Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lengkuas Putih
Lengkuas putih yang dalam bahasa latin biasanya disebut Alpinia Galangal yang
banyak ditemukan di Indonesia yang beriklim tropis. Lengkuas putih memiliki akar batang
sebagai umbi dan mengandung senyawa aromatik, daun yang berbentuk lonjong dan
sedikit berwarna hijau, bunganya berwarna putih kehijauan dan memiliki buah dengan
ukuran sebesar buah ceri yang berwarna orange kemerahan (G.Shetty, 2015).
Lengkuas putih atau A.Galangal memiliki komposisi berupa 1,8-Cineole, α-Pinene, α-
Thujene, β-Pinene, α-Terpineol, Terpinene-4-ol, Limonene, (E) farnasene, Myrcene,
Borneol, β-Caryophyllene, β-Bisabolene, methyl cinnamatedan senyawa lain yang berguna
untuk antibakteri, antialergi dan antiseptik (Ravindran, 2012).

Gambar 2.1. Rimpang Lengkuas Putih


Minyak atsiri merupakan produk dari tanaman alami yang banyak dikembangkan yang
terdiri dari campuran senyawa volatil seperti mono- dan seskuiterpenoid, benzenoid dan
lain sebagainya (Baser, 2010). Lengkuas putih mengandung senyawa minyak atsiri hanya
sekitar 0,8-2% yang berupa metil-sinamat 48%, sineol 20-30%, eugenol, kamfer 1%,
seskuiterpen, δ-Pinen, galangin, dan lain-lain (Pamungkas, 2010). Senyawa terpenoid yang
terkandung dalam ekstrak lengkuas putih adalah monoterpenoid, seskuiterpenoid dan
diterpenoid. Senyawa terpenoid akan bereaksi dengan porin (protein transmembran diluar
dinding sel bakteri) sehingga menyebabkan kerusakan sel membran. Hal ini dikarenakan
berkurangnya permeabilitas dinding sel bakteri sehingga pertumbuhan bakteri akan
terhambat atau mati (Rachmawati, 2011 dalam Haryati, 2015).

3
4

Tabel 2.1 Komponen utama minyak lengkuas putih.


Komponen Sifat Fisika Sifat Kimia
Methyl- - Berat Molekul : 162,19 g/mol - Stabil
Cinnamate
- Titik didih 260-2620C
(C10H10O2)
- Tidak larut dalam air
α-pinene - Berat molekul : 136,23 g/mol - Stabil
(C10H10)
- Titik didih : 1560C
- Tidak larut dalam air
1,8-Cineole - Berat Molekul : 270,24 g/mol - Stabil
(C15H10O5)
- Titik leleh : 217-218oC - Tidak korosif
- Tidak larut dalam air
(Sumber : PubChem, 2005)
2.2 Teknik Isolasi Minyak Atsiri
Beberapa teknik banyak digunakan untuk mengambil senyawa volatil dari tanaman
aromatik yang dapat digunakan pada penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa
minyak atsiri pada tanaman dapat dilakukan dengan distilasi dan ekstraksi.
2.2.1 Refluks dan Distilasi Uap
Distilasi uap merupakan metode yang banyak digunakan untuk skala industri. Pada
kondisi refluks, material tanaman dicelupkan pada solvent dalam round bottom flask yang
dihubungankan dengan kondensor. Solvent dipanaskan hingga mencapai titik didihnya
sebagai uap yang dikondensasi. Solvent kemudian di recycle ke labu. Kondisi ekstraksi
yang optimum dapat dicapai berdasarkan bahan alami yang diekstrak. Kekurangan dari
ekstraksi dengan metode refluks dan distilasi uap yaitu komponen termolabil yang
memiliki resiko terdegradasi (Sarker, 2006).
2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan antara dua fase berdasarkan perbedaan sifat kimia dan
fisikanya (Geankoplis, 1993). Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sumber alami
material dan senyawa yang akan diisolasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan metode ekstraksi yaitu: (Sarker, 2006)
1. Komponen bioaktif yang tidak diketahui.
2. Komponen yang terdapat pada organisme.
3. Kelompok dari komponen organisme dengan struktur yang berhubungan.
4. Semua produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh organisme alami pada
kondisi yang berbeda.
5

5. Identifikasi semua metabolit sekunder yang terbentuk.


Pada umumnya proses ekstraksi dapat dibantu dengan adanya penggilingan karena
proses ekstraksi tergantung pada kelarutan dari metabolit dan kenaikan temperatur. Pada
proses ekstraksi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan seperti maserasi,
Perkolasi, Sokhlet, Refluks dan Distilasi Uap.
2.2.2.1 Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana tapi digunakan secara luas,
prosedur dimulai dengan merendam potongan tumbuhan pada solvent yang sesuai pada
wadah yang tertutup pada suhu ruang. Kekurangan pada metode maserasi adalah prosesnya
membutuhkan waktu yang lama yaitu beberapa hari sampai beberapa minggu, metode
maserasi ini juga membutuhkan volume solvent yang besar dan mudah untuk kehilangan
material tanaman. Beberapa komponen tidak dapat terekstrak dengan efektif jika
kelarutannya kurang baik pada suhu ruang (Sarker, 2006).
2.2.2.2 Perkolasi
Pada metode perkolasi bahan direndam terlebih dahulu menggunakan solvent dalam
perkolator. Penambahan solvent dilakukan dengan meneteskan solvent diatas material dan
terjadi perkolasi secara lambat dibawah perkolator. Pada metode ini filtrasi tidak
dibutuhkan karena terdapat filter diluar dari perkolator. Metode perkolasi memiliki
kelebihan yaitu solvent yang digunakan selalu baru, namun memiliki kekurangan yaitu
membutuhkan waktu yang lama dan pelarut yang banyak, selain itu solvent sulit
menjangkau area yang luas (Sarker, 2006).
2.2.2.3 Esktraksi Sokletasi
Ekstraksi soxhlet banyak digunakan karena sesuai untuk mengekstrak senyawa pada
tumbuhan. Prinsip dari metode ini yaitu siklus solvent sehingga solvent akan selalu baru.
Pada proses ekstraksi, dapat dikatakan satu siklus jika ruang soxhlet atau timbel telah terisi
oleh pelarut akibat kondensasi pada pelarut. Sehingga pelarut yang terkondensasi akan
memenuhi timbel dan penurunan sampel serta jika dalam timbel tinggi dari pelarut telah
mencapai tinggi sifon (Mandal, 2015).
Proses ekstraksi dimulai dengan meletakkan bubuk tanaman pada kertas saring yang
ditempatan diatas labu dan dibawah refluks, kemudian ditambahkan solvent yang sesuai
pada labu dan dipanaskan dalam suhu refluks. Ketika kondensat dari solvent terakumulasi
pada kertas saring, ekstrak akan turun ke dalam labu. Proses tersebut diulangi sampai
ekstraksi tercapai (Sarker, 2006).
6

Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi soxhlet dipilih berdasarkan prinsipnya yaitu
siklus dari solvent, yang terdiri dari drug holder-extractor, tangki peyimpanan solven,
reboiler, kondensor dan perangkat pendukung seperti boiler, unit pendingin dan unit
vakum (Bagetta dkk, 2016).
Keuntungan dari ekstraksi soxhlet yaitu prosesnya yang kontinyu, sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut. Metode ini juga tidak membutuhkan waktu yang lama
dalam prosesnya. Kekurangan dari metode ini yaitu ekstraksi harus dipanaskan pada titik
didih solvent yang digunakan (Sarker, 2006). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
proses sokletasi yaitu ukuran partikel bahan, jenis solvent, kepolaran dan kelarutan pelarut,
selektivitas, titik didih, suhu, waktu ekstraksi, rasio pelarut dan bahan, serta jumlah siklus
(Prasetyo,2012)
a. Pengaruh Solvent Terhadap Proses Sokletasi
Pada metode ekstraksi soxhlet pemilihan pelarut yang tepat perlu dilakukan untuk
mendapatkan komponen bioaktif yang diinginkan. Pelarut yang umum digunakan
untuk mengekstrak minyak dan senyawa lemak dari bagian tumbuhan adalah pelarut
dengan kepolaran yang rendah (Mandal, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Prasetiyo (2015) bahwa semakin tinggi rasio dari bahan dengan pelarut yang
digunakan maka akan terjadi penurunan rerata rendemen, sehingga semakin banyak
rasio bahan dengan pelarut yang digunakan belum tentu akan menghasilkan rendemen
yang tinggi pula. Banyaknya pelarut akan mempengaruhi luas kontak bahan dengan
pelarut sehingga pada jumlah pelarut tertentu distribusi pelarut ke bahan akan optimal
yang dapat meningkatkan nilai rendemen. Banyaknya pelarut akan meningkatkan
tingkat kejenuhan pelarut.
Solvent dapat diklasifikasikan sebagai polar dan nonpolar. Pelarut polar dapat
dijelaskan sebagai solvent yang dapat terlarut dalam garam atau molekul dengan
dipole yang besar, sedangkan pelarut nonpolar tidak dapat terlarut dalam garam dan
molekul dengan dipole yang besar, ion organik dapat terlarut pada larutan yang sangat
nonpolar (Anslyn, 2006). Molekul polar mengandung kutub positif dan negatif.
Sedangkan molekul non polar tidak memiliki kutub (Masterton, 2012). Beberapa
contoh senyawa polar yaitu metanol, etanol dan air memiliki kelarutan yang hampir
sama, ketiganya memiliki gugus hidroxyl yang mana memiliki sifat hidrofilik.
Sedangkan, petrolium eter, chloroform, n-hexane dan etil asetat merupakan beberapa
contoh solvent nonpolar, yang merupakan solvent untuk menghilangkan minyak yang
tidak diinginkan ( Mandal, 2015).
7

N-Heksana merupakan senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia C6H14. Heksana


merupakan pelarut yang paling mudah dalam mengekstrak minyak yang terkandung di
dalam tumbuh-tumbuhan. N-Heksana merupakan pelarut yang bersifat non polar dan
mudah menguap (Susanti, 2012). N-Heksana yang berbentuk liquid memiliki titik
didih 68oC yang terlarut dalam dietil eter, acetone, dan tidak larut dalam air (MSDS,
2013). n-heksana memiliki kepolaran yaitu 1,9 sementara kepolaran senyawa minyak
atsiri lengkuas putih berkisar antara 2,2-2,3 (Rhein, 2000).
b. Pengaruh Siklus Terhadap Proses Sokletasi
Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi sokletasi sangat dipengaruhi oleh siklus
pelarut. Menurut Prasetyo (2015), semakin banyak jumlah siklus pada ekstraksi
sokletasi rendemen yang dihasilkan semakin banyak yang disebabkan karena semakin
banyak siklus maka proses pemisahannya akan semakin maksimal. Penelitian lain
dilakukan oleh Faizal (2010) menunjukkan bahwa pada ekstraksi minyak biji
mengkudu menghasilkan yield yang besar seiring dengan lamanya siklus ekstraksi.
2.3 Metode Identifikasi
Dalam dunia industri sangat penting untuk mengetahui identifikasi senyawa baik
dalam bahan baku dan produknya. Untuk mengetahui senyawa pada suatu bahan
diperlukan suatu metode analisis. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa pada suatu bahan tertentu yaitu spektroskopi atom, spektroskopi
molekuler dan kromatografi.
2.3.1 Spektroskopi Molekular
Spektroskopi absorpsi molekular berdasarkan pada pengukuran transmitan atau
absorbansi dari larutan yang terkandung dalam vial transparan. Normalnya transmittansi
dan absorbansi tidak dapat diukur dalam laboratorium karena larutan analit harus
ditempatkan pada suatu vial. Refleksi terjadi diantara dua permukaan yaitu permukaan
udara dan dinding vial. Sinar yang melewati substansi kemudian diukur oleh detektor.
Terdapat beberapa macam jenis spektroskopi molekular, namun yang banyak digunakan
adalah spektroskopi UV dan spektroskopi IR.
a. Spektrometri UV merupakan pengukuran serapan cahaya oleh suatu senyawa pada
daerah serapan daerah ultraviolet (200-400 nm) dan pada sinar tampak (400-800
nm). Sinar yang melewati Spektrofotometri UV digunakan untuk menentukan
kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dari suatu senyawa.
b. Spektrometri IR merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah dengan panjang
8

gelombang 0,75-1000 µm atau pada bilangan gelombang 13000-10cm-1. Ketika


sinar mengenai sampel energi dari sinar tersebut akan digunakan untuk bervibrasi.
Jenis vibrasi yang terjadi adalah vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Spektrometri IR
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu senyawa.
2.3.2 Kromatografi
Kromatografi merupakan metode yang meliputi proses pemisahan, identifikasi dan
menentukan komponen kompleks yang memiliki sifat yang sama. Pada pemisahan
kromatografi sampel dilarutkan pada fase gerak seperti gas, liquid atau fluida supercritical.
Fase gerak ini bergerak melewati fase diam yang tidak larut yang terletak pada kolom atau
permukaan solid. Berdasarkan fase geraknya metode kromatografi dibagi menjadi dua
macam yaitu gas kromatografi dan liquid kromatografi.
2.3.2.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik untuk memisahkan dalam fase gerak melalui fase
diam. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi gas-padat, sedangkan jika fase
diam berupa zat cair disebut kromatografi gas-cair. Pemisahan yang terjadi berdasarkan
penyebaran cuplikan antara fase diam dan fase geraknya dan biasanya diaplikasikan pada
senyawa yang mudah menguap atau volatil.
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) merupakan alat yang digunakan
untuk mengidentifikasi komponen dalam campuran. GCMS bergantung pada aliran gas
pembawa, suhu, dan jumlah senyawa organik. Spektrometer massa ini juga memiliki
berbagai sistem vakum, aliran, sumber ion dan pemilihan desain (Karasek, 1988). GC yang
dikombinasikan dengan spektrometri massa memiliki kecepatan alir dari osilator kapiler
secara umum rendah sehingga output kolom dapat diumpankan langsung ke ruang ionisasi
spektrometri massa. Sumber ion yang paling umum digunakan dalam GCMS adalah
ionisasi dampak ion dan ionisasi kimia (Skoog, 2014).
2.3.2.2 Kromatografi Cair
Kromatografi cair banyak digunakan pada semua teknik pemisahan analitik karena
metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi, memiliki akurasi perhitungan kuantitatif yang
tinggi, dapat diaplikasikan pada spesies non-volatil dan tidak tahan panas (Jeffery et al,
1989).
2.3.3 Rotary Evaporator
Rotary evaporator merupakan suatu rangkaian alat yang berfungsi untuk
memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dapat dihasilkan ekstrak dengan
kandungan kimia sesuai dengan yang diinginkan. Cairan yang akan diuapkan ditempatkan
9

