Anda di halaman 1dari 22

JAGUNG

(MORFOLOGI-ANATOMI, KOMPOSISI KIMIA,


DAN HUBUNGAN SIFAT BAHAN DENGAN PROSES)

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Sifat Fisik, Kimia, Biologi Pangan dan Hasil Pertanian

Oleh:
Indah Asrifah
NIM. 146100100111014

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

JAGUNG (Zea mays L.)


A. JAGUNG (Zea mays L.)
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh
kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi.
Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang
dapat mencapai tinggi 6 m (Lee, 2007).
Menurut (Lee, 2007) tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (taksonomi)
tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Graminae

Famili

: Graminaceae

Genus

: Zea

Spesies

: Zea mays L.

Jagung merupakan sumber makanan pokok pada beberapa daerah di Indonesia. Jagung
juga banyak dimanfaatkan dalam pengolahan makanan tradisional seperti gantol, ampok,
marning, ataupun makanan ringan modern dalam bentuk sereal, tortilla, dan produk ekstruksi
lainnya. Jagung juga banyak dimanfaatkan dalam industry makanan ternak (Munrtini dan
Erni, 2007).
B. JENIS JAGUNG
Berdasarkan bentuk dan strukturnya biji jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Jagung Mutiara (Flint Corn), Zea mays indurata
Flint corn mempunyai endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula
yang kecil dan lunak. Biji jagung ini berbentuk bulat dan licin. Biji jagung yang sudah tua
dibuat tepung, sedangkan yang dipanen muda dibuat sayur, direbus atau dibakar. Jenis ini

sering sebagai ornamen karena warna bijinya berwarna-warni dan sangat menarik untuk
dibuat rangkaian bunga (Richana, dkk., 2012).
b) Jagung Gigi Kuda (Dent Corn), Zea mays indentata
Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan
bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji mengering,
pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut daripada pati keras, sehingga
terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Biji tipe dent ini bentuknya besar, pipih, dan
berlekuk (Subekti, dkk. 2008)
Dent corn mempunyai dua jenis yaitu yang berwarna kuning dan putih. Jagung yang
berwarna putih lebih disukai karena menghasilkan tepung yang berwarna putih. Jagung
ini biasa digiling dan dimanfaatkan dalam produk pangan (Richana, dkk., 2012).
Secara umum pati jagung mengandung 74-76% amilopektin, dan 24-26% amilosa.
Namun jenis waxy mengandung 99% amilopektin sedangkan jenis amilomaize hanya
mengandung 20% amilopektin. Jenis waxy dan amilomaize dimanfaatkan dengan proses
penggilingan basah ( wet milling) menghasilkan pati yang sangat khas. Pati jagung waxy
dan pati termodifikasinya banyak dimanfaatkan karena sifat-sifatnya (viskositas, stabilitas
panas dan pH) setelah hidrasi. Pati jenis amilomaize digunakan dalam industri teksl,
permen gum, dan perekat untuk industri papan gelombang (Richana, dkk., 2012).
c) Jagung Manis (Sweet Corn), Zea mays saccharata
Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum masak
mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride) lebih tinggi daripada pati.
Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding jagung normal pada umur
18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat ini ditentukan oleh gen sugary (su) yang resesif
(Subekti, dkk. 2008)
diduga berasal dari mutasi kultivar di Chullpi (jenis jagung Peru). Adanya
perubahan gen menyebabkan konversi gula menjadi pati, dan biji mengakumulasi
fitoglikogen (polisakarida yang larut dalam air) dan merubah tekstur pati dan
menyebabkan rasa manis. Sweet corn umumnya dikonsumsi dalam bentuk sayuran
(Subekti, dkk. 2008).

d) Jagung Pod, Z. tunicata Sturt


Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh glume
atau kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan secara komersial
sehingga tidak banyak dikenal. Kultivar Amerika Selatan dimanfaatkan oleh suku Indian
dalam upacara adat karena dipercaya memiliki kekuatan magis (Subekti, dkk. 2008)
e) Jagung Berondong (Pop Corn), Zea mays everta
Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil, digunakan untuk membuat popcorn.
Endosperm biji mengandung pati keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak
dalam jumlah sedikit terletak di tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk
ke dalam biji yang kemudian membesar dan pecah (pop) (Subekti, dkk. 2008)
f) Flour Corn (Zea mays amylacea)
Flour corn merupakan Salah satu jenis jagung tertua, dikembangkan oleh suku
Aztec dan Inca. Jenis flour ini dicirikan dengan endosperma yang lunak, hampir
keseluruhan adalah soft starch, mudah dihancurkan, dan mudah ditumbuhi kapang.
tersusun. Jagung dengan kandungan lisin yang tinggi (disebut opaque-2) merupakan hasil
budidaya dengan tujuan meningkatkan keseimbangan protein jagung. Jenis opaque-2 ini
mirip seperti jenis flour yaitu mempunyai endosperma yang lunak seperti kapur (Richana,
dkk., 2012).
g) Jagung Pulut (Waxy Corn), Zea mays rugosa
Merupakan jagung yang dapat dikonsumsi segar, dikalengkan, atau dibekukan
Waxy corn memiliki biji yang menyerupai lilin. Molekul pati jagung jenis ini berbeda
dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan menyerupai tepung
tapioka. Waxy corn memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. (Subekti, dkk.
2008).

