TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lengkuas Putih
Lengkuas putih yang dalam bahasa latin biasanya disebut Alpinia Galangal yang
banyak ditemukan di Indonesia yang beriklim tropis. Lengkuas putih memiliki akar batang
sebagai umbi dan mengandung senyawa aromatik, daun yang berbentuk lonjong dan
sedikit berwarna hijau, bunganya berwarna putih kehijauan dan memiliki buah dengan
ukuran sebesar buah ceri yang berwarna orange kemerahan (G.Shetty, 2015).
Lengkuas putih atau A.Galangal memiliki komposisi berupa 1,8-Cineole, α-Pinene, α-
Thujene, β-Pinene, α-Terpineol, Terpinene-4-ol, Limonene, (E) farnasene, Myrcene,
Borneol, β-Caryophyllene, β-Bisabolene, methyl cinnamatedan senyawa lain yang berguna
untuk antibakteri, antialergi dan antiseptik (Ravindran, 2012).
3
4
Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi soxhlet dipilih berdasarkan prinsipnya yaitu
siklus dari solvent, yang terdiri dari drug holder-extractor, tangki peyimpanan solven,
reboiler, kondensor dan perangkat pendukung seperti boiler, unit pendingin dan unit
vakum (Bagetta dkk, 2016).
Keuntungan dari ekstraksi soxhlet yaitu prosesnya yang kontinyu, sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut. Metode ini juga tidak membutuhkan waktu yang lama
dalam prosesnya. Kekurangan dari metode ini yaitu ekstraksi harus dipanaskan pada titik
didih solvent yang digunakan (Sarker, 2006). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
proses sokletasi yaitu ukuran partikel bahan, jenis solvent, kepolaran dan kelarutan pelarut,
selektivitas, titik didih, suhu, waktu ekstraksi, rasio pelarut dan bahan, serta jumlah siklus
(Prasetyo,2012)
a. Pengaruh Solvent Terhadap Proses Sokletasi
Pada metode ekstraksi soxhlet pemilihan pelarut yang tepat perlu dilakukan untuk
mendapatkan komponen bioaktif yang diinginkan. Pelarut yang umum digunakan
untuk mengekstrak minyak dan senyawa lemak dari bagian tumbuhan adalah pelarut
dengan kepolaran yang rendah (Mandal, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Prasetiyo (2015) bahwa semakin tinggi rasio dari bahan dengan pelarut yang
digunakan maka akan terjadi penurunan rerata rendemen, sehingga semakin banyak
rasio bahan dengan pelarut yang digunakan belum tentu akan menghasilkan rendemen
yang tinggi pula. Banyaknya pelarut akan mempengaruhi luas kontak bahan dengan
pelarut sehingga pada jumlah pelarut tertentu distribusi pelarut ke bahan akan optimal
yang dapat meningkatkan nilai rendemen. Banyaknya pelarut akan meningkatkan
tingkat kejenuhan pelarut.
Solvent dapat diklasifikasikan sebagai polar dan nonpolar. Pelarut polar dapat
dijelaskan sebagai solvent yang dapat terlarut dalam garam atau molekul dengan
dipole yang besar, sedangkan pelarut nonpolar tidak dapat terlarut dalam garam dan
molekul dengan dipole yang besar, ion organik dapat terlarut pada larutan yang sangat
nonpolar (Anslyn, 2006). Molekul polar mengandung kutub positif dan negatif.
Sedangkan molekul non polar tidak memiliki kutub (Masterton, 2012). Beberapa
contoh senyawa polar yaitu metanol, etanol dan air memiliki kelarutan yang hampir
sama, ketiganya memiliki gugus hidroxyl yang mana memiliki sifat hidrofilik.
Sedangkan, petrolium eter, chloroform, n-hexane dan etil asetat merupakan beberapa
contoh solvent nonpolar, yang merupakan solvent untuk menghilangkan minyak yang
tidak diinginkan ( Mandal, 2015).
7
dalam suatu labu yang kemudian dilakukan pemanasan dan putaran. Rotary evaporator ini
memiliki kelebihan dalam waktu evaporasi yang cepat, menghidari pembentukan busa dan
pelarut yang diuapkan dapat didapatkan kembali. Prinsip kerja dari rotary evaporator yaitu
didasarkan pada titik didih pelarut dan tekanan yang menyebabkan uap dari larutan akan
terkumpul diatas, kemudian diuapkan dan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan
dan cairan (Senjaya, 2014).
2.4 Uji Antibakteri
Pada uji antibakteri, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
antimikroba seperti pH, komponen media, stabilitas agen antimikroba dimana pada suhu
inkubator biasanya terdapat beberapa agen antimikroba kehilangan aktivitasnya, ukuran
inokulum dimana semakin besar inokulum bakteri maka semakin rendah keretanan baketri
serta inhibisi populasi bakteri yang besar lebih lambat dan kurang sempurna dibandingkan
dengan populasi yang kecil dan resisten akan timbul lebih banyak dalam populasi yang
lebih besar, lama inkubasi dimana semakin lama inkubasi maka semakin besar resisten
akan timbul dan agen antimikroba akan berkurang, aktivitas metabolik mikroorganisme
diaman organisme yang tumbuh secara aktif dan cepat lebih rentan terhadap fase kerja
(Nuraini, 2015).
2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus termasuk bakteri gram positif yang memiliki
diameter sekitar 0,5 – 1,5 μm yang membelah lebih dari satu bidang untuk membentuk
kelompok. Staphylococcus aureus merupakan non-motil, non-spora yang membentuk
anaerob fakultatif yang tumbuh dengan fermentasi. Sebagian besar baketri ini
membutuhkan sumber nitrogen organik. Staphylococcus aureus toleran terhadap
konsentrasi garam yang tinggi dan ketahanan terhadap panas.
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama yang penting karena
meningkatkan resistensi antibiotik. Spesies S. aureus memiliki lapisan pelindung yang
tangguh dengan ketebalan 20-40 nm. Di bawah dinding sel terdapat sitoplasma yang
tertutup oleh sito membran plastik. Peptidoglikan adalah komponen dasar dinding sel.
Faktor yang mempengaruhi daya tahan Staphylococcus aureus seperti suhu 37oC, pH
antara 4-10 dan keberadaan makanan dan komposisi makanan dari baketri tersebut (Harris,
2002).
2.4.2 Media Kultur
Media kultur untuk perkembangan baketri merupakan suatu bahan yang terdiri atas
campuran dari nutrisi-nutrisi yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme,
10
perncemaran dari organisme luar dan untuk mempertahankan keadaan aseptis. Metode
yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi yaitu autoklaf, pemanasan, dan
penyaringan.
a. Autoklaf
Umumnya media kultur disterilisasi menggunakan autoklaf yang bertujuan
untuk memastikan penghancuran endospora bakteri serta sel vegetatif.
Underautoclaving dapat menyebabkan media yang tidak steril, sedangkan
overautoclaving dapat menyebabkan pengendapan, perubahan pH, dan
penghancuran komponen penting dalam media.
b. Pemanasan
Pemanasan digunakan untuk mensterilkan media yang mengadnung bahan
yang akan dipecah atau dilarutkan pada suhu diatas 100oC. Pemanasan juga dapat
digunakan untuk mencairkan sebelum dilelehkan kembali untuk digunakan sebagai
media. Waktu pemanasan juga bervariasi tergantung dari jenis media yang sedang
digunakan.
c. Penyaringan
Penyaringan digunakan untuk menghilangkan bakteri dari fluida yang
utamanya digunakan untuk mensterilkan aditif yang sensitif terhadap panas dan
perlu segera ditambahkan ke media steril sebelum digunakan. Jenis penyaringan
yang biasanya digunakan adalah membran karena lebih cepat dan tidak
mempengaruhi filtrat serta menyerap sedikit jumlah zat yang disaring
(Cheesbrough, 2009).
2.4.4 Inokulasi Bakteri
Pada pengembangbiakan baketri, salah satu prosedur dasar yang biasa dilalui
adalah inokulasi sampel yang homogen pada media kultur. Fleksibilatas teknik tersebut
memiliki prinsip bahwa saat bakteri ditempatkan pada media kultur yang sesuai maka
setiap sel bakteri yang ada dalam sampel akan membentuk koloni yang terisolasi. Terdapat
beberapa teknik inokulasi seperti:
a. Teknik Tuang
Teknik tuang digunakan untuk mengisolasi bakteri. Pada teknik ini sangat
membantu dalam perhitungan jumlah bakteri. Namun teknik ini memiliki satu
kekurangan yaitu pada suhu tinggi dibutuhkan untuk menjaga agar media cair tetap
dapat membunuh beberapa bakteri (Sumbali, 2009). Teknik inokulasi ini dilakukan
di cawan petri terpisah, steril dan dekat dengan api pembakaran bunsen. Inokulum
12