dalam suatu labu yang kemudian dilakukan pemanasan dan putaran. Rotary evaporator ini
memiliki kelebihan dalam waktu evaporasi yang cepat, menghidari pembentukan busa dan
pelarut yang diuapkan dapat didapatkan kembali. Prinsip kerja dari rotary evaporator yaitu
didasarkan pada titik didih pelarut dan tekanan yang menyebabkan uap dari larutan akan
terkumpul diatas, kemudian diuapkan dan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan
dan cairan (Senjaya, 2014).
2.4 Uji Antibakteri
Pada uji antibakteri, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
antimikroba seperti pH, komponen media, stabilitas agen antimikroba dimana pada suhu
inkubator biasanya terdapat beberapa agen antimikroba kehilangan aktivitasnya, ukuran
inokulum dimana semakin besar inokulum bakteri maka semakin rendah keretanan baketri
serta inhibisi populasi bakteri yang besar lebih lambat dan kurang sempurna dibandingkan
dengan populasi yang kecil dan resisten akan timbul lebih banyak dalam populasi yang
lebih besar, lama inkubasi dimana semakin lama inkubasi maka semakin besar resisten
akan timbul dan agen antimikroba akan berkurang, aktivitas metabolik mikroorganisme
diaman organisme yang tumbuh secara aktif dan cepat lebih rentan terhadap fase kerja
(Nuraini, 2015).
2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus termasuk bakteri gram positif yang memiliki
diameter sekitar 0,5 – 1,5 μm yang membelah lebih dari satu bidang untuk membentuk
kelompok. Staphylococcus aureus merupakan non-motil, non-spora yang membentuk
anaerob fakultatif yang tumbuh dengan fermentasi. Sebagian besar baketri ini
membutuhkan sumber nitrogen organik. Staphylococcus aureus toleran terhadap
konsentrasi garam yang tinggi dan ketahanan terhadap panas.
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama yang penting karena
meningkatkan resistensi antibiotik. Spesies S. aureus memiliki lapisan pelindung yang
tangguh dengan ketebalan 20-40 nm. Di bawah dinding sel terdapat sitoplasma yang
tertutup oleh sito membran plastik. Peptidoglikan adalah komponen dasar dinding sel.
Faktor yang mempengaruhi daya tahan Staphylococcus aureus seperti suhu 37oC, pH
antara 4-10 dan keberadaan makanan dan komposisi makanan dari baketri tersebut (Harris,
2002).
2.4.2 Media Kultur
Media kultur untuk perkembangan baketri merupakan suatu bahan yang terdiri atas
campuran dari nutrisi-nutrisi yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme,
10

isolasi, perkembangbiakan dan juga perhitungan jumlah mikroorganisme. Faktor-faltor


yang mempengaruhi media kultur yaitu terdapatnya nutrisi yang dibutuhkan, ion,
kelembapan, menjaga tekanan, pH dan osmotik agar sesuai dengan keadaan
mikroorganisme.
Pemilihan kultur media tergantung pada patogen yang akan diisolasi, diperhatikan
dari ciri khususnya seperti memiliki flora atau tidak, steril atau tidaknya, ketersediaan dan
kestabilan media, serta pemahaman dalam pengendalian kualitas kultur media tersebut.
Media kultur yang digunakan adalah dalam bentuk padat, semi padat dan cair.
a. Media kultur padat
Media kultur padat biasanya menggunakan zat gelling seperti agar atau
gelatin. Agar digunakan untuk memadatkan media kultur karena memiliki kekuatan
gelling yang tinggi. Penggunaan media padat biasanya pada cawan petri ataupun
tabung reaksi. Tujuan dilakukannya pembiakan bakteri pada media padat adalah
untuk mengisolasi koloni dari masing-masing organisme yang ada dalam spesimen.
b. Media kultur semi-padat
Media kultur semi padat merupakan media kultur yang dibuat dengan
menambahkan sejumlah kecil agar ke media. Media semi padat digunakan untuk
media transportasi dan dapat juga digunakan untuk uji motilitas dan biokimia.
Media kultur semi padat ini banyak digunakan untuk pengayaan dimana organisme
cenderung berjumlah sedikit.
c. Media kultur cair
Media kultur cair juga dapat digunakan untuk pengujian biokimia.
Pentingnya teknik inokulasi yang baik dikarenakan adanya pengenalan organisme
kontaminasi tunggal yang dapat menghasilkan hasil yang tidak sesuai
(Cheesbrough, 2009).
Media yang digunakan untuk perkembangbiakan bakteri adalah dengan media
nutrient agar dan nutrient broth. Media tersebut merupakan media sederhana yang akan
mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang tidak memiliki persyaratan gizi khusus.
Media ini bnayak digunakan untuk pembuatan media yan diperkaya, mempertahankan
kondisi kultur dan untuk uji identifikasi biokimia dan serologis (Cheesbrough, 2009).
2.4.3 Sterilisasi Media kultur
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mematikan semua bentuk
organisme. Suatu benda dikatakan steril yan berarti benda tersebut bebas dari
mikroorganisme hidup yang tidak diinginkan. Sterilisasi berfungsi untuk mencegah
11

perncemaran dari organisme luar dan untuk mempertahankan keadaan aseptis. Metode
yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi yaitu autoklaf, pemanasan, dan
penyaringan.
a. Autoklaf
Umumnya media kultur disterilisasi menggunakan autoklaf yang bertujuan
untuk memastikan penghancuran endospora bakteri serta sel vegetatif.
Underautoclaving dapat menyebabkan media yang tidak steril, sedangkan
overautoclaving dapat menyebabkan pengendapan, perubahan pH, dan
penghancuran komponen penting dalam media.
b. Pemanasan
Pemanasan digunakan untuk mensterilkan media yang mengadnung bahan
yang akan dipecah atau dilarutkan pada suhu diatas 100oC. Pemanasan juga dapat
digunakan untuk mencairkan sebelum dilelehkan kembali untuk digunakan sebagai
media. Waktu pemanasan juga bervariasi tergantung dari jenis media yang sedang
digunakan.
c. Penyaringan
Penyaringan digunakan untuk menghilangkan bakteri dari fluida yang
utamanya digunakan untuk mensterilkan aditif yang sensitif terhadap panas dan
perlu segera ditambahkan ke media steril sebelum digunakan. Jenis penyaringan
yang biasanya digunakan adalah membran karena lebih cepat dan tidak
mempengaruhi filtrat serta menyerap sedikit jumlah zat yang disaring
(Cheesbrough, 2009).
2.4.4 Inokulasi Bakteri
Pada pengembangbiakan baketri, salah satu prosedur dasar yang biasa dilalui
adalah inokulasi sampel yang homogen pada media kultur. Fleksibilatas teknik tersebut
memiliki prinsip bahwa saat bakteri ditempatkan pada media kultur yang sesuai maka
setiap sel bakteri yang ada dalam sampel akan membentuk koloni yang terisolasi. Terdapat
beberapa teknik inokulasi seperti:
a. Teknik Tuang
Teknik tuang digunakan untuk mengisolasi bakteri. Pada teknik ini sangat
membantu dalam perhitungan jumlah bakteri. Namun teknik ini memiliki satu
kekurangan yaitu pada suhu tinggi dibutuhkan untuk menjaga agar media cair tetap
dapat membunuh beberapa bakteri (Sumbali, 2009). Teknik inokulasi ini dilakukan
di cawan petri terpisah, steril dan dekat dengan api pembakaran bunsen. Inokulum
12

disimpan dicawan petri untuk memudahkan pencampuran dengan media kultur


(Silva, 2013).
b. Teknik Tabur
Teknik tabur ini dilakukan untuk mengisolasi bakteri. Pada metode ini
dalam volume kecil, sampel cair diletakkan di tengah kultur agar dan kemudian
disebar diseluruh permukaan. Ketika suspensi tersebar, sel dari bakteri akan
terpisah dan disimpan secara berlainan (Sumbali, 2009).
Teknik inokulais ini memiliki keuntungan seperti tidak membuka baketri dalam
suhu tinggi dari kultur yang meleleh, Memungkinkan adanya visualisasi morfologi
dan perbedaan koloni serta tidak mengharuskan media kultur transparan. Namun
juga memiliki kerugian pada volume yang akan diinokulasi. Teknik ini dilakukan
dekat dengan api pembakaran bunsen agar dan steril (Silva, 2013).
c. Teknik Gores
Teknik gores ini merupakan teknik yang digunakan untuk mengisolasi
baketri. Pada teknik ini, bakteri disebar secara steril pada permukaan media agar.
Inokulasi dilakukan di dekat api untuk menghilangkan baketri yang tidak
diinginkan. Kemudian dilakukan penggoresan pada media yang mengandung
mikroba. Setelah dilakukan penggoresan, kemudian diinkubasi pada suhu yang
sesuai untuk baketri supaya bisa berkembang. Pada teknik gores dapat
memproduksi koloni lebih banyak (Sumbali, 2009).
2.4.5 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Metode uji aktivitas antimikroba dapat dilakukan menggunakan 3 metode yaitu
metode difusi, dilusi dan bioautografi.
a. Metode Difusi
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode difusi cakram.
Cakram diletakkan diatas media padat yang telah diinoukulasi, kemudian
diinkubasi. Setelah inkubasi, diameter dari zona jernih disekitar cakram diukur,
Metode difusi ini dipengaruhi oleh faktor interaksi antara ekstrak dengan bakteri
seperti sifat media dan kemampuan difusim ukuran molekul dan stabilitas dari
ekstrak.
b. Metode Dilusi
Zat antimikroba dimasukkan dalam media padat atau cair. Media
diinokulasi dengan bakteri yang diuji dan diinkubasi. Tujuan dari metode difusi
yaitu mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk
13

menghambat pertunbuhan baketri, namun metode ini membutuhkan waktu yang


relatif lama dan penggunaannya terbatas pada keadaan tertentu.
c. Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan metode pendeteksian untuk menemukan senyawa
antimikroba yang belum teridentifikasi dengan melokalisir aktivitas antimikroba pada
kromatogram. Prosedur bioautografi didasarkan pada teknik difusi agar dimana
senyawa antimikroba dipindahkan dari kromatogram ke media agar yang telah
diinokulasi (Nuraini, 2015).
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Metode Hasil
1. Prasetyo, Arif  Sokletasi Rasio bahan dengan pelarut
Wahyu (2015)  Variabel Tetap : 1:20 dengan 8 kali siklus
- Jenis pelarut didapatkan rendemen
 Variabel Bebas : oleoresin jahe tertinggi.
- Rasio pelarut
dengan bahan
- Jumlah siklus
2. Hernani, Tri  Maserasi Pelarut N-Heksana merupakan
Marwati,  Variabel Tetap : pelarut yang sesuai untuk
Christina - Rasio bahan dan ekstrak lengkuas berdasarkan
Winarti (2007) pelarut rendemen, mutu dan kadar
 Variabel Bebas : ekstrak yang dihasilkan.
- Konsentrasi pelarut
- Jenis pelarut
3. Mayachiew,  Maserasi Ekstrak rimpang lengkuas dan
pornpimon,  Variabel Tetap : gooseberry memiliki agen
Sakamon - Jenis bakteri antioksidan dan antibaketri
Devahastin - Jenis pelarut yang tinggi
(2007)  Variabel Bebas :
- Jenis bahan
4. Handajani,  Maserasi Ekstrak rimpang lengkuas
Noor Soesanti.,  Variabel Tetap : memiliki aktifitas antijamur
Tjahjadi - Konsentrasi media meskipun tidak kuat
Purwoko - Waktu inkubasi
(2008)  Variabel Bebas :
- Jenis jamur
- Jenis pelarut
14

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Anda mungkin juga menyukai