Gambar 1. Jenis dan Bentuk Jagung (Richana, dkk., 2012)


C. MORFOLGI - ANATOMI BIJI JAGUNG
1. Morfologi Biji Jagung

Tipe biji jagung berhubungan dengan letak pati lunak atau soft starch dan pati
keras atau horny starch dalam endosperm biji jagung. Pati lunak yaitu pati yang
bercampur dengan protein dalam bentuk matriks dan terpecah selama pengeringan
sehingga membentuk rongga-rongga kosong, sedangkan pati keras yaitu pati yang
bercampur dengan protein tersusun secara matriks tebal dan tidak terpecah selama
pengeringan (Koswara, 2009).
Biji jagung mutiara biasanya agak berbulat, bagian luar keras dan licin. Biji yang
keras disebabkan karena bagian luar endosperm seluruhnya terdiri dari pati keras,
sedangkan pati lunak terdapat di bagian dalam. Ketika biji matang, terjadi penyusutan
yang merata, sehingga biji licin (Koswara, 2009).
Biji jagung gigi kuda dicirikan adanya lekukan di puncak gigi. Lekukan ini
disebabkan pati keras terletak di bagian pinggir pati lunak terdapat pada puncak biji. Pada
waktu pematangan terjadi, penyusutan kadar air pati lunak lebih banyak dibandingkan
pada pati keras sehingga meninggalkan lekukan pada puncak biji (Koswara, 2009).
Biji jagung brondong kecil ukurannya, mempunyai tipe biji mutiara tetapi bagian
endosperm hampir seluruhnya terdiri atas pati keras. Ciri spesifik jagung ini bila
dipanaskan akan meletus atau mengembang sampai 30 kali ukuran semula(Koswara,
2009).
Pada jagung tepung bagian endosperm seluruhnya terdiri atas pati lunak. Ketika
proses pematangan, biasanya tidak membentuk lekukan atau mungkin hanya melekuk
sangat kecil (Koswara, 2009).
2. Anatomi Biji Jagung
Biji jagung (kernel) merupakan biji sereal yang paling besar, dimana beratnya
sekitar 250-300 mg/biji. Kernel mengandung embrio lengkap dan semua struktur, zat
gizi, dan enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Secara
umum biji jagung disusun oleh empat komponen, yaitu endosperm, bran, germ/embrio,
tip cap. Proporsi masing-masing komponen dalam satu kernel adalah endosperm (82,9%),
germ (11,1%), bran (5,3%), dan tip cap (0,8%) (Kulp and Ponte, 2000).
1. Pericarp/ Bran

Pericarp merupakan kulit luar yang dilapisi oleh testa dan aleuron. Pericarp
melindungi biji dan segala komponen zat gizi yang ada di dalam biji. Bagian ini
resisten terhadap air ataupun uap air, juga serangga dan mikroba yang tidak
diinginkan. Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama
proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis,
tetapi sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf
tertentu lap kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi adalah bagian
endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 5,3% dari keseluruhan biji (Johnson, 1991).
2. Endosperm
Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, menyusun sekitar 82%
total padatan biji jagung (Munrtini dan Erni, 2007). Pada lapisan tengah atau pusat
terdapat granula-granula pati lunak (floury endosperm) dengan ukuran 10 30 um,
sedangkan pada bagian luar atau pinggir mengandung granula-granula pati keras dengan
ukuran yang lebih kecil yaitu 1 10 um (horny endosperm. Lapisan pertama dari
endosperm yaitu lapisan eleuron, merupakan pembatas antara endosperm dengan kulit
(perkarp). Pada lapisan tengah atau pusat terdapat granula-granula pati lunak dengan
ukuran 10 30 um, sedangkan pada bagian luar atau pinggir mengandung granulagranula pati keras dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 1 10 um. Perbandingan pati
lunak dan pati keras endosperm bervariasi tergantung jenis jagungnya (Koswara, 2009).
1. Germ/Lembaga
Lembaga terletak pada bagian biji yang paling tengah (Richana, dkk., 2012).
Lembaga merupakan bagian yang akan menjadi tanaman baru. Lembaga mengandung
gen-gen, enzim, vitamin dan mineral. Sekitar 33% bagian lembaga adalah minyak,
minyak ini tersusun oleh minyak tak jenuh. Lembaga terdiri atas plamule, akar radikal,
skutelum, dan koleoptil (Munrtini dan Erni, 2007). Skutelum merupakan 90% dari
lembaga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi makanan selama
perkecambahan biji. Selama perkecambahan biji poros embrio akan berkembang
menjadi tunas (Koswara, 2009).
2. Tip cap
Tip cap merupakan bagian yang menghubungkan biji dengan bonggol jagung,
tempat lewatnya air dan nutrisi, dan inilah satu-satunya bagian jagung yang tidak

