Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Adapun tujan dari percobaan kinetika reaksi ini yaitu :
1. Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi.
2. Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi.

1.2 Dasar Teori


Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang
perubahan-perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi di
tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan.
Tetapan kecepatan (K) adalah faktor pembanding yang menunjukkan hubungan
antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan (Atkins P, 1996).
Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan
kinetika. Termodinamika memberikan informasi ke arah mana reaksi atau perubahan
kimia itu secara spontan dapat berlangsung, atau dengan kata lain ke arah manakah
sistem kimia itu mempunyai kestabilan yang lebih besar. Sedangkan kinetika
membahas tentang laju reaksi dan mekanisme reaksinya. (Atkins P, 1996).
Terjadinnya reaksi kimia disebabkan karena adannya tumbukan atau tabrakan
antar molekul-molekul pereaksi dengan arah yang sesuai dan memiliki energi yang
cukup untuk mengatasi energi aktivasi molekul pereaksi. Molekul pereaksi yang
menerima tumbukan akan berubah menjadi molekul teraktivasi (komplek transisi)
dan segera berubah menjadi produk (hasil reaksi). Senyawa yang berada pada
keadaan kompleks teraktivasi ini bersifat tidak stabil. Untuk mencapai keadaan
kompleks teraktivasi, diperlukan energi yang disebut energi aktivasi. Energi aktivasi
adalah energi potensial yang harus dilampaui sebelum terjadi reaksi kimia (Goldberg,
2004).
Kompleks teraktivasi merupakan tahap persimpangan ketika kenaikan energi
potensial pada saat reaksi (reaktan) saling mendekati, sedangkan yang menjadi
penurunan ketika molekul hasil reaksi (produk) memisah. Ini berarti, tidak semua
pasangan yang bereaksi menghasilkan reaksi. Hanya pasangan yang memiliki energi
kinetik cukup dapat melonggarkan ikatannya dan menata ulang atom-atomnya
sewaktu mencapai keadaan transisi yang memisahkan pereaksi dari hasil reaksi. Jika
halangan ini terlalu tinggi, maka hampir semua pasangan molekul reaksi yang
bertumbukan berpisah satu sama lain tanpa reaksi (Goldberg, 2004).

1.2.1 Kinetika Kimia


Menurut Siregar (2008), kinetika kimia merupakan salah satu cabang ilmu
kimia fisika yang mempelajari laju reaksi. Laju reaksi berhubungan dengan
pembahasan seberapa cepat atau lambat reaksi berlangsung. Sebagai contoh, seberapa
cepat reaksi pemusnahan ozon di atmosfer bumi, seberapa cepat reaksi suatu enzim
dalam tubuh berlangsung dan sebagainya. Bila terdapat reaksi sebagai berikut:
Aa + bB cC + dD……………………………………………….…………(1.1)
Dimana a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi dan A, B adalah reaktan dan C, D
adalah produk reaksi. Adapun salah satu syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia
apabila terjadi penurunan energi bebas (Δ G < 0). Subyek yang sangat penting dalam
termodinamika adalah keadaan kesetimbangan, maka termodinamika adalah metode
yang sangat penting untuk menjajaki keadaan kesetimbangan suatu reaksi kimia
tersebut. Sebagai contoh adalah energi bebas reaksi-reaksi berikut:
2 H2 + O2 ↔ 2 H2O.................................................................................................(1.2)
C + O2 ↔ CO2 ........................................................................................................(1.3)
H2 + Br2 ↔ 2 HBr ..................................................................................................(1.4)
Reaksi dapat berlangsung ketika ΔG < 0 dan termodinamika reaksi dalam
keadaan kesetimbangan pada suhu kamar yang diamati dari sisi produk reaksi.
Ternyata reaksi berlangsung sangat lambat, dimana laju reaksi hampir tidak dapat
terukur. Pada sisi yang lain, ada reaksi dimana termodinamika kesetimbangannya
kuat pada sisi reaktan, dalam keadaan ini kesetimbangan mempunyai laju reaksi yang
tinggi. Contohnya pada reaksi dissosiasi asam asetat dalam larutan berair:
CH3COOH + H2O ↔ CH3COO - + H3O+ ..........................................................(1.5)
Dalam hal ini untuk mencapai saat kesetimbangan diperlukan waktu 10 – 6 detik,
walaupun derajat dissosiasi 1 Molar larutan ini hanya 0.5%. Sudah tentu untuk tujuan
teknik yang diinginkan adalah laju reaksi yang sangat tinggi dengan menggunakan
konsentrasi reaktan yang kecil dan diperoleh hasil produk yang besar dengan biaya
yang kecil (Siregar, 2008).

