Anda di halaman 1dari 59

1

PENETAPAN KADAR EUGENOL DALAM BUNGA KERING ATAU DAUN


CENGKEH Eugenia Caryophhyllata L.Merr dan Perry (Myrtaceae) DENGAN METODE
DESTILASI UAP
A. Tujuan
1. Mengetahui prinsip kerja dari destilasi uap
2. Mengetahui kadar eugenol dalam bunga kering atau daun cengkeh Eugenia
Caryophhyllata L.Merr dan Perry (Myrtaceae)

B. Prinsip
1. Destilasi Uap

Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang
terbentuk. Destilasi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk ekstraksi
minyak esensial. Prinsip dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih dari zat-zat
cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik
didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan
mengembun dan menetes sebagai destilat. Ada 2 teknik destilasi yaitu air dan
uap.Destilasi uap menggunakan uap air yang melewati bahan tanaman/yang diuji
pada tekanan tinggi.Destilasi uap sering digunakan untuk memisahkan senyawa yang
volatil dari senyawa non-volatil. Cairan yang didistilasi merupakan cairan yang tidak
larut air (immiscible) sehingga dapat dipisahkan dari senyawa/bahan lain dalam
campuran bahannya. Destilasi bisa berjalan karena air dan air tidak bercampur dan
mereka menguap masing-masing sehingga titik didih/penguapannya terjadi saat
jumlah tekanan uap murni sama dengan tekanan atmosfer (Clanke, 2008).

2

2. Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigras melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik
didihnya. Kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan
pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa senyawa dikurangi
dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase
gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya
ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350
o
C)
bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat
terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).

C. Latar Belakang Teoritik
Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil minyak atsiri yang
berlimpah. Produk minyak atsiri baru pada tahap menghasilkan minyak kasar (crude
oil). Jika minyak kasar tersebut diolah lebih lanjut menjadi berbagai komponen
minyak esensial murni, maka akan dihasilkan produk-produk minyak esensial yang
lebih ekonomis, salah satunya adalah minyak cengkeh.
Minyak cengkeh telah sejak lama digunakan untuk tujuan pengobatan gigi dan
telah diketahui dengan baik di negara-negara barat sebagai bahan anastesi gigi.
Minyak cengkeh (di Indonesia) adalah produk alami yang tidak mahal dan dapat
diperoleh dengan mudah di Asia Tenggara. Minyak cengkeh di Indonesia secara
3

tradisional diproduksi melalui proses distilasi bunga, tangkai bunga, dan daun-daun
pohon cengkeh Euginia aromatica. Komponen yang paling dominan (70-90%) dan
merupakan bahan aktif adalah eugenol.
Penyulingan cengkeh dapat dilakukan dengan cara destilasi uap. Dengan destilasi uap
dapat dihasilkan minyak cengkeh strong oil dengan kandungan eugenol yang tinggi
yaitu 91-95%. Lama penyulingan berkisar antara 8-24 jam tergantung ukuran, sistem
isolasi, volume uap dari alat penyulingan, sifat alami, kondisi cengkeh, dan
sebagainya.
Kemudian dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kualitas dan kemurnian
dari minyak atsiri yang dihasilkan digunakan metode analisis kimia dimana analisis
kimia tersebut dibagi kedalam dua aspek yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan
kadar suatu senyawa dalam hal ini eugenol dalam suatu campuran dan analisis
kualitatif untuk menguji keberadaan suatu senyawa yang diinginkan dalam suatu
campuran. Untuk menguji kedua aspek tersebut dapat dilakukan teknik kromatografi
dalam praktikum ini digunakan teknik kromatografi gas.

a. Destilasi Uap
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimiaberdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan.Dalam destilasi campuran zat didihkan sehingga menguap dan uap ini
kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan.Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akanmenguap terlebih dahulu. Metode ini merupakan termasuk unit
operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori
bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik
didihnya (Oxtoby, 2004).

Destilasi terdiri dari 4jenis, yaitu :
a. Destilasi sederhana
Prinsipnya adalah memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan
perbedaan titik didih yang jauh berbeda. Jika campuran dipanaskan maka
komponen yang titik didihnya rendah akan menguap lebih dahulu. Selain
4

perbedaan titik didih, destilasi sederhana juga didasarkan pada perbedaan
kevolatilan.Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran
air dan alkohol (Sunardi, 2004).

b. Destilasi fraksional (bertingkat)
Prinsip destilasi fraksional sama dengan destilasi sederhana, hanya destilasi
fraksional memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu
memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan.
Destilasi fraksional juga digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih
kurang dari 20
o
C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan
rendah.Aplikasi dari destilasi fraksional digunakan pada industri minyak mentah
untuk memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah (Sunardi, 2004).

c. Destilasi uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik
didih mencapai 200
o
C atau lebih dan untuk campuran yang tidak larut dalam air
disemua temperatur tetapi dapat didestilasi dengan air.Aplikasi dari destilasi uap
untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari
ecucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak
parfum dari tumbuhan (Sunardi, 2004).

d. Destilasi vakum
Destilasi vakum digunakan umtuk memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki
titik lebur sangat tinggi.Metode yang digunakan pada destilasi vakum adalah
dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik
didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk
mendestilasinya tidak perlu terlalu tinggi (Sunardi, 2004).

a. Sifat fisika kimia setiap analit yang akan dipisahkan
Analit yang digunakan adalah minyak cengkeh untuk dipisahkan eugenolnya.
Tanaman Cengkeh:
Divisio : Spermatophyta
5

Sub-Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub-Kelas : Choripetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Eugenia
Spesies : Eugenia caryophyllus

Sifat fisika kimia minyak cengkeh (clove oil)
Sifat fisika:
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Cairan
Rasa : Tidak berasa
Warna : Tidak berwarna sampai kuning terang

Sifat kimia:
Titik didih : 250
0
C (482
0
F)
Titik lebur : -
Grafitasi spesifik : 1,045 (air = 1)
Kelarutan : Larut dalam methanol, dietil eter, tidak larut dalam air dingin
Korodifitas : Tidak korosif pada kaca
(Sciencelab, 2013).
Informasi Toksikologi
Rute masuk : Kontak mata, inhalasi, penelanan
Toksisitas untuk hewan : Toksisitas oral akut (LD
50
) = 2650 mg/kg (tikus)
Efek kronis pada manusia : Substansi adalah racun bagi sistem saraf dan
membrane mukosa
Efek beracun lain pada manusia : Sangat berbahaya dalam kasus kontak kulit,
menelan dan inhalasi
Potensi efek kesehatan akut : Sangat berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan),
kontak mata (iritan), menelan, inhalasi, radang mata
ditandai dengan kemerahan, berair dan gatal-gatal,
peradangan kulit ditandai dengan gatal-gatal.
6

Potensi efek kesehatan kronik : Sangat berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan),
kontak mata (iritan), menelan, inhalasi, tidak ada
efek karsinogenik, mutagenic dan tertogenik.
b.1. Pemisahan
a. Penyulingan
Destilasi adalah metode yang paling sering digunakan untuk ekstraksi minyak
esensial. Ada 2 teknik destilasi yaitu air dan uap. Destilasi uap menggunakan uap
yang melewati bahan tanaman atau zat yang diuji pada tekanan tinggi. Cairan yang
didestilasi merupakan cairan yang tidak larut air (immiscicle) sehingga dapat
dipisahkan dari senyawa dalam bahan campuran (Clarke, 2008).
Penyulingan atau destilasi merupakan proses pengubahan suatu zat dari
keadaan cair menjadi tekanan uap dengan pemanasan, kemudian diembunkan
(dikondensasikan) menjadi cair lagi dan ditampung dalam bejana yang terpisah.
Digunakan untuk memurnikan suatu zat, untuk memisahkan bagian-bagian yang
bercampur dalam zat itu dan yang berbeda-beda titik didihnya. Misal pada
pemurnian air; air yang tidak murni dipanaskan hingga mendidih; uap air yang telah
dialirkan melalui pipa-pipa pendingin (kondensor), tempat uap itu mengembun
menjadi cair lagi yang disebut destilat, ialah air suling. Zat-zat lain yang semula
terkandung dalam air itu, yang mempunyai titik didih lebih tinggi, tertinggal dalam
bejana semula (Khopkar, 2008).

b. Hukum Raoult
Persamaan Raoult digambarkan sebagai P
1
= X
1
P
1
O
, dimana P
1
adalah
tekanan uap total, X
1
adalah fraksi mol pelarut dan P
1
O
adalah tekanan uap pelarut.
Larutan yang mengikuti hubungan garis lurus dalam persamaan tersebut dikenal
sebagai Hukum Raoult. Larutan seperti ini disebut sebagai larutan ideal (Rohman,
2009).
7



Gambar 1. Persamaan Hukum Raoult

c. Hukum Dalton
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas
merupakan jumlah dari tekanan masing-masing gas itu sendiri. Maka berdasarkan
hokum Dalton P
T
= P
A
+ P
B
dimana rumus tekanan adalah

(Rohman, 2009).

b.2. Validasi
Untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan
oada kisarab analit yang dianalisis maka diperlukan validasi metode. Jadi secara umum
validasi metode merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan
sesuai dengan yang diinginkan (Gandjar dan Rohman,2007).

Kromatografi gas (GC)
Kromatografi gas adalah teknik pemisahan, dengan terokan yang diuapkan diangkut
oleh aliran gas lembam melewati suatu pipa yang diiisi dengan partikel halus atau
melewati suatu dinding tersalut cairan berketeruapan rendah. Pipa seperti itu disebut
kolom. Jika kolom diisi dengan partikel kering, tekniknya disebut kromatografi gas-
padat. Pada kromatografi gas-cair, partikel/dinding dalam kolom disalut dengan suatu
cairan berketeruapan rendah. Gas pembawa lembam yang disebut diatas disebut fase
8

gerak. Fase diam adalah cairan penyalut partikel atau dinding kolom pada kromatografi
gas-cair atau partikel padat pada kromatografi gas-padat (Watson, 2010).
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilitas atau penyapan sampel dalam
inlet injektor, pemisahan komponen-komponen cairan dalam campuran dan deteksi tiap
komponen dengan detektor (Rohman, 2009).

Gambar 2. Skematik Kromatografi Gas

Bagian yang paling depan adalah tabung gas untuk gas pembawa serta pengatur
tekanan. Tabung gas ini berhubungan dengan bagian alat registrasi, pada kromatografi
gas preparative juga terdapat pengumpul fraksi untuk menampung senyawa yang
dipisahkan. Cuplikan disuntikkan dengan bantuan jarum suntik dalam injector yang
dipanaskan, yang segera akan menguap dan akan dibawa oleh gas pembawa pada
kecepatan volume konstan lalu kolom pemisah dan akan sampai dalam detector yang
dapat bekerja dengan berbagai prinsip. Detektor akan menimbulkan sinyal yang
proporsional dengan jumlah senyawa yang datang dengan gas pembawa. Pencatat akan
memberikan kromatogram dari komponen yang terpisah yang akan tampak sebagai
puncak. Puncak konsentrasi yang diperoleh demikian diregistrasi sebagai fungsi waktu
dan garis dasar merupakan sumbu waktu (Rohman, 2009).