ditutupi oleh kulit luar/pericarp (Munrtini dan Erni, 2007). Struktur tip cap menyerupai
bunga karang (spongy) dan dinding selnya mudah menyerap air (Koswara, 2009).
Struktur penyusun biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.
D. KOMPOSISI KIMIA JAGUNG
Jagung (zea mays) digolongkan ke dalam tanaman kelompok serealia yaitu biji-bijian.
Komponen dasar jagung secara kimiawi terdiri atas karbohidrat, protein, lemak/minyak,
vitamin, mineral, dan bahan organic lainnya (Munrtini dan Erni, 2007). Kandungan kimia
jagung cukup baik untuk dijadikan bahan pangan. Komposisi tersebut sangat tergantung pada
faktor genetik, varietas dan kondisi penanamannya. Dengan demikian jagung merupakan
sumber pangan berenergi dan potensial yaitu disamping sumber gula atau karbohidrat juga
mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi. Berikut daftar kompisisi kimia jagung
(Richana, dkk., 2012). Secara umum komposisi kimia jagung seperti pada Tabel 1.

Gambar 2. Struktur Biji Jagung ((Kulp and Ponte, 2000)


Table 1. Komposisi Kimia Jagung dalam 100 Gram Bahan
Komponen
Energi (kkal)
Air (g)
Protein (g)
Lipid (g)
Karbohidrat (g)
Pati (g)
Serat kasar (g)

A
365
10,37
9,42
4,74
74,24
2,90

B
9,8
4,9
63,6
2,0

Abu (g)

1,20

1,4

*A) Dracke et al dalam Food Resource Nutrition and Food Management. Oregon State University (2000)
*B) Alais and Linden (1991) dalam Haard et al (1999)

Jika dilihat dari komposisi kimia pada masing-masing penyusun kernel, maka bagian
endosperm banyak mengandung pati (sekitar 90%) sementara germ/lembaga memiliki
kandungan lemak yang tinggi (sekitar 33%) dan protein (Sekitar 18%) (Australian
Government, 2008).
Tabel 2. Komposisi Kimia pada Masing-Masing Bagian Kernel Jagung
Fraksi

Bran/Pericarp

(%)
(%)
Fiber
5,3
83,6
Fat
11,1
1,0
Protein
82,9
3,7
Starch
0,8
7,2
Others
4,4
Sumber: (Richana, dkk., 2012).

Endosperm

Germ/Lembaga

Tip Cap

(%)
3,2
0,8
8,0
87,6
0,4

(%)
14,0
33,2
18,4
8,0
26,4

(%)
77,7
3,8
9,1
5,3
4,1

1. Komposisi Proksimat
a) Karbohidrat
Merupakan komponen yang paling banyak terdapat dalam biji jagung.
Karbohidrat jagung terutama berupa pati. Pati mengandung dua macam molekul yaitu
amilosa dan amilopektin. Kedua molekul tersebut merupakan polimer dari unit-unit
D-glukosa dan mempunyai berat molekul yang tinggi. Amilosa mempunyai susunan
rantai (polimer) lurus, sedangkan amilopektin merupakan susunan rantai bercabang
(Koswara, 2009).
Sebagian besar jenis jagung mempunyai kandungan amilopektin 78% dan
amilosa 22%, tetapi untuk jenis jagung ketan (waxy corn) patinya mengandung
amilopektin hampir 100%. Kandungan amilopektin yang tinggi ini menyebabkan
jagung ketan bersifat lengket (Koswara, 2009).

Karbohidrat jagung selain pati yaitu gula, pentosan dan serat kasar. Total gula
pada biji jagung 1,0 3,0 persen. Sukrosa merupakan bagian terbesar dari komponen
gula, sedangkan glukosa, fruktosa dan rafinosa hanya terdapat dalam jumlah kecil.
Pada jagung manis (sweet corn) kandungan gula pada biji jagung relatif tinggi (37.0643.55%, bk), sehingga rasanya manis (Koswara, 2009).
b) Protein
Biji jagung mengandung protein kurang lebih 10%, tetapi nilai biologiknya
rendah karena rendahnya kandungan lisin dan triptofan yang merupakan asam-asam
amino essensial (Tabel 5) (Koswara, 2009).
Protein yang terdapat dalam biji jagung yaitu albumin (3,2%), globulin (1,5%),
glutelin (35,1%) dan prolamin/zein (47,2%), yang masing-masing mengandung asam
amino yang berlainan (Tabel 5).
Prolamin merupakan kadar tertinggi pada protein jagung yaitu mencapai 47%.
Prolamin sedikit larut di air, dan sangat larut di 70% etanol. Prolamin jagung dalam
pemanfaatannya untuk pakan, kurang mendorong pertumbuhan ternak disebabkan
kurang mengandung lisin dan triptopan, namun mengandung asamamino nonpolar
yang tinggi (Richana, dkk., 2012).
Albumin, globulin dan glutelin jagung mempunyai komposisi asam amino
yang cukup baik (kadar lisinnya tinggi). Komposisi asam amino globulin, albumin
dan glutelin hampir sama. Protein albumin, globulin dan glutelin banyak terdapat
pada endosperm. Globulin mempunyai kadar arginin tinggi (Koswara, 2009).
Lambaga jagung menyimpan 26% protein. Protein pada lembaga terutama
albumin dan globulin. Protein lembaga mempunyai nilai gizi lebih tinggi terutama
dibandingkan dengan protein endosperm karena mempunyai komposisi asam amino
essensial yang lebih baik atau seimbang. Nilai gizi lembaga ini turun selama
pengolahan (Koswara, 2009).
Tabel 5. Komposisi dan Sifat Protein Jagung Sumber

Sumber: (Johnson, 1991)


c) Lemak dan Pigmen
Lemak jagung, seperti pada serealia yang lain, banyak tersimpan pada lembaga
yaitu sekitar 83 % dari total lemak. Lemak jagung terutama dalam bentuk trigliserida
(Koswara, 2009).
Lemak jagung banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang essensial
terutama linoleaat (18 : 2). Kadar lemak/minyak serta komposisi asam lemaknya
dipengaruhi oleh faktor agronomi maupun genetik. Meskipun lemak jagung
mengandung asam lemak tidak jenuh (PUFA) dalam kadar yang cukup tinggi, minyak
jagung relatifstabil terhadap oksidasi karena mengandung antioksidan alami serta
mengandung sangat sedikit (kurang dari 1,0 %) asam linolenat (18 : 3). Kandungan
lemak pada biji jagung bervariasi antara 1.2 sampai 5% dengan bilangan yodida 111
sampai 151. Hampir 85% kadar lemak biji jagung terdapat pada lembaga (Koswara,
2009).

Biji jagung mengandung pigmen, terutama untuk yang baru berwarna kuning.
Xanthofil pada jagung gigi kuda berkisar 10 30 ppm dan karoten 1 4 ppm.
Pigmenpigmen pada biji jagung dengan protein endosperm dengan konsentrasi
terbesar pada pati keras. Pigmen jagung kuning adalah -karoten, lutein dan xantin
(Koswara, 2009).
d) Mineral dan Vitamin
Biji jagung mengandung mineral potassium 0.40%, phosfor 0.43%, magnesium
0.16%, sulfur 0.14% dan mineral-mineral lain 0.27%. Sebagian mineral jagung
terdapat pada lembaga (78 %). Hal ini mungkin karena mineral tersebut diperlukan
untuk pertumbuhan embrio (Koswara, 2009).
Mineral pada jagung terutama pada senyawa fosfor. Sebagian besar dalam
bentuk garam potasium-magnesium dari asam fitat (heksafosfat ester inositol). Fitin
merupakan bentuk penting senyawa fosfor, yang dibebaskan oleh enzim fitase untuk
pertumbuhan embrio. Mineral keempat (setelah P, K dan Mg) adalah sulfur (S) yang
terdapat dalam bentuk asam amino metionin dan sistin. Disamping itu jagung juga
merupakan selenium yang penting pada ransum ternak (Koswara, 2009).
Jagung mengandung dua jenis vitamin larut lemak yaitu vitamin A
(betakaroten) dan vitamin E serta sebagian besar vitamin larut air. Jagung
mengandung vitamin B1 (thiamin) dan piridoksin dalam jumlah yang cukup untuk
ternak. Niasin pada jagung berada dalam bentuk terikat. Perlakuan dengan alkali
dapat membebaskan niasin (Koswara, 2009).
2. Pati Jagung
Zat pati merupakan komponen yang paling banyak dalam biji jagung. Zat pati
terutama terdapat pada bagian endosperm biji jagung.
a) Struktur Molekul Pati
- Amilosa
Amilosa memiliki rantai lurus yang terdiri dari 250 2000 unit D-glukosa
denganberat molekul 40 000 sampai 340 000. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi

dengan iodine membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk


mendeteksi adanya pati (Koswara, 2009).
Amilosa mampu membentuk struktur kristal karena adanya interaksi molecular
yang kuat. Kristalisasi sering dilihat sebagai retrogradasi, yaitu proses dimana
molekul pati menjadi tidak larut dalam air secara irreversbel sehubungan dengan
pembentukan ikatan yang kuat (Koswara, 2009).
-

Amilopektin
Amilopektin merupakan polimer dari D-glukosa yang mempunyai rantai lurus dan
percabangan. Rantai lurus dihubungkan dengan ikatan a-1, 4-D-glukosa, sedangkan
pada titik percabangan dihubungkan oleh ikatan -1, 6-D-glukosa. Titik percabangan
ini terdiri dari 20 30 unit glukosa. Molekul amilopektin terdiri dari beratus-ratus
cabang dengan berat molekul diperkirakan 1 juta (Koswara, 2009).
Pada pati serealia, amilopektin merupakan elemen dari struktur kristal. Amilopektin
dapat juga membentuk kompleks walaupun tidak sereaktif amilosa. Pada milopektin,
kristalisasi terhalangi oleh rantai cabang polimer (Koswara, 2009).

b) Bentuk dan Ukuran Granula Pati


Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati
mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari sumbernya. Pada
umumnya granula pati tidak terdapat dalam keadaan murni karena adanya zat antara
misalnya protein dan lemak. Granula pati sedikitnya mengandung tiga komponen yaitu
amilosa, amilopektin dan bahan antara. Bahan antara tersebut terdapat 5-10% (Koswara,
2009).
Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu
untuk yang kecil 1-7m dan untuk yang besar 15-20 m. Granula besar berbentuk oval
polyhedral dengan diameter mencapai 6-30 m Singh et al (2005). Granula pati yang
lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas
dan air dibanding granula yang besar. Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran
granula memperlihatkan nilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari
ukuran granula yang lebih besar (Richana, dkk., 2012).

c) Absorbsi dan Kelarutan Pati Jagung


Daya absorbsi air dari pati jagung perlu diketahui karena jumlah air yang
ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat dari sistem pati. Granula pati utuh tidak larut
dalam air dingin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak tetapi tidak dapat
kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan
granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hydrogen
intramolekuler. Ikatan hidrogen mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur
integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air, sehingga
terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian semakin banyak jumlah gugus
hidroksil dari molekul pati maka kemampuan menyerap air semakin tinggi. Oleh karena
itu absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Richana, dkk., 2012).
Kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan daya absorbsi dan kelarutan. Pada
amilomize dengan kadar amilosa 42,6-67,8%, ternyata daya absorsi dan daya larut
berturut-turut 6,3 (g/g)(C) dan 12,4 %. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka
amilosa tidak dapat meninggalkan granula. Disamping itu nisbah penyerapan air dan
minyak juga dipengaruhi oleh keberadaan serat, karena sifat serat yang mudah menyerap
air (Richana, dkk., 2012).
d) Amilograf Pati
Sifat amilograf pati diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada proses
pemanasan dengan menggunakan Brabender Amylograph. Selama pemanasan terjadi
peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang
irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik
molekul pati di dalam granula pati. Hal ini dapat menyebabkan air dapat masuk ke dalam
granula pati (Richana, dkk., 2012).
Suhu awal gelatinisasi ialah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik.
Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa dan amilopektin
serta keadaan media pemanasan. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu
membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan
menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian diperlukan energi yang

lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan
lebih tinggi (Richana, dkk., 2012).

Gambar 3. Kurva Amilograf dari Berbagai Jenis Pati (Richana, dkk., 2012)
Menurut Richardson et al (2001) ternyata untuk jagung beramilopektin tinggi
mempunyai rantai 1-4 -glukosidase yang lebih pendek dibanding jagung beramilosa
tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap suhu gelatinisasinya. Pati dengan amilosa tinggi
maka suhu gelatinisasi lebih tinggi. Suhu gelatinisasi pati bahan baku juga berpengaruh
terhadap efisiensi produksi. Semakin rendah suhu gelatinisasi, maka waktu gelatinisasi
semakin pendek yaitu tapioka 20 menit dan pati jagung 22 menit (Gambar 3) (Richana,
dkk., 2012).
Suhu puncak granula pecah pati jagung 95C, tapioka 80C, dengan waktu yang
dibutuhkan berturut-turut ialah 30 menit dan 21 menit. Sifat ini berkaitan dengan energi
dan biaya yang dibutuhkan dalam suatu produksi. Pati akan terhidrolisis bila telah
melewati suhu gelatinisasi (Richana, dkk., 2012).
Table 3. Sifat Amilograf Pati Beberapa Jenis Jagung

Sumber: (Singh et al., 2005)

Dari Tabel 3, ternyata bahwa kadar amilopektin yang tinggi (99%) akan
meningkatkan suhu awal (70,8C), maupun suhu puncak gelatinisasi (75,1C), yang
diikuti keperluan energi yang meningkat (13,6 J/g) (Richana, dkk., 2012).
Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan
selama proses pemanasan. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir
gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya dan
granula sudah tidak mempunyai kristal lagi. Komponen yang menyebabkan sifat kristal
dan birefringence adalah amilopektin. Dengan demikian amilopektin sangat berpengaruh
terhadap viskositas. Hal tersebut terlihat pada Tabel 3, viskositas puncak pati waxy (1524
BU), lebih tinggi dibanding pati jagung normal (975 BU), sedangkan jagung manis
mempunyai viskositas puncak yang sangat rendah (85,2 BU) (Richana, dkk., 2012).
Pati jagung normal lebih cepat mengalami retrogradasi dibanding dengan yang
lainnya, seperti ditunjukkan oleh viskositas dingin yang tinggi. Fenomena ini bisa terjadi
karena pada waktu gelatinisasi granula pati tidak mengembang secara maksimal,
akibatnya energi untuk memutuskan ikatan hidrogen intermolekul kurang. Ketika
pendinginan terjadi, amilosa dapat bergabung dengan cepat membentuk kristal yang tidak
larut. Sebaliknya untuk jenis tepung yang lain, mempunyai amilosa dengan kemampuan
bersatu yang rendah, karena energi untuk melepas ikatan hidrogennya rendah (Richana,
dkk., 2012).
e) Gelatinisasi Pati
Zat pati yang mengalami kesetimbangan pada keadaan atmosfir biasa
mengandung air 10 17%. Air diikat oleh pati dalam tiga bentuk yaitu air kristal, air
yang diserap dan air yang berada diantara rongga atau ruang antar granula (Koswara,
2009).
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi dapat menyerap air sampai 30%
tanpa merusak struktur granula. Jika suspensi air pati dipanaskan akan terjadi
pengembangan granula. Pada mulanya pengembangan granula bersifat reversibel, tetapi
jika pemanasan telah mencapai suhu tertentu pengembangan granula menjadi irreversible
dan terjadi perubahan struktur granula. Proses ini disebut gelatinisasi dan suhu dimana

glatinisasi tersebut berlangsung disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati jagung
berkisar 62 70oC (Koswara, 2009).
f) Retrogradasi dan Sineresis
Jika gel pati didiamkan beberapa lama, akan terjadi perluasan daerah kristal
sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel yang biasanya diikuti dengan
keluarnya air dari gel. Pembentukan kembali struktur kristal itu disebut retrogradasi,
sedangkan keluarnya air dari gel disebut sineresis (Koswara, 2009).
Bila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah
kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain.
Dengan demikian terjadi semcam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan
mengendap (Koswara, 2009).
Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah, pH
netral, derajat polimerisasi yang rendah, tidak adanya percabangan ikatan molekul,
konsentrasi amilosa yang tinggi dan tidak adanya senyawa pembasah (Surface active
agents) (Koswara, 2009).
E. TEKNOLOGI PROSES PRODUK JAGUNG
1. Pembuatan Tepung Jagung
Tepung jagung didefinisikan sebagai tepung yang diperoleh dari penggilingan
atau penumbukan biji jagung dari berbagai varietas (putih atau kuning). Proses
pembuatan tepung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggilingan kering (dry
milling) dan penggilingan basah (wet milling).
a. Metode Penggilingan Kering (Dry Milling)
Tepung jagung sebaiknya dibuat dari jagung pipilan varietas yang mudah
dibuat tepung yaitu yang tergolong jagung semi mutiara. Hal ini disebabkan karena
jagung semi mutiara mengandung endosperm lunak yang lebih banyak dibandingkan
dengan endosperm kerasnya. Endosperm keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil
dan tersusun rapat sedangkan endosperm lunak susunan sel-selnya tidak serapat
bagian kerasnya (Koswara, 2009).
Pada prinsipnya penggilingan jagung pipilan menjadi bentuk tepung adalah
memisahkan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Kulit merupakan bagian yang

paling tinggi kandungan seratnya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat
tepung bertekstur kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi
kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
mudah tengik. Kandungan lemak pada lembaga sekitar 34.5 %. Tip cap merupakan
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian
yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Selain itu pada
tepung akan terlihat butir-butir hitam apabila pemisahan tip cap tidak sempurna.
Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung. Endosperm
merupakan bagian dari biji jagung yang paling tinggi kandungan karbohidratnya
(Koswara, 2009).
Pembuatan

tepung

jagung

dilakukan

dengan

menggunakan

metode

penggilingan kering. Penggilingan dilakukan dua kali, yaitu penggilingan pertama


merupakan

penggilingan

kasar

dengan

menggunakan

hammer

mill.

Hasil

penggilingan kasar adalah grits, kulit, lembaga, dan tip cap. Kulit, lembaga, dan tip
cap selanjutmnya dipisahkan dengan pengayak. Grits adalah butiran jagung dengan
ukuran kira-kira seperti beras. Grits tersebut kemudian dicuci dan direndam dalam air
selama 3 jam kemudian ditiriskan. Tujuan perendaman adalah agar grits jagung tidak
terlalu keras sehingga lebih mudah halus ketika digiling. Pengilingan kedua dilakukan
untuk menggiling grits dengan menggunakan penggilingan halus (disc mill). Hasil
pengilingan halus ini adalah tepung jagung yang kemudian diayak dengan pengayak
100 mesh (Koswara, 2009).
Tepung jagung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan
dengan tepung terigu, tetapi memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Rendahnya
lemak pada tepung jagung dapat membuat tepung jagung menjadi lebih awet karena
tidak mudah tengik akibat oksidasi lemak. Namun tingginya serat pada jagung
menyebabkan tepung jagung memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan
tepung terigu. Untuk memperoleh tepung sehalus terigu maka dibutuhkan pengayakan
dengan mesh yang lebih besar namun rendemen yang dihasilkan akan semakin
berkurang (Koswara, 2009).
b. Metode Penggilingan Basah (Wet Milling)

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan teknologi pembuatan tepung


jagung adalah cukup banyaknya kulit biji dalam tepung. Hal ini membuat tepung
bertekstur kasar, sehingga rasanya kurang disukai. Untuk mendapatkan tepung yang
bertekstur halus maka tepung harus bebas dari kulit biji jagung. Ada dua metode
pemisahan kulit jagung dari endosperma, yaitu dengan menggunakan larutan CaO
dan NaOH (Koswara, 2009).
Jika menggunakan larutan Cao, maka untuk memisahkan kulit biji dari
endosperma, biji jagung direndam dalam larutan CaO 5% selama 36 jam tanpa
pemanasan, kemudian digiling secara kering sehingga menghasilkan rendemen
tepung dengan ukuran partikel 60-80 mesh. Sedangkan jika menggunakan larutan
NaOH, biji jagung direndam dalam larutan NaOH 6 % selama 7 menit pada suhu 57
C, kemudian digiling secara kering sehingga menghasilkan rendemen tepung dengan
ukuran partikel 60-80 mesh (Koswara, 2009).
Kadar protein jagung yang dipisahkan kulit bijinya mengalami peningkatan
karena berubahnya proporsi protein. Semakin efektif larutan memisahkan kulit biji
dari endosperma jagung semakin besar peningkatan kandungan protein tepung
(Koswara, 2009).
2. Pati Jagung (Maizena)
Isolasi pada jagung adalah suatu proses untuk melepaskan granula pati dari
matriks protein kemudian memisahkannya dari komponen-komponen lain sehingga
diperoleh pati yang murni. Ekstraksi pati dilakukan melalui proses penggilingan basah.
Proses penggilingan basah meliputi tahap pembersihan, peredaman (steeping),
penggilingan, pemisahan dengan ayakan, sentrifugasi dan pencucian untuk mendapatkan
pati yang bersih (Koswara, 2009).
a. Pembersihan
Pertama-tama jagung dibersihkan dari komponen asing denga ayakan goyang.
Proses pembersihan dilakukan baik dengan menggunakan udara maupun saringan
atau magnet, yang bertujuan untuk memisahkan biji jagung dari benda-benda asing
seperti pasir, logam dan bagian-bagian tongkol atau biji pecah. Jagung yang sudah
bersih kemudian mengalami proses steeping (Koswara, 2009).

b. Perendaman (Steeping)
Perendaman merupakan tahap yang cukup kritis karena proses ini diperlukan
untuk merangsang difusi air ke seluruh biji. Perendaman berfungsi untuk melunakkan
biji dan mempermudah pemisahan komponen biji (Koswara, 2009).
Jagung direndam dalam air yang mengandung 0,12-0,20 % SO 2 pada suhu 52oC
selama 22-50 jam. Sulfur dioksida meningkatkan laju difusi air ke dalam biji dan
membantu pemecahan matrik pati-protein. Sulfur dioksida menyebabkan struktur
matrik melemah karena SO2 memecah ikatan disulfida dan membentuk sulfoprotein
yang larut dan mencegah terbentuknya ikatan disulfide. Proses perendaman ini akan
melunakkan protein glutelinn dan melepas kulit, serta melarutkan garam, dan
karbohidrat terlarut (Koswara, 2009).
Selama perendaman konsentrasi SO2 turun dan terjadi pertumbuhan bakteri asam
laktat yang akan memproduksi asam laktat. Konsentrasi asam laktat yang dikehendaki
adalah 16-20 % (berat kering). Konsentrasi SO2 setelah perendaman turun menjadi
0,01% atau kurang. Jumlah air yang diperlukan dalam proses perendaman sekitar 1,2
-1,4 m3 untuk setiap ton jagung. Sebagian air perendam akan diserap jagung dan
kadar air jagung meningkat dari 16% menjadi 45%. Sedangkan sebagian padatan
jagung terlarut dalam air perendam (Koswara, 2009).
Air perendam yang mengandung padatan terlarut antara 6-8 % dapat dipekatkan
menjadi cairan kental (heavy steep corn liguor). Cairan ini dapat digunakan oleh
industry farmasi untuk memproduksi antibiotika. Senyawa yang terdapat dalam air
perendam tersebut antara lain protein, asam laktat, fitat, vitamin B (B1, B2, B6 dan
B12), niasin, kalsium pantotenat dan asam folat (Koswara, 2009).
c. Penggilingan
Jagung yang telah mengalami proses pengolahan selanjutnya digiling dengan
menggunakan degerminating mill yang mempunyai permukaan kasar dengan
diberikan air. Penggilingan ini dilakukan untuk memisahkan perikarp dan lembaga
dari endosperm. Hasil penggilingan yang berupa suspensi dilewatkan pada tangki
pengapungan atau hidrosiklon dimana lembaga yang mempunyai berat jenis lebih
kecil akan terpisah pada bagian permukaan. Lembaga selanjutnya dicuci dan

dikeringkan untuk diambil minyaknya. Suspensi yang sudah terbebas dari lembaga
selanjutnya dilewatkan pada ayakan 50m untuk memisahkan perikarp (serat).
Selanjutnya dilakukan penggilingan lagi dengan menggunakan entoleter mills atau
attriotion mills untuk menghaluskan partikel dengan kecepatan putaran 18.000 rpm.
Suspensi dicuci dan diayak untuk memisahkan serat yang masih ada (Koswara,
2009).
d. Pemisahan
Suspensi disentrifugasi untuk memisahkan protein terlarut (gluten). Gluten
terpisah pada bagian atas karena mempunyai berat jenis 1,06 dibandingkan pati yang
mempunyai berat jenis 1,60. Gluten selanjutnya dikeringkan untuk pakan ternak.
Akan tetapi suspensi pati masih mengandung protein 3-5 %. Oleh karena itu
dilakukan pencucian dengan hidroksilon untuk memisahkan protein yang tersisa
sehingga diperoleh suspensi pati dengan kadar protein 0,3-0,35 % (Koswara, 2009).
Air untuk mencuci pati biasanya air berupa bebas ion untuk mencegah
penyimpangan cita rasa apabila suspensi pati tersebut diolah menjadi sirup. Suhu air
pencucian sebaiknya 38-43C atau lebih rendah pada suhu suspensi pati selama
proses diusahakan dibawah 63oC (Koswara, 2009).
Suspensi pati dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
sirup. Tepung pati kering diperoleh dari suspensi pati yang diperas airnya kemudian
dikeringkan dan digiling. Penggunaan pati jagung sangat luas, baik untuk bahan
pangan maupun non pangan. Sebagai bahan pangan, pati dan tepung jagung dapat
digunakan untuk bahan baku pembuatan dekstrosa, sirup jagung fruktosa tinggi, sirup
jagung dan maltodekstrin. Sebagai bahan industri non pangan, pati jagung dibutuhkan
antara lain dalam industry plastik, industri kertas, industri tekstil dan untuk bahan
perekat (Koswara, 2009).

Gambar 4. Diagram Alir Proses Wet Milling (Kulp and Ponte, 2000)
DAFTAR PUSTAKA

Australian Government. 2008. The Biology of Zea mays L. ssp Mays (Maize or Corn).
Department of Health Ageing Office of Gene Technology Regulator
Johnson. L.A. 1991. Corn: Production, Processing, and Utilization. In Lorenz and Kulp. (Eds).
Handbook of Cereal Science and Technology. Food Science and Technology. Marcel
Dekker.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori Dan Praktek). (Online)
(www.ebookpangan.com, diakses 15 Oktober 2014)
Lambert, R.J. 1994. High Oil Corn Hybrids. USA: CRC Press Inc.
Lee, C. 2007. Corn Growth and Development. (Online), (www.uky.edu/ag/grain crops, diakses
15 Oktober 2014)
Munrtini, Erni Sofia. 2007. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian dan Serealia. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Richana, dkk. 2012. Teknologi Pascapanen Jagung. Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian

Singh, N., K. S. Sandhu and M. Kaur. 2005. Physicochemical Properties Including Granular
Morphology, Amylose Content, Swelling and Solubility, Thermal and Pasting Properties
of Starches from Normal, Waxy, High Amylose and Sugary Corn. Progress in Food
Biopolymer Research, Vol 1 : 43-55.
Subekti, dkk. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros.
Vasal, S.K. 1994. High Quality Protein Corn. USA: CRC Press Inc.

Anda mungkin juga menyukai