1.2.2 Jenis-jenis Reaksi Kimia


Menurut Suminar (1987), bahwasannya ada beberapa macam atau jenis dari
penggolongan reaksi kimia tersebut diantaranya:
1. Berdasarkan banyaknya fase yang terlibat dalam sistem reaksi
a. Reaksi homogen
 Yakni sistem reaksi dengan fase tunggal.
 Berupa reaksi homogen fase gas atau reaksi homogen fase cair.
 Reaksi terjadi di seluruh bagian fase.
b. Reaksi heterogen
 Yakni sistem reaksi yang mengandung lebih dari 1 (satu) fase.
 Reaksi terjadi di permukaan antar fase.
 Contoh: sistem gas-padat, gas-cair, cair-padat, gas-cair-padat.
2. Berdasarkan keberadaan atau penggunaan katalis
a. Reaksi katalitik
 Yakni sistem reaksi yang menggunakan peran katalis atau menggunakan
katalisator.
 Ada 2 macam, yakni reaksi katalitik homogen (jika fase katalis = fase
reaksi) dan reaksi katalitik heterogen (jika fase katalis ≠ fase reaksi).
b. Reaksi non-katalitik
Yakni sistem reaksi yang tidak menggunakan peran katalis.
3. Berdasarkan mekanisme atau kompleksitasnya
a. Reaksi sederhana (reaksi tunggal searah atau irreversibel).
b. Reaksi kompleks (reaksi bolak-balik atau reversibel, reaksi seri atau
konsekutif atau berurutan, reaksi paralel, reaksi seri-paralel, reaksi rantai,
reaksi polimerisasi).
4. Berdasarkan kemolekulan reaksinya
Reaksi unimolekuler, reaksi bimolekuler, reaksi trimolekuler atau termolekuler.
5. Berdasarkan orde reaksinya
Reaksi berorde bilangan bulat, reaksi berorde bilangan pecahan.
6. Berdasarkan jenis pengoperasian reaktornya
a. Reaksi pada sistem reaktor batch.
b. Reaksi pada sistem reaktor alir atau kontinyu (reaktor alir tangki
berpengaduk, reaktor alir pipa).
7. Berdasarkan prosesnya (kondisi prosesnya)
a. Reaksi isotermal (pada volume tetap).
b. Reaksi adiabatik (pada tekanan tetap).
c. Reaksi non-isotermal dan non-adiabatik.
8. Berdasarkan arah reaksinya
a. Reaksi reversibel (bolak-balik)
Reaksi reversibel merupakan reaksi bolak-balik, dalam hal ini terjadi
kesetimbangan.
b. Reaksi irreversibel (searah)
Reaksi irreversibel merupakan reaksi satu arah, tidak ada keadaan
setimbang, meskipun sesungguhnya tidak ada reaksi kimia yang betul-betul
tidak dapat balik. Banyak kasus kesetimbangan berada sangat jauh di kanan
sedemikian sehingga dianggap irreversibel.
1.2.3 Laju Reaksi
Menurut Moechtar (1990), aju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi
ataupun produk dalam satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya konsentrasi suatu
produk. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi fase
gas, satuan tekanan atmosfer, millimeter merkurium, atau pascal, dapat digunakan
sebagai ganti konsentrasi. Laju reaksi juga dapat didefnisikan sebagai pengurangan
reaktan tiap satuan waktu dan dirumuskan sebagai:

……………………………………………….………(1.6)

Serta didefinisikan sebagai penambahan jumlah produk tiap satuan waktu dan
dirumuskan sebagai berikut:

…………………………………………………...… (1.7)
Tanda minus (-) digunakan pada reaktan disebabkan jumlah reaktan setelah t detik
akan lebih kecil dibandingan dengan jumlah reaktan pada t 0 (waktu awal) sehingga
untuk mendapatkan hasil v yang bernilai positif maka harus ditambahkan tanda
minus. Nilai v yang dicarai dari keempat cara di atas yaitu dengan memakai [A], [B],
[C], dan [D] akan memiliki nilai yang sama (Moechtar. 1990).

1.2.4 Persamaan Laju Reaksi


Persamaan laju reaksi mendiskripsikan persamaan matematika yang
dipergunakan dalam kinetika kimia yang menghubungkan antara laju reaksi dengan
konsentrasi reaktan. Untuk reaksi yang sama seperti di atas, maka persamaan laju
reaksinya secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut:
v = k [A]a[B]b …………………………………………………………………… (1.8)
Dimana k adalah konstanta laju reaksi, a disebut orde reaksi terhadap A dan b disebut
orde reaksi terhadap B. Penjumlahan a + b menghasilkan orde reaksi total. Persamaan
laju reaksi tidak dapat ditentukan secara teoritis akan tetapi bisa ditentukan melalui
percobaan kimia ataueksperimental. Ada kalanya reaksi hanya dipengaruhi oleh satu
reaktan atupun semua reaktan, dan nilai orde reaksi bisa sama dengan koefisien reaksi
maupun tidak (Clark, 2004).
Menurut Clark (2004), berdasarkan orde reaksi totalnya maka reaksi
dibedakan atas reaksi orde 1, orde 2, orde 3 dan sebagainya. Ada kalanya reaksi
berorde nol yang artinya reaksi tidak dipengaruhi oleh reaktan yang terlibat dalam
reaksi, dan biasanya terjadi pada reaksi dekomposisi atau penguraian. Bila terdapat
reaktan yang berbentuk padatan maka reaktan ini tidak dimasukkan dalam persamaan
reaksi disebabkan reaksi yang terjadi pada padatan hanya terjadi pada permukaan
padatan sehingga konsentrasinya dianggap konstan. Penggabungan laju reaksi dengan
persamaan laju reaksi di atas dapat dinyatakan sebagai:

…………………………….……(1.9)

1.2.5 Orde Reaksi


Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam
persamaan laju. Orde reaksi juga menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi reaktan
(pereaksi) terhadap laju reaksi. Adapun persamaan orde reaksi yaitu:
Laju = k [A] ……………………………………………………………………(1.10)
Maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi  orde pertama. Penguraian N2O5 merupakan
suatu contoh reaksi orde pertama. Jika laju reaksi itu berbanding lurus dengan
pangkat dua suatu pereaksi, maka menjadi:
Laju = k [A]2 ……………………………………………………………………(1.11)
Atau berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari dua pereaksi, yang
menjadi:
Laju = k [A] [B]…………………………………………………………………(1.12)
Maka reaksi itu disebut reaksi orde kedua. Dapat juga disebut orde terhadap masing-
masing pereaksi. Misalnya dalam persamaan terakhir itu adalah orde pertama dalam
A dan orde dalam B, atau orde kedua secara keseluruhan. Suatu reaksi dapat berorde
ketiga atau mungkin lebih tinggi lagi, tetapi hal-hal semacam itu sangat jarang.
Dalam reaksi yang rumit, laju itu mungkin berorde pecahan, misalnya orde 1 dalam A
dan orde 0.5 dalam B atau berorde 1.5 secara keseluruhan (Clark, 2004).
Ssuatu reaksi dapat tidak tergantung pada konsentrasi suatu pereaksi.
Perhatikan reaksi umum, yang ternyata berorde pertama dalam A. Jika kenaikan
konsentrasi B tidak menaikkan laju reaksi, maka reaksi itu disebut orde nol terhadap
B. Ini bisa diungkapkan sebagai:
Laju = k [A] [B]0 = K [A]………..……………. (1.13)
Orde suatu reaksi tidak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam persamaan
berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk pereaksi dalam
masing-masing persamaan berimbang adalah 2 tetapi reaksi pertama bersifat orde
pertama dalam N2O5 dan yang kedua berorde kedua dalam NO2 (Clark, 2004).
Suatu pereaksi dapat tidak muncul dalam persamaan laju suatu reaksi. Orde
suatu reaksi diberikan hanya atas dasar penetapan eksperimental dan sekedar
memberi informasi mengenai cara laju itu bergantung pada konsentrasi pereaksi-
pereaksi tertentu. Ramalan teoritis mengenai orde-orde dari reaksi-reaksi yang kurang
dikenal jarang berhasil. Misalnya mengetahui bahwa reaksi antara H2 dan I2 adalah
orde kedua mungkin orang akan meramal bahwa reaksi antara H2 dan Br2 juga akan
berorde-kedua. Ternyata tidak, malahan reaksi ini mempunyai persamaan laju yang
lebih rumit (Clark, 2004).
Menurut Miladi (2009), kurva orde reaksi memilki 3 jenis, diantaranya
sebagai beriku:
1. Reaksi Orde Nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila perubahan
konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan
terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi itu tidak
mempengaruhi laju reaksi.

Gambar 1.1 Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi


terhadap laju reaksi (Miladi, 2009).
2. Reaksi Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika laju
reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Jika konsentrasi pereaksi itu
dilipat-tigakan maka laju reaksi akan menjadi 31 atau 3 kali lebih besar.

Gambar 1.2 Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi


terhadap laju reaks (Miladi, 2009).
3. Reaksi Orde Dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila konsentrasi zat itu
dilipat-tigakan, maka laju pereaksi akan menjadi 32 atau 9 kali lebih besar

Gambar 1.3 Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi


terhadap laju reaksi (Miladi, 2009).

1.2.6 Faktor – Fakor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Menurut Miladi (2009), bahwasannya laju reaksi suatu reaksi dipengaruhi
oleh bebeapa fakor, diantaranya:
1. Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besar konsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil
konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel,
sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada
suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif
bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi
semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif,
sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi
seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil
volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju
reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi,
sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan
yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin
kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus
kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi, sedangkan
semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
bereaksi.
1.2.6 Persamaan Arrhenius
Menurut Suyitno (1988), Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empiris
yang menggambarkan kebergantungan konstanta laju reaksi pada suhu. Persamaan
yang diusulkan Arrhenius adalah sebagai berikut:
k = Ae-Ea/RT…………………………...…………………………………………(1.14)
k = konstanta laju reaksi
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
Faktor e-Ea/RT memiliki kesamaan dengan hukum distribusi Boltzmann. Faktor ini
menunjukkan fraksi molekul yang memiliki energi yang melebihi energi aktivasi.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

1.1 Alat-alat yang Digunakan


1. Gelas ukur 100 dan 10 ml
2. Gelas piala 600 ml
3. Stopwatch
4. Waterbatch
5. Corong
6. Termometer 100 ˚C
7. Batang pengaduk
8. Tabung reaksi 250 ml
9. Pipet tetes
10. Corong kaca
11. Kaca arloji

1.2 Bahan-bahan yang Digunakan


1. Na2S2O3 0,25 M
2. HCl 1M
3. Aquades

2.3 Prosedur
2.3.1 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi
1. Na2S2O3 0,25 M sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml.
2. Ditempatkan gelas ukur di atas sehelai kertas putih tepat di atas tanda silang
hitam, sehingga ketika dilihat dari atas melalui larutan tiosulfat tanda silang
terlihat jelas.
3. HCl 1 M sebanyak 2 ml ditambahkan ke dalam gelas ukur, ketika
penambahan dilakukan nyalakan stopwatch dan larutan diaduk.
4. Waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak terlihat jika diamati
dari atas dicatat dan suhu larutan diukur lalu dicatat.
5. Langkah-langkah di atas diulangi dengan komposisi larutan yaitu 40, 30, 20,
10, dan 5 ml dengan penambahan aquades hingga volume larutan 50 ml.

