Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Judul : Isolasi Eugenol

TujuanPercobaan : 1. Mempelajari teknik pemisahan cara kimia (cair-cair).


2. Mempelajari teknik isolasi eugenol dari minyak cengkeh.
Pendahuluan

Minyak daun cengkeh merupakan komoditi ekspor Indonesia yang memegang peranan
penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat produsen minyak daun cengkeh. Minyak
cengkeh mengandung banyak senyawa organik, namun yang paling penting adalah eugenol.
Eugenol dibutuhkan banyak industri, diantaranya industri kosmetik, farmasi, dan pestisida nabati
karena senyawa ini menghasilkan aroma yang khas (Kardinan,2005).

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa
melarutkan material lainnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen
terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi.
Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven
pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam
pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

1. Tipe persiapan sampel

2. Waktu ekstraksi

3. Kuantitas pelarut

4. Suhu pelarut

5. Tipe pelarut
(Fessenden, 1982).
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2
fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama
dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok,
lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan
komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya
dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Underwood,1986).
Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang
mengandung gugus yang bersangkutan. Pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut
(dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu sama lain. Selanjutnya proses
pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali. Untuk
memilih jenis pelarut yang sesai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta distribusi
rendah untuk gugus pengotor lainnya.

2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air

3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air

4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun

5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya ntk keperluan analisa lebih lanjut

Gambar 1. Corong Pisah


(Underwood,1986)
Eugenol merupakan suatu alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat
bereaksi dengan basa kuat. Eugenol bersifat mudah menguap tidak berwarna atau berwarna agak
kuning dan mempunyai rasa getir. Eugenol digunakan sebagai bahan baku parfum, pemberi
flavor, dan dalam bidang pengobatan sebagai antiseptik dan anestesi. Eugenol juga digunakan
pada pembuatan isoeugenol untuk memproduksi vanilin sintetis. Eugenol mempunyai rumus
molekul C10H1202, dan larut dalam alkohol, eter dan kloroform. Eugenol banyak digunakan di
bidang farmasi, industri makanan dan minuman, kosmetik dan sebagai bahan baku produk-
produk kimia yang lain. Eugenol akan bereaksi dengan alkali hidroksida membentuk senyawa
fenolat yang meningkat kelarutannya dalam air. Prinsip ini dipakai untuk memisahkan eugenol
dari senyawa lainnya.
Gambar 2. Eugenol
(Guenther, 1990).

Senyawa organik lebih larut dalam pelarut air dibandingkan dalam pelarut organik (koefisien
distribusi antara pelarut organik dan air kecil). Ekstraksi senyawa dengan koefisien campuran
rendah antara pelarut organik dan air biasanya memerlukan pelarut organik dalam jumlah yang
banyak. Penggunaan pelarut yang besar ini bisa diatasi dengan ekstraksi kontinyu dimana hanya
relatif kecil volume pelarut yang dibutuhkan. Teknik ekstraksi cair-cair kontinyu, pelarutnya
dapat didaur ulang menjadi campuran yang mengandung air sehingga penyusunnya dapat
diekstraksi dengan pelarut lain (Fessenden, 1993).

Isolasi bahan alam dilakukan berdasarkan sifat bahan alam tersebut dan dapat digolongkan
menjadi isolasi cara fisik dan isolasi cara kimia. Isolasi secara fisis didasarkan pada sifat fisik
bahan alam, seperti kelarutan dan tekanan uap. Isolasi berdasarkan perbedaan kelarutan bahan
alam dalam pelarut tertentu dapat dilakukan dengan pelarut dingin atau pelarut panas. Isolasi
dengan pelarut dingin digunakan untuk mengisolasi bahan alam yang dapat larut dalam keadaan
dingin. Tekniknya dapat dilakukan dengan merendam sumber bahan alamnya dalam pelarut
tertentu selama beberapa lama (jam atau hari). Untuk bahan alam yang larut dalam keadaan
panas digunakan teknik isolasi secara kontinyu dengan alat soxhlet. Isolasi berdasarkan
penurunan tekanan uap dilakukan dengan cara destilasi uap. Cara ini digunakan untuk senyawa
yang tidak larut dalam air, bertitik didih tinggi, mudah terurai sebelum titik didihnya dan mudah
menguap. Isolasi secara kimia didasarkan pada sifat kimia atau kereaktifan bahan alam terhadap
pereaksi tertentu. Bahan alam diisolasi melalui reaksi kimia dan dipisahkan dari senyawa lain
yang tidak bereaksi (Vogel, 1989).
Eugenol dan NaOH akan membentuk natrium eugenolat yang larut dalam air. Bagian non
eugenol diekstrak dengan eter. Dengan penambahan asam anorganik akan menghasilkan garam
natrium eugenol bebas. Eugenol ini kemudian dimurnikan dengan penguapan dan penyulingan
(Guenther, 1990).

MSDS(Material Safety Data Sheet)


Magnesium Sulfat Anhidrat
Magnesium sulfat anhidrat memiliki wujud fisik dasar padat. Berat molekul magnesium sulfat
anhidrat sebesar 120,38 g/mol. Magnesium sulfat anhidrat dapat larut dalam air dingin.
Magnesium sulfat anhidrat sedikit berbahaya, sehingga jika kontak secara langsung dengan kulit
segera bilas dengan air dan sabun (Anonim, 2017).
Besi Klorida
Besi klorida memiliki wujud padat,memiliki berat molekul 162,21 g/mol,titik didih 316C, titk
lebur 306C dan larut dalam air dingin. Besi klorida sangat berbahaya dalam kasus menelan,
pertolongan pertama apabila tertelan yaitu dengan memeriksa bibir dan mulut untuk memastikan
apakah jaringan yang rusak,segera mencari bantuan medis (Anonim,2017).
Asam Klorida
Asam klorida berbentuk cairan, memiliki berat molekul 35,5 g/mol, bau menyengat, tak
berwarna untuk menerangi kuning, memiliki titik didih 108,58C, dan titik lebur -62,25C. Asam
klorida sangat berbahaya apabila terkena kontak kulit, pertolongan pertama apabila terkana kulit
segera basuh kulit dengan air yang mengalir selama 15 menit, apabila terjadi infeksi segera minta
bantuan medis (Anonim,2017).
Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida berbentuk padatan, tidak berwarna, berbau dan berasa, memiliki berat
molekul 40 g/mol, titik didih 1338 C, titik lebur 323C, mudah larut dalam air dingin. Natrium
hdroksida sangat berbahaya apabila terjadi kontak mata, pertolongan pertama segera basuh muka
dengan air mengalir selama 15 menit, apabila terjadi infeksi segera minta bantuan medis
(Anonim,2017).
Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh berbentuk cairan, tidak berbau, berasa tetapi tak berwarna untuk menerangi
kuning, titik didih 250 C, larut dalam metanol, dietil eter. Minyak cengkeh sangat berbahaya
jika terjadi kontak kulit(iritasi), pertolongan pertama segera basuh dengan air mengalir selama 15
menit, apabila terjadi infeksi segera minta bantuan medis (Anonim,2017).
Kloroform
Kloroform berbentuk cairan, berbau nyaman, berasa manis, taanpa warna, memiliki berat
molekul 119,38 g/mol, titik didih 61C , titik leleh -63,5C, dan sangat sedikit larut dalam air
dingin. Berbahaya dalam kasus kontak mata, pertolongan pertama yaitu dengan segera
membasuh muka dengan air mengalir selama 15 menit, apabila terjadi infeksi segera minta
bantuan medis (Anonim,2017).

Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari praktikum kali ini adalah pemisahan suatu zat berdasarkan kelarutan
zat terhadap suatu pelarut senyawa polar akan larut dengan senyawa polar dan begitu juga
dengan senyawa nonpolar akan larut dengan senyawa nonpolar juga.
Alat
Beaker glass, batang pengaduk, corong pisah, gelas ukur, pipet mohr 10 mL, pipet tetes,
penangas air, termometer, timbangan, dan tabung reaksi.
Bahan
Minyak cengkeh, NaOH 10%, Kloroform, HCl 25%, kertas lakmus biru, MgSO4
anhidrat, dan FeCl3.
Prosedur Kerja
Pertama dimasukkan 25 gram minyak cengkeh ke dalam beaker glass kemudian
ditambahkan 25 mL larutan NaOH 10%, kemudian diaduk sampai homogen. Kedua
ditambahkan 10 mL di etileter lalu dipindahkan ke dalam corong pisah, dikocok kuat-kuat dan
diamkan selama 10 menit sampai terbentuk dua lapisan. Fasa polar (anorganik), yang berada
dilapisan bawah, dipisahkan dan ditampung dalam beaker glass. Ketiga fasa non polar (organik),
yang berada dilapisan atas, ditambahkan 10 mL larutan NaOH 10% dikocok kuat-kuat, lalu
didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Fasa polar (anorganik) dipisahkan dan digabung
dengan fasa polar sebelumnya. Keempat ditambahkan HCl 25% tetes demi tetes kedalam fasa
polar (bagian bawah) sampai terbentuk gumpalan-gumpalan coklat atau mempunyai pH 3 (tes
menggunakan lakmus biru). Setelah itu pindahkan dalam corong pisah, lalu ditambahkan
dietileter 10 mL. Dikocok kuat-kuat, kemudian didiamkan selama 10 menit sampai terbentuk dua
lapisan. Fasa organik ditampung dalam beaker glass. Keenam uapkan pelarut dietileter yang
terdapat dalam fasa organik tersebut, dalam lemari asam menggunakan penangas air (suhu air
50oC). Residu yang diperoleh ditambahkan sejumlah kecil kristal MgSO 4. Lalu dekantasi residu
yang mengandung eugenol tersebut. Timbang berat eugenol dan ukur volumenya juga
menggunakan gelas ukur. Hitung rendemen/kadar eugenol dalam minyak cengkeh tersebut.
Terakhir dilakukan uji positif akan adanya eugenol dalam residu yang diperoleh adalah
terbentuknya warna ungu jika ditambahkan larutan FeCl3.
Waktu yang dibutuhkan selama percobaan

No Pengamatan Jam Waktu


1 Persiapan praktikum 14.30 14.40 10 menit
2 Preparasi sampel 14.40 14.50 10 menit
3 Prosedur kerja pemindahan dalam 14.50 15.00 10 menit
corong pisah
4 Prosedur kerja pembentukan fasa 15.00 15.30 30 menit
5 Prosedur kerja pemindahan dalam 15.30 15.40 10 menit
corong pisah
6 Prosedur kerja pembentukan fasa 15.40 16.10 30 menit
7 Prosedur kerja pembentukan fasa 16.10 16.30 20 menit
8 Prosedur kerja pemindahan dalam 16.30 16.40 10 menit
corong pisah
9 Prosedur kerja pembentukan fasa 16.40 17.10 30 menit
10 Prosedur kerja pemanasan dan uji 17.10 17.30 20 menit
positif eugenol
Total waktu yang dibutuhkan 180 menit/3 jam

