Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PASCA PANEN

Teknonlogi Pasca Panen Tanaman Nilam dan Vanili

Oleh :
Duando Rizki (A1D015009)
Inez Palupi (A1D115045)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pasca panen bertujuan antara lain untuk mempertahankan mutu

produk, menghambat laju proses metabolisme dan pemasakan buah, dan untuk

memperpanjang umur simpan. Kegiatan - kegiatan penanganan lepas panen antara

lain : sortasi dan grading, pembersihan/pencucian, pengemasan dan pengepakan, serta

perlakuan-perlakuan untuk memperpanjang umur simpan seperti pelilinan. Masalah

pasca panen di negara - negara berkembang butuh penanganan yang lebih baik.

Hingga kini kehilangan hasil pertanian sangat besar akibat penanganan pasca panen

yang buruk, dimana angkanya mencapai 25% - 80% untuk buah buahan dan

sayuran. Pengangkutan merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam

penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis buah yang terjadi selama pengangkutan

di Indonesia berkisar antara 1.57% dan 37.05%. Kerusakan yang tinggi tersebut

diakibatkan penanganan selama pengangkutan yang kurang tepat.

Kegiatan pasca panen bertujuan mempertahankan mutu produk segar agar tetap

prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan karena

penyusutan dan kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai

ekonomis hasil pertanian. Kegiatan penanganan pasca panen umumnya masih belum

cukup baik dilakukan oleh petani, packing house (rumah kemasan) maupun
pedagang. Saat ini, kegiatan pasca panen di tingkat petani umumnya dilakukan secara

tradisional dengan alat yang sederhana.

Oleh karena itu, perbaikan sistem pengelolaan tanaman secara terpadu disertai

pengembangan teknologi pemanenan dan penanganan pasca panen merupakan salah

satu unsur yang diperlukan untuk mencapai mutu produk yang baik.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik pasca panen pada tanaman Nilam

2. Untuk mengetahui teknik pasca panen pada tanaman Vanili


II. ISI

A. Teknik Pasca Panen Tanaman Nilam

Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia,

karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup

mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai

prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik,

parfum, sabun dan lain-lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini

karena sifatnya yang fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan

lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi.

Nilam adalah tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama

dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan

setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan

(Irawan, 2010).

Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan

yaitu Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, don Pogostemon

hortensis Benth. Pogostemon cablin Benth dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak

diusahakan di daerah itu. Nilam jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus dengan

kadar minyak 2,5-5,0%. Pogostemon heyneanus Benth dikenal dengan nama nilam

Jawa, tanaman berbunga, daun tipis dan kadar minyak rendah, berkisar antara 0,5-
1,5%. Pogostemon hortensis Benth mirip nilam Jawa tetapi juga tidak berbunga,

dapat ditemukan di daerah Banten dan sering disebut sebagai nilam sabun. Di pasar

intemasional minyak - nilam dikenal dengan nama "Patchouli oil".

Hasil tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling

batang dan daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran

minyak nilam dalam industri parfum dan kosmetika. Dalam dunia perdagangan

dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouly naturalis" (sebagai insectisida) dan

"depurata" (sebagai minyak atsiri). Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas

ekspor Indonesia yang bahan bakunya berasal dari berbagai jenis tanaman

perkebunan. Minyak atsiri dari kelompok tanaman tahunan perkebunan antara lain

berasal dari cengkeh, pala, lada, kayu manis, sementara yang berasal dari kelompok

tanaman semusim perkebunan berasal dari tanaman nilam, sereh wangi, akar wangi

dan jahe. Hingga kini minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam memiliki pangsa

pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia yaitu mencapai 60

persen (Irawan, 2010).

1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan

bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang

diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat-cair atau leaching

adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert kedalam pelarutnya.

Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut

kemudian dikembalikan lagi keadaan semula tanpa mengalami perubahan


kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan

dapat larut dalam pelarut pengekstraksi (Panji, 2005).

Ekstraksi tergantung dari beberapa faktor antara lain yaitu :

a. Ukuran partikel

b. Jenis zat pelarut

c. Suhu

d. Pengadukan

Ekstraksi termasuk proses pemisahan melalui dasar operasi difusi. Secara

difusi, proses pemisahan terjadi karena adany perpindahan solute, searah dari fasa

diluen ke fasa solven, sebagai akibat adanya beda potensial diantara dua fasa yang

saling kontak sedemikian, hingga pada suatu saat, sistem berada dalam

keseimbangan. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari

tiga langkah dasar:

a. Langkah pencampuran, dengan menambahkan sejumlah massa solven sebagai

tenaga pemisah (MSA).

b. Langkah pembentukan fasa kedua atau fasa ekstrak yang diikuti dengan

pembentukan keseimbangan.

c. Langkah pemisahan kedua fasa seimbang.

2. Pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,

yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam

kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
pelarut organik (mengandung karbon) (Panji, 2005). Pelarut yang digunakan

dalam proses pengambilan minyak secara ekstraksi harus memenuhi syarat syarat

tertentu yaitu:

a. Bersifat selektif

Pelarut harus dapat melarutkan semua zat wangi dengan cepat dan

sempurna serta sesedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen

dan senyawa albumin.

b. Mempunyai titik didih yang cukup rendah

Hal ini supaya pelarut mudah dapat diuapkan tanpa menggunakan suhu

tinggi, namun titik didih pelarut tidak boleh terlalu rendah karena akan

mengakibatkan kehillangan akibat penguapan.

c. Bersifat inert.

Artinya pelarut tidak bereaksi dengan komponen minyak.

d. Murah dan mudah didapatkan.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang memenuhi syarat-syarat

diatas. Namun tidak ada pelarut yang benar-benar ideal. Jenis-jenis bahan pelarut

yang banyak dipakai antara lain Petroleum eter, alcohol, benzene dan heksana,

3. Distilasi

Distilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut

didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode

yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen


tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam

fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan

(evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1983).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara

distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi

keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat

menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada

tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).

Distilasi dilakukan melalui tiga tahap : evaporasi yaitu memindahkan

pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk

memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatile dari

komponen lain yang kurang volatil dan kondenasasi dari uap, untuk mendapatkan

fraksi pelarut yang lebih volatile (Widiatmoko, 2009).

4. Minyak Nilam

Minyak nilam berwarna kuning jernih dan berbau khas, mengandung

senyawa patchouli alcohol yang merupakan penyusun utama dalam minyak

nilam, dan kadarnya mencapai 50-60%. Patchouli alcohol merupakan senyawa

seskuiterpen alkohol tersier trisiklik, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol,

eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 280, 37oC dan kristal

yang terbentuk memiliki titik leleh 56oC. Mutu minyak nilam sangat erat

kaitannya dengan beberapa faktor. Faktor faktor itu antara lain keadaan tanah
tempat tanaman itu tumbuh, umur daun, cara pemotongan, pengeringan, teknik

pemrosesan, kemasaman dan varietas tanaman (Nainggolan, 2002).

Minyak nilam dapat bercampur dengan minyak eteris yang lain, mudah larut

dalam alkohol dan sukar menguap, karena sifatnya itulah minyak nilam

digunakan sebagai fiksatif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain. Peranan

minyak nilam sangat penting dalam dunia perfumery (Sulaswaty, 2001).

B. Tanaman Pasca Panen Tanaman Vanili

Tanaman vanili merupakan tanaman tahunan yang tergolong dalam jenis

tanaman anggrek dari suku (famili) Orchidaceae yang memiliki banyak macam

spesies (lebih dari 1500 spesies). Vanilla planifolia merupakan salah satu jenis

tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dengan fluktuasi harga yang relatif

stabil dibandingkan dengan tanaman perkebunan yang lain. Tanaman vanili bernilai

ekonomi cukup tinggi karena ekstrak buahnya yang dikenal sebagai sumber bahan

pengharum pada bahan makanan dan minuman. Aroma yang khas dari hasil ekstrak

buah vanili disebabkan oleh substansi vanilin (C8H8O3).

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews atau Vanilla fragrans) bukanlah

tanaman asli Indonesia. Secara historis, tanaman tahunan ini baru masuk ke Indonesia

pada tahun 1819. Namun demikian, tanaman vanili tumbuh lebih subur dan lebih

produktif di Indonesia yang beriklim tropis, dibandingkan dengan negara asalnya

(Mexico) dan negara produsen vanili aslinnya. Bahkan, menurut Rosman (2005),

kualitas vanili Indonesia yang dikenal dengan Java Vanili masih yang terbaik di
Dunia. Hal ini didasarkan atas kadar vanilinya yang cukup tinggi, yakni sekitar 2,75

persen. Kadar tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar vanili

Madagaskar yang hanya 1,91-1,98 persen, Tahiti 1,55-2,02 persen, Mexico 1,89- 1,98

persen, dan Sri Lanka 1,48 persen. Jika ditinjau dari perspektif spasial dan bisnis,

maka Indonesia unggul secara komparatif dibanding negara-negara produsen vanili

lainnya di dunia. Secara umum, vanili bernilai ekonomis tinggi dan fluktuasi

harganya relatif stabil jika dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya.

Namun pada kenyataannya ironi, meskipun kualitas vanili Indonesia menduduki

posisi paling tinggi di Dunia, tetapi secara kuantitas Indonesia baru bisa memasok

sekitar 10 persen dari total kebutuhan pasar dunia (Tjahjadi, 1987).