2.3.2 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


1. Larutan tiosulfat sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu
diencerkan hingga volumenya mencapai 50 ml.
2. Larutan HCl 1 m sebanyak 2 ml dimasukkkan ke dalam tabung reaksi. Gelas
ukur dan tabung reaksi ditempatkan di dalam water bath yang bersuhu ± 35
˚C.
3. Larutan HCL tersebut ditambahkan ke dalam larutan tiosulfat dan pada saat
bersamaan dinyalakan stopwatch. Larutan diaduk, kemudian ditempatkan
larutan di atas tanda silang hitam. Waktu yang diperlukan sampai tanda silang
hitam tidak terihat jika diamati dari atas dicatat dan suhu larutan diukur lalu
dicatat
4. Langkah di atas diulangi untuk berbagai suhu sampai 65 ˚C.
2.4 Pengamatan
2.4.1 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi
Tabel 2.1 Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
Prosedur Kerja Pengamatan
Na2S2O3 0,25 M sebanyak 50 ml Larutan tidak berwarna (bening)
dimasukkan ke dalam gelas ukur dan tanda silang terlihat jelas bila
dan tempatkan di atas tanda silang dilihat dari atas.
hitam.
Larutan HCl 1 M sebanyak 2 ml Larutan homogen dan tidak
ditambahkan ke dalam gelas ukur. berwarna (bening).
Larutan di aduk, ketika Larutan berubah warna menjadi
penambahan stopwacth dinyalakan keruh dan waktu yang diperlukan
dan waktu yang diperlukan sampai 20,45 s.
tanda silang hitam tidak dapat lagi
diamati dari atas dicatat.
Langkah di atas diulangi dengan Waktu yang diperlukan yaitu
komposisi larutan yaitu 40, 30, 20, 22,29 s, 28,56 s, 40,27 s, 92,55 s,
10, dan 5 ml dan ditambah aquades dan 202,65 s. Dengan suhu larutan
hingga volume larutan 50 ml. 29 ˚C.
2.4.2 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Rekasi
Tabel 2.2 Pengaruh suhu terhadap laju rekasi
Gelas ukur diisi 10 ml larutan Larutan tidak berwarna dan suhu
tiosulfat, tabung rekasi diisi dengan larutan berubah menjadi 35 ˚C
2 ml HCl 1 M. Kemudian dari semula bersuhu 29 ˚C.
dimasukkan ke dalam water bath
yang bersuhu 35 ˚C.
Larutan HCl 1 M sebanyak 2 ml Larutan homogen dan tidak
ditambahkan ke dalam gelas ukur. berwarna (bening).
Larutan di aduk, ketika penambahan Larutan berubah warna menjadi
stopwacth dinyalakan dan waktu keruh dan waktu yang diperlukan
yang diperlukan sampai tanda silang 47,19 s.
hitam tidak dapat lagi diamati dari
atas dicatat.
Langkah di atas diulangi dengan Waktu yang diperlukan yaitu
berbagai suhu yaitu 45 ˚C, 50 ˚C, 41,62 s, 32,38 s, dan 22,83 s.
55 ˚C dan 65 ˚C.
BAB III
HASIL dan PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Tabel 3.1 Pengamatan pada pengaruh konsentrasi
Konsentrasi
Waktu 1/Waktu
Sistem Relatif Tiosulfat
No (detik) (det-1)
(M)
1 1 0,24 20,45 0,048
2 2 0,19 22,39 0,044
3 3 0,14 28,56 0,035
4 4 0,09 40,27 0,024
5 5 0.04 92,55 0.010
6 6 0.02 202,65 0,004

Tabel 3.2 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi


Log
Suhu Suhu 1/Suhu Waktu 1/Waktu
No 1/Waktu
(oC) (K) (K) (detik) (det-1)
(det-1)
1 35 308 0,00327 47,19 0,021 -1,677
2 45 318 0,00314 41,62 0,024 -1,619
3 50 323 0,00309 32,38 0,030 -1,510
4 55 328 0,00304 22,83 0,043 -1,358
5 65 338 0,0295 18,25 0,054 -0,261
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengaruh Konsentrasi pada Laju Reaksi
Pada percobaan pertama yaitu pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi,
pengujian dilakukan dengan cara pencampuran larutan tiosulfat yang konsentrasinya
berbeda–beda dengan 2 ml HCl 1,0 M. Waktu yang dibutuhkan agar tanda silang
pada kertas tidak terlihat lagi dicatat. Pada percobaan ini kita mengukur waktu yang
diperlukan agar koloid mencapai intensitas tertentu atau disebut reaksi semi
kuantitatif.
60

50

40
Volume (ml)

30

20

10

0
20,45 22,39 28,56 40,27 92,55 202,65

Waktu (s)

Gambar 3.1 Grafik hubungan waktu vs volume Na2S2O3

Dari grafik 3.1 dapat diketahui bahwa waktu terlama agar tanda x pada kertas
tidak terlihat lagi yaitu pada volume terkecil dan waktu tercepat agar tanda x pada
kertas tidak terlihat lagi pada kertas adalah pada volume tiosulfat paling besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan semakin banyak
volume larutan Na2S2O3 (tiosulfat) di dalam gelas ukur, maka waktu yang dibutuhkan
umtuk tanda x sampai tidak terlihat lagi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dari
data percobaan yang didapat yaitu waktu yang dibutuhkan untuk tanda x sampai tidak
terlihat lagi adalah 20,45, 22,39, 28,56, 40,27, 92,55 dan 202,65 detik, sehingga
diperoleh waktu rata-ratanya adalah 67,811 detik.
Semakin kecil waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu laruan bereaksi,
maka akan mengakibatkan laju reaksi semakin besar. Hal ini disebabkan karena
banyaknya partikel yang efektif dalam bertumbukan mengakibatkan laju reaksi
semakin besar dan juga mengakibatkan orde reaksi semakin membesar. Pada
percobaan ini didapatkan orde reaksi sebesar 0,75.

3.2.2 Pengaruh Suhu pada Laju Reaksi


Pada percobaan kedua yaitu pengaruh suhu terhadap laju reaksi, dilakukan
dengan cara memanaskan larutan tiosulfat dan HCl dengan suhu 35 ˚C -65 ˚C. Pada
suhu 35 ˚C diperoleh waktu sebesar 47,19 detik dan pada suhu 65 ˚C diperoleh waktu
18,25 detik. Semakin tinggi suhu reaksi, maka waktu yang diperlukan semakin cepat,
sehingga laju reaksi yang diperoleh juga akan semakin cepat pula.
70

60

50

40
Suhu (˚C)

30

20

10

0
47,19 41,62 32,38 22,83 18,25

Waktu (s)

Gambar 3.2 Grafik hubungan waktu vs suhu pada laju reaksi


Dari grafik 3.2, maka kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena
dengan naiknya suhu, energi kinetik partikel zat-zat juga akan meningkat sehingga
memungkinkan semakin banyak tumbukan secara efektif yang menghasilkan
perubahan laju reaksi semakin meningkat. Waktu yang dibutuhkan untuk tanda x
sampai tidak terlihat lagi adalah 47,19, 41,62, 32,38, 22,83 dan 18,25 detik, sehingaa
diperoleh rata-rata waktunya adalah 32,454 detik. Dimana semakin tinggi suhu
larutan (reaksi) untuk bereaksi, maka waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi akan
semakin kecil. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi selalu berbanding lurus seperti
yang digambarkan oleh persamaan Arrhenius. Persamaan tersebut menunjukkan
bahwa suhu mempengaruhi nilai konstanta laju reaksi.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Semakin banyak zat terlarut maka waktu yang dibutuhkan semakin kecil
sehingga laju reaksi akan semakin besar.
2. Semakin tinggi suhu maka waktu yang dibutuhkan semakin cepat sehingga
laju reaksi semakin tinggi.
3. Rata-rata waktu konsentrasi semakin kecil adalah 67,811 detik dan rata-rata
waktu saat suhu semakin meningkat adalah 32,454 detik.
4. Orde reaksi yang didapat pada percobaan ini adalah sebesar 0,75.

4.2 Saran
1. Praktikan harus teliti pada saat melakukan praktikum.
2. Praktikan harus selalu memakai alat pelindung diri (APD) yang lengkap.
2. Praktikan harus selalu memerhatikan waktu dan suhu agar hasil yang
diperoleh maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. 1996. Kimia Fisika Jilid II edisi IV. Jakarta : Erlangga.


Clark, J. 2004. Order Reaksi dan Persamaan Laju Reaksi. http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia_fisika1/laju_reaksi1/
order_reaksi_dan_persamaan_laju_reaksi/. [Diakses tanggal 21 November
2016].
Goldberg. 2004. Kimia untuk Pemula. Jakarta : Erlangga Miladi, Sahri D. 2009. Laju
Reaksi. http://www.sahri.ohlog.com/laju-reaksi.cat3106.html. [Diakses
tanggal 22 November 2016].
Miladi, Sahri D. 2009. Laju Reaksi. http://www.sahri.ohlog.com/laju-
reaksi.cat3106.html. [Diakses tanggal 22 November 2016].
Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta: UGM Press.
Suminar dan Petrucci. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Suyitno. 1988. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Siregar, Tirena B. 2008. Kinetika Kimia Reaksi Elementer. Medan; USU Press.
LAMPIRAN B
LEMBAR PERHITUNGAN

1. Pembuatan larutan 250 mL Na2S2O3 0,25 M


gr 1000
M = 158 x 250
Gr = 9,875 gram

2. Konsentrasi relatif tiosulfat (percobaan A)


V Tiosulfat . M Tiosulfat
Rumus :
Vtotal larutan
50 .0,25
Sistem 1 : = 0,24 M
52
40 . 0,25
Sistem 2 : = 0,19 M
52
30 .0,25
Sistem 3 : = 0,14 M
52
20 .0,25
Sistem 4 : = 0,09 M
52
10 .0,25
Sistem 5 : = 0,04 M
52
5 .0,25
Sistem 6 : = 0,02 M
52

1
3. (percobaan A)
Waktu
1
Sistem 1 : = 0,048 s-1
20,45
1
Sistem 2 : = 0,044 s-1
22,39
1
Sistem 3 : = 0,035 s-1
28,56
1
Sistem 4 : = 0,024 s-1
40,27
1
Sistem 5 : = 0,010 s-1
92,55
1
Sistem 6 : = 0,004 s-1
202,65

1
4. (K-1) (Percobaan B)
Suhu
1
a. = 0,00327 K-1
308
1
b. = 0,00314 K-1
318
1
c. = 0,00309 K-1
323
1
d. = 0,00304 K-1
328
1
e. = 0,00295 K-1
338

1
5. (Percobaan B)
Waktu
1
a. = 0,021 s-1
20,45
1
b. = 0,024 s-1
22,39
1
c. = 0,030 s-1
28,56
1
d. = 0,043 s-1
40,27
1
e. = 0,054 s-1
92,55
1
6. Log ( ) (Percobaan B)
Waktu
a. Log (0,021) = -1,677 s-1
b. Log (0,024) = -1,619 s-1
c. Log (0.030) = -1,510 s-1
d. Log (0,043) = -1,358 s-1
e. Log (0,054) = -1,267 s-1

7. Orde reaksi terhadap tiosulfat


Sistem 2 dan 3 (nilai standar)
V 2 k [ NaTiO ] 2m .[ HCl]2m
=
V 3 k [ NaTiO ] 3 m . [HCl]2m

0,044 k [0,19 ]m .[1] m


=
0,035 k [0,14 ]m .[1]m

0,19 m
125 ¿( )
0,14
m=¿ 0,75
LAMPIRAN D
JAWABAN PERTANYAAN

1. Menentukan orde reaksi secara keseluruhan adalah dengan menjumlahkan orde


semua komponen juga dengan cara melihat grafik.
2. Salah, Peningkatan suhu berkaitan erat dengan peningkatan laju reaksi. Karena,
kenaikan suhu akan meningkatkan energi kinetik yang ada untuk memutuskan
ikatan-ikatan ketika tumbukan terjadi, sehingga laju reaksi akan meningkat.
Walaupun setiap reaksi memiliki batasan suhu maksimal untuk meningkatkan
reaksinya.
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI

Gambar E.1 Pembuatan larutan Gambar E.2 Pengamatan larutan


tiosulfat tiosulfat dari atas sebelum
ditambahkan HCl
Gambar E.3 Pengamatan larutan Gambar E.4. Proses pemanasan
tiosulfat dari atas setelah peambahan larutan tiosulfat dan larutan HCl
HCl

Anda mungkin juga menyukai