Anda di halaman 1dari 9

A.

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan (analit) tanpa melarutkan material lainnya (matrix). Ekstraksi termasuk
proses pemisahan dengan prinsip difusi. Secara difusi, proses pemisahan terjadi karena
adanya perpindahan zat terlarut, searah dari fase raffinat (fase yang banyak
mengandung diluen) ke fase ekstraktan (fase yang banyak mengandung solven), hingga
sistem berada dalam keseimbangan (Mika Rinawati, 2012). Proses pemisahan dengan
cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar :
1. Proses pencampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan
komponen komponennya.
2. Proses pembentukan fase seimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.
Sebagai pemisah, pelarut harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya dengan
matrix terbatas atau bahkan sama sekali tidak melarutkan, sehingga ketika sejumlah
pelarut ditambahkan ke dalam sampel, maka akan terbentuk dua fase cairan yang tidak
saling melarutkan (Treybal, 1981). Terbentuknya dua fase memungkinkan semua
komponen yang ada dalam campuran terdistribusi dalam kedua fase sesuai dengan
koefisien distribusinya, hingga dua fase yang saling kontak berada dalam
keseimbangan. Pemisahan kedua fase seimbang, dengan mudah dapat dilakukan jika
densitas fase raffinat dan fase ekstraktan memiliki perbedaan yang cukup. Tetapi jika
densitas kedua fase hampir sama, maka pemisahan menjadi semakin sulit, karena
campuran cenderung membentuk emulsi (Mika Rinawati, 2012).
Sebagai pemisah, pelarut yang digunakan diharapkan dapat melarutkan analit
cukup baik, memiliki perbedaan titik didih dengan analit cukup besar, tidak beracun,
tidak bereaksi secara kimia dengan analit maupun matrix, murah dan mudah diperoleh
(Guenther, 1987).
B. Pemilihan Solvent
Untuk membuat suatu larutan dibutuhkan dua zat yaitu solute dan solvent.
Solute merupakan zat yang akan dilarutkan sedangkan solvent merupakan zat (medium)
dimana solute akan dilarutkan. Larutan adalah campuran yang homogen antara solute
dengan solvent atau sistem satu fase terdiri dari dua komponen atau lebih. Salah satu

faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sifat dari solute dan solvent. Solute yang
polar akan larut dalam solvent yang polar. Misalnya garam garam anorganik larut
dalam air. Solute yang non polar akan larut dalam solvent non polar misal alkaloid basa
(senyawa organik) larut dalam kloroform.
Kelarutan suatu mulekul dapat dijelaskan dengan dasar polaritas dari molekul. Misalnya
air ( polar ) dan benzene ( nonpolar), pelarut-pelarut ini tidak bercampur. Secara umum,
bahan dengan polaritas yang sama akan larut kedalam bagian lainnya. Pelarut polar
seperti air, mempunyai muatan parsial yang akan berinteraksi dengan muatan parsial
dari suatu senyawa polar, misalnya natrium klorida. Begitupula dengan senyawa
nonpolar yang tidak memiliki muatan, pelarut polar tidak dapat berinteraksi dengan
senyawa tersebut. Alkana adalan senyawa nonpolar, dan tidak larut kedalam pelarut
polar misalnya petroleum eter. Tabel 1. menunjukkan daftar indeks polaritas untuk
pemilihan pelarut yang digunakan
Tabel 1. Daftar Indeks Polaritas
Solvent
Fluoroalkanes
Cyclohexane
n-Hexane
Carbon tetrachloride
Diisopropyl ether
Toluene
Diethyl ether
Dichloromethane
Tetrahydrofuran
Chloroform
Ethanol
Acatic acid
Dioxane
Methanol
Acetonitrile
Nitromethane
Water

Polarity Index
<-2
0.04
0.1
1.6
2.4
2.4
2.8
3.1
4.0
4.1
4.3
4.4
4.8
5.1
5.8
6.6
10.2

B.1. Heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C 6H14
isomer utama n-heksana memiliki rumus CH 3(CH2) 4CH3. Awalan heks- merujuk pada
enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana,

yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N
Hexana merupakan jenis pelarut non polar. Karakteristik n heksana :
1. Nama lain

: caproyl hydride, hexyl hydride

2. Rumus molekul : CH3(CH2) 4CH3


3. Berat molekul

: 86,17 kg/mol

4. Warna

: berwarna

5. Melting point

: - 94 oC

6. Boiling point

: 69 ( P = 1 atm)

7. Spesific gravity : 0,659


8. Kelarutan dalam 100 bagian air : 0,014 ( 15oC )
Heksana dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak nilam yang dapat
digunakan sebagai minyak atsiri (Jos, B., 2004). Selain itu, heksana dapat digunakan
sebagai solven untuk mengekstraksi karotenoid dari CPO (Firdiana, D., dan Kuncoro,
R., dan Jos, B., 2003). Solven campuran antara heksana dan benzena dapat digunakan
untuk mengekstraksi minyak dari kopra (Kustanti, F., dan Ajianni, M. Y., 2000).
Sedangkan solven campuran antara heksana dan isopropanol dapat digunakan dalam
penurunan kadar limbah sintetis asam phosphate dengan ekstraksi cair cair (Mahmudi,
M., 1997).
Solvent yang dapat digunakan dalam ekstrak herbal atau rempah rempah,
seperti minyak atsiri dan oleoresin adalah etanol, n-heksana, etilen dikhlorida,
petroleum eter, dan aseton (Djubaedah, 1986). Namun dalam penelitian Rosevicka dkk.,
(2007) solvent yang digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin adalah
etanol dan n-heksana yang mempunyai titik didih, sebagai berikut: Etanol (C2H5OH) :
78,4oC, n-heksana (C6H14) : 69oC (Perry et al., 1997).
B.2. Aseton
Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on,
dimetilformaldehida, dan -ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak
berwarna dan mudah terbakar. Karakteristik aseton :
1. Rumus molekul : CH3COCH3
2. Berat molekul

: 50,1 kg/mol

3. Melting point

: - 94,6oC

4. Spesifik gravity : 0,7863 ( 25oC)


Aseton dapat digunakan untuk mengaktifkan karbon arang dari batok kelapa.
Carbon dari proses carbonasi batok kelapa yang merupakan bahan penutup porinya
adalah tar, akan diekstrasi dengan dikontakkan dengan aseton (Suhartono, J., Hendri M.
A., dan Sumarno, 1998). Aseton sangat baik digunakan untuk mengencerkan resin kaca
serat, membersihkan peralatan kaca gelas, dan melarutkan resin epoksi dan lem super
sebelum mengeras. Ia dapat melarutkan berbagai macam plastik dan serat sintetis.
B.3. Etanol
Etanol (disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun
bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan
minuman. Etanol merupakan jenis pelarut polar. Karakteristik etanol :
1. Rumus molekul

: C2H5OH

2. Berat Molekul

: 46,07 kg/mol

3. Spesifik gravity

: 0,789

4. Melting point

: - 112 oC

5. Boiling point

: 78,4 oC

6. Soluble in water

: insoluble

7. Density

: 0,7991 gr/cc

8. Temperatur kritis : 243,1oC


9. Tekanan kritis

: 63,1 atm

Etanol dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak laka ( CSNL ) dari kulit
biji jambu mete (Sudarwanto, H., Napitupulu, P., dan Jos, B., 2004). Selain itu etanol
juga dapat digunakan dalam alkoholisis minyak dari biji kapuk (Utami, F. N., Dewi, S.
P., 1997).
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil
eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ikatan hidrogen pada
etanol menyebabkan etanol murni sangat bersifat higroskopis, dengan demikian ia akan
mudah menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya
dapat larut dalam banyak senyawa ion, terutama natrium hidroksida, kalium hidroksida,

magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium
bromida, selain itu etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar sehingga ia juga dapat
larut dalam senyawa nonpolar seperti minyak atsiri serta berbagai macam perasa,
pewarna, dan obat (Anonymous, 2010a).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rosevicka dkk., (2007) tentang ekstraksi
oleoresin dari jahe dengan menggunakan tiga variasi solvent yaitu solvent etanol, nheksane dan petroleum eter didapatkan data yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Massa Oleoresin Jahe Dengan Variasi Jenis Solvent
Jenis Solvent
Etanol

Massa Oleoresin (gram)


1,0469

Keterangan
Cairan encer, kuning agak
kecoklatan

Heksana

0,0171

Cairan kental
kuning jernih

berwarna

Petroleum eter

0,0572

Cairan encer
kuning muda

berwarna

Sumber : Rosevicka dkk., (2007)


Dari table 9 dapat dilihat bahwa massa oleoresin jahe hasil ekstraksi dengan
solvent etanol hasilnya lebih banyak jika dibandingkan dengan menggunakan solvent nheksana dan petroleum eter. Polaritas suatu solvent berpengaruh terhadap massa hasil
ekstraksi yang dihasilkan. Kelarutan suatu senyawa dalam solvent tergantung pada sifat
polaritas senyawa dan pelarut. Sebagaian besar senyawa yang berada dalam jahe dapat
terdispersi dalam air karena jahe bersifat polar, maka jahe lebih mudah terekstrak oleh
solvent yang bersifat polar juga. Sudarmadji dkk.,(1996) menuliskan bahwa bahan
bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang sama
polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan, sehingga suatu senyawa akan lebih
mudah larut dalam pelarut yang memiliki beda polaritas yang terlalu besar. Oleh karena
itu oleoresin lebih mudah terekstrak dalam etanol (Mika Rinawati, 2012).

C. Ekstraksi Fluida Superkritis


Ekstraksi fluida superkritis merupakan suatu proses ekstraksi yang menggunakan fluida
superkritis sebagai pelarut. Teknologi ekstraksi ini memanfaatkan kekuatan pelarut dan
sifat fisik dari komponen murni atau campuran pada temperatur dan tekanan kritisnya
dalam keseimbangan fase (Palmer, 1995). Fluida superkritis yaitu suatu keadaan dimana

fluida berada dalam keadaan seimbang antara fase gas dan fase cairnya (Mc Hugh dan
Krukonis, 1986). Menurut Rizvi et al.,(1986) kondisi fluida suerkritis memiliki daya
melarutkan yang lebih tinggi dan lebih selektif daripada bentuk cair atau gas. Densitas
dan kemampuan melarutkan dari fluida superkritis menyerupai cairan. Sifat transport
dari fluida superkritis menyerupai gas yaitu dari difusivitas yang tinggi dan viskositas
yang rendah serta tegangan permukaan yang bernilai nol pada fluida superkritis akan
memperlancar penetrasi fluida superkritis ke materi mikroporous (Mc Hugh dan
Krukonis, 1986). Kelarutan komponen dalam fluida superkritis tergantung pada densitas
dari pelarut, afinitas fisik kimia dari zat terlarut terhadap pelarut. Komposisi dan hasil
ekstraksi fluida superkritis dapat diatur dengan mengatur parameter parameter
ekstraksi, seperti temperature, tekanan, ukuran partikel sampel yang akan diekstrak,
volume dan laju alir pelarut, serta lamanya ekstraksi. Untuk mengkondisikan pelarut
dalam fase cair perlu menaikkan tekanan yang sebelumnya dilewatkan terlebih dahulu
pada suhu rendah. Setelah sampai pada fase gas, suhu dinaikkan untuk membawa
pelarut sampai titik superkritisnya (Mc Hugh dan Krukonis, 1986 ; Rizvi et al., 1986).
Tabel 2. Kondisi Kritis Beberapa Pelarut
Solvent
Carbon dioxide (CO2)

Molecular
weight
(g/mol)
44.01

Critical
temperature
(K)
304.1

Critical
pressure
(MPa)
7.38

Critical
density
(g/cm 3)
0.469

Water (H2O)

18.02

647.3

22.12

0.348

Methane (CH4)

16.04

190.4

4.60

0.162

Ethane (C2H6)

30.07

305.3

4.87

0.203

Propane (C3H8)

44.09

369.8

4.25

0.217

Ethylene (C2H4)

28.05

282.4

5.04

0.215

Propylene (C3H6)

42.08

364.9

4.60

0.232

Methanol (CH3OH)

32.04

512.6

8.09

0.272

Ethanol (C2H5OH)

46.07

513.9

6.14

0.276

Acetone (C3H6O)
58.08
Sumber: Reid et al., (1987)

508.1

4.70

0.278

Ekstraksi fluida superkritis lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan proses


ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik biasa. Akantetapi dalam produk akhir
dari ekstraksi superkritis tidak akan ditemui sisa pelarut. Menurut Ebrahimzadeh et al.,
(2003) dan Szokonya et al., (2000) ekstraksi fluida superkritis dapat mengatasi
kekurangan kekurangan yang terjadi pada proses ekstraksi minyak atsiri dengan
destilasi air maupun dengan pelarut organik lainnya, antara lain jumlah ekstrak yang
dihasilkan sedikit, kehilangan komponen yang mudah menguap, waktu ekstraksi yang
panjang, sisa pelarut bersifat toksik, degradasi komponen tidak jenuh, dan wangi yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan karena ada pengaruh panas. Pada ekstraksi minyak
atsiri dengan fluida superkritis, bahan yang akan diekstrak, yaitu daun, bunga, akar,
buah, kulit buah, biji, atau bagian tanaman lain yang mengandung minyak atsiri
umumnya dalam keadaan kering. Sampel kering digerus sampai ukuran tertentu,
disimpan dalam wadah tertutup, dan kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai
akan digunakan.
Karbon dioksida merupakan fluida yang paling sering digunakan dalam ekstraksi fluida
superkritis. Karbon dioksida hanya larut hanya larut dalam air, ketika tekanan tetap
terjaga, akantetapi jika tekanan turun karbon dioksida akan berubah menjadi gas dan
lepas ke udara. Peristiwa ini ditandai dengan pembentukan gelembung karbon dioksida
dalam air.
Polaritas CO2 dapat diatur dengan penambahan pelarut lain(co-solvent /modifier). Sifat
nonpolar gas CO2 menyebabkan mudah melarutkan banyak senyawa organic yang pada
umumnya bersifat nonpolar. Namun untuk mengekstrak senyawa yang bersifat polar,
kepolaran CO2 dapat ditingkatkan dengan menambahkan sedikit pelarut lain (modifier)
seperti metanol, etanol, dietil eter, isopropanol, asetonitril, air atau benzene (Harimurti
dan Sumangat, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2010a. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol. Tanggal akses 13


November 2014.
Djubaedah, E. 1986 Ekstraksi Oleoresin dari Jahe, Media Teknologi Pangan, Vol. 2,
No. 2, hlm.10-19
Ebrahimzadeh, H, et al., 2003. Chemical Composition of The Essential Oil and
Supercritical CO2 Extracts of Zataria Multiflora Boiss. Food Chem. 83. 357 - 361
Guenther, E . 1987. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R.S. Ketaren dan R.
Mulyono. Jakarta: UI Press.
Firdiana, D., Kuncoro, R., dan Jos, B. 2003. Ekstraksi Karotenoid dari CPO Dengan
Solven Heksana. Universitas Diponegoro, Semarang.
Hugh, M. A dan V. J. Krukonis. 1986. Supercritical Fluid Extraction : Principles and
Practisce. Buster Worth Publischers, Stochom. USA
Jos, B. 2004. Ekstraksi Minyak Nilam Dengan Pelarut n Heksana. Semarang.
Johnson, L. A., and Lusas, E. W. 1983. Comparison of Alternative Solvent for Oils
Extraction. Vol 60, A&M University, Texas.
King, J.W., R.D. Gabriel and J.D. Wightman, 2009. Subcritical Water Extraction of
Anthocyanins from Fruit Berry Substrates. Supercritical Fluid Facility. Los
Alamos National Laboratory C.ACT Group Chemistry Division. Los Alamos.
USA.
Kustanti, F., dan Ajianni, M. Y. 2000. Ekstraksi Minyak Mentah Dari Kopra Dengan
Solven Campuran Benzena Dan n Heksane. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Kukuh Yudiono. 2011. Ekstraksi Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas CV.
AYAMURASAKI) Dengan Teknik Ekstraksi Subcritical Water. Jurnal Teknologi
Pangan. No. 1. Vol. 2
Mika Rinawati. 2012. Peningkatan Mutu Produksi Minyak Nilam Melalui Ekstraksi
Menggunakan CO2 Fluida Superkritis (Skripsi). Program Studi Kimia.
Universitas Indonesia. Depok

Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintetis Asam Phosphat Menggunakan


Cara Ekstraksi Cair Cair Dengan Solven Campuran Isopropanol Dan n
Heksane. Universitas Diponegoro, Semarang.
Nobrega, L. P., Monteiro, A. R., Meireles, M. A. A., Marques, M. O. M. 1996.
Comparison of Ginger (Zingiber Officiale Roscoe) Oleoresin Obtained With
Ethanol and Isopropanol with That Obtained with Pressurized CO2. Vol. 17.
Palmer, MV and Ting, SS. 1995. Appication for Supercritical Fluid Technology in Food
Processing. Food Chemistry. 52. 345 - 352
Perry, R. H. and Green, D. W. 1997. Perrys Chemical Engineers. Handbook. Edisi 7,
Mc Graw-Hill Co., Singapore.
Reid, R. C, et al. 1987. Properties of Gases and Liquids. 4th Edition. McGraw Hill. New
York
Ricter, P., M.I. Toral, and C. Toledo, 2006. Subcritical Water Extraction and
Determination of Nifedipine in Pharmaceutical Formulation. Drugs, Cosmetics,
Forensic Sciences. J. of AOAC International. Vol. 89, No.2.
Rizvi S., dkk. 1986. Supercritical Fluid Extraction : Operating Principles and Food
Applications. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah dan Pengembangan Atsiri di
Sumatera, Bukittinggi. 31 Agustus 1991.
Rosevicka Dwi Oktora, Aylianawati, Yohanes Sudaryanto. 2007. Ekstraksi Oleoresin
Dari Jahe. Jurnal Widya Teknik. No.2, Vol. 6. Hal. 131 - 141
Sudarmadji, S., Haryono, B. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit:
Liberty, Yogyakarta.
Sudarwanto, H., Napitupulu, P., dan Bakti. 2004. J., Ekstraksi Minyak Laka ( CNSL )
dari Kulit Biji Jambu Mete Dengan Solvent Ethanol. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Suhartono, J., Hendri, M. A., dan Sumarno. 1988. Proses Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa Menggunakan Solven Aceton. Universitas Diponegoro, Semaarang.
Szokonyo et al. 2000. Extraction of Coriander Seed oil by CO2 and Propane at Super
and Subcritical Conditions. J. Supercritical Fluida. 17. 177 - 186
Treybal, R. E. 1981. Mass Transfer Operation. Third Edition. Mc Graw. Hill Book
company. London, Sydney. Tokyo.

Anda mungkin juga menyukai