9


Gambar 3. Skema Kromatogram Gas
t
d
: waktu retensi senyawa yang tidak tertahan kuat dalam fase stasioner
t
dr
: waktu retensi keseluruhan
t
r
:

t
dr
- t
d
= waktu retensi = lama tertahannya senyawa dalam fase stasioner
h : tinggi puncak
t
1/2
: lebar puncak pada tinggi

Secara prinsip kolom pemisah dapat dibedakan menjadi kolom yang diisi dan kolom
kapiler. Kapiler merupakan pipa dengan ruang sempit dengan diameter 0,25-1 mm dan
mengandung fase stationer sebagai lapisan tipis cairan pada dinding dalamnya. Dengan
kolom ini dihasilkan pemisahan yang terbaik, untuk jumlah sangat sedikit senyawa
yang akan dikromatografi. Sebagai fase stationer untuk kromatografi gas yang sesuai
adalah cairan yang member film rata pada bahan pengemban kolom. Pemilihan gas
pembawa disesuaikan dengan kolom pemisah dan detector. Detektor adalah alat yang
mempunyai sifat tertentu yang dengan senyawa yang terpisah yang datang dengan gas
pembawa akan berubah menjadi sejumlah sinyal listrik yang proporsional (Rohman,
2009).



10


b.3. Parameter Validasi Metode :

1. Ketepatan (Akurasi)
Merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai
yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan.

2. Presisi
Merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai
simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara
statistik.

3. Spesifisitas
Merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepa dan spesifik
dengan adanya komponen komponen lain dalam matriks sampel. Seperti
ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks.

4. Batas Deteksi (LOD)
Merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang masih dapat dideteksi,
meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara
spesifik yang menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu.

5. Batas Kuantifiaksi (LOQ)
Merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan
presisi dan akurasi yang dapat diterima pada operasional metode yang digunakan.

6. Linieritas
Merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil hasil uji yang secara
langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

7. Kisaran (Range)
11

Suatu metode yang didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang
mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang
mencukupi.

8. Kekasaran (ruggedness)
Merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah kondisi yang
bermacam macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relative
(%RSD).

9. Ketahanan (Progoodnes
Merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variaasi
parameter metode yang kecil.

10. Stabilitas
Untuk memeperoleh hasil hasil analisis yang reprodusible dan reliable, maka
sampel, reagen dan baku yang digunakan harus stabil dalam waktu tertentu.

11. Kesesuain sistem
Sebelum melakukan analisis setiap hari, seseorang analisis harus memeastikan bahwa
sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat
diterima.
(Rohman, 2007).
b.4. Pengamanan Praktikan dalam Laboratorium

1. Eugenol
Menggunakan kaca mata laboratorium, jas laboratorium dan masker. Pastikan
menggunakan masker yang bersertifikat dan sarung tangan. Sepatu tertutup
(Sciencelab, 2005).
2. Natrium Klorida
Menggunakan kaca mata laboratorium, jas laboratorium dan masker. Pastikan
menggunakan masker yang bersertifikat, sarung tangan dan sepatu tertutup. Tidak
12

stabil pada suhu tinggi. Reaktif pada agen pengoksidasi, logam dan asam
(Sciencelab, 2005).
3. Natrium Sulfat
Hindari kontak mata sebab dapat menyebabkan iritasi. Simpan pada suhu kamar dan
jika disimpan pada suhu 800
0
C akan meledak (Sciencelab, 2005).

4. Kalium Hidroksida
Hindari kontak mata sebab dapat menyebabkan iritasi dan jangan sampai tertelan.
Mudah meledak jika direaksikan dengan brom, nitrobenzene (Sciencelab, 2005).

5. Asam Klorida
Hindari kontak dengan mata sebab dapat menyebabkan iritasi dan jangan sampai
tertelan. Jika HCl bereaksi dengna uranium phospide menghasilkan phospina
(Sciencelab, 2005).

6. Diklorometan
Hindari kontak dengan mata sebab dapat menyebabkan iritasi dan jangan sampai
tertelan. Tidak korosif pada gelas kaca (Sciencelab, 2005).














13






D. MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS)
Bahan-bahan yang digunakan:
1. Eugenol (C
10
H
12
O
2
)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Bentuk : Cair
b. Warna : Kuning pucat
c. Titik didih : 253C
d. Pembekuan / Melting Point : -9C
e. Specific Gravity / Density : 1.0660g/cm3
f. Berat Molekul : 164,20
g. Mudah terbakar Point : 93C
h. Titik lebur : - 7,5C
i. Tekanan uap : 0,03 mmHg
j. Kelarutan dalam air : Larut
k. Kelarutan dalam etanol : Larut
l. Densitas : 1.07 g/ ml

Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas Kimia: Zat mengalami perubahan warna setelah terpapar udara.
b. Kondisi yang dihindari: Bahan non-kompatibel, paparan udara.
c. Tidak kompatibel dengan Bahan Lainnya Oksidator kuat.
d. Dekomposisi Produk (Berbahaya): Karbon monoksida, karbon dioksida, karbon
dioksida.
e. Belum pernah dilaporkan polimerisasi berbahaya.
f. Produk stabil dalam kondisi normal penggunaan dan penyimpanan.
14

g. Bahan dan kondisi yang harus dihindari: Agen oksidan.
h. Produk penguraian yang berbahaya: Dalam pembakaran memancarkan
karbonmonoksida dan komposit organik.
(Acros Organics, 2009).


2. Akuades (H
2
O)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Keadaan fisik dan penampilan : Cair
b. Bau : Tidak berbau .
c. Berat Molekul : 18,02 g/ mol
d. Warna : Tak berwarna
e. pH ( 1 % soln / air ) : 7 [Netral]
f. Titik didih : 100C (212F)
g. Specific Gravity : 1 (Air = 1)
h. Tekanan Uap : 2.3 kPa (@ 20C)
i. Densitas Uap : 0.62 (Air = 1)
j. Properti Dispersi : Tidak berlaku
k. Kelarutan : Tidak Berlaku

Stabilitas dan Reaktivitas
a. Kondisi yang harus dihindari Jangan biarkan produk untuk suhu di atas 50C.
b. Bahan yang harus dihindari: Asam, basa, logam, garam logam, zat pereduksi,
bahan organik, dan zat mudah terbakar.
c. Produk penguraian yang berbahaya Bereaksi dengan logam membentuk hidrogen.
d. Stabilitas Stabil di bawah kondisi normal penggunaan dengan pelepasan gas
lambat.
e. Informasi lainnya dekomposisi melepaskan uap/ furnes berbahaya/ panas.
(Aquatic Hygiene, 2006).

15

3. Natrium Klorida (NaCl)
Sifat Fisik dan Kimia
Keadaan fisik dan penampilan : Padat
Bau : Tidak berbau
Rasa : Saline
Berat Molekul : 58.44 g/ mol
Warna : Putih.
pH ( 1 % soln / air ) : 7 [Netral]
Titik didih : 1413C (2575,4F)
Melting Point : 801C (1473,8F )
Spesifik Gravity : 2,165 (Air = 1)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut
dalam gliserol, dan amonia. Sangat sedikit larut
dalam alkohol. Larut dalam asam klorida.

Bentuk Fisik : Kristal putih solid dengan bau halogen sediki.
Warna : Putih buram.
Bau : Bau halogen bila dipanaskan.
Titik didih ( 760mm Hg ) ( C ) : 1465
Melting Point / Titik Beku ( C ) : 801
pH : 4,0-9,0
Kelarutan dalam air ( g / cc ) ( % ) : 26.4
Berat Jenis ( H2O = 1 ) : 2.16
Bulk Density ( lbs./ft3 ) : 35-83
% Volatile oleh Berat : N/ A
Tekanan uap ( mm Hg/747 C ) : 2.4
Densitas Uap (udara = 1 ) : N/ A

Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas: Stabil
b. Kondisi Ketidakstabilan: Bahan yang tidak cocok, suhu tinggi.
c. Ketidakcocokan dengan berbagai zat: Reaktif dengan agen oksidasi, logam, asam.
16

d. Korosivitas: Tidak dianggap korosif untuk logam dan kaca.
e. Higroskopis. Bereaksi dengan kebanyakan logam seperti besi atau baja, bahan
bangunan (seperti semen) natrium klorida cepat bereaksi dengan bromin
trifluorid. Reaksi paling kuat dengan lithium.
f. Keterangan khusus tentang korosivitas: Tidak tersedia.
g. Polimerisasi: Tidak akan terjadi.
h. Dekomposisi Produk: Dapat menghasilkan gas klorin ketika kontak dengan asam
kuat.
i. Bereaksi hebat dengan bromin trifluorida dan lithium. Hindari kontak dengan
oksidasi kuat, asam, bromin.
(Sciencelab, 2013).

4. Diklorometan (CH
2
Cl
12
)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Bentuk : Cair
b. Warna : Tak berwarna
c. Bau : Bau manis seperti ethereal - kloroform
d. Tekanan Uap : 350 mm Hg @ 20C
e. Densitas Uap : 2.93 (Air = 1)
f. Boiling Point : 40C
g. Pembekuan / Melting Point : -97C
h. Specific Gravity / Density : 1.33 (Air = 1)
i. Berat Molekul : 84,92
j. Kelarutan dalam air ( % berat ) : 1.32 gm/ 100gm @ 77F ( 25C)
k. Kepadatan uap (udara = 1.0 ) : 2,9
l. Volatilitas : 100%
m. Tingkat Penguapan : 27,5 (butil asetat = 1)
n. Viskositas : 0.441 cP @ 20C
o. Kelarutan : Larut alkohol, eter, dimetilformamida,
fenol, aldehida, keton, asam asetat, trietil fosfat, asam Acetoacetic,
cyclohexylamine, pelarut diklorinasi.

17

Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas kimia: Stabil pada suhu kamar dalam wadah tertutup di bawah kondisi
penyimpanan dan penanganan normal. Mungkin membentuk campuran yang
dapat meledak di atmosfer yang memiliki kandungan oksigen yang tinggi.
b. Kondisi yang dihindari: Kelebihan panas, merusak plastik, karet, dan coating,
ruang terbatas, Bila tidak ada air diklorometana tidak merusak logam-logam. Pada
suhu tinggi dan dengan adanya air (menyebabkan dekomposisi lambat
membentuk HCl), korosi bes, beberapa baja stainless, tembaga dan aluminium
dapat terjadi.
c. Tidak kompatibel dengan bahan lainnya: Oksidator kuat, kuat basa, logam kimia
aktif.
d. Produk dekomposisi berbahaya: Hidrogen klorida, fosgen, karbon monoksida,
karbon dioksida.
e. Polimerisasi yang Berbahaya: Tidak akan terjadi.
f. Reaktivitas: Stabil pada suhu dan tekanan normal.
g. Kondisi yang harus dihindari: Hindari panas, api, percikan dan sumber penyulut
lainnya. Wadah dapat pecah atau meledak jika terkena panas.
h. Kompatibel: logam, basa, bahan pengoksidasi, bahan mudah terbakar.
i. Dekomposisi berbahaya: dekomposisi termal atau pembakaran produk: Senyawa
halogen, oksida karbon, fosgen.
(BDH, 2006).