Data dan Perhitungan


a. Data
No
Bahan Perlakuan Hasil pengamatan
.
1. 23,5 mL minyak cengkeh - Berwarna kuning bening
- Menjadi kuning keruh agak
2. 23,5 mL minyak cengkeh + 25 mL NaOH pekat.
- Menghasilkan panas
- terbentuk dua fasa Bagian
bawah berwarna kuning ke-
orangean dan bagian atas
+ kloroform dan berwarna coklat.
23,5 mL minyak cengkeh
3. dikocok kemudian - Lapisan atas fase anorganik
+ 25 mL NaOH
didiamkan (polar)
- Lapisan bawah fase organik
(non polar)
- Suhu semakin panas.
Terbentuk dua fasa (atas
4. Fase nonpolar (organik) + 10 mL NaOH
anorganik-bawah organik)
5. Fasa polar (anorganik) +200 tetes HCl Bewarna putih keruh terbentuk
total (gabungan point 3 gumpalan seperti gelembung-
dan 4 yang sudah gelembung pada bagian dasar
dipisahkan) beaker gelas, kemudian di tes
menggunakan kertas lakmus
biru.
Terbentuk dua fase, pada lapisan
+10 mL kloroform atas berwarna putih keruh dan
lapisan bawah berwarna coklat.
Diuapkan Coklat muda
Ditambah MgSO4 -
6. Fasa organik Ditimbang -
Bewarna ungu dibagian atas
+FeCl3
larutan
b. Perhitungan

Tidak dapat melakukan perhitungan rendemen dikarenakan pada saat setelah fasa organik
dipanaskan (diuapkan), tidak ada gelembung coklat (eugenol) pada larutan, sehingga tidak dapat
dilakukan dekantasi untuk memisahkan eugenol dengan pelarutnya.

Hasil

No
Gambar Keterangan
.

Kondisi awal Minyak cengkeh


1.
V=23,5 mL

Penambahan NaOH , agar eugenol bisa


2. terbentuk dalam garamnya yang larut
dalam air

4. - Setelah penambahan kloroform, kemudian


dilakukan pengocokan dan pendiaman
terbentuk dua fasa kemudian
dipisahkan.
- Lapisan atas merupakan fasa polar
(anorganik)
- Lapisan bawah merupakan fasa non polar
(organik)
- Kemudian pada fase non polar (organik)
ditambahkan dengan NaOH untuk
mendapatkan eugenol yang tersisa.

- Setelah penambahan NaOH dilakukan


pengocokan dan didiamkan hingga
terbentuk 2 fase.
7. - Diambil fase polar (anorganik) yang
berada di lapisan bawah kemudian
digabung dengan hasil ekstraksi yang
pertama.

Total hasil penampungan Na-eugenolat


8.
yang merupakan fasa anorganik

Penambahan HCl hingga 200 tetes dan


sambil dicek dengan lakmus biru untuk
9.
mengetahui sudah bersifat asam apa
belum larutan yang terbentuk.

Penambahan kloroform pada fasa eugenol


10. yang telah dikocok dan didiamkan
sehingga terbentuk 2 fasa.
Fasa organik yang telah dipanaskan
menggunakan penangas air pada suhu

50 untuk menguapkan pelarut

kloroform.
11.
Seharusnya Setelah diuapkan ,dilakukan
penambahan MgSO4 untuk mengikat air
yang tersisa. Tetapi langkah ini tidak
dilakukan karena tidak adanya gelembung
yang menandakan eugenol.

Penambahan FeCl3 untuk menguji ada


tidaknya eugenol. Dan menunjukkan
12.
adanya eugenol karena warna yang
terbentuk bewarna ungu

Tidak dapat melakukan perhitungan rendemen dikarenakan pada saat setelah fasa organik
dipanaskan (diuapkan), tidak ada gelembung coklat (eugenol) pada larutan, sehingga tidak dapat
dilakukan dekantasi untuk memisahkan eugenol dengan pelarutnya.

Pembahasan Hasil

Percobaan kali ini mengenai isolasi eugenol dari minyak cengkeh. Percobaan isolasi eugenol
dari minyak daun cengkeh bertujuan untuk mengisolasi eugenol dari minyak daun cengkeh.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah ekstraksi pelarut yaitu suatu metode
pemisahan senyawa dari pelarut tertentu berdasarkan tingkat kepolarannya. Eugenol merupakan
suatu alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat.
Pemurnian eugenol dari minyak daun cengkeh digunakan cara ekstraksi. Pemilihan cara
ekstraksi cair-cair kontinyu untuk isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh lebih ditekankan
untuk mengatasi kendala yang ada pada ekstraksi cair-cair tak kontinyu yang antara lain :
pengocokan yang berulang-ulang, terjadinya kenaikan tekanan internal dan emulsi dalam corong
pemisah serta kehilangan pelarut yang relatif besar. Prinsip ekstraksi cair-cair kontinyu adalah
penambahan secara terus menerus tetesan-tetesan kecil pelarut ke dalam larutan yang
mengandung senyawa yang diekstrak.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu minyak cengkeh sebanyak 25 mL dimasukkan


