Anda di halaman 1dari 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348692321

Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai


Disinfektan di Museum

Experiment Findings · April 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.13846.78405

CITATION READS
1 393

1 author:

Asies Sigit Pramujo


Istana Kepresidenan
4 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Konservasi Koleksi Museum View project

All content following this page was uploaded by Asies Sigit Pramujo on 23 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit:
Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di
Museum
Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A.

Abstrak

Pandemi virus Covid-19 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus corona telah
berdampak signifikan terhadap museum. Dampak yang sangat terlihat adalah berhentinya operasional
museum karena pembatasan jadwal kerja staf atau penerapan kebijakan bekerja dari rumah (work from home,
WFH) dan tidak diperbolehkan adanya kunjungan museum sebagai bentuk tindakan pencegahan penularan
virus corona.
Selain bentuk pencegahan tersebut, beberapa museum juga melakukan tindakan preventif berupa
penyemprotan di area museum dengan menggunakan bahan disinfektan. Disinfektan digunakan untuk
membunuh kuman penyakit yang bersifat toksik bagi mikroorganisme yang terpapar oleh bahan tersebut.
Beberapa bahan disinfektan yang secara umum beredar di pasaran adalah larutan yang mengandung
senyawa hidrogen peroksida (H2O2) dan Natrium Hipoklorit (NaOCl). Kedua bahan ini biasa ditemukan pada
produk pemutih pakaian namun tentu perlu dipertimbangkan penggunaan bahan disinfektan tersebut
terhadap pengaruhnya bagi koleksi museum.

1. PENDAHULUAN

1.1. Hidrogen Peroksida


Hidrogen peroksida merupakan senyawa kimia dengan rumus H2O2. Sepintas rumus kimia senyawa
ini mirip dengan air namun sifatnya jauh berbeda dengan air. Senyawa ini juga dikenal dengan nama
air teroksidasi. Dalam bentuk murninya, senyawa ini berupa cairan bening berwarna kebiruan dan
merupakan peroksida paling sederhana. Senyawa ini digunakan sebagai oksidator, bahan pemutih
(produksi kertas dan pakaian), penghilang noda, dan antiseptik (Wikipedia, 2020).
Senyawa ini tergolong tidak stabil sehingga mudah terurai atau terdekomposisi menghasilkan air
(H2O) dan gas oksigen (O2) sehingga tidak tahan disimpan dalam waktu lama dan perlu wadah khusus
dan campuran lain untuk menjaga senyawa ini tetap stabil (National Center for Biotechnology
Information, 2020).
Hidrogen peroksida diketahui digunakan dalam kegiatan konservasi koleksi museum sebagai bahan
pemutih koleksi kertas yang telah menguning (Niehus, Henniges, Horsky, Prohaska, Potthast, &
Brückle, 2012) dan menghilangkan noda teh pada cangkir keramik (Corvaia, 2013).
Hidrogen peroksida sebagai senyawa yang bersifat oksidator tergolong berbahaya karena dapat
mengoksidasi protein, membran lipid, serta RNA/DNA jika material biologis tersebut bersentuhan
langsung dengan senyawa ini. Hal tersebut yang dipercaya bahwa senyawa ini dapat merusak lapisan

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 1


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

pelindung protein pada virus namun bukan berarti senyawa ini benar-benar ampuh dalam
membasmi virus.
Dibalik manfaat hidrogen peroksida sebagai disinfektan, Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) menyebutkan bahwa senyawa hidrogen peroksida dapat menyebabkan iritasi pada mata,
hidung, kulit, dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia (Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), 2019). Dampak yang ditimbulkan bergantung pada tingkat konsentrasi
dan durasi seseorang terekspos hidrogen peroksida.

1.2. Natrium Hipoklorit


Natrium Hipoklorit merupakan salah satu senyawa kimia yang memiliki rumus NaOCl (ada pula yang
menulis NaClO). Senyawa ini banyak digunakan sebagai produk pemutih pakaian yang berupa larutan
encer bening berwarna kuning atau kuning kehijauan. Selain sebagai pemutih, natrium hipoklorit
juga digunakan sebagai disinfektan (Wikipedia, 2020).
Senyawa ini tidak stabil sehingga jika kita lihat pada label produk pemutih biasanya dituliskan
“Komposisi: NaOCl 5,25% pada saat pengisian” maka saat sebelum membuka botol produk pemutih,
konsentrasi NaOCl sebesar 5,25% dan setelah berulang kali kita menggunakan produk tersebut maka
konsentrasinya dapat menurun (terdekomposisi) karena melepaskan gas klorin (Cl2) atau oksigen
(O2).
Senyawa natrium hipoklorit merupakan senyawa pengoksidasi kuat yang artinya bahwa senyawa ini
dapat menimbulkan korosi. Menurut National Fire Protection Association (NFPA), senyawa natrium
hipoklorit dianggap sebagai pengoksidasi berbahaya jika konsentrasinya ≥ 40% sedangkan
konsentrasi di bawah itu dikategorikan tidak berbahaya (NFPA, 2004).
Berdasarkan pedoman penanganan natrium hipoklorit yang dipublikasikan oleh SLAC National
Accelerator Laboratory (SLAC National Accelerator Laboratory, 2013) menyebutkan bahwa senyawa
ini akan menghasilkan gas klorin ketika bergabung dengan senyawa asam dan senyawa lain yang
mengandung ammonia. Gas klorin adalah gas beracun yang enyerang sistem pernapasan, mata, dan
kulit.
Produk pemutih natrium hipoklorit biasanya mengandung senyawa natrium hidroksida (NaOH,
kaustik soda/soda api) sebagai penstabil saat diproduksi di pabrik. Iritasi pada kulit dapat terjadi
sebagai akibat saponifikasi minyak pada kulit yang menyebabkan kulit kering dan kerusakan jaringan,
iritasi mata (mata merah, kering, dan terasa gatal), dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
WHO dalam laman resminya (WHO, 2020) menyatakan bahwa menyemprotkan disinfektan
mengandung klorin dapat berbahaya bagi membran mukosa seperti mata dan mulut sehingga tidak
disarankan untuk mengekspos senyawa mengandung klorin ke bagian tubuh.
Walaupun ion hipoklorit (OCl-) cepat terdegradasi sebelum diserap oleh makhluk hidup namun
dikhawatirkan penumpukan senyawa hipoklorit dapat membentuk senyawa yang bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker).
Kontak berkepanjangan dengan natrium hipoklorit dan senyawa lainnya yang termasuk senyawa
hipoklorit (kalsium hipoklorit, disinfektan kolam renang) tidak dianjurkan untuk mencegah dampak
yang tidak terduga dan berbahaya.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 2


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

2. METODE PENGUJIAN
Pengujian terhadap larutan hidrogen peroksida (H2O2) dan natrium hipoklorit (NaOCl) untuk
mengetahui dampaknya terhadap koleksi museum terdiri dari dua jenis yaitu melakukan percobaan
kedua larutan tersebut kepada material logam dan kain. Dalam pengujian ini, material logam dan
kain yang digunakan bukan merupakan koleksi museum. Material logam yang digunakan sebagai
pengganti koleksi museum adalah paku besi sedangkan material kainnya menggunakan kain bermotif
batik yang dimiliki oleh penulis.
Paku yang digunakan dalam uji coba terdiri dari dua jenis paku yaitu paku besi berwarna abu-abu
gelap dan paku besi berwarna putih mengkilap. Analisis detail mengenai kandungan senyawa logam
yang terkandung di dalam paku tidak dilakukan mengingat keterbatasan alat yang dimiliki oleh
penulis.
Pengujian terhadap logam paku dilakukan dengan merendam paku di dalam larutan H2O2 dan NaOCl
selama 3 hari dimana kedua larutan tidak dilakukan pengenceran untuk mengurangi kadar
konsentrasinya.
Pengujian terhadap material kain dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 dan NaOCl ke atas
permukaan kain. Larutan H2O2 dan NaOCl akan dibagi menjadi dua jenis yaitu larutan H2O2 dan NaOCl
tanpa pengenceran dan larutan H2O2 dan NaOCl yang diencerkan dengan air untuk mengurangi kadar
konsentrasinya.
Tujuan dari melakukan uji ini adalah untuk melihat reaksi kimia dan perubahan fisik dari paku dan
kain yang terjadi akibat larutan H2O2 dan NaOCl. Ini diibaratkan ketika koleksi logam di museum
terpapar oleh larutan yang sejenis dalam rangka penyemprotan disinfektan di area museum.
Larutan H2O2 dan NaOCl yang digunakan sebagai bahan percobaan adalah larutan baru yang belum
pernah digunakan sebelumnya untuk memastikan konsentrasi larutan uji sekurang-kurangnya tidak
jauh dari konsentrasi yang tertera pada label produk larutan H2O2 dan NaOCl.
Selama melakukan pengujian, pendokumentasian akan dilakukan dengan menggunakan kamera
handphone untuk melihat perubahan fisik paku dan kain yang mungkin terjadi sehingga perubahan
yang terjadi dapat disusun secara kronologis berdasarkan waktu untuk melihat laju reaksi
perubahannya.
Selama melakukan pengujian ini juga penulis akan melengkapi diri dengan sarung tangan karet dan
masker yang digunakan sebagai alat pelindung diri untuk mencegah kemungkinan terjadinya reaksi
gas atau percikan larutan yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi kulit selaput
mukosa.

3. UJI HIDROGEN PEROKSIDA DAN NATRIUM HIPOKLORIT PADA LOGAM

3.1. Alat dan Bahan


Sebelum artikel ini ditulis, penulis telah melakukan uji coba sederhana untuk melihat dampak logam
terhadap masing-masing senyawa. Alat dan bahan yang dipersiapkan yaitu:

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 3


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

1. Gelas Ukur (kapasitas 100 mL) : 1 buah


2. Wadah Kaca/Plastik (gelas atau plastik) : 8 buah
3. Larutan Hidrogen Peroksida 5% (merk Vanish) : 1 botol (500 ml)
4. Larutan Natrium Hipoklorit 5,35% (merk Proclin) : 1 botol (200 ml)
5. Tusuk Sate : 8 tusuk
6. Benang kasur : 1 gulung
7. Ampelas Nomor 180 : 1 lembar
8. Paku Besi warna abu-abu gelap : 4 buah
9. Paku Besi warna putih mengkilap : 4 buah
10. Masker respirator atau surgical mask : 1 buah
11. Sarung tangan karet : 1 pasang
12. Kamera handphone untuk dokumentasi proses : 1 buah

3.2. Tahap Persiapan

3.2.1. Pengamplasan Paku


Masing-masing jenis paku akan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: 1) kelompok paku yang
diamplas dan 2) kelompok paku yang tidak diamplas. Proses pengamplasan ini bertujuan untuk
‘melukai’ dan menghilangkan adanya pelapis atau pelindung (coating) yang mungkin diaplikasikan
pada paku. Pelindung ini biasanya diaplikasikan untuk mencegah korosi pada paku.
Tahap pengamplasan pada paku dilakukan pada 2 buah paku hitam dan 2 buah paku putih.
Pengamplasan dilakukan secara menyeluruh pada bagian tubuh paku yang memanjang hingga pada
bagian ujung paku yang meruncing.

3.2.2. Persiapan Larutan Uji Logam


1. Larutan H2O2 dari botol produk dimasukkan ke dalam 4 wadah uji menggunakan gelas ukur.
Masing-masing wadah diisi sebanyak 20 ml.
2. Bilas gelas ukur untuk mempersiapkan larutan uji selanjutnya.
3. Larutan pemutih NaOCl dari botol produk dimasukkan ke dalam 4 wadah uji menggunakan
gelas ukur. Masing-masing wadah diisi sebanyak 20 ml.

3.3. Tahap Pengujian


Paku yang telah diamplas kemudian digantung pada tusuk sate dengan menggunakan benang kasur.
Masing-masing paku kemudian dicelupkan sebagian pada setiap wadah kaca yang telah diisi
sebanyak 20 ml larutan uji.
Keterangan waktu yang digunakan akan dilambangkan dengan T yang dimulai dengan T0 yang berarti
waktu pada saat pengujian terhadap sampel uji mulai direndam dalam larutan H2O2 dan NaOCl.
Simbol angka (1, 2, 3, dst.) digunakan untuk melambangkan waktu dan simbol huruf m adalah menit,
j adalah jam, dan h adalah hari. Contoh T+30m diartikan sebagai periode 30 menit setelah dimulainya

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 4


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

pengujian sedangkan T+1j adalah pengujian setelah 1 jam dan T+1h adalah pengujian setelah 1 hari
berlalu.
Tabel 1. Kondisi Sampel Uji Saat Dimulai (T0)

T0 Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Keterangan:
T0 : Waktu Acuan. Periode waktu pada saat pertama dilakukan uji disebut dengan T0.
HP : Hidrogen Peroksida (angka menunjukkan nomor urut sampel); 1-2 sampel tidak diamplas, 3-4 sampel
diamplas
NH : Natrium Hipoklorit (angka menunjukkan nomor urut sampel); 1-2 sampel tidak diamplas, 3-4 sampel
diamplas

Pada pertama dimulainya pengujian (T0) tidak ditemukan adanya reaksi antara larutan H2O2 dan
NaOCl dengan paku. Buih yang tampak adalah udara yang terjebak di dalam larutan ketika larutan uji
dituangkan ke dalam wadah uji.
Tabel 2. Kondisi Sampel Uji Setelah 30 menit (T+30m)

T+30m Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 5


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Setelah 30 menit, endapan tipis pada Sampel HP-4 mulai menghilang dan tidak terjadi perubahan
pada tubuh paku putih. Kemungkinan endapan tersebut adalah pengotor yang menempel pada
tubuh paku dan kemudian teroksidasi.
Perubahan fisik mulai terlihat pada Sampel NH-1 dimana pada bagian tubuh paku mulai muncul
korosi berwarna merah kecoklatan dan sebagian korosi mengendap pada bagian wadah kaca.

Foto 1. Detail Perubahan Fisik Sampel NH-1 Setelah 30 menit


(tampak korosi berwarna merah kecoklatan pada endapan dan tubuh paku)

Tabel 3. Kondisi Uji Sampel Setelah 2 jam (T+2j)

T+2j Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah 2 jam, perubahan fisik terjadi pada Sampel NH-3 yaitu mulai terjadi reaksi pembentukan
korosi berwarna merah kecoklatan namun lebih sedikit dibandingkan Sampel NH-1 pada saat T+30m
sedangkan proses korosi terus terjadi pada Sampel NH-1 terutama pada bagian batas antara tubuh
paku yang tidak terendam dengan tubuh paku yang terendam larutan NaOCl.
Paku yang direndam di dalam larutan H2O2 tidak menunjukkan adanya reaksi yang terjadi baik pada
larutan maupun pada paku.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 6


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Foto 2. Detail Korosi Pada Sampel NH-1 Setelah 2 jam Foto 3. Sampel NH-1 Tampak Atas
(Tempat terjadinya proses korosi aktif ditunjukkan di dalam (Tampak korosi aktif terjadi pada batas larutan)
lingkaran merah)

Foto 4. Sampel NH-3 Mulai Mengalami Korosi

Tabel 4. Kondisi Uji Sampel Setelah 5 jam (T+5j)

T+5j Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah periode 5 jam, tampak proses korosi pada Sampel NH-1 semakin tinggi yang ditunjukkan
dengan semakin banyaknya endapan korosi yang terbentuk pada batas larutan NaOCl. Tubuh paku
bagian atas yang tidak terendam larutan mulai berubah warna menjadi lebih gelap (menghitam).
Pada periode ini belum tampak adanya reaksi kimia maupun perubahan kondisi fisik pada seluruh
sampel paku yang direndam pada larutan H2O2.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 7


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Foto 5. Sampel NH-1 Tampak Atas

Tabel 5. Kondisi Sampel Uji Setelah 13 jam (T+13j)

T+13j Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah 13 jam sejak dimulainya pengujian, korosi logam mulai tampak pada Sampel NH-4 pada batas
larutan NaOCl dengan udara sedangkan proses korosi pada Sampel NH-1 dan Sampel NH-3 terus
terjadi dan semakin banyak korosi yang terbentuk sedangkan seluruh sampel paku yang direndam di
dalam larutan H2O2 belum menunjukkan adanya reaksi dan perubahan fisik.
Hingga periode ini dapat disimpulkan sementara bahwa larutan H2O2 tidak menyebabkan reaksi
terhadap logam sedangkan larutan NaOCl telah menunjukkan reaksi yang bersifat korosif pada
logam.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 8


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Foto 6. Korosi Mulai Terbentuk Pada Sampel NH-4

Tabel 6. Kondisi Sampel Uji Setelah 1 hari (T+1h)

T+1h Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah 1 hari, korosi mulai muncul pada Sampel NH-4. Korosi terjadi pada batas larutan NaOCl
dengan udara pada bagian tubuh paku putih. Larutan NaOCl pada Sampel NH-1 telah berubah wana
dari bening kekuningan menjadi bening kemerahan.
Hingga periode ini tidak tampak adanya perubahan fisik maupun reaksi yang terjadi pada paku yang
direndam di dalam larutan H2O2. Warna larutan juga tidak mengalami perubahan.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 9


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Tabel 7. Kondisi Sampel Uji Setelah 2 hari (T+2h)

T+2h Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah uji coba berlangsung selama 2 hari, korosi pada Sampel NH-4 telah terbentuk pada bagian
tubuh paku yang terletak pada batas larutan dengan udara begitu juga pada Sampel NH-2 sedangkan
pada larutan H2O2 masih tidak ditemukan reaksi maupun perubahan fisik. Warna larutan juga masih
tetap sama.
Tabel 8. Kondisi Sampel Uji Setelah 3 hari (T+3h)

T+3h Tidak Diamplas Diamplas

H2O2

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

NaOCL

Sampel NH-1 Sampel NH-2 Sampel NH-3 Sampel NH-4

Setelah mencapai 3 hari, seluruh sampel uji yang direndam pada larutan H2O2 tetap tidak
menunjukkan reaksi maupun perubahan fisik. Warna larutan juga tidak mengalami perubahan
sedangkan laju korosi terlihat sangat tinggi pada larutan NaOCl. jika diurutkan berdasarkan mulai
terbentuknya korosi adalah sebagai berikut:
(1) Sampel NH-1 → (2) Sampel NH-3 → (3) Sampel NH-4 → (4) Sampel NH-2

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 10


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

3.4. Hasil Pengujian


Berdasarkan pengujian yang penulis lakukan selama 3 hari didapatkan hasil uji sebagai berikut:
1. Proses korosi logam tidak terjadi pada larutan hidrogen peroksida (H2O2) melainkan terjadi
pada larutan natrium hipoklorit (NaOCl)
2. Gelembung yang terjadi pada logam yang direndam pada larutan hidrogen peroksida adalah
reaksi pelepasan oksigen ke udara dan hal ini tidak mempengaruhi kondisi fisik logam paku
3. Tidak ada perubahan fisik yang signifikan pada sampel paku yang direndam dalam larutan
hidrogen peroksida
4. Korosi pada sampel logam paku terjadi secara berurutan yang dimulai dari sampel NH-1,
sampel NH-3, sampel NH-4, dan terakhir terjadi pada sampel NH-2
a. Sampel NH-1 (paku hitam yang tidak diamplas)
Korosi terjadi lebih cepat yang kemungkinan besar dipicu oleh adanya lapisan
tertentu pada permukaan tubuh paku. Lapisan tersebut kemudian bereaksi dengan
larutan NaOCl yang menghasilkan larutan garam NaCl (natrium klorida, garam
dapur). Larutan garam NaCl memicu meningkatnya reaksi elektrolisis yang
menyebabkan perpindahan elektron dan menghasilkan korosi.
b. Sampel NH-3 (paku hitam yang diamplas)
Korosi terjadi akibat reaksi antara senyawa besi dengan larutan NaOCl. Reaksi yang
terjadi menyebabkan senyawa besi (Fe) teroksidasi dari Fe2+ membentuk ion Fe3+
kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa Fe2O3 dimana senyawa ini
adalah senyawa yang akan membentuk karat.
c. Sampel NH-4 (paku putih yang diamplas)
Korosi pada sampel NH-4 menempati urutan ketiga yang kemungkinan besar bahwa
paku putih merupakan paku besi yang telah dicampur dengan unsur lain seperti
timah, alumunium, chromium, atau magnesium dimana unsur ini digunakan untuk
memperlambat atau mencegah korosi.
Pada sampel NH-4, reaksi korosi dapat terjadi yang kemungkinan besar disebabkan
paku telah ‘dilukai’ dengan cara diamplas sehingga muncul unsur besinya. Ketika
unsur besi ini muncul kemudian bereaksi dengan larutan NaOCl yang menyebabkan
mulai terjadinya proses korosi.
d. Sampel NH-2 (paku putih yang tidak diamplas)
Korosi pada sampel NH-4 menempati urutan terakhir pada proses terbentuknya
korosi. Terjadinya korosi yang lebih lambat dibandingkan dengan sampel yang lain
kemungkinan besar terjadi akibat unsur besi yang terkandungnya bereaksi dengan
larutan NaOCl namun karena campuran pada paku putih ini masih mampu menahan
proses korosi sehingga reaksinya menjadi lebih lambat dibandingkan ketiga sampel
lainnya.
Setelah pengujian selama 3 hari telah selesai maka seluruh sampel uji diangkat dari larutan uji untuk
melihat secara detail perubahan fisik yang terjadi terutama perubahan fisik terhadap sampel paku
pada larutan NaOCl.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 11


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Tabel 9. Kondisi Sampel NH (paku pada larutan NaOCl) Setelah Diangkat Dari Larutan

Nama Sampel Sebelum Endapan Dibersihkan Setelah Endapan Dibersihkan

Sampel NH-1

Sampel NH-2

Sampel NH-3

Tubuh paku bagian atas Tubuh paku bagian bawah yang


tertinggal di dalam larutan

Sampel NH-4

Pada Tabel 9 tampak jelas bahwa setelah uji yang dilakukan selama 3 hari, seluruh sampel paku yang
direndam pada larutan NaOCl mengalami proses korosi yang signifikan terutama pada daerah
perbatasan antara larutan dengan udara. Korosi telah mengikis bagian tubuh paku hingga habis atau
hampir habis dan tampak perubahan warna pada paku menjadi menghitam.
Tabel 10. Kondisi Sampel HP (paku pada larutan H2O2) Setelah Diangkat Dari Larutan

Sampel HP-1 Sampel HP-2 Sampel HP-3 Sampel HP-4

Setelah diangkat dari dalam larutan H2O2, seluruh sampel paku tidak mengalami perubahan fisik
maupun warna. Seluruh sampel masih dalam kondisi yang sama seperti pada saat dimulainya
pengujian.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 12


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

4. UJI HIDROGEN PEROKSIDA DAN NATRIUM HIPOKLORIT PADA KAIN

4.1. Alat dan Bahan


1. Gelas Ukur (kapasitas 100 mL) : 1 buah
2. Wadah Kaca/Plastik (gelas atau plastik) : 5 buah
3. Larutan Hidrogen Peroksida 5% (merk Vanish) : 1 botol (500 ml)
4. Larutan Natrium Hipoklorit 5,35% (merk Proclin) : 1 botol (200 ml)
5. Kain motif batik : 1 Lembar (secukupnya)
6. Pipet tetes : 1 buah
7. Masker respirator atau surgical mask : 1 buah
8. Sarung tangan karet : 1 pasang
9. Kamera handphone untuk dokumentasi proses : 1 buah

4.2. Tahap Persiapan

4.2.1. Periapan Sampel Kain


Kain motif batik dipotong persegi kira-kira berukuran 3 x 3 cm sebanyak 5 buah. 1 buah akan
dijadikan sebagai kontrol dan 4 buah lainnya akan digunakan sebagai uji coba. Seluruh sampel
diletakkan sedemikian rupa untuk memudahkan melakukan kontrol.

Foto 7. Persiapan Kain Motif Batik Untuk Pengujian

4.2.2. Persiapan Larutan Uji


1. Larutan H2O2 dari botol produk dimasukkan ke dalam 2 wadah uji menggunakan gelas ukur.
Masing-masing wadah diisi sebanyak 20ml. Setelah itu bilas gelas ukur.
2. Isi gelas ukur dengan air bersih sebanyak 40ml kemudian campurkan ke dalam salah satu
wadah uji larutan H2O2 sehingga saat ini salah satu wadah uji berisi 60ml larutan.
3. Larutan H2O2 20ml akan disebut sebagai larutan H2O2 pekat dan 60ml H2O2 akan disebut
sebagai larutan H2O2 encer.
4. Larutan NaOCl dari produk dimasukkan ke dalam 2 wadah uji menggunakan gelas ukur.
Masing-masing wadah diisi sebanyak 20ml. Setelah itu bilas gelas ukur.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 13


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

5. Isi gelas ukur dengan air bersih sebanyak 40ml kemudian campurkan ke dalam salah satu
wadah uji larutan NaOCl sehingga saat ini salah satu wadah uji berisi 60ml larutan.
6. Larutan NaOCl 20ml akan disebut sebagai larutan NaOCl pekat dan 60ml NaOCl akan disebut
sebagai larutan NaOCl encer.
7. Setelah seluruh larutan uji siap, maka gelas ukur dibilas bersih menggunakan air kemudian isi
gelas ukur dengan air sebanyak kira-kira 80ml yang nantinya akan digunakan untuk membilas
pipet tetes.

Foto 8. NaOCl Pekat Foto 9. NaOCl Encer Foto 10. H2O2 Pekat Foto 11. H2O2 Encer

4.3. Tahap Pengujian


Sebelum dimulai pengujian dilakukan pendokumentasian berupa foto yang digunakan sebagai
kontrol jika terjadi perubahan pada sampel uji. Keempat sampel uji akan dilihat perkembangan
perubahan warnanya sebagaimana kita tahu bahwa hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit
digunakan sebagai larutan pembersih noda dan pemutih.

Foto 12. Dokumentasi Kondisi Awal Sampel

Pengujian dilakukan dengan meneteskan sebanyak 3 tetes setiap larutan uji menggunakan pipet
tetes ke atas permukaan masing-masing sampel uji. Dikarenakan pipet tetes yang digunakan hanya
satu buah maka penetesan larutan uji dilakukan sebagai berikut:
1. Ambil sejumlah larutan uji dengan menggunakan pipet tetes.
2. Teteskan sebanyak 3 tetes ke atas permukaan sampel uji

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 14


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

3. Setiap setelah selesai meneteskan larutan uji, segera bilas pipet tetes menggunakan air
bersih yang telah disiapkan sebelumnya pada gelas ukur. Air bilasan pipet tetes dibuang pada
wadah kaca/plastik yang tidak digunakan.
4. Ulangi langkah 1 – 3 untuk larutan uji lainnya.

Foto 13. Cara Meneteskan Larutan Uji Ke Atas Permukaan Sampel Menggunakan Pipet Tetes

Sesaat setelah setiap larutan uji diteteskan ke atas permukaan masing-masing sampel uji tidak
tampak adanya reaksi yang muncul. Kodisi masing-masing sampel uji masih sama dengan kondisi
sebelum dilakukan pengujian.

Foto 14. Kondisi Sampel Uji Sesaat Setelah Larutan Uji Diteteskan (T0)

Perubahan tampak terjadi setelah 1 menit dari mulai pengujian. Perubahan warna terjadi pada
sampel kain motif batik yang diteteskan dengan larutan NaOCl pekat dan NaOCl encer. Perubahan
warna yang paling terlihat adalah pada area yang berwarna hitam, coklat, dan oranye. Pada area
tersebut terjadi proses pelunturan warna. Pada sampel yang diteteskan larutan H2O2 tidak tampak
adanya perubahan warna maupun fisik.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 15


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Foto 15. Kondisi Sampel Uji Setelah 1 menit (T+1m)

Setelah 5 menit berlalu pemudaran warna pada sampel NaOCl semakin meningkat yang ditunjukkan
dengan semakin cerahnya area yang sebelumnya berwarna hitam. Sedangkan pada sampel H2O2
tidak ditemukan adanya perubahan.

Foto 16. Kondisi Sampel Uji Setelah 5 menit (T+5m)

Foto 17. Kondisi Sampel Uji Setelah 20 menit (T+20m)

4.4. Hasil Pengujian


Dari pengujian yang telah dilakukan selama 20 menit tampak bahwa larutan NaOCl melunturkan
pigmen warna pada kain motif batik sedangkan pada sampel yang diberi larutan H2O2 tidak tampak
adanya perubahan warna maupun fisik.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 16


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

Laju kecepatan perubahan warna pada sampel yang ditetes dengan larutan NaOCl adalah mula-mula
pada larutan NaOCl pekat kemudian pada larutan NaOCl encer. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pengenceran mengurangi konsentrasi larutan NaOCl yang menyebabkan proses pelunturan warna
lebih lambat.
Berdasarkan pengujian ini maka larutan NaOCl tidak direkomendasikan digunakan sebagai
disinfektan walaupun dengan melakukan pengenceran karena dapat menyebabkan perubahan warna
pada bahan kain. Perubahan ini bersifat permanen dan tidak dapat dikembalikan seperti semula.

5. DAMPAK PENGGUNAAN HIDROGEN PEROKSIDA DAN NATRIUM HIPOKLORIT

5.1. Dampak Pada Koleksi Museum Berbahan Logam

5.1.1. Hidrogen Peroksida


Pada larutan asam, hidrogen peroksida berfungsi sebagai oksidator yang dapat menyebabkan
perubahan pada ion besi (II) Fe2+ menjadi besi (III) Fe3+ dan reaksi oksidasi pada besi ini dapat
berperan pada proses korosi jika konsentrasi hidrogen peroksida cukup tinggi. Perhatikan reaksi
berikut ini:
+ +2 →2 +2
Persamaan 1. Reaksi Besi Dengan Hidrogen Peroksida pada Larutan Asam

Berdasarkan hasil uji coba di atas menunjukkan bahwa keempat sampel paku tidak mengalami korosi
akibat larutan hidrogen peroksida. Reaksi yang muncul hanya timbulnya gelembung kecil yang
merupakan gelembung oksigen hasil dekomposisi H2O2. Reaksi dekomposisinya adalah sebagai
berikut:
2 →2 +
Persamaan 2. Reaksi Dekomposisi Hidrogen Peroksida

Hasil pengukuran pH pada larutan hidrogen peroksida didapatkan bahwa larutan ini memiliki pH 8
yang berarti larutan hidrogen peroksida berada pada kondisi basa mendekati netral (pH 7) dimana
laju dekomposisi hidrogen peroksida menjadi lebih cepat dan kontaminasi pada katalis seperti besi
(Fe), nikel (Ni), tembaga (Cu), chromium (Cr), dan mangan (Mn) (Cholifah, 2016).
Reaksi korosi tidak terjadi akibat hidrogen peroksida lebih cepat terdekomposisi menjadi air dan
oksigen sebelum terjadi reaksi terhadap logam terlebih logam yang dijadikan uji adalah besi (Fe) yang
merupakan katalis yang juga mempercepat dekomposisi hidrogen peroksida.
Berdasarkan hasil percobaan ini, hidrogen peroksida dengan konsentrasi 5% tidak menghasilkan
reaksi yang signifikan terhadap logam sehingga dapat dikatakan aman bagi koleksi dengan material
logam dengan catatan bahwa hidrogen peroksida tidak bercampur dengan larutan lain yang bersifat
asam untuk mencegah reaksi lain yang menyebabkan korosi seperti reaksi yang ditunjukkan pada
Persamaan 1.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 17


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

5.1.2. Natrium Hipoklorit


Pada tes pH untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan, natrium hipoklorit tergolong senyawa
basa dengan pH 12–13. Walaupun bersifat basa, korosi dapat tetap terjadi pada material logam dan
dapat dilihat melalui rumus reaksi berikut :
2 +3 → +3
Persamaan 3. Reaksi Antara Besi dengan Natrium Hipoklorit

Reaksi tersebut di atas disebut reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dimana NaOCl berperan sebagai agen
oksidator dan Fe sebagai agen yang tereduksi. Fe2O3 yang dinamakan Besi (III) Oksida atau ferioksida
merupakan padatan berwarna merah kecoklatan. Dalam peristiwa proses pembentukan karat
(korosi) besi mengalami oksidasi sedangkan oksigen di udara mengalami reduksi. Karat besi pada
umumnya berupa besi oksida atau besi karbonat. Secara umum, rumus kimia dari karat besi adalah
Fe2O3.nH2O. Larutan garam NaCl yang terbentuk juga dapat mempercepat proses korosi karena
seperti diketahui bahwa larutan garam bersifat mempercepat perpindahan elektron.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka larutan NaOCl tidak direkomendasikan untuk digunakan
sebagai disinfektan di area museum terutama di area ruang pamer dan ruang penyimpanan karena
dapat menghasilkan efek korosif pada material logam. Tentunya hal ini juga berlaku walapun larutan
NaOCl diencerkan sekalipun.

5.2. Dampak Pada Koleksi Berbahan Kain dan Mengandung Pigmen Warna

5.2.1. Hidrogen Peroksida


Hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih dalam konsentrasi yang tinggi (tidak diencerkan dengan
air) memungkinkan terjadinya lunturnya pigmen warna (walaupun jarang terjadi) dan dapat
melemahkan serat pada koleksi kain (Smithsonian Institution, 2013) terutama apabila digunakan
secara berulang kali.
Berdasarkan pengujian tidak ditemukan perubahan warna pada koleksi namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Smithsonian Institution di atas, penggunaan hidrogen peroksida perlu
diwaspadai karena dapat melemahkan serat kain yang menyebabkan kain menjadi lebih cepat
mengalami kerapuhan.

5.2.2. Natrium Hipoklorit


Natrium hipoklorit sebagai produk pemutih tentunya memiliki dampak pada koleksi kain tertutama
kain yang mengandung pigmen warna karena dapat melunturkan warna. Hal ini disebabkan karena
NaOCl senyawa oksidator yang memiliki daya oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
hidrogen peroksida (H2O2) sehingga lebih mudah untuk mengoksidasi pigmen warna yang telah
menempel (terfiksasi) pada kain. Semakin kuat daya oksidasi maka akan semakin banyak pigmen
warna yang teroksidasi (luntur) akibat putusnya gugus yang menyusun pigmen warna.
Oleh sebab itu mengapa penggunaan produk pemutih biasanya memiliki perbandingan lebih rendah
dari pelarutnya. Pada produk pemutih seperti Bayclin atau Proclin perbandingan yang digunakan
dengan air adalah 30ml pada 2L air (3 : 200). Hal ini untuk mengurangi daya oksidasi natrium

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 18


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

hipoklorit sebagai oksidasi pemutih. Selain dampak perusakan pigmen warna, selama proses oksidasi
oleh natrium hipoklorit juga terjadi perusakan polimer pada serat kapas yang disebut oksiselulosa
yang menyebabkan kain menjadi lebih rapuh dan mudah rusak dan terurai (Muslim & Inayah, 2018).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap kain, larutan NaOCl tidak direkomendasikan
digunakan sebagai disinfektan di area museum karena dapat menyebabkan perubahan warna
(pelunturan) pada material kain yang memiliki pigmen warna sekalipun dengan melakukan proses
pengenceran.

5.3. Dampak Mencampur Hidrogen Peroksida dengan Natrium Hipoklorit


Untuk meningkatkan daya disinfektan ada yang berusaha untuk mencampurkan kedua senyawa
disinfektan ini. Perlu diketahui bahwa mencampur kedua senyawa ini bukanlah tindakan yang tepat
karena akan mengakibatkan reaksi berbahaya yang dapat meningkatkan suhu larutan dan ledakan.
Reaksi hebat antara senyawa H2O2 dengan NaOCl dapat menghasilkan gas oksigen melalui reaksi
sebagai berikut:
+ → + +
Akumulasi gas oksigen yang diproduksi melalui reaksi tersebut dapat menimbulkan tekanan pada
wadah penyimpanan dan perlu diketahui bahwa oksigen (O2) merupakan unsur yang berperan
penting dalam proses pembakaran. Sebagai contoh api pada lilin, pembakaran sampah, korek dapat
menyala karena adanya ketersediaan oksigen.
Hasil percobaan terkontrol yang dilakukan oleh penulis juga menunjukkan adanya kenaikan suhu
ketika kedua senyawa tersebut dicampurkan. Berdasarkan reaksi yang terjadi maka tidak dianjurkan
untuk menyatukan kedua senyawa tersebut sebagai bahan disinfektan.

6. KESIMPULAN
Penggunaan senyawa Natrium Hipoklorit (NaOCl) tidak disarankan untuk digunakan sebagai
disinfektan di area museum karena efek korosif dan kemampuan pelunturan warnanya yang dapat
berakibat buruk bagi koleksi. Sedangkan penggunaan hidrogen peroksida tampaknya lebih
menjanjikan untuk digunakan mengingat selama pengujian tidak ditemukan dampak buruk pada
logam maupun kain.
Namun demikian, penggunaan bahan-bahan kimia sebagai disinfektan di area museum perlu
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) atau
Balai Konservasi Borobudur (BKB) yang tentunya telah melakukan serangkaian penelitian terhadap
beberapa bahan kimia yang dapat berakibat buruk bagi aset budaya bendawi.

7. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kepada Dr. Mahirta, M.A. (Kepala Museum UGM)
yang berkenan memberikan ijin penggunaan sarana dan prasarana laboratorium Museum UGM
untuk melakukan penelitian ini.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 19


Hidrogen Peroksida dan Natrium Hipoklorit: Dampak Penggunaannya Sebagai Disinfektan di Museum

8. REFERENSI
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2019, Juni 21). Hydrogen Peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari The
National Institute for Occupational Safety and Health: https://www.cdc.gov/niosh/topics/hydrogen-peroxide/
Cholifah, S. (2016, Februari 12). Isu Residu Hidrogen Peroksida. Dipetik April 11, 2020, dari Otoritas Kompeten Keamanan
Pangan Daerah (OKKP-D) Provinsi Jawa Timur: https://fyib.com/2016/02/12/isu-residu-hidrogen-peroksida/
Corvaia, C. (2013, April 30). Ceramics. Dipetik April 4, 2020, dari Western Australian Museum:
https://manual.museum.wa.gov.au/conservation-and-care-collections-2017/ceramics
Muslim, I., & Inayah, K. (2018). Penggunaan Pemutih Pakaian Komersial (BAYCLIN) sebagai Zat Etsa Alternatif pada
Pencapan Etsa Kain Kapas Yang Telah Dicelup Zat Warna Reaktif Dingin (Drimarene Blue K2-RL). Prosiding Seminar
Nasional Hasil Litbangyasa Industri II, 15-20.
National Center for Biotechnology Information. (2020, Maret 28). Hydrogen peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari PubChem
Database: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hydrogen-peroxide
NFPA. (2004, Maret 1). Formal Interpretaion NFPA 430. Dipetik April 3, 2020, dari National Fire Protection Association:
https://www.nfpa.org/assets/files/AboutTheCodes/430/FI430.pdf
Niehus, L., Henniges, U., Horsky, M., Prohaska, T., Potthast, A., & Brückle, I. (2012). Reducing the Risks of Hydrogen
Peroxide Bleaching in Presence of Iron. Restaurator, 33, 355-394.
SLAC National Accelerator Laboratory. (2013, Mei 20). Sodium Hypochlorite Safe Handling Guideline. Dipetik April 4, 2020,
dari SLAC National Accelerator Laboratory: www-
group.slac.stanford.edu/esh/eshmanual/references/chemsafetyGuideSodiumHypochlorite.pdf
Smithsonian Institution. (2013). Stain Removal. Dipetik April 4, 2020, dari Smithsonian Museum Conservation Institute:
https://www.si.edu/mci/english/learn_more/taking_care/stains.html
WHO. (2020). Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Myth busters. Dipetik April 3, 2020, dari WHO:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public/myth-busters
Wikipedia. (2020, Maret 30). Hydrogen Peroxide. Dipetik April 4, 2020, dari Wikipedia The Free Encylopedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogen_peroxide
Wikipedia. (2020, April 1). Natrium Hipoklorit. Dipetik April 3, 2020, dari Wikipedia The Free Ensyclopedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hipoklorit

Asies Sigit Pramujo © Dipublikasikan secara daring dalam format dokumen digital (PDF) pada 16 April 2020.

Tentang Penulis

Asies Sigit Pramujo merupakan arkeolog lulusan program studi S1 dari Departemen Arkeologi, Fakultas
Ilmu Budaya – UGM dengan konsentrasi studi pada Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Budaya
(CRM) kemudian melanjutkan studi pada program studi S2 di kampus yang sama dengan konsentrasi
studi pada Konservasi Koleksi Museum dengan spesialisasi pada konservasi koleksi lukisan di atas cat
minyak. Saat ini menjalani profesi sebagai konservator di Museum UGM.

Oleh Asies Sigit Pramujo, S.S., M.A. © April 2020 20

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai