BIODEGRADASI DAN
BIOREMEDIASI
(TPP 6224)
Oleh :
YULIA MAGHRIBA
146100100111016
1. PENDAHULUAN
Bahan lignoselulosa adalah komponen organik yang keberadaannya berlimpah di
alam, yang terdiri dari tiga polimer yaitu selulosa (35-50%), hemiselulosa (20-35%) dan
lignin (10-25%) (Saha, 2004). Ketiga komponen penyusun lignoselulosa dapat dijelaskan
berikut:
a. Selulosa
Selulosa adalah polimer linier dari D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4 glikosidik dan
sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Pada tanaman, selulosa dilapisi
oleh polimer yang sebagian besar terdiri dari xilan dan lignin. Selulosa jika didegradasi
oleh selulase dari bakteri atau kapang selulolitik untuk menghasilkan selobiosa dan
glukosa. Selobiosa sering berfungsi menghambat sistem kerja dari selulase dan proses
selulolitik akan cepat berhenti bila tidak ada mikroba sakarolitik lainnya dalam ekosistem
tersebut.
b. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri dari
kumpulan beberapa unit gula/ heteropolisakarida dan dikelompokkan berdasarkan residu
gula utama sebagai penyusunnya seperti xilan, mannan, galactan dan glucan (Fengel dan
Wegener, 1995). Hemiselulosa mempunyai berat molekul rendah dibandingkan dengan
selulosa dan terdiri dari D-xilosa, D-mannosa, D-galaktosa, D-glukosa, L-arabinosa, 4-0metil glukoronat, D-galakturonat dan asam D-glukoronat (Perez dkk, 2002 ). Hemiselulosa
merupakan komponen kedua terbanyak adalah polimer heterogen dari pentosa (xilosa,
arabinosa), heksosa (mannosa, glukosa, galaktosa) dan sugar acid (Saha, 2003). Pada kayu
keras kebanyakan hemiselulosa mengandung xilan, sedangkan pada kayu lunak
mengandung glukomannan.
c. Lignin
Lignin adalah heteropolimer amorf yang terdiri dari tiga unit alkohol aromatik fenilpropan
(p-coumaryl, coniferil dan sinapyl alkohol) yang terikat dengan ikatan yang berbeda
(Howard dkk, 2003). Fungsi utama lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam
menahan terhadap serangan mikroba dan tekanan oksidasi (Hendriks dan Zeeman, 2009).
dan merupakan biopolimer linier dari molekul anhidroglukopiranosa pada ikatan -1,4
glukosidik yang berlimpah di alam (Dashtban et.al., 2009).
Pada Tabel 1 di bawah ini dijelaskan tentang kandungan lingnoselulosa pada beberapa limbah
pertanian, yaitu:
Tabel 1 Kandungan Lignoselulosa Pada Limbah Pertanian
No.
Bahan Lignoselulosa
Selulosa (%)
Hemiselulosa (%)
Lignin (%)
40 55
24 40
18 - 25
45 50
25 35
25 - 35
Kulit kacang-kacangan
25 30
25 30
30 - 40
Bonggol jagung
45
35
15
Kertas
85 99
0 - 15
Jerami gandum
30
50
15
Jerami padi
32,1
24
18
Buangan sampah
60
20
20
Daun
15 20
80 85
10
80 95
5 20
11
Kertas koran
40 55
25 40
18 - 30
12
Waste
paper
chemical pulps
60 70
10 20
05/10/15
13
8 15
24 - 29
14
Bagas segar
33,4
30
18,9
from
No.
Bahan Lignoselulosa
Selulosa (%)
Hemiselulosa (%)
Lignin (%)
28
1,6 4,7
1,4 3,3
2,7 5,7
15
Swine waste
16
17
25
35,7
6,4
18
Switch grass
45
31,4
12
19
Rumput gandum
21,3
15,8
2,7
20
26,7
25,7
7,3
21
Rumput
buahan
32
40
4,7
25 40
25 50
01/10/30
kebun
buah-
22
Rumput
Sumber: Howard et al, 2003
satu kapang yang dapat menguraikan ikatan dan mendegradasi lignin dengan bantuan enzim
pendegradasi lignin. Spesies White-rot fungi terdapat pada kelompok Basidiomycetes dan
Ascomycetes. Kapang ini dapat mendegradasi lignin lebih cepat dan ekstensif. Ciri-ciri
kapang jenis white rot ini adalah:
Proses degradasi lignin oleh kapang ini terjadi pada akhir pertumbuhan primer
melalui metabolisme sekunder dalam kondisi defisiensi nutrien seperti nitrogen,
karbon atau sulfur (Hatakka 2001)
Mekanisme degradasi dari kapang ini merupakan proses oksidatif dan tidak spesifik
Mampu mengurangi kandungan metoksi, fenolik dan alifatik lignin dan membentuk
grup karbonil baru (Kirk dan Farrell 1987; Hatakka 2001).
Perubahan molekul lignin ini mengakibatkan depolimerasi dan produksi karbon dioksida.
Jenis kapang ini ada bekerja secara selektif mampu mendegradasi lebih banyak lignin dan
hemiselulosa, contohnya Ceriporiopsis subvermispora, Dichomitus squalens, Phanerochaete
chrysosporium, Phlebia radiata. Sedangkan kapang yang non selektif mendegradasi semua
komponen lignoselulosa dalam jumlah yang sama (Hatakka 2001).
Tabel 2 Enzim Ligninolitik yang Dihasilkan oleh White Rot Fungi
No.
Jenis Enzim
Tipe Enzim
Peran Dalam
Degradasi
Kerja Sama
Dengan
LIP
(EC 1.1.1.1.14)
Peroksidase
H2O2
MnP
(EC 1.1.1.1.13)
Peroksidase
Degradasi unit
fenolik dan non
fenolik dengan lipid
Lipid; H2O2
Laccase
(EC 1.1.32)
Fenol Oksidase
Oksidasi unit
fenolik dan unit
non-fenolik dengan
mediator
O2
Lain-lain
Peroksidase
Hampir semua white-rot fungi menghasilkan manganese peroxidase (MnP) and laccase,
tetapi hanya sedikit yang menghasilkan lignin peroxidase (LiP). Mekanisme kerja enzim
lignin peroxidase atau LiP adalah sebagai berikut:
LiP dapat memutus ikatan C-C molekul lignin dan mampu membuka cincin lignin
dan reaksi lain (Kirk dan Farrell 1987; Hatakka 2001)
MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ (Hofrichter 2002). Sifat reaktif Mn3+ yang
tinggi selanjutnya mengoksidasi cincin fenolik lignin menjadi radikal bebas tak stabil
dan diikuti dengan dekomposisi lignin secara spontan (Hatakka 2001, Hofrichter
2002)
Sedangkan dari jenis Brown-rot fungi terutama termasuk dalam kelas Basidiomycetes.
Kapang ini mendegradasi selulosa dan hemiselulosa sangat efeisien dengan mekanisme yang
berbeda dari organisme lain yang melibatkan reaksi non enzimatik dan tanpa enzim
eksoglukonase (Blanchette 1995). Keberadaan lignin memacu degradasi selulosa oleh brown
rot fungi meskipun lignin didegradasi dalam tingkat yang lebih kecil terutama pada lamela
tengah dinding sel yang kaya lignin (Tuomela 2002; Blanchette 1995; Hatakka 2001). Seperti
pada kapang pelapuk putih atau white rot-fungi, Kapang Polyporus ostreiformis mampu
menghasilkan enzim MnP dan LiP (tidak dihasilkan enzim laccase), tetapi kemampuannya
dalam degradasi lignin lebih rendah dibanding P. chrysosporium (Dey et al. 1994).
Mekanisme ketiga enzim yang dihasilkan oleh Kapang jenis white rot dan brown rot
adalah sebagai berikut:
A. Enzim Lignin Peroxidase (LiP)
Lignin Peroxidase (LiP) mengoksidasi inti aromatik (fenolik dan non-fenolik) melalui
pelepasan satu elektron menghasilkan radikal kation dan fenoksi (Akhtar et al. 1997)
Lignin Peroxidase (LiP) adalah enzim peroksidase ekstraseluler yang mengandung
heme yang aktivitasnya bergantung pada H2O2, mempunyai potensial redoks yang luar
biasa besar dan pH optimum yang rendah (Gold dan Alic 1993)
B. Enzim Manganese peroxidase (MnP)
Manganese peroxidase (MnP) hanya dihasilkan pada sejumlah kapang
Basidiomycetes (Steffen 2003) ditemukan tidak lama setelah ditemukannya LiP dari
Phanerochaete chrysosporium oleh Kuwahara et al. (1984)
MnP merupakan heme peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan Mn2+ sebagai
substrat pereduksinya (Steffen 2003)
MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+
Kemudian mengokasidasi struktur fenolik menjadi radikal fenoksil
Ion Mn3+ yang terbentuk sangat reaktif dan membentuk kompleks dengan chelating
asam organik seperti asam oksalat atau malat (Cui dan Dolphin 1990, Kishi et al.
1994)
Dengan bantuan chelator, ion Mn3+ distabilkan dan dapat menembus kedalam
jaringan substrat (Steffen 2003)
Potensi redoks sistem MnP-Mn lebih rendah daripada redoks LiP dan lebih banyak
mengoksidasi substrat fenolik (Vares 1996)
Radikal fenoksil yang dihasilkan lebih lanjut bereaksi yang pada akhirnya melepaskan
CO2
MnP merupakan salah satu peroksida pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh
beberapa kapang pelapuk kayu dan pengurai serasah.
C. Enzim Laccase
Laccase (EC 1.10.3.2, benzenediol:oxygen oxidoreductase) merupakan fenol oksidasi
yang mengandung tembaga yang tidak membutuhkan H 2O2 tetapi menggunakan
molekul oksigen (Thurston 1994). Enzim ini juga ditemukan pada jamur
Laccase mereduksi O2 menjadi H2O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu
elektron membentuk radikal bebas yang dapat disamakan dengan radikal kation yang
terbentuk pada reaksi MnP (Kersten et al. 1990).
Dengan adanya mediator seperti ABTS (2,2-azinobis (3-ethylbenzthiazoline-6sulphonate)) atau HBT (hydroxybenzo triazole), laccase mampu mengoksidasi
senyawa non fenolik ertentu dan veratryl alcohol (Bourbonnais dan Paice 1990;
Eggert et al. 1996)
Laccase dihasilkan oleh sebagian besar kapang pelapuk putih (Hatakka 1994) tetapi
secara normal tidak pada kapang Phanerochaete chrysosporium (Kirk dan Farrell
1987). Berat molekul laccases Basidiomycetes bervariasi antara 50 dan 70 kDA
(Thurston 1994).
Kapang Basidiomyecetes dapat memperoduksi enzim ligninolitik bila ditumbuhkan pada
media yang cocok. Kapang P. chrysosporium merupakan salah satu kapang yang sering
dijadikan model dalam pengujian degradasi komponen lignoselulosa seara selektif
(Adaskaveg et al. 1995; Blanchette 1995) yaitu mendegradasi lignin substrat yang berwarna
coklat dan meninggalkan selulosa yang berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Adaskaveg, J.E., R.L. Gilbertson and M.R. Dunlap. 1995. Effects of Incubation Time
and Temperature on In Vitro Seceltive Delignification of Silver Leaf Oak by
Ganoderma Colossum. Appl. Environ. Microbiol. 61:138-144.
(2)
Akhtar M., R.A. Blanchette and T.K. Kirk. 1997. Fungal Delignification and
Biomechanical
Pulping
of
Wood.
Advances
in
Biochemical
Engineering
Biotechnology, 57:159-195.
(3)
(4)
Balan, V., B. Bals, S.P.S. Chundawat, D. Marshall, B.E. Dale. 2009. Lignocellulose
Biomass treatment Using AFEX. Method in Molecular Biology Vol. 581, 61-77.
(5)
(6)
(7)
Cui F. and D. Dolphin. 1990. The Role of Manganese in Model Systems Related to
Lignin Biodegradation. Holzforschung, 44:279-283.
(8)
(9)
Dey S., T.K. Maiti and B.C. Bhattacharyya. 1994. Production of Some Extracellular
Enzymes by a Lignin Peroxidase-Producing Brown Rot Fungus, Polyporus
ostreiformis, and Its Comparative Abilities for Lignin Degradation and Dye
Decolorization. Appl. Environ. Microbiol. 60:4216-4218.
(10)
Eggert C., U. Temp, J.F. Dean and K.E.L. Eriksson. 1996. A Fungal Metabolite
Mediates Degradation of Nonphenolic Lignin Structures and Synthetic Lignin by
Laccase. FEBS Lett. 391:144-148.
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
Howard, R.L., Abotsi, E., J. van Rensburg E.L., and Howard, S. 2003. Lignocellulose
Biotechnology: Issue of Bioconversion and Enzyme Production. African J. of Biotech.
Vol 2(12), 602-619.
(18)
Kersten P.J., B. Kalyanaraman, K.E. Hammel, B. Reinhammar and T.K. Kirk. 1990.
Comparison of Lignin Peroxidase, Horseradish Peroxidase and Laccase in The
Oxidation of Methoxybenzenes. Biochem. J. 268:475-480.
(19)
Kirk T.K. and R.L. Farrell. 1987. Enzymatic Combustion: The Microbial
Degradation of Lignin. Ann. Rev. Microbiol. 41, 465-505.
(20)
Kishi K., H. Wariishi, L.Marquez, H.B. Dunford and M.H. Gold. 1994. Mechanism of
Manganese Peroxidase Compound II Reduction. Effect of Organic acid Chelators and
pH. Biochemistry, 33:8694-8701.
(21)
Kuwahara M., J.K. Glenn, M.A. Morgan and M.H. Gold. 1984. Separation and
Characterization of 2 Extracellular H2O2-dependent Oxidases from Ligninolytic
Cultures of Phanerochaete Chrysosporium. FEBS Lett. 169:247-250.
(22)
(23)
Perez, J., J.M. Dorado, T. Rubia, J. Martinez. 2002. Biodegradation and Biological
treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin: An Overview. Int. Microbiol. 5, 5363.
(24)
(25)
(26)
(28)
Thurston C.F. 1994. The Structure and Function of Fungal Laccases. Microbiology,
140: 19-26.
(29)
Vares
T. 1996.
Ligninolytic
Enzymes
and
Lignin-Degrading Activity
of
Taxonomically Different White-Rot Fungi. [PhD Thesis]. Helsinki: Dep. Appl. Chem.
and Microbiol. University of Helsinki.