsiri

Rangka ialat sokhlet. Simplisia akar wangi ditimbang sebanyak 30 gram,


kemudian dimasukkan kedalam kertas saring bagian ujung diikat menggunakan tali.
Kantung berisi akar wangi dimasukkan kedalam sokhlet tambahkan 500 mL n-
heksan. Panaskan menggunakan heating mantel hingga terjadi beberapa kali proses
cycle. Proses ekstraksi dihentikan jika pelarut n-heksan pada tabung telah jenuh.

3.5.3 Destilasi Uap Air Minyak Atsiri

22
23

Rangka ialat destilasi uap air. Filtrate hasil sokhletasi disimpan pada
rangkaian alat destilasi. Uap dan pelarutakan mengalir melalui filtrate yang akan
disuling dan membawa minyak atsiri ke kondensor, yaitu bagian ala tpenyuling yang
mengalir kan uap melalui sebuah pipa dan pipa ini akan melewati tabung yang berisi
air, sehingga terjadi proses pendinginan dan kondensasi (pencairan uap air). Cairan
hasil kondensasi yang terdiri dari n-heksan ditampung pada erlenmeyer, sedangkan
minyak atsiri tertampung pada labu yang berada di heating mantel. Hitung rendemen
minyaka atsiri.

Rendemen minyak atsiri =

x 100%

3.6 Penetapan Karakteristik Mutu Minyak Atsiri

3.6.1 Penetapan Bobot Jenis

Piknometer dikosongkan hingga bebas dari air, kemudian ditimbang (berat


piknometer kosong). Setelah itu piknometer diisi aquadest secara pelan-pelan hingga
penuh kemudian ditimbang lalu bersihkan dan isi kembali piknometer dengan minyak
atsiri lalu timbang.

Hitung menggunakan rumus :

23
24

keterangan :

W1 = bobot piknometer + air

W2 = bobot piknometer kosong

W3 = bobotpiknometer + minyakatsiri

3.6.2 Penetapan Kelarutan

Ambil sebanyak 1 tetes minyak atsiri menggunakan pipet tetes, masukkan


kedalam tabung reaksi tambahkan etanol 95% setetes demi tetes kemudian kocok
hingga larutan bening / larut.

3.6.3 Kromarografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menotolkan minyak atsiri pada
base line yang ada pada plat klt GF254 yang kemudian dielusi menggunakan eluen
yang cocok pada chamber.

3.7 Formulasi Parfum

3.7.1 Formula

NO Komponen Jumlah (mL)


1 Minyak atsiri 20
2 Minyak Bergamot 10
3 Minyak Kayu Cendana 1
4 Ekstrak “Civet” (5%) 5
5 Derris Resin/fixtrin 4
6 Etil Alkohol (90%) Add 100

24
25

3.7.2 Proses Pembuatan Sediaan

Dalam pembuatan parfum ada beberapa alat dan bahan yang perlu disiapkan
seperti botol parfum, injector, gelas ukur, labu ukur, minyak akar wangi (Vetiveria
zizanioides), minyak bergamot, minyakkayucendana, ekstrak “civet” 5 %, derris
Resin/fixtrin, alkohol 90 %. Pertama yang perludilakukan yaitu, bersihkan botol
parfum,injector, gelas ukur dan labu ukur menggunakan alkohol 90 %, kemudian
masukan 10 % minyak atsiri akar wangi (Vetiveria zizanioides) kedalam labu ukur
dan tambahkan 10 mL minyak bergamot, 1 mL minyakkayucendana, 5 mL
ekstrak“civet” 5 %, 4 mL danderris Resin/fixtrinlalu ad dengan 100 mL alkohol
90% , kemudian homogenkan, setelah homogen masukan kedalam botol parfum dan
kemas.

3.8 Evaluasi Sediaan

Analisa Mutu Parfum :

a. Uji Speraedibility

Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang keatas kertas saring. Tetesan
diamati diameter, bau, dan warna yang terbentuk.

b. Uji Spot
Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang. Kemudian dijemur di
bawah sinar matahari selama 10 menit. Hasil tetesan diamati (diameter, bau, warna).

c. Uji Kelekatan
Prosedur awal sama seperti uji spot, lalu hasil tetesan dicelupkan kedalam aquades
selama 5 menit dan dikeringkan kembali. Hasil diamati terhadap bau dan perubahan
bau, warna dan perubahan warna, serta dibandingkan hasilnya dengan uji spot.

25
26

d. Uji Daya Tahan Wangi


Prosedur awal sama seperti uji spreadibility, lalu disimpan dalam suhu ruang.
Hasil diamati dan dicatat perubahan warna dan bau setiap 1 jam hingga bau dan
warna hilang.

e. Uji Intensitas Bau


Bau yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap bau yang
dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).

f. Uji Kesegaran
Rasa segar yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap
kesegaran yang dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).

26
27

Road Map Penelitian

Evaluasi simplisia Dilakukan


Simplisia Akar Wangi Soxhletasi
 Makroskopis dan
(Vetiveria zizanioides) mikroskopis
 Skrining fitokimia

Penetapan mutu Setelah Soxhletasi ke Setelah Soxhletasi


BJ, Kelarutan, KLT mudian dilakukan dest kemudian dilakuka
ilasi uap air. n destilasi uap air.

Preformulasi parfum Formulasi parfum minyak


minyak atsiri akar wangi atsiri akar wangi (Vetiveria
zizanioides)
(Vetiveria zizanioides)

Pembuatan parfum minyak


Evaluasi Sediaan Parfum Aka
atsiri akar wangi (Vetiveria
r Wangi (Vetiveria zizanioides)
zizanioides)

 Uji spraedibility
 Uji spot
 Uji kekentalan
 Uji daya tahan wangi
 Uji intensitas bau
 Uji kesegaran

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Anon, 2006. Vetiveria essential information. Oxford Univercity, New York.

Anonim, 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9,2009/2010. Jakarta:


PenerbitAsli (MIMS Pharmacy Guide).

Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Burr C. 2008. The Perfect Scent: A Year Inside the Perfume Industry in Paris & New
York. Henry Holt and Co. ISBN 9N78-0-8050-8037-7.

Champagnat,P,., Annie H., Andre ìe C., Didiet F., Andre P.C., Jean L.L., 2008.
Flavonoids from Vetiveria zizanioides and Vetiveria nigritana (Poaceae).
Biochemical Systematics and Ecology, 36, 68-70.

Danha, L.T., Mamucari ., Truog, P., Foester,N., 2009. Response surface method
applied to supercritical carbon dioxide extraction of Vetiveria zizanioides
essential oil. Engineering Journal, 155, 617-626.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia, Edisi
I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Evi D & Zulkarnain. 2012. Perfume Bottles Design Influenced To Purchasing


Intention In Adolecents. Skripsi. Sumatra Utara: Departemen Psikologi
Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara
(USU)

Goeswin, Agoes, 2009, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB; Bandung.

28
29

Guenther, E . 1987. Minyak Atsiri Jilid 1 (Terjemahan) . Jakarta : UI Press

Henderson,G., Mao, L., Vaugn,J.A., 2006. Vetiver oil and nootkatone effects on the
growth of pea and citrus. Industrial Crops and Products, 23,327—332
Ketaren, S . 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Penerbit Balai Pustak
a.

Wolfgang S & Klaus P. 2007. Perfumes. Ullmann's Encyclopedia of Industrial


Chemistry (7th ed). Wiley, 2—3.

29

Anda mungkin juga menyukai