Untuk menghasilkan mutu vanili yang baik dan mempunyai harga jual yang

tinggi maka perlu penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen

terdiri atas beberapa tahapan yang saling berkaitan dimana satu tahap kegiatan akan

mempengaruhi hasil kegiatan ditahap berikutnya. Berikut diuraikan tahapan kegiatan

pasca panen.

1. Sortasi buah basah

bertujuan untuk memperoleh buah yang seragam ukuran, bentuk, dan tingkat

kemasakan. Setelah disortasi buah dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan

debu, getah dan kotoran lain yang menempel pada buah vanili lalu ditiriskan untuk

mempercepat proses pengeringan karena buah sudah tidak mengandung air.


2. Penyortiran buah

berdasarkan keseragaman ukuran, bentuk, tingkat kemasakan dan kedudukan

buah pada tandan akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain akan

mempermudah pengawasan dan pelaksanaan dalam pengelompokan mutu (grading)

pada akhir proses pengolahan nantinya, menghemat waktu dalam proses akhir dan

akan menghasilkan buah vanili kering yang bermutu seragam.

3. Pelayuan

bertujuan untuk mendorong proses bekerjanya enzim untuk pembentukan vanillin

dan aroma serta mempermudah proses pengeringan. Proses pelayuan dilakukan

dengan mencelupkan buah vanili kedalam air panas selama 95 detik pada suhu 65 0

C. Proses pelayuan ini dilakukan untuk memberi jalan bekerjanya enzim pembentuk

aroma(Enzims glukosidase dan peroksidase). Kondisi ini akan memberikan

kemungkinan lebih besar untuk mendorong pembentukan kadar vanillin cukup tinggi

(2,4%), rendemen cukup tinggi (21-23%) warna lebih hitam dan aroma cukup baik.

4. Proses fermentasi

bertujuan untuk memberikan kesempatan terjadinya proses enzimatis pada buah

vanili untuk mendapatkan flavor dan aroma yang diinginkan. Lama fermentasi sangat

berpengaruh terhadap kadar vanilli olahan. Lama fermentasi 60 jam menunjukkan

hasil vanillin terendah, sedangkan untuk memperoleh kadar vanillin yang lebih tinggi

dapat dilakukan fermentasi selama 48 jam (dikombinasikan dengan lama pelayuan 95

detik pada suhu 65C).


5. Pengeringan (drying)

bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga buah vanilli tidak mudah terkena

jamur terutama pada waktu penyimpanan dan pengangkutan. Tahap pengeringan ini

bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas tertentu (25-30%). Pengeringan

buah vanili dapat dilakukan dengan cara menggunakan oven, sinar matahari, atau

dengan cara diangin-anginkan.

Pengeringan dengan menggunakan oven merupakan cara pengeringan yang

sangat baik untuk dilakukan. Keuntungan cara ini adalah dapat mempersingkat waktu

pengeringan menjadi 1 minggu. Pengeringan dengan oven dilakukan dengan cara

buah vanili dimasukan kedalam oven yang suhunya sudah diatur sekitar 45o C. Di

dalam oven diletakan cawan-cawan yang berisi air untuk mempertahankan

kelembaban ruang oven agar buah tidak terlalu cepat kering. Pengeringan dianggap

selesai bila buah vanili sudah menunjukkan tanda tidak putus atau retak saat dililitkan

pada jari, tetapi kembali utuh setelah dilepaskan.


DAFTAR PUSTAKA

Brownell, Peter. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 1. ITB Press, Bandung.

Geankoplis, GJ, 1983, Transport Process and Unit Operation, Second Edition, Allyn
and Bacon, Inc, Boston, London, Sydney, Toronto..

Guenther, E, 1987. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R.S. Ketaren dan R. Mulyono.
Jakarta, UI Press.

Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi pada Berbagai Komposisi Pelarut. Thesis. Magister Teknik Kimia,
Universitas Diponegoro.

Nainggolan R, 2002. Pemisahan Komponen Minyak Nilam (Pogostemon Cablin


Benth) dengan Teknik Distilasi Fraksinasi Vakum Penelitian. Thesis. Fakultas
Pertanian, IPB Bogor.

Panji L, Yuliani S, 2005. Teknologi Ekstraksi Minyak Nilam . BB Pasca panen.

Ruhnayat, A. 2003. Bertanam Vanili. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Said, E.G. dan Intan, H. 2001.. Pembangunan Agribisnis. Institut Pertanian Bogor
Press, Bogor.

Sulaswaty, Wuryaningsih A, 2001. Teknologi Ekstraksi Dan Pemurnian Atsiri


Sebagai Bahan Baku Flavor Dan Fragrance . Pusat peneliti kimia LIPI,
Serpong.

Widiatmoko, 2009. Pengaruh Metode Destilasi Terhadap Hasil Kuantitatif Dan


Kadar Patchouli Alkohol dari Tanaman Nilam. Institut Teknologi Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai