Anda di halaman 1dari 10

Pengertian DNA Vektor

DNA vektor merupakan molekul DNA yang secara khusus dirancang untuk membawa
molekul DNA asing yang akan dimasukkan ke dalam jasad target (Yuwono, 2008).

Vektor DNA adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan
yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan
memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing tersebut.

Pengelompokan dan Ukuran DNA Vektor

Vektor yang digunakan untuk kloning DNA dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Vektor DNA plasmid


Plasmid merupakan molekul DNA sirkuler untai ganda di luar kromosom yang
dapat melakukan replikasi sendiri. Plasmid yang digunakan sebagai vektor pada
umumnya merupakan hasil modifikasi plasmid alami dengan cara menambahkan
komponen-komponen genetik dari berbagai sumber.
Plasmid tersebar luas di antara organisme prokariot dengan ukuran yang
bervariasi dari sekitar 2 - 8 kb meskipun ada yang berukuran sampai dengan 12 kb
(1 kb = 1000 pb).

Syarat plasmid agar dapat digunakan sebagai vektor DNA adalah : 

a. Mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori dinding sel
inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai
masuk tidaknya plasmid ke dalam sel inang.
c. Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah
satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA.
d. Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi di
dalam sel inang.
Beberapa contoh vektor DNA plasmid antara lain : pBR322, pUC18, pUC19,
pYSV9, plasmid Ti (200 kb).

2. Vektor DNA bakteriofag


Virus Lambda Bakteriophage merupakan jenis virus yang berkembang biak di
dalam sel bakteri Eschericia coli dan kemudian merusaknya (Muladno, 2010).
Vektor DNA bakteriofag merupakan vektor yang struktur dasarnya berasal dari
DNA genom bakteriofag yang kemudian dimodifikasi.

Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya berupa bakteri. Dengan daur hidupnya
yang bersifat litik atau lisogenik bakteriofag dapat digunakan sebagai vektor
kloning pada sel inang bakteri.

Ada beberapa macam bakteriofag yang biasa digunakan sebagai vektor kloning.
Dua di antaranya akan dijelaskan berikut ini.
a) Bakteriofag I
Bakteriofag atau fag l merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri
E. coli. DNA l yang diisolasi dari partikel fag ini mempunyai konformasi
linier untai ganda dengan panjang 48,5 kb. Namun, masing-masing ujung
fosfatnya berupa untai tunggal sepanjang 12 pb yang komplementer satu
sama lain sehingga memungkinkan DNA l untuk berubah konformasinya
menjadi sirkuler. Dalam bentuk sirkuler, tempat bergabungnya kedua untai
tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos. Seluruh urutan basa DNA l
telah diketahui. Secara alami terdapat lebih dari satu tempat pengenalan
restriksi untuk setiap enzim restriksi yang biasa digunakan. Oleh karena itu,
DNA l tipe alami tidak cocok untuk digunakan sebagai vektor kloning. Akan
tetapi, saat ini telah banyak dikonstruksi derivat-derivat DNA l yang
memenuhi syarat sebagai vektor kloning. Ada dua macam vektor kloning
yang berasal dari DNA l, yaitu vektor insersional, yang dengan mudah dapat
disisipi oleh fragmen DNA asing, vektor substitusi, yang untuk membawa
fragmen DNA asing harus membuang sebagian atau seluruh urutan basanya
yang terdapat di daerah nonesensial dan menggantinya dengan urutan basa
fragmen DNA asing tersebut. Di antara kedua macam vektor l tersebut,
vektor substitusi lebih banyak digunakan karena kemampuannya untuk
membawa fragmen DNA asing hingga 23 kb.

Bakteriofag l mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase
lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (istilah transformasi untuk
DNA fag) dimulai dengan masuknya DNA l yang berubah konformasinya
menjadi sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak
bergantung kepada kromosom sel inang. Setelah replikasi menghasilkan
sejumlah salinan DNA l sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan
transkripsi dan translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya,
tiap DNA akan dikemas (packaged) dalam kapsid sehingga dihasilkan
partikel l baru yang akan keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang
lainnya. Sementara itu, pada fase lisogenik DNA l akan terintegrasi ke dalam
kromosom sel inang sehingga replikasinya bergantung kepada kromosom sel
inang. Fase lisogenik tidak menimbulkan lisis pada sel inang.
Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan membentuk
plak (plaque) berupa daerah bening di antara koloni-koloni sel inang yang
tumbuh. Oleh karena itu, seleksi vektor rekombinan dapat dilakukan dengan
melihat terbentuknya plak tersebut.
b) Bakterofag M13
Ada jenis bakteriofag lainnya yang dapat menginfeksi E. coli. Berbeda
dengan l yang mempunyai struktur ikosahedral berekor, fag jenis kedua ini
mempunyai struktur berupa filamen. Contoh yang paling penting adalah
M13, yang mempunyai genom berupa untai tunggal DNA sirkuler sepanjang
6.408 basa. Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu
penonjolan pada permukaan sitoplasma. Ketika berada di dalam sel inang
genom M13 berubah menjadi untai ganda sirkuler yang dengan cepat akan
bereplikasi menghasilkan sekitar 100 salinan. Salinan-salinan ini membentuk
untai tunggal sirkuler baru yang kemudian bergerak ke permukaan sel inang.
Dengan cara seperti ini DNA M13 akan terselubungi oleh membran dan
keluar dari sel inang menjadi partikel fag yang infektif tanpa menyebabkan
lisis. Oleh karena fag M13 terselubungi dengan cara pembentukan kuncup
pada membran sel inang, maka tidak ada batas ukuran DNA asing yang
dapat disisipkan kepadanya. Inilah salah satu keuntungan penggunaan M13
sebagai vektor kloning bila dibandingkan dengan plasmid dan l. Keuntungan
lainnya adalah bahwa M13 dapat digunakan untuk sekuensing (penentuan
urutan basa) DNA dan mutagenesis tapak terarah (site directed mutagenesis)
karena untai tunggal DNA M13 dapat dijadikan cetakan (templat) di dalam
kedua proses tersebut.
Meskipun demikian, M13 hanya mempunyai sedikit sekali daerah pada
DNAnya yang dapat disisipi oleh DNA asing. Di samping itu, tempat
pengenalan restriksinya pun sangat sedikit. Namun, sejumlah derivat M13
telah dikonstruksi untuk mengatasi masalah tersebut.

3. Vektor hibrid DNA plasmid dan bakteriofag


Vektor DNA hibrid adalah vektor yang dikonstruksi menggunakan komponen
DNA suatu plasmid dan DNA dari bakteriofag.
Terdapat 2 (dua) macam vektor DNA hibrid yang sering digunakan yaitu :
a. Cosmid, merupakan vektor yang tersusun atas ori suatu plasmid, penanda
genetik, dan ujung kohesif (cos site) bakteriofag lambda. Cosmid berukuran
maksimum 45 kb, contohnya pJB8 dan c2XB.

Kosmid merupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggabungkan kos


dari DNA l dengan plasmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen
DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan
daripada fag l dan plasmid.
Sebuah kosmid adalah jenis plasmid hibrida yang berisi fag Lambda cos
berurutan. Mereka sering digunakan sebagai vektor kloning dalam rekayasa
genetika . Kosmid dapat digunakan untuk membangun perpustakaan
genom .
Kosmid dapat berisi 37-52 (biasanya 45 ) kb DNA.

b. Phasmid, merupakan vektor yang dikonstruksi menggunakan DNA plasmid


berukuran kecil yang mempunyai jumlah turunan banyak serta DNA
bakteriofag tertentu.

Analisis DNA Rekombinan

Keberhasilan terjadinya DNA rekombinan dalam sel yang ditransformasi dapat


dianalisis dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Analisis restriksi DNA


Teknik ini dilakukan dengan cara mengisolasi DNA dari koloni-koloni
transforman yang tumbuh pada meduim selektif. Selanjutnya itu DNA dipotong
dengan enzim restriksi yang spesifik sehingga dapat menunjukkan ada perbedaan
antara sel yang membawa DNA rekombinan dengan sel yang membawa DNA
vektor saja tanpa sisipan DNA asing. Hasil potongan DNA tersebut kemudian
dielektroforesis pada gel agarose sehingga diperoleh pita-pita DNA yang akan
memberikan gambaran apakah suatu koloni transforman membawa molekul DNA
rekombinan atau tidak. Teknik ini cocok digunakan jika jumlah koloni
transforman yang dianalisis tidak terlalu banyak.
2. Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe)
Proses pelacakan dilakukan dengan terlebih dahulu memindahkan koloni-koloni
transforman yang muncul pada medium selektif ke atas suatu membran, misalnya
nitroselulosa atau nilon. Kemudian koloni-koloni tersebut dilisiskan dengan
senyawa alkali sehingga DNA di dalam selnya terpapar ke luar. Membran tersebut
selanjutnya diinkubasi dengan pelacak DNA. Jika di antara koloni-koloni tersebut
ada DNA yang mempunyai kemiripan dengan pelacak, maka akan terjadi
hibridisasi antara DNA target dengan DNA pelacak. DNA yang dapat
berhibridisasi dapat diditeksi dengan menempatkan membran yang sudah
dihibridisasi di atas film khusus sehingga sinyal radioaktif dari pelacak yang
menempel pada DNA target akan menciptakan citra berupa noktah-noktah hitam
pada film setelah diproses.
3. Analisis ekspresi gen asing yang diklon
Salah satu teknik analisis gen asing yang dapat dilakukan untuk menguji
keberhasilan terjadinya DNA rekombinan adalah dengan menggunakan antibodi
yang dibuat dengan menggunakan protein yang dikode oleh gen asing tersebut
sebagai antigen. Jika kita mengklon gen yang mengkode sintesis protein papain
dari tanaman pepaya, maka dibuat terlebih dahulu antibodi terhadap papain.
Antibodi papain diperlukan protein papain yang dapat diisolasi dari daun pepaya.
Protein yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai antigen untuk menginduksi
pembentukan antibodi. Antibodi ini yang selanjutnya digunakan sebagai alat
deteksi ekspresi gen papain yang diklon. Keberhasilan kloning dapat dianalisis
dengan mengekspresikan fragmen DNA hasil kloning. Jika ada ekspresi protein
papain di dalam sel inang, maka protein papain dapat diditeksi dengan antibodi
dengan antibodi terhadap papain. Jika ada reaksi positif antara antibodi dengan
antigen maka hal tersebut menunjukkan ada ekspresi gen papain hasil kloning,
yang berarti ada fragmen DNA yang mengkode pembentukan papain.
4. Amplifikasi DNA dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Penyisipan suatu fragmen DNA asing di dalam vektor dapat dianalisis dengan
menggunakan amplifikasi terhadap fragmen DNA tersebut dengan teknik PCR.
Primer yang digunakan dapat berupa oligonukleotida yang komplementer dengan
fragmen DNA asing tersebut, atau oligonukleotida yang komplementer dengan
bagian hulu dan hilir tempat penyisipan fragmen DNA asing tersebut. Hasil
amplifikasi kemudian dianalisis dengan elektroforesis menggunakan gel agrose
untuk membuktikan apakah ada pita DNA yang telah teramplifikasi.
5. Penentuan urutan nukleotida (DNA sequencing)
Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis yang dilakukan setelah analisis
DNA rekombinan sederhana. Teknik ini digunakan untuk lebih memastikan
keberadaan DNA asing di dalam vektor rekombinan.

Pengujian Keberhasilan Kloning Vektor DNA pada E coli dengan Plasmid


pBR322.

Misalnya saja kita menyisipkan suatu fragmen DNA pada daerah marker resisten
ampisilin dengan memotong daerah ini menggunakan enzim restriksi tertentu selain
EcoR I.. Plasmid pBR322 yang tersisipi oleh fragmen DNA akan kehilangan sifat
resistensinya terhadap ampisilin, tetapi masih mempunyai sifat resistensi terhadap
tetrasiklin. Oleh karena itu, ketika plasmid pBR322 rekombinan ini dimasukkan ke
dalam sel inangnya, yakni E. coli, bakteri transforman ini tidak mampu tumbuh pada
medium yang mengandung ampisilin, tetapi tumbuh pada medium tetrasiklin. Secara
alami E. coli tidak mampu tumbuh baik pada medium ampisilin maupun tetrasiklin
sehingga sel transforman dapat dengan mudah dibedakan dengan sel nontransforman
yang tidak mengandung pBR322 sama sekali. Sementara itu, E. coli transforman yang
membawa plasmid pBR322 utuh (religasi) mampu tumbuh pada kedua medium
antibiotik tersebut. Jadi, untuk memperoleh sel E. coli transforman yang membawa
DNA rekombinan dicari koloni yang hidup di tetrasiklin tetapi mati di ampisilin.
Gambar 1. Plasmid pBR322

ampR = marker resisten ampisilin tetR = marker resisten tetrasiklin

Plasmid pBR322 yang telah kehilangan bagian yang resistensi terhadap tetrasiklin
kemudian disisipi dengan fragmen dari DNA asing. Plasmid pBR322 ini kemudian
dimasukkan ke dalam sel inangnya yaitu E.  coli. Pengujian lebih lanjut apakah
plasmid ini telah tersisipi oleh fragmen DNA asing atau tidak adalah dengan
mendedahkannya pada medium ampisilin, untuk kemudian memplatingnya ke dalam
medium tetrasiklin dan ampisilin. Koloni E. coli yang telah kehilangan marker
tetrasiklin akan sensitif tetrasiklin, sedangkan pada medium ampisilin, koloni ini tetap
tumbuh karena masih resistensi ampisilin.
DAFTAR PUSTAKA

Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika, Edisi Kedua. Bogor: IPB Press

Yuwono, Y. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai