Anda di halaman 1dari 4

Pervaporasi merupakan teknologi membran yang telah terbukti mampu memisahkan suatu senyawa secara selektif dari campurannya,

khususnya pada ekstraksi/pemisahan senyawa kimia yang sulit dilakukan dengan cara konvensional seperti distilasi. Dalam aplikasi industri, unit pervaporasi dapat berdiri sendiri atau digabungkan dengan unit pemisahan lain yang sudah ada, seperti unit hybrid distilasi-pervaporasi. Pervaporasi (PV) merupakan proses pemisahan menggunakan membran dengan gaya dorong perbedaan tekanan Pemisahan berdasarkan membrane satu diantaranya adalah pervaporasi. Pervaporasi adalah proses pemisahan yang mengontakkan campuran larutan secara langsung dengan salah satu sisi dari membran, sedangkan produknya yaitu permeat atau pervaporat, dikeluarkan dalam fasa uap dari sisi membran yang lain. Pervaporasi merupakan teknik pemisahan menggunakan membran yang saat ini berkembang dan dianggap dapat menjadi alternatif pengganti proses distilasi pada campuran azeotropik serta dehidrasi pelarut. Hal ini terutama terlihat dari penggunaan energi yang sangat efisien. Dalam pervaporasi, campuran cairan yang akan dipisahkan dikontakkan dengan salah satu sisi membran dan permeatnya dikeluarkan pada tekanan uap rendah dari sisi membran yang lain. Berdasarkan sifat difusi larutan, pervaporasi berlangsung tiga tahap: (1) Penyerapan permean dari campuran cairan ke dalam membran; (2) Difusi permean melalui membran, dan (3) Desorpsi permean menjadi fasa uap

Membran merupakan suatu lapisan tipis yang memisahkan dua fasa dan bertindak sebagai pembatas selektif terhadap perpindahan materi. Membran tidak hanya bertindak sebagai material yang pasif, tetapi lebih tepat dianggap sebagai material fungsional. Operasi membran merupakan suatu operasi yang membagi umpan menjadi dua aliran yaitu permeat yang berisi material-material yang dapat melalui membran dan retentat yang merupakan material yang tidak mampu melewati membran. Operasi membran dapat digunakan untuk memekatkan atau memurnikan larutan atau suspensi (pelarut zat terlarut atau pemisahan partikel) dan untuk memisahkan suatu campuran. Pemisahan berdasarkan membran berpotensi penting karena lebih sedikit energi yang digunakan dan lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi pemisahan lainnya.

Pada beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai pervaporasi ditekankan pada pengembangan membran polimer baru yang mempunyai faktor pemisahan tinggi dan laju permeasi yang optimum dengan stabilitas yang baik terhadap campuran yang akan dipisahkan. Beberapa membran permselektif untuk air telah dicoba dari polimer hidrofilik, seperti poli(asam akrilat)-nilon 6, poli (akrila t-co-s tirena), poli(4-vinilpiridinaco-akrilonitril), nafion, dan poli(vinil alkohol). Polivinil alkohol (PVA) adalah salah satu pilihan yang mungkin untuk proses pemisahan campuran etanol-air berkaitan dengan sifat-sifatnya, seperti hemat biaya, mempunyai stabilitas kimia, kemampuan membentuk film, dan sangat hidrofilik. Namun demikian, PVA mempunyai suatu kelemahan yaitu stabilitas yang rendah dalam air. Dengan demikian, PVA harus dibuat tidak dapat larut dalam air dengan cara reaksi modifikasi seperti mencampur, grafting, atau ikat silang, untuk membentuk membran yang stabil dengan sifat mekanik yang baik dan mempunyai permeabilitas yang selektif terhadap air. B. Cara Kerja Pervaporasi Cara kerja pervaporasi dalam memurnikan etanol adalah sebagai berikut. Bioetanol berkadar 95% dipanaskan pada suhu 75oC sehingga air dalam bioetanol berubah menjadi uap air. Dengan tekanan 5 bar vakum, etanol dan uap air masuk ke membran berkecepatan 1,5 x 10-4m/s. Di dalam membran filtrasi, dua zat yang berbeda fasa itu mengalami difusi alias perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke rendah. Dalam teknik pervaporasi ini uap air akan melewati membran. Sedangkan bioetanol ditolak karena membran tidak berpori. Pori itu diibaratkan pintu, Nah, karena membran tak berpori, terowongan itu tanpa pintu keluar. Dampaknya bioetanol tak dapat melewatinya. Hanya gas yang bisa menerobos. Selektivitas dan laju pemisahan pervaporasi sangat bergantung pada karakteristik membran, konfigurasi modul, dan desain proses. Itu artinya jenis membran yang digunakan mesti berkarakter mampu menyeleksi gas dan etanol yang masuk. Di ujung membran, uap air diserap oleh vakum. Selanjutnya uap air masuk ke gelas bertadah wadah berisi nitrogen cair. Nitrogen cair dipilih karena memiliki titik didih pada suhu 195,80C. Dengan suhu yang sangat dingin, nitrogen cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik lebih efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon. Itu sebabnya saat menyentuh larutan nitrogen cair, uap air kembali menjadi air. Sedangkan etanol tidak melewati membran, cairannya langsung dialirkan ke gelas penadah etanol murni. Karena semua uap air yang terkandung sudah diserap, dengan metode ini dipastikan bioetanol yang dihasilkan fuel grade etanol alias sesuai standar mutu bahan bakar yang berkadar etanol 99,8. Diagram alir proses pervaporasi bioetanol

Keuntungan Pervaporasi Dibandingkan dengan cara konvensional berupa destilasi dan dehidrasi, teknologi membran lebih efektif untuk meningkatkan kadar etanol. Ketika proses destilasi, bioetanol membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air yang terkandung sulit dipisahkan. Destilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit diceraikan dari etanol. Memang masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu dengan menambahkan zat toluen. Toluen sohor sebagai pelarut air. Ketika zat itu ditambahkan sesuai dengan kadar air yang terkandung, air akan tertarik. Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Celakanya sebagian zat toluen itu juga bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan. Sebaliknya, teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti menghasilkan bioetanol berkualitas tinggi. Selain itu produsen juga mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan ukuran alat yang lebih kecil. Satu lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari, membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt. Artinya biaya itu jauh lebih murah ketimbang teknologi gamping. Gamping alias kalsium karbonat acap dimanfaatkan sebagai penyerap air untuk mengatrol kadar etanol. Pelaksanaannya memang mudah, namun bukan cuma air yang terserap, tetapi juga bioetanol. Kehilangan bioetanol akibat serapan gamping mencapai 30%. Di negara-negara maju, teknologi pervaporasi berkembang sangat pesat dan telah diterapkan secara besar-besaran dalam skala industri. Tetapi di Indonesia, pengenalan terhadap teknologi membran ini masih relatif baru sehingga penerapannya dalam skala industri masih terbatas.

Huang, R. Y. M. & Feng, X. 1997. Liquid Separation by Membran Pervaporation: a Review. American Chemical Society. 36:1048-1066. Isiklan, N. and O. Sanli. 2005. Separation Characteristic of Acetic Acid-Water Mixtures by Pervaporation Using Poly(vinil alcohol) Membrans Modified with Malic Acid. Journal Chemical Engineering and Processing. 44:1019-1027.

Anda mungkin juga menyukai