net/publication/348692321
CITATION READS
1 393
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Asies Sigit Pramujo on 23 January 2021.
Abstrak
Pandemi virus Covid-19 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus corona telah
berdampak signifikan terhadap museum. Dampak yang sangat terlihat adalah berhentinya operasional
museum karena pembatasan jadwal kerja staf atau penerapan kebijakan bekerja dari rumah (work from home,
WFH) dan tidak diperbolehkan adanya kunjungan museum sebagai bentuk tindakan pencegahan penularan
virus corona.
Selain bentuk pencegahan tersebut, beberapa museum juga melakukan tindakan preventif berupa
penyemprotan di area museum dengan menggunakan bahan disinfektan. Disinfektan digunakan untuk
membunuh kuman penyakit yang bersifat toksik bagi mikroorganisme yang terpapar oleh bahan tersebut.
Beberapa bahan disinfektan yang secara umum beredar di pasaran adalah larutan yang mengandung
senyawa hidrogen peroksida (H2O2) dan Natrium Hipoklorit (NaOCl). Kedua bahan ini biasa ditemukan pada
produk pemutih pakaian namun tentu perlu dipertimbangkan penggunaan bahan disinfektan tersebut
terhadap pengaruhnya bagi koleksi museum.
1. PENDAHULUAN
pelindung protein pada virus namun bukan berarti senyawa ini benar-benar ampuh dalam
membasmi virus.
Dibalik manfaat hidrogen peroksida sebagai disinfektan, Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) menyebutkan bahwa senyawa hidrogen peroksida dapat menyebabkan iritasi pada mata,
hidung, kulit, dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia (Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), 2019). Dampak yang ditimbulkan bergantung pada tingkat konsentrasi
dan durasi seseorang terekspos hidrogen peroksida.
2. METODE PENGUJIAN
Pengujian terhadap larutan hidrogen peroksida (H2O2) dan natrium hipoklorit (NaOCl) untuk
mengetahui dampaknya terhadap koleksi museum terdiri dari dua jenis yaitu melakukan percobaan
kedua larutan tersebut kepada material logam dan kain. Dalam pengujian ini, material logam dan
kain yang digunakan bukan merupakan koleksi museum. Material logam yang digunakan sebagai
pengganti koleksi museum adalah paku besi sedangkan material kainnya menggunakan kain bermotif
batik yang dimiliki oleh penulis.
Paku yang digunakan dalam uji coba terdiri dari dua jenis paku yaitu paku besi berwarna abu-abu
gelap dan paku besi berwarna putih mengkilap. Analisis detail mengenai kandungan senyawa logam
yang terkandung di dalam paku tidak dilakukan mengingat keterbatasan alat yang dimiliki oleh
penulis.
Pengujian terhadap logam paku dilakukan dengan merendam paku di dalam larutan H2O2 dan NaOCl
selama 3 hari dimana kedua larutan tidak dilakukan pengenceran untuk mengurangi kadar
konsentrasinya.
Pengujian terhadap material kain dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 dan NaOCl ke atas
permukaan kain. Larutan H2O2 dan NaOCl akan dibagi menjadi dua jenis yaitu larutan H2O2 dan NaOCl
tanpa pengenceran dan larutan H2O2 dan NaOCl yang diencerkan dengan air untuk mengurangi kadar
konsentrasinya.
Tujuan dari melakukan uji ini adalah untuk melihat reaksi kimia dan perubahan fisik dari paku dan
kain yang terjadi akibat larutan H2O2 dan NaOCl. Ini diibaratkan ketika koleksi logam di museum
terpapar oleh larutan yang sejenis dalam rangka penyemprotan disinfektan di area museum.
Larutan H2O2 dan NaOCl yang digunakan sebagai bahan percobaan adalah larutan baru yang belum
pernah digunakan sebelumnya untuk memastikan konsentrasi larutan uji sekurang-kurangnya tidak
jauh dari konsentrasi yang tertera pada label produk larutan H2O2 dan NaOCl.
Selama melakukan pengujian, pendokumentasian akan dilakukan dengan menggunakan kamera
handphone untuk melihat perubahan fisik paku dan kain yang mungkin terjadi sehingga perubahan
yang terjadi dapat disusun secara kronologis berdasarkan waktu untuk melihat laju reaksi
perubahannya.
Selama melakukan pengujian ini juga penulis akan melengkapi diri dengan sarung tangan karet dan
masker yang digunakan sebagai alat pelindung diri untuk mencegah kemungkinan terjadinya reaksi
gas atau percikan larutan yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi kulit selaput
mukosa.
pengujian sedangkan T+1j adalah pengujian setelah 1 jam dan T+1h adalah pengujian setelah 1 hari
berlalu.
Tabel 1. Kondisi Sampel Uji Saat Dimulai (T0)
H2O2
NaOCL
Keterangan:
T0 : Waktu Acuan. Periode waktu pada saat pertama dilakukan uji disebut dengan T0.
HP : Hidrogen Peroksida (angka menunjukkan nomor urut sampel); 1-2 sampel tidak diamplas, 3-4 sampel
diamplas
NH : Natrium Hipoklorit (angka menunjukkan nomor urut sampel); 1-2 sampel tidak diamplas, 3-4 sampel
diamplas
Pada pertama dimulainya pengujian (T0) tidak ditemukan adanya reaksi antara larutan H2O2 dan
NaOCl dengan paku. Buih yang tampak adalah udara yang terjebak di dalam larutan ketika larutan uji
dituangkan ke dalam wadah uji.
Tabel 2. Kondisi Sampel Uji Setelah 30 menit (T+30m)
H2O2
NaOCL
Setelah 30 menit, endapan tipis pada Sampel HP-4 mulai menghilang dan tidak terjadi perubahan
pada tubuh paku putih. Kemungkinan endapan tersebut adalah pengotor yang menempel pada
tubuh paku dan kemudian teroksidasi.
Perubahan fisik mulai terlihat pada Sampel NH-1 dimana pada bagian tubuh paku mulai muncul
korosi berwarna merah kecoklatan dan sebagian korosi mengendap pada bagian wadah kaca.
H2O2
NaOCL
Setelah 2 jam, perubahan fisik terjadi pada Sampel NH-3 yaitu mulai terjadi reaksi pembentukan
korosi berwarna merah kecoklatan namun lebih sedikit dibandingkan Sampel NH-1 pada saat T+30m
sedangkan proses korosi terus terjadi pada Sampel NH-1 terutama pada bagian batas antara tubuh
paku yang tidak terendam dengan tubuh paku yang terendam larutan NaOCl.
Paku yang direndam di dalam larutan H2O2 tidak menunjukkan adanya reaksi yang terjadi baik pada
larutan maupun pada paku.
Foto 2. Detail Korosi Pada Sampel NH-1 Setelah 2 jam Foto 3. Sampel NH-1 Tampak Atas
(Tempat terjadinya proses korosi aktif ditunjukkan di dalam (Tampak korosi aktif terjadi pada batas larutan)
lingkaran merah)
H2O2
NaOCL
Setelah periode 5 jam, tampak proses korosi pada Sampel NH-1 semakin tinggi yang ditunjukkan
dengan semakin banyaknya endapan korosi yang terbentuk pada batas larutan NaOCl. Tubuh paku
bagian atas yang tidak terendam larutan mulai berubah warna menjadi lebih gelap (menghitam).
Pada periode ini belum tampak adanya reaksi kimia maupun perubahan kondisi fisik pada seluruh
sampel paku yang direndam pada larutan H2O2.
H2O2
NaOCL
Setelah 13 jam sejak dimulainya pengujian, korosi logam mulai tampak pada Sampel NH-4 pada batas
larutan NaOCl dengan udara sedangkan proses korosi pada Sampel NH-1 dan Sampel NH-3 terus
terjadi dan semakin banyak korosi yang terbentuk sedangkan seluruh sampel paku yang direndam di
dalam larutan H2O2 belum menunjukkan adanya reaksi dan perubahan fisik.
Hingga periode ini dapat disimpulkan sementara bahwa larutan H2O2 tidak menyebabkan reaksi
terhadap logam sedangkan larutan NaOCl telah menunjukkan reaksi yang bersifat korosif pada
logam.
H2O2
NaOCL
Setelah 1 hari, korosi mulai muncul pada Sampel NH-4. Korosi terjadi pada batas larutan NaOCl
dengan udara pada bagian tubuh paku putih. Larutan NaOCl pada Sampel NH-1 telah berubah wana
dari bening kekuningan menjadi bening kemerahan.
Hingga periode ini tidak tampak adanya perubahan fisik maupun reaksi yang terjadi pada paku yang
direndam di dalam larutan H2O2. Warna larutan juga tidak mengalami perubahan.
H2O2
NaOCL
Setelah uji coba berlangsung selama 2 hari, korosi pada Sampel NH-4 telah terbentuk pada bagian
tubuh paku yang terletak pada batas larutan dengan udara begitu juga pada Sampel NH-2 sedangkan
pada larutan H2O2 masih tidak ditemukan reaksi maupun perubahan fisik. Warna larutan juga masih
tetap sama.
Tabel 8. Kondisi Sampel Uji Setelah 3 hari (T+3h)
H2O2
NaOCL
Setelah mencapai 3 hari, seluruh sampel uji yang direndam pada larutan H2O2 tetap tidak
menunjukkan reaksi maupun perubahan fisik. Warna larutan juga tidak mengalami perubahan
sedangkan laju korosi terlihat sangat tinggi pada larutan NaOCl. jika diurutkan berdasarkan mulai
terbentuknya korosi adalah sebagai berikut:
(1) Sampel NH-1 → (2) Sampel NH-3 → (3) Sampel NH-4 → (4) Sampel NH-2
Tabel 9. Kondisi Sampel NH (paku pada larutan NaOCl) Setelah Diangkat Dari Larutan
Sampel NH-1
Sampel NH-2
Sampel NH-3
Sampel NH-4
Pada Tabel 9 tampak jelas bahwa setelah uji yang dilakukan selama 3 hari, seluruh sampel paku yang
direndam pada larutan NaOCl mengalami proses korosi yang signifikan terutama pada daerah
perbatasan antara larutan dengan udara. Korosi telah mengikis bagian tubuh paku hingga habis atau
hampir habis dan tampak perubahan warna pada paku menjadi menghitam.
Tabel 10. Kondisi Sampel HP (paku pada larutan H2O2) Setelah Diangkat Dari Larutan
Setelah diangkat dari dalam larutan H2O2, seluruh sampel paku tidak mengalami perubahan fisik
maupun warna. Seluruh sampel masih dalam kondisi yang sama seperti pada saat dimulainya
pengujian.
5. Isi gelas ukur dengan air bersih sebanyak 40ml kemudian campurkan ke dalam salah satu
wadah uji larutan NaOCl sehingga saat ini salah satu wadah uji berisi 60ml larutan.
6. Larutan NaOCl 20ml akan disebut sebagai larutan NaOCl pekat dan 60ml NaOCl akan disebut
sebagai larutan NaOCl encer.
7. Setelah seluruh larutan uji siap, maka gelas ukur dibilas bersih menggunakan air kemudian isi
gelas ukur dengan air sebanyak kira-kira 80ml yang nantinya akan digunakan untuk membilas
pipet tetes.
Foto 8. NaOCl Pekat Foto 9. NaOCl Encer Foto 10. H2O2 Pekat Foto 11. H2O2 Encer
Pengujian dilakukan dengan meneteskan sebanyak 3 tetes setiap larutan uji menggunakan pipet
tetes ke atas permukaan masing-masing sampel uji. Dikarenakan pipet tetes yang digunakan hanya
satu buah maka penetesan larutan uji dilakukan sebagai berikut:
1. Ambil sejumlah larutan uji dengan menggunakan pipet tetes.
2. Teteskan sebanyak 3 tetes ke atas permukaan sampel uji
3. Setiap setelah selesai meneteskan larutan uji, segera bilas pipet tetes menggunakan air
bersih yang telah disiapkan sebelumnya pada gelas ukur. Air bilasan pipet tetes dibuang pada
wadah kaca/plastik yang tidak digunakan.
4. Ulangi langkah 1 – 3 untuk larutan uji lainnya.
Foto 13. Cara Meneteskan Larutan Uji Ke Atas Permukaan Sampel Menggunakan Pipet Tetes
Sesaat setelah setiap larutan uji diteteskan ke atas permukaan masing-masing sampel uji tidak
tampak adanya reaksi yang muncul. Kodisi masing-masing sampel uji masih sama dengan kondisi
sebelum dilakukan pengujian.
Foto 14. Kondisi Sampel Uji Sesaat Setelah Larutan Uji Diteteskan (T0)
Perubahan tampak terjadi setelah 1 menit dari mulai pengujian. Perubahan warna terjadi pada
sampel kain motif batik yang diteteskan dengan larutan NaOCl pekat dan NaOCl encer. Perubahan
warna yang paling terlihat adalah pada area yang berwarna hitam, coklat, dan oranye. Pada area
tersebut terjadi proses pelunturan warna. Pada sampel yang diteteskan larutan H2O2 tidak tampak
adanya perubahan warna maupun fisik.
Setelah 5 menit berlalu pemudaran warna pada sampel NaOCl semakin meningkat yang ditunjukkan
dengan semakin cerahnya area yang sebelumnya berwarna hitam. Sedangkan pada sampel H2O2
tidak ditemukan adanya perubahan.
Laju kecepatan perubahan warna pada sampel yang ditetes dengan larutan NaOCl adalah mula-mula
pada larutan NaOCl pekat kemudian pada larutan NaOCl encer. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pengenceran mengurangi konsentrasi larutan NaOCl yang menyebabkan proses pelunturan warna
lebih lambat.
Berdasarkan pengujian ini maka larutan NaOCl tidak direkomendasikan digunakan sebagai
disinfektan walaupun dengan melakukan pengenceran karena dapat menyebabkan perubahan warna
pada bahan kain. Perubahan ini bersifat permanen dan tidak dapat dikembalikan seperti semula.
Berdasarkan hasil uji coba di atas menunjukkan bahwa keempat sampel paku tidak mengalami korosi
akibat larutan hidrogen peroksida. Reaksi yang muncul hanya timbulnya gelembung kecil yang
merupakan gelembung oksigen hasil dekomposisi H2O2. Reaksi dekomposisinya adalah sebagai
berikut:
2 →2 +
Persamaan 2. Reaksi Dekomposisi Hidrogen Peroksida
Hasil pengukuran pH pada larutan hidrogen peroksida didapatkan bahwa larutan ini memiliki pH 8
yang berarti larutan hidrogen peroksida berada pada kondisi basa mendekati netral (pH 7) dimana
laju dekomposisi hidrogen peroksida menjadi lebih cepat dan kontaminasi pada katalis seperti besi
(Fe), nikel (Ni), tembaga (Cu), chromium (Cr), dan mangan (Mn) (Cholifah, 2016).
Reaksi korosi tidak terjadi akibat hidrogen peroksida lebih cepat terdekomposisi menjadi air dan
oksigen sebelum terjadi reaksi terhadap logam terlebih logam yang dijadikan uji adalah besi (Fe) yang
merupakan katalis yang juga mempercepat dekomposisi hidrogen peroksida.
Berdasarkan hasil percobaan ini, hidrogen peroksida dengan konsentrasi 5% tidak menghasilkan
reaksi yang signifikan terhadap logam sehingga dapat dikatakan aman bagi koleksi dengan material
logam dengan catatan bahwa hidrogen peroksida tidak bercampur dengan larutan lain yang bersifat
asam untuk mencegah reaksi lain yang menyebabkan korosi seperti reaksi yang ditunjukkan pada
Persamaan 1.
Reaksi tersebut di atas disebut reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dimana NaOCl berperan sebagai agen
oksidator dan Fe sebagai agen yang tereduksi. Fe2O3 yang dinamakan Besi (III) Oksida atau ferioksida
merupakan padatan berwarna merah kecoklatan. Dalam peristiwa proses pembentukan karat
(korosi) besi mengalami oksidasi sedangkan oksigen di udara mengalami reduksi. Karat besi pada
umumnya berupa besi oksida atau besi karbonat. Secara umum, rumus kimia dari karat besi adalah
Fe2O3.nH2O. Larutan garam NaCl yang terbentuk juga dapat mempercepat proses korosi karena
seperti diketahui bahwa larutan garam bersifat mempercepat perpindahan elektron.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka larutan NaOCl tidak direkomendasikan untuk digunakan
sebagai disinfektan di area museum terutama di area ruang pamer dan ruang penyimpanan karena
dapat menghasilkan efek korosif pada material logam. Tentunya hal ini juga berlaku walapun larutan
NaOCl diencerkan sekalipun.
5.2. Dampak Pada Koleksi Berbahan Kain dan Mengandung Pigmen Warna
hipoklorit sebagai oksidasi pemutih. Selain dampak perusakan pigmen warna, selama proses oksidasi
oleh natrium hipoklorit juga terjadi perusakan polimer pada serat kapas yang disebut oksiselulosa
yang menyebabkan kain menjadi lebih rapuh dan mudah rusak dan terurai (Muslim & Inayah, 2018).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap kain, larutan NaOCl tidak direkomendasikan
digunakan sebagai disinfektan di area museum karena dapat menyebabkan perubahan warna
(pelunturan) pada material kain yang memiliki pigmen warna sekalipun dengan melakukan proses
pengenceran.
6. KESIMPULAN
Penggunaan senyawa Natrium Hipoklorit (NaOCl) tidak disarankan untuk digunakan sebagai
disinfektan di area museum karena efek korosif dan kemampuan pelunturan warnanya yang dapat
berakibat buruk bagi koleksi. Sedangkan penggunaan hidrogen peroksida tampaknya lebih
menjanjikan untuk digunakan mengingat selama pengujian tidak ditemukan dampak buruk pada
logam maupun kain.
Namun demikian, penggunaan bahan-bahan kimia sebagai disinfektan di area museum perlu
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) atau
Balai Konservasi Borobudur (BKB) yang tentunya telah melakukan serangkaian penelitian terhadap
beberapa bahan kimia yang dapat berakibat buruk bagi aset budaya bendawi.
8. REFERENSI
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2019, Juni 21). Hydrogen Peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari The
National Institute for Occupational Safety and Health: https://www.cdc.gov/niosh/topics/hydrogen-peroxide/
Cholifah, S. (2016, Februari 12). Isu Residu Hidrogen Peroksida. Dipetik April 11, 2020, dari Otoritas Kompeten Keamanan
Pangan Daerah (OKKP-D) Provinsi Jawa Timur: https://fyib.com/2016/02/12/isu-residu-hidrogen-peroksida/
Corvaia, C. (2013, April 30). Ceramics. Dipetik April 4, 2020, dari Western Australian Museum:
https://manual.museum.wa.gov.au/conservation-and-care-collections-2017/ceramics
Muslim, I., & Inayah, K. (2018). Penggunaan Pemutih Pakaian Komersial (BAYCLIN) sebagai Zat Etsa Alternatif pada
Pencapan Etsa Kain Kapas Yang Telah Dicelup Zat Warna Reaktif Dingin (Drimarene Blue K2-RL). Prosiding Seminar
Nasional Hasil Litbangyasa Industri II, 15-20.
National Center for Biotechnology Information. (2020, Maret 28). Hydrogen peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari PubChem
Database: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hydrogen-peroxide
NFPA. (2004, Maret 1). Formal Interpretaion NFPA 430. Dipetik April 3, 2020, dari National Fire Protection Association:
https://www.nfpa.org/assets/files/AboutTheCodes/430/FI430.pdf
Niehus, L., Henniges, U., Horsky, M., Prohaska, T., Potthast, A., & Brückle, I. (2012). Reducing the Risks of Hydrogen
Peroxide Bleaching in Presence of Iron. Restaurator, 33, 355-394.
SLAC National Accelerator Laboratory. (2013, Mei 20). Sodium Hypochlorite Safe Handling Guideline. Dipetik April 4, 2020,
dari SLAC National Accelerator Laboratory: www-
group.slac.stanford.edu/esh/eshmanual/references/chemsafetyGuideSodiumHypochlorite.pdf
Smithsonian Institution. (2013). Stain Removal. Dipetik April 4, 2020, dari Smithsonian Museum Conservation Institute:
https://www.si.edu/mci/english/learn_more/taking_care/stains.html
WHO. (2020). Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Myth busters. Dipetik April 3, 2020, dari WHO:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public/myth-busters
Wikipedia. (2020, Maret 30). Hydrogen Peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari Wikipedia The Free Encylopedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogen_peroxide
Wikipedia. (2020, April 1). Natrium Hipoklorit. Dipetik April 3, 2020, dari Wikipedia The Free Ensyclopedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hipoklorit
Asies Sigit Pramujo © Dipublikasikan secara daring dalam format dokumen digital (PDF) pada 16 April 2020.
Tentang Penulis
Asies Sigit Pramujo merupakan arkeolog lulusan program studi S1 dari Departemen Arkeologi, Fakultas
Ilmu Budaya – UGM dengan konsentrasi studi pada Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Budaya
(CRM) kemudian melanjutkan studi pada program studi S2 di kampus yang sama dengan konsentrasi
studi pada Konservasi Koleksi Museum dengan spesialisasi pada konservasi koleksi lukisan di atas cat
minyak. Saat ini menjalani profesi sebagai konservator di Museum UGM.