dalam beaker gelas kemudian direaksikan dengan NaOH 10% sebanyak 25 mL. Pereaksian ini
dilakukan sambil mengaduknya agar larutannya menjadi homogen. Minyak cengkeh yang
awalnya berwarna kuning bening setelah ditambah dengan NaOH warnanya berubah menjadi
kuning keruh agak pekat. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk menarik senyawa eugenol
dalam minyak cengkeh dan merubah sifatnya menjadi polar dalam bentuk garamnya yaitu Na-
eugenolat. Garam pada umumnya bersifat polar, sehingga Na-eugenolat ini juga bersifat polar
yang dapat larut dalam air. Garam Na-eugenolat ini dapat terbentuk karena Na+ mensubtitusi H+
yang terdapat dalam eugenol dan H+ yang dilepaskan bereaksi dengan OH-
yang terdapat pada NaOH membentuk H2O. Berikut reaksinya:

Larutan yang mengandung garam Na-eugenolat tersebut kemudian ditambah dengan 10


mL kloroform yang bersifat non polar. Penambahan kloroform ini berfungsi untuk menarik
senyawa-senyawa lain yang bersifat non polar yang terdapat dalam minyak cengkeh seperti -
karoifelin, akubeben, a-kopaen, hulumen, - kadien, dan kadina 1,3,5-trien agar eugenol yang
diperoleh nantinya tidak tercampur dengan senyawa-senyawa tersebut. Minyak cengkeh yang
sudah ditambah dengan NaOH dan kloroform ini kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah
untuk memisahkan garam Na-eugenolatnya. Larutan tersebut kemudian dikocok dalam corong
pisah sambil dibuka krannya agar gas yang terbentuk dapat keluar. Pengocokan ini bertujuan
untuk mempercepat reaksi terjadi karena pengocokan ini akan meningkatkan energi kinetik dari
molekul yang bereaksi sehingga peluang dari molekul-molekul untuk bertumbukan semakin
besar dan reaksi akan lebih mudah terjadi karena adanya kemungkinan tumbukan efektif yang
terjadi (Pada saat pengocokan ini,dipengaruhi oleh tingkat kecepatan dari pengocokan tersebut,
apabila kecepatan kocok rendah,maka hasil reaksi dari campuran tersebut tidak maksimal,
campuran tersebut akan semakin keruh, apabila kecepatan kocok tinggi,maka hasil reaksi dari
campuran tersebut maksimal maka campuran tersebut bening). Gas yang terbentuk diduga adalah
gas kloroform. Kloroform mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu 61C, sedangkan
pengocokan ini dapat meningkatkan energi kinetik larutan dalam corong pisah sehingga suhunya
juga mengalami kenaikan. Larutan dalam corong pisah ini kemudian didiamkan kira-kira 10
menit agar terbentuk 2 fase. Lapisan atas merupakan fase polar (anorganik) dan lapisan bawah
merupakan fase non polar (organik). Berdasarkan perbedaan fase tersebut diduga lapisan atas
lebih pekat karena banyak mengandung eugenol sedangkan lapisan bawah sedikit bening karena
ada kandungan selai eugenol dalam minyak cengkeh. Lapisan atas ditampung dalam beaker
glass,sedangkan lapisan bawah di reaksikan lagi dengan NaOH. Pemisahan didasarkan atas
perbedaan massa jenis, sehingga massa jenis yang lebih besar akan berada di bawah(massa jenis
kloroform 1,484 g/mL).
Langkah kedua, lapisan bawah atau fase non polar (organik) yang ada dalam corong pisah
kemudian ditambah dengan 10 mL NaOH kembali. Penambahan NaOH untuk yang kedua
kalinya ini bertujuan untuk membentuk garam Na-eugenolat yang lebih optimal yang mungkin
masih tersisa pada lapisan bawah. Lapisan bawah yang sudah ditambah NaOH ini kemudian
dikocok dalam corong pisah dan dikeluarkan gasnya melalui krannya. Larutan dalam corong
pisah ini kemudian didiamkan agar terbentuk 2 fase, yaitu fase atas non polar (organik) pada
lapisan bawah dan fase polar (anorganik) pada lapisan atas. Lapisan atas yang merupakan garam
Na-eugenolat mengandung minyak cengkeh, dan memiliki warna yang berbeda. Hal tersebut
disebabkan karena eugenol pada penambahan NaOH yang kedua ini sudah sedikit. Lapisan
bawah atau fase polar dibuang,mengapa karena lapisan bawah mengandung kloroform dan non
eugenol. Lapisan atas atau fase polar (anorganik) ini kemudian digabungkan dengan fase polar
dari hasil sebelumnya yang berada pada beaker gelas.
Fase polar (anorganik) yang ada dalam beaker gelas tersebut kemudian ditambah dengan
HCl 25%. Penambahan HCl pada lapisan garam Na-eugenolat bertujuan untuk mengubah garam
Na-eugenolat menjadi eugenol kembali dengan cara mensubtitusi gugus Na+ dengan H+ pada
garam Na-eugenolat sehingga eugenol dapat terbentuk kembali. Penambahan HCl dilakukan
sedikit demi sedikit sampai terbentuk pH 3 untuk membentuk suasana asam dalam reaksi
tersebut. Eugenol akan dengan mudah menarik gugus H+ dalam suasana asam sehingga garam
Na-eugenolat dapat bereaksi dengan HCl untuk membentuk eugenol kembali. Kondisi larutan
dalam pH 3 merupakan titik pH optimal bagi eugenolat untuk dapat menarik atau melepas gugus
H+ pada gugus hidroksilnya. Jumlah HCl yang ditambahkan dalam percobaan ini sebanyak 200
tetes yang didalamnya terbentuk gumpalan coklat dan juga merubah kertas lakmus biru menjadi
merah, sedangkan pada kelompok lain penambahan HCl diatas 170 tetes sudah dapat merubah
kertas lakmus biru menjadi merah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaaan pada
tingkat pengocokan yang dilakukan pada tahap 1 dan 2, sehingga menghasilkan larutan yang
berbeda-beda. Faktor dalam pengocokan tersebut bisa dipengaruhi oleh kecepatan, tidak
rapatnya dalam menutup corong atas, serta dalam pembuangan gas. Penambahan HCl ini
menghasilkan eugenol dan juga NaCl karena Na+ yang dilepas dari garam Na-eugenolat bereaksi
dengan Cl- dari HCl. Reaksi antara Na-eugenolat dengan HCl adalah sebagi berikut:

Penambahan HCl dihentikan pada jumlah tetesan 200 kemudian ditambah dengan 10 mL
kloroform yang berfungsi untuk mengikat eugenol yang masih berada pada lapisan NaCl
berdasarkan kaidah like dissolve like yaitu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan
senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar. Eugenol merupakan senyawa non polar
sehingga akan larut dalam kloroform yang bersifat non polar.
Fase polar (anorganik) yang sudah ditambah HCl dan kloroform tersebut kemudian
dikocok dalam corong pisah dan didiamkan agar terbentuk 2 fase. Hasil yang diperoleh
diperkirakan yaitu lapisan atas merupakan fase polar (anorganik) yang tidak berwarna dan
lapisan bawah merupakan fase non polar (organik) yang berwarna kuning kecoklatan. Lapisan
bawah yang berwarna kuning kecoklatan ini mengindikasikan adanya eugenol. Hasil yang
diperoleh pada perlakuan ini menimbulkan kejanggalan kerena tidak sesuai dengan literatur yang
seharusnya fase non polar (eugenol dalam kloroform) berada di atas dan fase polar (NaCl)
berada dibawah. Massa jenis NaCl lebih berat daripada eugenol dalam kloroform yaitu 2,16
g/cm3 yang seharusnya berada dibawah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh
penambahan HCl yang terlalu banyak yang dapat merusak struktur eugenol sehingga eugenol
dalam kloroform berada pada lapisan bawah. Lapisan bawah atau fase polar (organik) ini
kemudian diuapkan untuk menghilangkan kloroform agar didapat eugenol murni. Kloroform
dapat diuapkan kerena titik didihnya lebih rendah dari pada eugenol yaitu 61C sedangkan
eugenol titik didihnya 254C. Penguapan kloroform ini mengalami kesalahan, seharusnya dalam
pemanasan ini terbentuk gelembung yang bertanda bahawa ada eugenol dalam larutan ini,
sehingga untuk proses penambahan MgSO4 tidak dilakukan, yang bertujuan juga untuk mengikat
air yang tersisa agar terpisah dengan endapan minyak murni. Dari literatur bahwa akibat
pemanasan tersebut seharusnya terbentuk 2 fase, yaitu gelembung-gelembung yang menandakan
bahwa minyak ada dalam larutan dan campuran yang bukan minyak, akan tetapi dalam hasilnya
tidak ada gelembung dan perbedaan fase, pada larutan ini dipertanyakan keberadaan minyak
karena dalam larutan ini tidak ada, dalam literatur bahwa massa jenis air lebih besar daripada
minyak, sehingga minyak harusnya ada di atas permukaan air, tetapi air yang dihasilkan tidak
sebegitu banyaknya dibandingkan dengan literatur, dalam literaut volume minyak lebih banyak
dariapda air. Mengapa hal ini terjadi, kemungkinan disebabkan dari tahap 1 itu sudah melakukan
kesalahan dan tahap-tahap selanjutnya sehingga hasil akhir tidak didapatkan minyak murni.
Keberadaan eugenol kemudian diuji positif menggunakan FeCl3 yang akan menghasilkan
warna ungu. Larutan diambil sebagian atas saja yang sekiranya mengandung minyak, kemudian
ditetesi dengan FeCl3 dan menghasilkan warna ungu yang mengindikasikan adanya eugenol
pada lapisan atas atau fase polar (anorganik). Untuk pengujian rendemen tidak dilakukan waktu
yang dibutuhkan tidak cukup sehingga langsung dibuang begitu saja.

Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Teknik isolasi eugenol dilakukan menggunakan ekstraksi cair-cair yang prinsipnya
didasarkan pada kemampuan zat cair untuk larut dalam pelarut cair. Eugenol dapat bersifat
polar karena membentuk garamnya saat direaksikan dengan NaOH dan membentuk eugenol
kembali saat direaksikan dengan HCl karena terjadi subtitusi ion Na+ oleh ion H+.
Referensi

Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Chloroform. [serial online].


https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923521. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Clove Oil. [serial online].
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9946725. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Ferric Chloride. [serial online].
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=99326742. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Chloride Acid. [serial online].
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9965875. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Magnesium Sulfate Anhydrous. [serial online].
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9947992. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Sodium Hydroxide. [serial online].
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924661. Diakses tanggal 04 Maret 2017.
Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Fessenden, Ralph J. 1993. Organic Laboratory Techniques Second Edition. USA : University of
Montana.

Guenther, E. 1990. Minyak Astiri Jilid IV. Jakarta : Universitas Indonesia.


Kardinan, Agus. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Underwood, 1986, Analisis Kimia Kualitatif, Erlangga, Jakarta.
Vogel, A.E. 1989. Text Book of Practical Organic Chemistry. USA : Longman Book.
Saran

Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum agar hasil yang diperoleh baik
dan juga lebih memahami langkah kerja pada percobaan yang dilakukan.

Nama Praktikan

Adi Kurniawan Effendi ( 151810301031 )

Anda mungkin juga menyukai