5. Asam Klorida (HCl)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Keadaan fisik dan penampilan : Cair
b. Bau : Bau tajam
c. Warna : Tidak berwarna dengan lampu kuning
d. Tekanan uap : 16 kPa (@ 20C ) rata-rata
e. Densitas Uap : 1,267 (Air = 1)
f. Kelarutan : Larut dalam air dingin , air panas , dietil eter .
g. Berat Jenis : 1.1800
h. pH : 1
18

i. Melting Point / Titik beku : -46C (-51F)
j. Titik Didih / Range : 51C (123F)
k. Tekanan uap ( pada 20 C ) : 15 mmHg
l. Densitas Uap (udara = 1 ) : 1,267

Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas : Stabil
b. Ketidakcocokan dengan berbagai zat: Sangat reaktif dengan logam. Reaktif
dengan agen oksidasi, bahan organik, alkali, air .
c. korosivitas: Sangat korosif di hadapan aluminium, tembaga, stainless steel (304),
dari stainless steel (316). Non-korosif dengan kaca .
d. Keterangan Khusus tentang Reaktivitas :
e. Bereaksi dengan air terutama ketika air ditambahkan ke produk. Penyerapan gas
hidrogen klorida pada merkuri sulfat menjadi kekerasan @ 125C. Sodium
bereaksi sangat hebat dengan gas hidrogen klorida. Kalsium phosphide dan asam
klorida mengalami reaksi yang sangat energik. Ini bereaksi dengan pengoksidasi
melepaskan gas klorin.
f. Polimerisasi: Tidak akan terjadi .
g. Produk penguraian yang berbahaya: Karbon oksida .
(BDH, 2005).

6. Kalium Hidroksida (KOH)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Keadaan fisik dan penampilan : Padat
b. Bau : Tidak berbau
c. Berat Molekul : 56.11 g/ molep 4
d. Warna : Putih
e. pH ( 1 % soln / air ) : 13 [Basic]
f. Titik didih: Suhu penguraian : 1384C (2523,2F)
g. Melting Point : 380C (716F)
h. Spesifik Gravity : 2,044 (Air = 1)
i. kelarutan : Mudah larut dalam air dingin , air panas . Larut
19

dalam dietileter.
Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas: Stabil
b. Kondisi ketidakstabilan: bahan yang tidak cocok, generasi debu, paparan udara
lembab atau air.
c. Ketidakcocokan dengan berbagai zat: Sangat reaktif dengan asam. Reaktif dengan
bahan organik, logam, kelembaban.
d. korosivitas: Sangat korosif di hadapan aluminium, kuningan, dan seng. Sedikit
korosif di hadapan tembaga, stainless steel (304). Non-korosif di hadapan
stainless steel (316).
e. Higroskopis (menyerap uap air dari udara). Ketika dilarutkan dalam air atau
alkohol atau ketika solusi diperlakukan dengan asam, banyak panas yang
dihasilkan. Bereaksi hebat dengan asam, halogen, hidrokarbon terhalogenasi,
anhidrida maleat, anhidrida organik, isosianat, alkilena oksida, epichlorhydrin,
aldehida, alkoho, gylcols, fenol, kresol, solusi caprolactum.
f. Polimerisasi: Tidak akan terjadi.
(Scienceleb, 2013).
7. Natrium Sulfat Anhidrat (Na
2
SO
4
Anhidrat)
Sifat Fisik dan Kimia
a. Keadaan fisik dan penampilan :Padat
b. Bau : Tidak berbau
c. Rasa : Saline
d. Berat Molekul : 142,06 g/ mol
e. Warna : Putih .
f. Titik Didih : 1100C (2012F)
g. Melting Point : 888C (1630,4F)
h. Spesifik Gravity : 2,671 (Air = 1)
i. Kelarutan : Larut dalam air dingin, hidrogen
iodida , dan gliserol larut dalam alkohol .
j. pH : 5,0-8,0 (5 % aq.sol.)
k. Berat Molekul : 142,0

20


Stabilitas dan Reaktivitas
a. Stabilitas : Stabil
b. Kondisi Ketidakstabilan : Kelebihan generasi debu , bahan yang tidak cocok
c. Ketidakcocokan dengan berbagai zat : Reaktif dengan agen oksidasi , logam
d. Corrosivity : Non - korosif di hadapan kaca .
e. Keterangan Khusus tentang Reaktivitas :
f. Higroskopis . Natrium sulfat bereaksi hebat dengan magnesium . Juga kompatibel
dengan aluminium , kalium , merkuri , timbal , kalsium , perak , barium , ion
amonium , dan strontium . Sulfat memberikan endapan dengan garam timbal ,
barium , strontium , dan kalsium . Silver dan bentuk merkuri garam sedikit larut .
Alkohol preciptates kebanyakan sulfat dari larutan .
g. Keterangan Khusus tentang korosivitas : Tingkat korosi besi dan baja dalam air
adalah fungsi dari kualitas mineral tertentu serta alkalinitas. Natrium sulfat adalah
kontributor yang kuat untuk laju korosi . Sebagai contoh, dalam air dengan 400
mg / l alkalinitas ( sebagai CaCO3 ) pada pH 7 , laju korosi akan menjadi nol pada
200 mg / l Na2SO4 , tetapi ketika konsentrasi natrium sulfat adalah 400 mg / l ,
laju korosi akan menjadi sekitar 100 mg per cm persegi per hari .
h. Polimerisasi : Tidak akan terjadi .
(Acros Organics, 2004)











21




E. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
Peralatan destilasi uap
( klem cincin, adapter claesen, heating mantel, pendingin liebig, rotary
evaporator)
Labu alas bulat 500 ml
Neraca timbang
Mortir, stemper
Gelas ukur 100 ml
Gelas beker ( 100 ml, 200 ml, 1000 ml)
Erlenmeyer 125 ml, 250 ml
Baskom batu es
Corong pisah 250 ml
BAHAN :
2 gram daun cengkeh/ bunga cengkeh
Eugenol 100 mg, 100mg
Natrium sulfat exicc
Aquadest
Batu didih
Es batu
5 gram NaCl
15 ml, 10 ml, 10 ml(pembilasan)diklorometan
20-50 ml HCl 5%
25 ml, 25 ml HCl 5%
Kalium hidroksida
22

Indikator pH universal
15 ml NaCl setengah jenuh( 8 ml NaCl jenuh + 7 ml aquadest)
15 gram Natrium Sulfat Anhidrat p.a



F. Prosedur Percobaan
1. Destilasi Uap
a. Peralatan destilasi disusun dengan menggunakan labu alas bulat 500 mg,
seperti gambar dibawah ini :

b. 2

g
r
a
m

c
e
n
g
k
e
h

ditimbang dengan menggunakan beker glass 100 ml. Ditumbuk (homogen).
Timbang kembali dan catat bobotnya. Dilakukan replikasi 5 kali (A,B,C,D
dan e). Pada A tambahkan 100 mg eugenol.

23

c. Masing maisng serbuk cengkeh dimasukkan ke dalam lanu alas bulat.
Ditambahkan 150 ml aquadest dan 3 potong batu didih.

d. Pada lengan utama claisen dipasang corong pisah 250 ml, disanggah dengan
klem ring besi kemudian masukkan 200 ml aquadest. Alirkan air pendingin
pada pendingin liebig, nyalakan pemanas dan naikkan temperature secara
perlahan.
e. Destilasi campuran, pastikan bahwa pendidihan belangsung cepat. (berkisar
antara 1 tetes / sekon) tapi busa yang terbentuk tidak mencapai pendingin.
Harus terbentuk busa dalam labu alas bulat selama proses destilasi.
f. Hasil destilat dikumpulkan pada Erlenmeyer 250 ml yang ditaruh didalam es
batu
(jika terbentuk destilat jernih, berarti yang terdestilasi hanya airnya saja).
g. Destilasi dilanjutkan sampai destilat tidak berbau (kurang lebih 45-60 menit)
h. Destilat dipindahkan ke corong pisah 250 ml dan ditambahkan 5 g NaCl
anhidrat, digojok hingga larut dan tambahkan 15 ml diklorometan dalam
Erlenmeyer digojok dimasukkan ke corong pisah. Bila erlemeyer dengan 10
ml diklorometan, masukkan ke corong pisah
i. Corong pisah digojog perlahan (4-5 menit). Penggojokan yang terlalu kuat
akan membentuk emulsi dan busa, tapi jika kedua lapisan tidak bercampur
satu sama lain, sebagian produk tidk dapat terekstrak. Jika terbentuk emulsi,
tanya asisten apa yang harus dilakukan.
j. Corong pisah diletakkan dalam klem ring besi. Keluarkan lapisan
diklorometan (lapisan bawah) ke dalam Erlenmeyer 125 ml
k. Ekstraksi diulang 2 kali dengan masing masing diklorometan 10 ml.
Gabungkan lapisan diklorometan yang diperoleh. Keringkan dengan Natrium
sulfat exicc
l. Diambil + 1 ml hasil destilasi E, dimasukkan kedalam flakon yang bersih dan
kering untuk dianalisis dengan GC. Diberi label hasil destilasi I blangko
bunga cengkeh/daun cengkeh
m. Keluarkan ampas cengkeh dari labu alas bulat selagi hangat, atau paling tidak
isi terlebih dahulu dengan air kran. Untuk menghilangkan padatan, masukkan
24

air keran, putar, masukkan campuran ke dalam beker glas 1000 ml, dekantir
cairan ke dalam saluran pembuangan, kumpulkan ampas padat dalam kertas,
bungkus dan buang ke tempat sampah (jangan membuang ampas ke dalam
saluran bak pembuangan karena dapat menyebabkan sumbatan).


2. Partisi
a. Larutan dikorometan A,B,C,D dan E dipindahkan ke corong pisah 125 ml
b. Pada B tambahkan 100 mg eugenol. Tiap corong pisah ditambah 30 ml
laruatan 5% KOH. Apabila hangat terjadi eksotermis
c. Lapisan diklorometan dipisah ke corong pisah ke dua. Apabila tidak tersedia
maka lapisan air dipindahkan ke Erlenmeyer 125 ml
d. Ekstrak kembali larutan diklorometan dengan 25 ml 5% KOH sebanyak 2
kali. Lapisan air digabung
e. Lapisan air dimasukkan ke corong pisah 125 ml dan cuci dengan 15 ml
diklorometan
f. Lapisan air dipindahakn ke beaker gelas 250 ml dan didinginkan dengan
bantuan es
g. Diasamkan perlahan lahan dengan 5% HCl sampai pH 1 dengan
menggunakan indicator pH universal (akan dibutuhkan 20-50 ml asam)
h. Larutan yang diasamkan dipindahkan ke corong pisah, erlenmeyer dibilas
dengan 10 ml diklorometan. Diklorometan dimasukkan kedalam corong pisah
i. Pembilasan dengan diklorometan diulang 1 kali lagi. 10 ml diklorometan
dimasukkan ke corong pisah
j. Corong pisah digojok perlahan selama 4-5 menit. Letakkan corong pisah pada
klem ring besi. Lapisan organik (diklorometan) dikeluarkan ke dalam
Erlenmeyer 125 ml
k. Ekstraksi diulang 2 kali dengan amsing amsing 10 ml diklorometan.
Gabungkan lapisan diklorometan yang diperoleh
25

l. Dengan corong pisah yang sama, cuci lapisan diklorometan dnegan 15 mL
aquadest. Kemudian dicuci dnegan 15 mL larutan jenuh NaCl (8 ml larutan
NaCli jenuh + 7 mL aquadest)
m. Pindahkan lapisan diklorometan kedakam Erlenmeyer atau gelas beker125 mL
yang berish, tambahkan 15 gram Natrium Sulfat anhidrat p.a untuk
mengeringkan laturan organik
n. Goyangkan kurang lebih 5 menit. Jika larutan masih tampak berkabut ulangi
dengan pengeringan menggunkan Natrium Sulfat anhidrat

3. Pemekatan
Masing masing sampel hasil partisi, dipekatkan dengan cara diuapkan diatas
water bath. Pada sampel C ditambahkan 100 mg eugenol
Diuapkan hingga yang tersisa adalah cairan eugenol yang berwarna kuning.
Dilarutkan dengan hexan, dimasukkan kedalam labu takar 10 ml di add dengan
hexan

Hasil
Timbang produk dan hitung kadar eugenol. Hitung % perolehan kembali A,B dan
C. perolehan A = kesalahan pada destilasi uap, partisi dan pemekatan. B (partisi
dan pemekatan), C (pemekatan).

Kesalahan total (100%-% perolehan kembali A). Pemekatan (100%-%perolehan
kembali C, artisi (100%-% perolehan kembali B) (100%- perolehan kembali C).
kesalahan pada destilasi uap = kesalahan total (%) (100%-%perolehan kembali
B).

Dari perhitungan %kesalahan tiap tahap, akan diketahui tahapan yang perlu
melakukan optimasi.

4. Determinasi
Pada labu D ditambahkan 100 mL. Injeksikan ekstrak A,B,C,D,E dan 1 mL E
yang disisihkan pada GC-FID yang sudah dioptimasikan
26


5. Pengukuran di GC
a. Pembuatan Larutan Baku Eugenol
Larutan stok dibuat dengan mengambil 0,1 mL baku eugenol. Larutkan dalam
heksan dan encerkan dalam labu takar 10 mL hingga batas tanda.
Dari larutan stok tersebut diambil sejumlah 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mL
larutankemudian dilarutkan ke dalam labu takar 10 ml, encerkan dengan
heksan hingga batas tanda.

b. Kondisioning GC
GC dinyalakan sesuai petunjuk pemakaian
Set suhu injector, oven dan detector
Conditioning selama 1 jam

c. Penentuan waktu retensi
Set suhu oven pada suhu 150
0
C
Injek 1-2 mikroliter standar
Tunggu sampai puncak eugenol keluar, catat waktu retensinya
Ulangi dengan sampel
Bandingkan puncak kromatogram sampel dengan standar. Apabila sudah
terpisah antara puncak eugenol dengan puncak lainnya, hitung nilai Rs.

d. Yang dilakukan Jika Sudah terpisah
Siapkan seri kadar larutan standar eugenol dari larutan stok standar
Injek maisng masing seri larutan standar. Buat hubungan konsentrasi dengan
luas puncak (kurva baku).
Injek sampel yang diperoleh dari praktikum sebelumnnya. Jika puncak terlalu
besar, encerkan dengan n-hexane sampai puncak masuk ke dalam rentang
kurva baku.
Kadar dihitung
Hitung recovery setiap langkah yang telah dikerjakan

27








G. Data Pengamatan
A. Penimbangan
Penimbangan serbuk bunga cengkeh
Sampel Berat kertas (g) Berat kertas +
zat (g)
Berat kertas +
sisa (g)
Berat zat (g)
A 3.3643 5.3644 3.3643 2.0001
B 3.5783 5,6144 3.5784 2.0360
C 3.7625 5,7625 3.7433 2.0192
D 2.0979 4.0979 2.0899 2.0080
E 3,0353 5,0353 3,0182 2.0171

Penimbangan NaCl
NaCl Berat kertas (g) Berat kertas +
zat (g)
Berat kertas +
sisa (g)
Berat zat (g)
A 0.2611 5.2655 0.2650 5.0005
B 0.2512 5.2522 0.2512 5.0010
C 0.2609 5.3219 0.2610 5.0609
D 0.2520 5.2526 0.2524 5.0002
E 0.2530 5.2647 0.2542 5.0105

28









Penimbangan Eugenol setelah pemekatan
Sampel Cawan porselin
(g)
Cawan porselin +
sisa pemekatan
(eugenol) (g)
Eugenol (g)
A 45,03 45,9 0,87
B 50,08 50,9 0,82
C 27,01 27,40 0,39
D 55,02 55,50 0,48
E 51,90 52,65 0,75

B. Pembuatan Kurva Baku
1. Konsentrasi Larutan Stok
1 mL eugenol 1 gram eugenol
dibuat larutan stok sebanyak 1 gram dalam 10mL hexan
c =




2. Intermediet
C
1
.V
1
= C
2
.V
2
0,1 g/mL . 5mL = C
2
. 25 mL
C
2
= 0,02 g/mL

29

3. Konsentrasi Larutan Seri Kurva
Baku ( C
1
.V
1
= C
2
.V
2
)
a. Seri 1
1 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,002 g/mL
b. Seri 1
2 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,004 g/mL
c. Seri 3
3 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,006 g/mL
d. Seri 4
4 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,008 g/mL
e. Seri 5
5 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,01 g/mL
4. Hasil AUC Larutan Seri Kurva Baku
a. Nilai AUC seri 1 = 0,699 0,933
= 0,234
b. Nilai AUC seri 2 = 1,387 1,840
= 0,453
c. Nilai AUC seri 3 = 2,524 3,208
= 0,684
d. Nilai AUC seri 4 = 4,166 5,124
= 0,958
e. Nilai AUC seri 5 = 6,183 7,241
= 1,058
30
















Persamaan Regresi Linear
r = 0,9925
b = 107,65
a = 0,0315
y = bx + a
y =
107,65x
+
0,0315


Konsentrasi (x)
(g/mL)
AUC (y)
Seri 1 0,002
0,234
Seri 2 0,004
0,453
Seri 3 0,006
0,684
Seri 4 0,008
0,958
Seri 5 0,01
1,058
y = 107,65x + 0.0315

r = 0,9925
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
0.0 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1
A
U
C

Konsentrasi (g/mL)
Kurva Baku Eugenol AUC Vs Kadar (g/mL)
31












Hasil AUC Sampel
1. Nilai AUC Sampel A = 6,987 7,475
= 0,488
2. Nilai AUC Sampel B = 7,805 8,135
= 0,330
3. Nilai AUC Sampel C = 8,470 8,805
= 0,335
4. Nilai AUC Sampel D = 9,460 10,115
= 0,655
5. Nilai AUC Sampel E = 11,561 12,285
= 0,724
Faktor Pengenceran =


Kadar Eugenol pada sampel
1. Sampel A
y = 107,65x + 0,0315
0,488 = 107,65x + 0,0315
x = 0,00424 g/mL
Kadar sebenarnya = kadar terukur x faktor pengenceran
= 0,00424 x 50
= 0,212 g/mL

32

2. Sampel B
y = 107,65x + 0,0315
0,330 = 107,65x + 0,0315
x = 0,00277 g/mL

Kadar sebenarnya = kadar terukur x faktor pengenceran
= 0,00277 x 50
= 0,1385 g/mL

3. Sampel C
y = 107,65x + 0,0315
0,335 = 107,65x + 0,0315
x = 0,00282 g/mL
Kadar sebenarnya = kadar terukur x faktor pengenceran
= 0,00282 x 50
= 0,141 g/mL
4. Sampel D
y = 107,65x + 0,0315
0,655 = 107,65x + 0,0315
x = 0,00579 g/mL

5. Sampel E
y = 107,65x + 0,0315
0,724 = 107,65x + 0,0315
x = 0,00643 g/mL
1. Perhitungan LOD dan LOQ
( )


0,002 0,234 0,2468 -0,0128 1,6384 x 10
-4
33

0,004 0,453 0,4621 -0,0091 8,281 x 10
-5
0,006 0,684 0,6774 0,0066 4,356 x 10
-5

0,008 0,958 0,8927 0,0653 4,2641 x 10
-3
0,010 1,058 1,1080 -0,05 2,5 x 10
-3
0,03 3,387 3,387 0 7,0543 x 10
-3
Rata-Rata 0,006 0,6774 0,6774 0 1,4109 x 10
-3

()


Y
LOD
= A + 3Sa = 0,0315 + 3() = 0,0315 + 0,0837 = 0,1152
Y
LOQ
= A + 10Sa = 0,0315 + 10() = 0,0315 + 0,2790 = 0,3105

Y
LOD
= 107,65x + 0,0315
0,1152 = 107,65LOD + 0,0315
LOD = 7,7752 x 10
-4

Y
LOQ
= 107,65x + 0,0315
0,3105 = 107,65LOQ + 0,0315
LOQ = 2,5917 x 10
-3
2. Perhitungan Kadar Sampel
Sampel Peak (y) Kadar (x)
(

)
Kadar (x)
(

)
Bobot
(mg)
A 0,488 0,212 212 2120
B 0,330 0,1385 138,5 1385
C 0,335 0,141 141 1410
34

D 0,655 0,00579 5,79 57,9
E

0,724 0,00643 6,43 64,3

1. Persen Perolehan Kembali (%Recovery)





( )







( )







( )











2. Persen Kesalahan
a) ()
b) ( )
%Kesalahan Tahap Pemekatan = - 1245,7% - 93,6% = - 1152,1 %
c) ( )
%Kesalahan Tahap Partisi = - 1220,7% - (-1245,7%) = 25%
d) ( )

%Kesalahan Tahap Destilasi = - 1955,7% - (-1220,7%) = - 735 %

Persen Kesalahan Total = 93,6% + (-1152,1%) + (25%) + (-735%) = -1768,5 %
35








X (

)) X (

)
(x - x) (x x)
2

0,212 0,1113 0,0124
0,1385 0,0378 1,4288 x 10
-3
0,141 0,1007 0,0403 1,6241 x 10
-3

0,00579 - 0,0949 9,006 x 10
-3

0,00643 - 0,0943 8,893 x 10
-3

= 0,03335
SD = 0,091





CV

( )

x 100% =

= 0,091
36


H. Pembahasan
Tujuan praktikum adalah mengetahui prinsip kerja dari destilasi uap, Mengetahui
kadar eugenol dalam bunga kering atau daun cengkeh Eugenia Caryophhyllata L.Merr
dan Perry (Myrtaceae). Pada praktikum ini yang digunakan adalah bunga cengkeh kering,
kerena mengandung metabolit sekunder yang paling banyak dari tanaman cengkeh adalah
eugenol.
Pada praktikum ini untuk memisahkan metabolit sekunder yaitu eugenol,
dipisahkan melalui metode destilasi uap. Prinsip destilasi uap yaitu memisahkan senyawa
berdasarkan perdasarkan perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran, senyawa
yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu, kemudian
didinginkan sehingga mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Destilasi uap
ini dipilih untuk mengisolasi eugenol karena eugenol memiliki sifat yang mampu larut
atau berikatan dengan uap air sehingga dapat terkondensasi pada destilat bersama uap air
yang mengikatnya.
Prinsip kerja dari alat destilasi yang digunakan untuk destilasi campuran air
dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air ke dalam
campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi uap pada temperature
yang lebih rendah. Uap air yang dialirkan kedalam labu berisi senyawa yang akan
dimurnikan, dimasukkan untuk menurunkan titik didih senyawa tersebut.
Terdapat tiga tahap yang perlu dilakukan dalam penetapan kadar eugenol, yaitu
destilasi, partisi, dan pemekatan.
a. Destilasi
Pada praktikum, hal pertama yang dilakukan yaitu menimbang bunga cengkeh
kering yang sebelumnya sudah diblender, ditimbang sebanyak 2 gram. Penimbangan
sampel dilakukan sebanya 5 kali untuk 5 sampel. Tujuan diblender yaitu untuk
memperkecil ukuran partikel. Pengecelin ukuran partikel sampel akan memperluas
permukaan partikel sehingga pelarut mudah terpenetrasi kedalam sel bunga cengkeh
kering, karena semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan semakin luas jika
dibandingkan dengan partikel besar dengan bobot yang sama partikel yang ukurannya
37

besar menyulitkan pearut untuk terpenetrasi ke dalam sel sel, dikarenakan tidak
semua bagian partikel besar itu terbasahi oleh pelarut.
Pada sampel A sebelum didestilasi ditambahkan eugenol sebanyak 100 mg
dengan tujuan untuk mengetahui apakah benar praktikan memperoleh eugenol dari
bunga cengkeh kering dengan asumsi jika memperoleh eugenol dari bunga cengkeh
kering maka kadar eugenol yang didapat harus diatas 100 mg. Selain itu untuk
mengetahui kesalahan dalam langkah pengerjaan dilihat dari jumlah eugenol yang
diperoleh.
Kemudian masing masing sampel di masukkan kedalam LAB dan ditambahkan
150 ml aquadest dan 3 potong batu didih, selanjutnya dilakukan destilasi uap.
Penambahan akuadest adalah sebagai pelarut sampel yang sesuai dengan prinsip
destilasi uap. Eugenol tidak larut dalam air dan dapat menguap. Pada LAB
ditambahkan batu didih dengan tujuan untuk meratakan pemanasan, karena pori pori
dalam batu didih akan membantu penamgkapan udara pada larutan dan
melepaskannya ke permukaan larutan. Pada rangkaian alat ditambahkan dengan
corong pisah yang berisi aquadest secukupnya. Hal ini berkaitan dengan penandaan
level air pada LAB. Agar volume yang ditandai di LAB tetap sama dengan level air
yang ditandai, dengan cara air yang ada didlam corong pisah diteteskan ke dalam
LAB.
Selama proses pemanasan, jangan sampai terbentuk busa karena jika terbentuk
busa maka busa tersebut akan menyemprot ke dalam pendingin dan akan
mengkontaminasi destilat. Eugenol yang menguap didinginkan menggunakan
pendingin liebig. Prinsip pendingin liebig adalah pendinginan yang dilakukan dengan
menggunakan bantuan air yang dialirkan secara terus menerus dari bagian rendah ke
bagian tinggi sehingga pendinginan dapat berjalan dengan baik karena dilakukan
aliran baik dari air.
Destilat keruh dikumpulkan dalam erlenmeyer 250 ml yang diletakkan dalam
wadah berisi es. Destilasi dilakukan sampai destilat tidak berbau dan terkumpul
kurang lebih 150-200 ml (kurang lebih 45 sampai 60 menit). Selanjutnya destilat
keruh dipindahkan ke corong pisah dengan menggunakan corong kaca tujuannya agar
38

tidak ada hasil destilat yang tumpah dan ditambahkan 5 g NaCl, 25 ml diklorometan
dimasukkan ke erlenmeyer untuk membilas erlemeyer dan mengambil destilat yang
kemungkinan tertinggal di erlenmeyer lalu dimasukkan dalam corong pisah.
Dilakukan penggojogan perlahan sampai tidak ada gas terbentuk lagi.
Penambahan NaCl adalah untuk mendesak fase organik yang larut dengan air, karena
kelarutan NaCl lebih besar daripada kelarutan fase organik maka NaCl akan larut
dengan air dan mendesak fase organik sehingga memisah. Pada saat penggojogan
dilakukan perlahan agar tidak terbentuk emulsi, karena jika terbentuk emulsi maka
akan menghambat proses ekstraksi. Apabila terbentuk emulsi maka solusinya yaitu
ditambahkan larutan NaCl yang mampu memecah emulsi yang terjadi.
Setelah digojog akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas yang merupakan
air dan lapisan atas yang merupakan diklorometan. Terbentuknya dua lapisan karena
perbedaan bobot jenis. Lapisan diklorometan berada dibawah karena berat jenis
diklorometan yang lebih besar daripada air, yaitu 1,33 g/cm
3
. Lapisan bawah diambil
atau dikeluarkan dari corong pisah, lalu ditambahkan 10 ml diklorometan lagi ke
dalam corong dan digojog perlahan. Ekstraksi dilakukan dua kali. Tujuannya agar
memperoleh eugenol lebih banyak, karena meminimalkan eugenol yang terdistribusi
dalam larutan air. Kemudian ekstrak diklorometan dikeringkan dengan menambahkan
Natrium Sulfat Exicc. Penambahan Natrium Sulfat Exicc untuk mengikat molekul air
yang mungkin masih tercampur dalam minyak cengkeh.
Pada hasil destilasi sampel E diambil 1 mL sebagai blangko yang akan dianalisis
dengan GC. Kemudian proses berlanjut ke tahap partisi.
b. Partisi
Sebelum masuk dalam tahapan partisi eugenol di dalam erlenmeyer B
ditambahkan eugenol murni sebanyak 100 mg, dan karena diketahui massa jenis
eugenol adalah sebesar 0,9994 g/ml, 100 mg eugenol setara dengan 0,1 mL eugenol.
Fungsi dari ditambahkannya eugenol sebelum partisi adalah untuk mengetahui
kesalahan selama proses partisi dan pemekatan.
Kemudian pada masing-masing sampel dalam corong pisah ditambahkan larutan
5% KOH sebanyak 30 mL. Tujuan penambahan KOH adalah untuk membentuk
39

garam eugenol yang larut air, sehingga eugenol dalam bentuk garam akan keluar dari
larutan Diklormetan menuju ke lapisan air. Reaksinya sebagai berikut:






Ketika penambahan KOH maka erlenmeyer akan terasa hangat, hal tersebut
terjadi karena adanya reaksi eksotermis. Tujuan pembentukan garam eugenol supaya
senyawa yang terambil spesisik eugenol. Didalam bunga cengkeh tidak hanya
senyawa eugenol saja, ada eugenol asetat dan caryophyllene. Eugenol asetat dan
caryophyllene tidak dapat bereaksi dengan KOH. Sehingga yang larut setelah
ditambahkan KOH adalah hanya eugenol saja.
Lapisan DCM dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lain, lalu
larutan DCM ini diekstrak kembali dengan 5% KOH sebanyak 2 kali untuk
memastikan semua garam kalium eugenolat yang terdapat di dalam lapisan DCM
telah diisolasi secara maksimal. Lapisan air yang didapatkan kemudian digabungkan
dan dimasukkan ke dalam corong pisah baru, sedangkan bagian DCM yang telah
diekstrak dengan 5% KOH tadi dibuang (tidak digunakan lagi) karena diasumsikan
garam eugenol telah masuk ke dalam lapisan air.
Setelah itu larutan air yang dihasilkan setelah penambahan KOH diasamkan
kembali dengan asam klorida 5% hingga ph 1. Pengasaman disini dimaksudkan untuk
mengembalikkan struktur eugenol kembali keawalnya, sehingga dapat dilarutkan
kembali di dalam larutan Diklormetan. Pengasaman dilakukan sampai pH 1.
Diasamkan hingga pH = 1 agar bentuk molekul lebih banyak daripada bentuk ion,
ditunjukkan dengan persamaan Handerson Haselbach :
pH = pKa + log


1 = 10,19 + log


K
40

-9,19 = log


dengan : A adalah bentuk ion
HA adalah bentuk molekul
Setelah mencapai pH 1 maka larutan tersebut kembali diekstraksi dengan larutan
diklormetan untuk mengambil kembali molekul eugenol yang telah terbentuk, yang
bersifat larut dalam diklormetan. Ekstraksi dengan larutan diklormetan ini diulangi
sebanyak 3 kali dengan tujuan untuk mendapatkan eugenol yang masih tersisa dari
hasil ekstraksi yang pertama di fase air. Dalam setiap ekstraksi didapat satu
kesetimbangan, dengan dilakukannya beberapa kali ekstraksi maka akan didapat
lebih banyak kesetimbangan, sehingga senyawa eugenol yang didapatkan pun lebih
maksimal.
Penggojogan pada ekstraksi dilakukan dengan kekuatan sedang dan searah.
Tujuannya yaitu untuk menarik eugenol dari fase air tanpa menimbulkan emulsi pada
larutan, karena apabila terbentuk emulsi maka akan mempersulit pemisahan antara
fase air dengan fase diklorometan. Terbentuknya emulsi dapat diatasi dengan
penambahan NaCl untuk memecah emulsikarena NaCl dapat menarik fase airnya dan
mengumpulkannya menjadi satu. Selain itu juga dapat dilakukan pemanasan ataupun
elektrodialisis, tetapi kedua cara ini dapat mengganggu atau merusak stabilitas dari
eugenol yang didapat. Didalam percobaan praktikan tidak terbentuknya emulsi,
sehingga pemisahan dapat langsung dilakukan.
Kemudian lapisan DCM dikumpulkan. Lapisan DCM yang sudah dikumpulkan
kemudian dicuci dengan aquadest. Tujuan pencucian ini yaitu untuk menghilangkan
pengotor-pengotor yang sifatnya polar yang larut dalam fase air mungkin masih
terbawa dalam fase DCM. Fase DCM yang sudah dipisahkan dari fase air tesebut
kemudian ditambah dengan larutan NaCl setengah jenuh. Tujuan penambahan NaCl
setengah jenuh ini yaitu untuk mengikat sisa-sisa kotoran dan fase air yang mungkin
masih tertinggal dalam fase DCM. Kemudian fase DCM dipindahkan dalam beaker
glass yang bersih. Dalam setiap pencucian pasti masih terdapat molekul-molekul dari
41

fase yang satu tertinggal di dalam fase yang lain. Seperti pada pencucian fase DCM
oleh fase air, pasti masih terdapat molekul-molekul dari fase air yang tertinggal dalam
fase DCM. Untuk mengikat sisa-sisa tersebut maka ditambahkan kembali natrium
sulfat anhidrat, dengan penambahannya pada dasar erlenmeyer 15 gram, lalu baru
fase DCM dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut sambil digoyang perlahan
selama 5 menit. Sifatnya yang anhidrat ini akan menarik sisa-sisa molekul air pada
fase DCM. Na
2
SO
4
anhidrat dibuat dengan cara mengeringkan serbuk Na
2
SO
4
di
dalam oven bersuhu 100
o
C supaya benar-benar dapat membebaskan senyawa tersebut
dari air. Larutan yang diperoleh dari hasil ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat tersebut
berupa larutan jernih, hasil tersebut di dekanter dan dimasukkan ke dalam flakon.
c. Pemekatan
Selanjutnya dilakukan proses pemekatan. Sebelum proses pemekatan, hasil
destilasi C ditambah dengan 100 mg eugenol atau sama dengan 0,1 mL eugenol, yang
berfungsi sebagai standar adisi. Sedangkan untuk larutan A,B,D, dan E dalam proses
ini tidak ditambah dengan 100 mg eugenol. Tahap pemekatan bertujuan untuk
menghilangkan pelarut (Diklormetan) sehingga hanya tersisa eugenol dalam LAB.
Pemekatan dilakukan dengan menguapkan pelarut (DCM) dengan waterbath
sehingga yang tersisa hanyalah eugenol (warna kekuningan). Sebelumnya cawan
porselin (dalam keadaan kosong) yang digunakan untuk pemekatan ditimbang
terlebih dahulu, kemudian setelah pemekatan cawan porselin kembali ditimbang
untuk mengetahui seberapa banyak eugenol yang didapatkan.
Hasil pemekatan diencerkan dengan Hexane di dalam labu ukur 10mL yang
selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses pemisahan dengan kromatografi gas.

d. Determasi
Setelah dilakukan destilasi uap, maka dilakukan validasi metode determinasi
dengan Gas Chromatography. Parameter validasi metode menurut USP adalah
presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifitas, linieritas dan rentang,
kekasaran dan ketahanan. Pada GC, parameter yang dilakukan untuk validasi metode
adalah akurasi, presisi, sensifitas, selektivitas dan spesifitas. Akurasi merupakan
42

ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang
diterima baik nilai konversi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi tersebut
dilihat dari % recoverynya. Dimana % recovery = nilai didapat/nilai sebenarnya.
Presisi merupakan ukuran keterulangan (reprodusibel) metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Presisi dilihat dari CV-nya dimana CV =

.
LOD merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat
terdeteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOQ merupakan batas kadar
terkecil yang masih bisa reprodusibel. LOD dan LOQ merupakan parameter untuk
sensitifitas. Rumus untuk menetapkan bila sampel kecil adalah LOD = a + 3 sb dan
LOQ = a + 10 sb.
Selektifitas adalah suatu metode dimana bisa membedakan analit atau bukan
sehingga yang diukur hanya respon analit. Parameter untuk selektifitas adalah
resolusi. Resolusi dikatakan baik apabila lebih dari sama dengan 1,5 karena ketika
digunakan pada taraf kepercayaan 95% maka overelapping yang terjadi tidak
signifikan.
Spesifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan
spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks seperti ketidak
murnian, produk degradasi dan komponen matriks.
Teknik kuantifikasi ada 4 yaitu standar eksternal, standar internal, normalisasi
internal dan standar adisi. Pada standar eksternal senyawa yang digunakan sama
dengan senyawa yang dianalisis dalam sampel. Dipersiapkan dan dianalisis secara
terpisah dari sampel. Penggunaan sampel eksternal lebih disukai pada kebanyakan
sampel HPLC yang tidak memerlukan tahapan panjang penyiapan sampel. Pada
standar internal senyawa yang digunakan berbeda dengan senyawa yang dianalisis
dalam sampel. Harus dapat terpisah sempurna pada proses kromatografi. Dapat
mengkompensasi perubahan ukuran sampel atau konsentrasi akibat variasi
instrumental. Penggunaan standar internal utamanya digunakan untuk sampel yang
memerlukan tahapan preparasi yang cukup signifikan panjang dan rumit. Syarat
standar internal struktur yang mirip analit yaitu memiliki waktu retensi yang mirip
analit, tidak terdapat dalam sampel awal dan dapat me-mimic analit disetiap tahapan
43

preparasi sampel. Pada standar adisi senyawa yang ditambahkan sama dengan
senyawa analit yang ada dalam matriks. Standar dengan berat berbeda ditambahkan
ke dalam sampel (matriks) yang jumlahnya sama. Kemudian dilakukan pengukuran
kadarnya. Pada praktikum ini digunakan standar adisi.
Kromatografi Gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi
senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
anorganik dalam suatu campuran. Ada 2 jenis kromatografi gas :
a. Kromatografi gas cair (KGC)
Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan
pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam.
Mekanisme sorpsinya adalah partisi.
b. Kromatografi gas padat (KGP)
Pada KGP, digunakan fase diam padatan (kadang-kadang polimerik).
Mekanisme sorpsinya adalah absorpsi.
Dalam praktikum ini digunakan kromatografi gas padat (KGP).
Prinsip kromatografi gas yaitu merupakan teknik pemurnian yang mana solute
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pada umumnya solute akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik
didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solute dengan fase diam.
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mugkin terjadi antara solute dengan fase
diamnya.
Didalam kromatografi gas terdapat fase gerak yaitu berupa gas pembawa,
tujuannya adalah untuk membawa solute ke kolom, karena ini gas pembawa tidak
berpengaruh pada selektivitas syarat gas pembawa adalah inert, tidak relative, murni
atau kering larena apabila tidak murni akan berpengaruh pada detector dan dapat
disimpan dalam tangki tekanan tinggi. . Fase gerak yang digunakan biasanya adalah
gas helium (He) dan gas nitrogen (N).
44

Untuk setiap pemisahan dengan kromatografi gas terdapat kecepatan optimum gas
pembawa yang utamanya tergantung pada ukuran diameter kolom. Pada dasarnya
kecepatan alir gas pembawa berbanding lurus dengan penampang kolom, dan
penamang kolom tergantung pada jari-jari pangkat dua (luas lingkaran = r
2
).
Sebagai contoh jika diameter kolom menjadi 2 kali lebih besar, maka kecepatan alir
gas pembawa yang diperlukan 4 kali lebih besar daripada kecepatan alir gas
pembawa pada kolom yang lebih kecil. Jadi, penggunaan kolom dengan diameter
yang lebih kecil akan menghemat gas pembawa secara signifikan.
Ada berbagai macam kolom yakni kolom kapiler ( yang digunakan dalam
praktikum ini) panjangnya 25 meter, besar kolom 0,32 mm dengan suhu oven 190
o
C
dan suhu konvensional 270
o
C, gas yang digunakan N
2
, H
2
dan udara tekan .Jenis
kolom Cp wax 52 CB, tekanannya 10 psi, flow total 134ml/min, H
2
17 ml/min, N
2

14,2 ml/min, injector = 270
o
C, detector 270
o
C, sampel hexane + eugenol+ MInyak
cengkeh. Parameter fisika kimia yang digunakan dalam kromatografi gas adalah
polaritas, tekanan uap dan titik didih. Senyawa yang dapat dideteksi dengan
kromatografi gas adalahsenyawa yang mudah menguap.
n initial time 4 menit temperatur akhir 230C.
Peralatan kromatografi gas mempunyai komponen utama adalah kontrol dan
penyedia gas pembawa, ruang suntik sampel. Kolom yang diletakkan dalam oven
yang dikontrol secara termostatik, sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder),
serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data. Diagram sistematik
skematik peralatan kromatografi gas ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

P
a
d
a

k
r
o
45

matografi gas, fase diam yang digunakan adalah suatu cairan yang diikatkan pada
suatu pendukung, sehingga solute akan terlarut dalam fase diam. Mekanismenya
adalah partisi.
Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis. Sampel
yang akan dikromatografikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang
suntik yang biasanya berupa lubang yang biasanya ditutupi dengan pemisah karet.
Namun sebelumya, alat penyuntik harus dibilas dengan pelarutnya (hexan) sebanyak
10 kali dengan tujuan untuk menghilangkan kontaminan. Dan didalam penyuntik
atau syringe tidak boleh ada gelembung udara pada saat pengambilan sampel yang
akan disuntikkan karena apabila ada geembung maka volume yang disuntikkan
nantiya tidak pas atau tidak tepat. Apabila volume tidak tepat atau kurang maka dapat
diartikan sampel yang dideteksi tidak sebanyak yang diinginkan. Pada kolom kapiler,
sampel yang diutuhkan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 ul.
Sampel yang ideal dalam kromatografi gas adalah sampel yang hanya
mengandung senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom dan dalam banyak hal pula
pelarut yang mudah menguap yang melarutkan sampel tersebut. Komponen yang
tidak mudah menguap atau kemampuan menguapnya rendah, tidak boleh ada dalam
sampel, karena akan tertinggal di ruang suntik yang pada akhirnya akan mengurangi
kinerja kolom. Pelarut yang dippilih harus mempunya sifat yang berbeda secara
nyata dengan sampel yang dinalisis.
Penyuntikan kedalam kromatografi gas dapat dilarutkan dengan memakai alat
suntik kedap gas atau system penyuntikan yang telah dirancang khusus. Dalam
kasus tertentu dapat dilakukan dengan penyuntikan langsung kedalam kolom. Teknik
ini digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, sehiingga kalau
penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi
penguraian senyawa karena suhu yang tinggi ( pirolisis ).
Pada saat penyuntikan sampel kedalam kolom kromatografi harus dilakukan
dengan cepat karena apabila tidak cepat karena apabila tidak cepat maka sampel yang
ada didalam pelarut, akan menguap berama plelarutnya, sehingga jumlah sampel
yang terdeteksi akan berkurang dan kecepatan penyuntikan pada sampel maupun
standar harus sama agar hasil yang didapatkan baik dan mengurangi factor kesalahan
karena kecepatan dalam penyuntikan berbeda. Dan pada saat penyuntikan tangan
46

tidak boleh menempel pada oven GC karena akan terkena panas dan ada radiasi yang
masuk ketubuh kita. Setelah penyuntikan, pada computer langsung ditekan tombol
Collect agar computer segera memulai mendeteksi senyawa. Setiap kali selesai
penyuntikan, maka syringe harus segera dicuci dengan pelarutnya.
Ada 2 jenis kolom pada GC yaitu packing kolom dan kolom kapiler. Kolom
packing terdiri dari fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert.
Fase diam hanya dilapiskan saja pada penyangga atau terikat kovalen pada
penyangga yang menghasilkan fase terikat.
Kolom kapiler jauh lebih kecil dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga
lembam (inert) untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom
atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus
untuk memperbesar luas permukaan efektif. Kolom kapiler menghasilkan
kromatogram yang langsing daripada packing kolom. Hal ini karena pada kolom
kapiler difusi Eddy dan transfer massa dihilangkan pengaruhnya. Pada kolom kapiler
partikel-partikel solut akan menempuh lintasan yang panjanngnya sama dibanding
pada packing kolom. Kolom yang digunakan pada praktikum adalah kolom kapiler.
Kolom kapiler yang digunakan adalah dengan jenis WCOT (Wall Coated Open
Tube) dengan suhu kolom tetap yang biasa disebut pemisahan isothermal. Pemisahan
isothermal paling baik dipakai pada analisis rutin atau jika kita mengetahui banyak
sifat sampel yang akan dipisahkan dan hal yang harus diperhatikan adalah apabila
suhu terlalu tinggi akan mengelusi komponen tanpa terpisah jika suhu terlalu rendah
maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat atau bahkan
tetap dalam kolom sehingga akan mengacaukan proses kromatografi selanjutnya.
Dan makin lama sampel suatu sampel dalam kolom maka akan semakin lebar pada
puncaknya. Masalah ini dapat diatasi jika digunakan pemisahan suhu terprogram.
Dengan menggunakan suhu terprogram maka dapat memperbaiki efisiensi
pemisahan. Pemisahan dengan suhu terprogram memiliki beberapa keuntungan, yaitu
a. Mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam suatu
campuran yang memiliki titik didih pada kisaran yang luas.
b. Mampu mempercepat keseluruhan waktu ananlisis, karena senyawa-
senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi dengan cepat .
47

Pemrograman suhu dilakukan dengan menaikkan suhu dari suhu tertentu ke suhu
tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu.
Pada percobaan ini suhu kolom dijaga 190
0
C karena untuk membuat analit berada
dalam wujud gas, bukan pada wujud embun. Jika suhu pada kolom dibuat terlalu
tinggi maka energi kinetik analit akan meningkat sehingga pemisahannya buruk
karena semua partikel akan berjalan terus menuju kolom. Temperatur pada injektor
lebih tinggi daripada dikolom karena diharapkan ketika sampel diinjekkan maka
seluruh sampel dapat berubah menjadi fase gas dengan sempurna sehingga elusi
berjalan dengan baik. Hal lain yang perlu diperhatikan pada kolom adalah regenerasi
kolom. Terlalu banyak dipakai maka akan ada kemungkinan terjadi penyumbatan
pada kolom, terutama pada kolom kapiler. Apabila terjadi penyumbatan pada kolom,
maka perlu digunakan regenerasi kolom untuk mengembalikan kinerja kolom pada
kondisi semula.
Ada 3 cara regenerasi kolom, yaitu :
1. Pemotongan kolom
Dilakukan bila terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom.
Pengatasannya adalah dengan cara dilakukan pemotongan kolom. Biasanya
dilakukan dengan pemotong intan yang ujungnya tajam.
2. Pengkondisian (conditioning)
Bersifat memelihara kolom agar memiliki life time yang cukup lama.
Dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum dan sesudah dianalisis. Suhu yang
dipakai pada pengkondisian sebaiknya terprogram dengan kenaikan 5
0
C/menit
sampai suhu operasional. Pada praktikum ini conditioning dilakukan selama 1 jam
dengan suhu yang telah ditentukan.
3. Pencucian kolom
Digunakan untuk mencuci material-material pengotor pada kolom.
Komponen utama yang lainnya pada GC adalah detektor. Detektor adalah
perangkat yang ditaruh pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa
komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik
yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya
48

menjadi sinyal elektronik. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan komponen-
komponen disajikan detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu.
Pada praktikum ini digunakan detektor FID. Satuannya adalah voltage. Syarat
senyawa bisa diukur adalah bisa terionisasi. Sampel yang dibawa oleh gas pembawa akan
mengalir ke dalam nyala dan diuraikan menjadi ion. Ion ini akan meningkatkan daya
hantar dan karenanya akan meningkatkan arus listrik yang mengalir diantara 2 elektroda.
Arus itu selanjutnya diperkuat di amplifier dan direkam oleh rekorder. Ada 2 hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Pada pemakaian FID agar hasilnya optimal maka digunakan kecepatan aliran H
2

30ml/menit dan O
2
sepuluh kalinya.
2. Suhu pada FID harus diatas 100
0
C untuk mencegah kondensasi uap air yang
mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan sensifitasnya.
Pada praktikum ini digunakan fase diam dan fase gerak, karena dalam prinsip
pemisahan dengan kromatografi adalah pemisahan senyawa berdasarkan interaksi antara
fase diam dan fase geraknya. Adapun fase diam yang digunakan adalah PEG dan fase
geraknya adalah N
2
. Digunakan N
2
sebagai fase gerak karena dapat diperoleh kemurnian
yang tinggi, noise tidak tinggi, dan bersifat inert. Gas nitrogen memiliki spesifikasi UHP
(Ultra High Purity) dengan tingkat kemurnian 99,999% terdiri dari O
2
<5 ppm dan H
2
O <
3 ppm).
Fase gerak tidak berinteraksi dengan solute, fase gerak hanya untuk mendorong solut
agar masuk ke kolom dan terdeteksi di detektor. Gas pembakarnya yaitu H
2
(Hidrogen)
yang berstandar High Purity (HP), berfungsi untuk memanaskan detektor agar dapat
membakar uap sampel agar dapat terion dan dapat terdeteksi. Pada penggunaan
kromatografi gas, fase gerak hanya untuk menurunkan nilai HETP. Bila nilai HETP
diminimalkan, maka sesuai dengan Plate and Route Theory, semakin kecil nilai H, maka
semakin tinggi jumlah plate teoritis yang terjadi, sehingga nilai efisiensi meningkat.
Berdasarkan teori Van Deemter, 3 hal yang mempengaruhi nilai H adalah difusi Eddy,
transfer massa dan difusi longitudinal. Dalam penggunaan open tubular colomn, difusi
eddy sangat minimal, sehingga dianggap tidak ada. Ini disebabkan adanya ruang ditengah
kolom yang merupakan jalur khusus anallit lewat, sehingga partikel analit dapat lewat
49

dengan jalur dan kecepatan terelusi yang sama. Karena, pada jalur yang dilewati analit,
tidak ada partikel senyawa lain yang ada di jalur, maka difusi longitudinal pun
terminimalkan. Selain itu, transfer massa tidak terjadi pada GC, karena transfer massa
hanya terjadi apabila interaksi solut dan fase diam lebih besar daripada interaksi solut dan
fase gerak, dan telah disebutkan bahwa pada kromatografi gas, fase gerak tidak
berinteraksi molekular dengan analit, melainkan hanya sebagai pendorong.
Pada saat mengelusi, yang terbaca pada detektor terlebih dahulu adalah Hexan, karena
titik didih Hexan hanya 69
0
C sehingga solven menguap lebih dahulu. Sedangkan Euganol
sebagai analit menguap pada suhu 254
0
C, sehingga peaknya baru terbaca setelah muncul
peak Hexan. Karena, dalam sistem GC, analit yang mulanya terlarut dalam solven (sistem
cair) akan diupakan lebih dahulu agar menjadi gas yang kemudian masuk ke dalam
kolom dan berinterksi dengan fase diam dan bila ada yang tidak ditahan fase diam maka
akan langsung terelusi dan dibaca oleh detektor, diperbesar responnya oleh amplifier dan
peak kromatogram muncul di layar komputer. Karena itu, semakin rendah titik didihnya,
semakin mudah senyawa menguap dan akan terbaca oleh detektor.
Metode analisis didasarkan pada suatu proses yang mana metode tersebut
menghasilkan peningkatan atau penurunan respon secara linier yang bergantung pada
konsentrasi analit. Regresi merupakan kurva yang menyatakan hubungan antara dua
besaran. Persamaan regresi linier yang didapat dari kurva baku eugenol AUC versus
kadar adalah y = 107,65x + 0,0315 dengan r = 0.9925, digunakan untuk menentukan
parameter pemisahan yang digunakan untuk melihat pemisahan yang dilakukan bagus
atau tidak. Korelasi (r) yaitu sebesar 0.9925 berada diantara rentang -1 sampai 1
menggambarkan korelasi positif, yakni semua titik percobaan terletak pada satu garis
lurus (linier) yang kemiringannya positif.
Parameter Validasi dari hasil praktikum adalah sebagai berikut :
1. Akurasi yaitu metode dapat menghasilkan nilai rata-rata yang dekat dengan nilai
sebenarnya. Suatu hasil analisis dikatakan teliti (accurate) jika nilai rata-rata hasil
pengukuran sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Parameter akurasi (ketepatan) yaitu
percent recovery, dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil
50

yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari
5%. Persen recovery dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Recovery ( % ) = Kadar total analit - Kadar analit dalam sampel x 100 %
Kadar bahan baku yang ditambahkan
Dengan mengetahui harga persen recovery, dapat diketahui kadar sebenarnya analit
dalam sampel dengan cara mengkonversikan harga persen recovery tersebut. Recovery
yang didapat adalah % recovery A = 2055,7%, % recovery B = 1320,7%, % recovery
C = 1345,7%, % recovery D = 6,4%. Berdasarkan teori rata rata perolehan kembali
(recovery) analit harus antara 99-101% pada tiap level. Hasil dari % recovery masing
masing sampel yang didapatkan tidak masuk dlam range 99-101 %. Hal ini
menunjukkan hasil yang sangat buruk dimana hampir seluruh tahapan terjadi
kesalahan.
Dalam percobaan ini didapatkan konsentrasi sampel A,B,C,D, E berturut-turut
adalah 212 mg/L, 138,5 mg/L, 141 mg/L, 5,79 mg/L, 6,43 mg/L. Didapatkan kadar
paling tinggi pada sampel A, namun yang sampel seharusnya memiliki kadar yang
lebih diabandingkan sampel yang lainnya yaitu sampel D, dikarenakan pada sampel D
dilakukan penambahan eugenol pada saat tahapan determinasi. Jadi berdasarkan hasil
perhitungan maka kadar eugenol pada sampel A> sampel C> Sampel B > Sampel E >
Sampel D. Namun seharusnya Kadar eugenol pada sampel D >sampel C>sampel B
>sampel A>sampel E. Konsentrasi E paling rendah karena tidak diadisi dengan baku
eugenol. Namun kadar sampel D rendah dikarena karena terlalu lama dalam proses
pemekatan sehingga banyak eugenol yang menguap. Kadar sampel A besar,
dikarenakan pada saat pemekatan pelarutnya belum semua diuapkan secara sempurna,
masih terdapat pelarutnya sehingga akan berpengaruh terhadap kadar eugenol.
Semakin banyak proses yang dilalui maka semakin kecil kadar eugenol yang didapat
karena sampel melalui berbagai tahap sehingga kesalahan yang terjadi semakin besar.
Pada konsentrasi kurva baku didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi maka
semakin besar AUC yang dihasilkan.
2. Sensitivitas yaitu metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa
dalam konsentrasiyang kecil. parameter ini terdiri dari LOD (Limit of Detection)
,LOQ (Limit of Quantification) dan slope. LOD merupakan batas terkecil dari sampel
51

yang mampu dideteksi dan memberikan respon berbeda secara signifikan dengan
blanko. LOD dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
LOD = 3,3 (SD/S)
Keterangan : SD = standar deviasi
S = slope/ kemiringan
Nilai LOD yang didapat adalah 6,394987 x 10
-4
. LOQ merupakan batas terkecil dari
analit yang mampu dideteksi oleh detektor dan dapat ditentukan dengan akurasi dan
presisi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. LOQ
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
LOQ= 10 (SD/S)
Keterangan : SD = standar deviasi
S = slope/ kemiringan
Nilai LOQ yang didapat adalah 2,131664 x 10
-3
. Nilai kemiringan atau slope pada
kurva baku dapat digunakan untuk melihat sensitifitas suatu metode analisis.
Semakin besar nilai slope maka respon liniernya semakin besar. Slope kurva baku
yang didapat adalah 0,0315 yang menunjukkan respon linear kurva cukup baik.
3. Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan
spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti
ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks. Metode yang digunakan
memiliki spesifisitas karena senyawa eugenol dapat dideteksi oleh kromatografi gas
menggunakan detektor FID (Flame Ionization Detector) yang dapat mendeteksi semua
senyawa organik dan memiliki sensitifitas yang lumayan tinggi.
Berdasarkan %recovery, dapat ditentukan kesalahan setiap tahapan pada
percobaan. Persen kesalahan total sebesar 1768,5% dengan persen kesalahan
destilasi sebesar -735%, hal ini mungkin dikarenakan pada saat proses destilasi masih
banyak destilat yang belum terkumpul. Persen kesalahan partisi sebesar 25%,
kesalahan kemungkinan terjadi padasaat pemisahan lapisan DCM dan air,
kemungkinan dari campuran tidak sempurna, eugenol tidak terlarut sepenuhnya dalam
air tetapi masih ada yang tertinggal pada DCM, kemungkinan lainnya yaitu karena
proses pemisahan terlalu panjang sehingga tidak semua eugenol terambil,
kemungkinan masih tertinggal di peralatan gelas dan persen kesalahan pemekatan
sebesar - 1152,1 % hal ini bisa dilihat dari %recovery C yang besar yaitu1345,7%,
52

kemungkinan hasil pemekatan tidak tidak hanya eugenol saja tetapi juga DCM, DCM
tidak teruap dengan sempurna. . Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak tahapan
maka persen kesalahan akan semakin besar.
SD yang didapat 0,091dan CV yang didapat 91 %, dengan demikian didapatkan
hasil yang tidak presisi.Hal itu menunjukkan keterulangan data kurang dekat.
Dari praktikum ini, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketidaktepatan
dan ketidaktelitian dalam pengukuran adalah :
1. Penimbangan yang tidak benar, demikian juga pemindahan analit dan baku yang tidak
sesuai
2. Ekstraksi analit dari suatu matriks yang tidak efisien
3. Penggunaan buret, pipet, dan labu takar yang tidak benar
4. Pengukuran menggunakan alat yang tidak terkalibrasi
5. Kegagalan dalam melakukan analisis blanko
6. Pemilihan kondisi pengukuran yang menyebabkan kerusakan analit
7. Kegagalan untuk menghilangkan gangguan oleh bahan tambahan dalam pengukuran
analit
8. Pada saat penetapan kadar, terjadi kebocoran pada kolom GC
Kelebihan dari metode kromatografi gas adalah :
1. Waktu analisis relatif cepat
2. Hasil pemisahan relative lebih baik
3. Banyak pilihan detektor dan kolom
4. Temperatur dapat diukur
Kelemahan dari metode kromatografi gas adalah :
1. Hanya bisa untuk senyawa yang stabil pada suhu tinggi yang dapat diukur dengan
kromatografi gas
2. Harga mahal
3. Instrumentasi set-up unit
I. Kesimpulan
1. Minyak cengkeh diperoleh dari bunga cengkeh / Eugenia caryophyllata L. Merr. &
Perry (Myrtaceae) dengan proses destilasi dan partisi.
53

2. Eugenol diisolasi dan diterminasi secara ekstraksi dan GC dengan hasil yang didapat:
a. Dalam percobaan ini didapatkan konsentrasi sampel A,B,C,D dan E berturut-turut
adalah 212 mg/L, 138,5 mg/L, 141 mg/L, 5,79 mg/L, 6,43 mg/L.
b. Recovery yang didapat adalah % recovery A = 2055,7%, % recovery B =
1320,7%, % recovery C = 1345,7%, % recovery D = 6,4%.
c. Persen kesalahan total sebesar 1768,5% dengan persen kesalahan destilasi
sebesar -735, Persen kesalahan partisi sebesar 25%, persen kesalahan pemekatan
sebesar - 1152,1 %. Nilai LOD yang didapat adalah 6,394987 x 10
-4
. Nilai LOQ
yang didapat adalah 2,131664 x 10
-3
.

















54




I. Jawaban Diskusi

1. Didaptkan 2 peak dalam sekali penginjekan. Yaitu peak pelarut dan senyawa. Namun,
mungkin ditemukan 2 peak analit yang bergabung jika antar 2 analit, titik didihnya
berdekatan satu dengan yang lainnya, sehingga waktu retensinya mirip. Dalam
percobaan, tidak mungkin ditemukan 2 peak yang bergabung jika analit terpisah bagus.
Jika pemisahannya bagus, peak yang muncul hanya peak pelarut dan analit, yaitu
heksana dan eugenol. Berdasarkan kromatogram 1 mL E yang disisihkan, tahap clean up
tidak perlu dilakukan karena pada kromatogram terlihat 2 puncak yang terpisah, yaitu
terdapat puncak eugenol dan pelarutnya (heksana).

2. Konsentrasi masing-masing ekstrak dengan cara standarisasi eksternal :
Baku ( C
1
.V
1
= C
2
.V
2
)
a. Seri 1
1 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,002 g/mL
b. Seri 1
2 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,004 g/mL
c. Seri 3
3 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,006 g/mL
d. Seri 4
4 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,008 g/mL
e. Seri 5
5 mL . 0,02 g/mL = 10 mL . C
2

C
2
= 0,01 g/mL
55

3. Perhitungan LOQ

( )


0,002 0,234 0,2468 -0,0128 1,6384 x 10
-4
0,004 0,453 0,4621 -0,0091 8,281 x 10
-5
0,006 0,684 0,6774 0,0066 4,356 x 10
-5

0,008 0,958 0,8927 0,0653 4,2641 x 10
-3
0,010 1,058 1,1080 -0,05 2,5 x 10
-3
0,03 3,387 3,387 0 7,0543 x 10
-3
Rata-Rata 0,006 0,6774 0,6774 0 1,4109 x 10
-3


()


Y
LOQ
= A + 10Sa = 0,0315 + 10() = 0,0315 + 0,2790 = 0,3105
Y
LOQ
= 107,65x + 0,0315
0,3105 = 107,65LOQ + 0,0315

LOQ = 2,5917 x 10
-3

4. Konsentrasi eugenol pada E
Konsentrasi E

= 0,00643 g/mL
Konsentrasi dari E diatas nilai LOQ
Kesimpulan : apabila konsentrasi diatas LOQ maka menunjukan puncak yang
tinggi dan terlihat jelas, sedangkan jika konsentrasi dibawah LOQ maka
menunjukkan puncak yang kecil, karena LOQ merupakan konsentrasi terendah
yang dapat dideteksi detektor.
56

5. % recovery konsentrasi ekstrak





(tahap determinasi)





( )

( )





( )

( )





( )

( )
6. % kesalahan konsentrasi ekstrak A,B,C dan D
()
( )
%Kesalahan Tahap Pemekatan = - 1245,7% - 93,6% = - 1152,1 %
( )
%Kesalahan Tahap Partisi = - 1220,7% - (-1245,7%) = 25%
( )

%Kesalahan Tahap Destilasi = - 1955,7% - (-1220,7%) = - 735 %
57

Persen Kesalahan Total = 93,6% + (-1152,1%) + (25%) + (-735%) = -1768,5 %
7. Tahap yang perlu dioptimasi adalah semua tahap .karena ditunjukkan hasil % kesalahan
yang tidak baik.





















58

J. Daftar Pustaka
Acros Organics, 2009, Material Safety Data Sheet Eugenol,
http://ehsrms.uaa.alaska.edu/, diakses tanggal: 13 Maret 2014.
Ainsworth Dental Company, 2010, Material Safety Data Sheet Eugenol,
http://www.henryschein.com.au/, diakses tanggal: 13 Maret 2014.
Aquatic Hygiene, 2006, Safety Data Sheet Aquades,
http://www.macgregorsupplies.co.uk/, diakses tanggal: 14 Maret 2014.
AQUI-S, 2010, Material Safety Data Sheet Eugenol, http://www.fws.gov/, diakses
tanggal: 15 Maret 2014.
Armando, R., 2009, Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas, Penebar Swadaya,
Jakarta, hal. 25.
BDH, 2005, Material Safety Data Sheet Hydrochloric Acid MSDS, http://feql.wsu.edu/,
diakses tanggal: 14 Maret 2014.
BDH, 2006, Material Safety Data Sheet Dichloromethane MSDS, http://feql.wsu.edu/,
diakses tanggal: 14 Maret 2014.
Caledon, 2012 , Material Safety Data Sheet Sodium Chloride, http://sun.chem.uwo.ca/,
14 Maret 2014.
Clarke, S., 2008, Essential Chemistry for Aromatherapy, 2nd edition, Elsevier Ltd, New
York, p. 89.
Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
hal. 414-433.
Khopkar, 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, Penerbit UI Press, Jakarta, hal. 97-98.
Matheson, 2009, Material Safety Data Sheet Dichloromethane MSDS,
http://www.flinnsci.com/, diakses pada tanggal 14 Maret 2014.
Oxtoby dan Gillis, 2001, Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Jilid 1, Edisi 4, Erlangga,
Jakarta, hal. 177.
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal.
182.
59

Sciencelab, 2005, Chemical & Laboratory Equipment, www.sciencelab.com, diakses
pada tanggal 15 Maret 2014.
Sciencelab, 2013, Material Safety Data Sheet Dichloromethane MSDS,
www.sciencelab.com, diakses pada tanggal 14 Maret 2014.
Sciencelab, 2013, Material Safety Data Sheet Hydrochloric Acid MSDS,
www.sciencelab.com, diakses pada tanggal 14 Maret 2014.
Sciencelab, 2013, Material Safety Data Sheet Water MSDS, www.sciencelab.com,
diakses pada tanggal 14 Maret 2014.
Sciencelab, 2013, Material Safety Data Sheet Sodium Chloride, www.sciencelab.com,
diakses pada tanggal 14 Maret 2014.
TSI INCORPORATED, 2008, Material Safety Data Sheet Sodium Chloride ,
http://www.tsi.com/, ses pada tanggal 14 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai