Laporan Praktikum
Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Mata Kuliah
Teknologi Pengolahan Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian yang diampu oleh Ibu Mustika Nur Handayani, S.TP., M.Pd.
Oleh:
Disusun oleh
Nur Agni Alvina 1306829
(Kelompok 7)
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaiakan laporan praktikum yang
berjudul SUSHI UBI UNGU Aplikasi Ektrak Zat Warna Ubi Ungu
(Antosianin) dalam Pembuatan Sushi sebagai Ujian Akhir Mata Kuliah Teknologi
Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Meskipun banyak
hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah
Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian yang telah
membantu dan membimbing dalam penyelesaian laporan ini. Penulis pun
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
laporan praktikum ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada masyarakat dari
hasil laporan ini. Karena itu penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini
bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
4.2 Karakteristik Sensori Nori Ubi Jalar Ungu .................................................. 21
4.3 Karakteristik Sensori Sushi Ubi Ungu ......................................................... 22
4.4 Hasil Uji Hedonik Sushi Ubi Ungu ............................................................. 22
4.5 Formulasi Sushi Ubi Ungu Terpilih ............................................................ 22
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 24
5.1 Ekstraksi Zat Warna Antosianin pada Ubi Jalar Ungu ................................ 24
5.2 Pembuatan Nori Ubi Ungu .......................................................................... 26
5.3 Pembuatan Sushi Ubi Ungu......................................................................... 30
5.4 Pemilihan Formulasi Produk Terbaik .......................................................... 34
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 35
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 35
6.2 Saran ............................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36
LAMPIRAN .......................................................................................................... 37
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Karbohidrat dalam Ubi Jalar (persen berat kering) ............... 6
Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Dalam 100 Gram Bahan ................................. 6
Tabel 3. Karakteristik Sensori Zat Warna Antosianin Ubi Jalar Ungu ................. 21
Tabel 4. Karakteristik Sensori Nori Ubi Jalar Ungu ............................................. 21
Tabel 5. Karakteristik Sensori Sushi Ubi Ungu .................................................... 22
Tabel 6. Hasil Uji Hedonik Sushi Ubi Ungu......................................................... 22
Tabel 7. Formulasi Ekstrak Warna Antosianin Ubi Ungu .................................... 22
Tabel 8. Formulasi Nori Ubi Ungu ....................................................................... 23
Tabel 9. Formulasi Sushi Ubi Ungu Terpilih ........................................................ 23
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di
Indonesia adalah pada ubi jalar ungu karena pada ubi jalar ungu memiliki
kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas
yang lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr. Antosianin telah memenuhi
persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya tidak
menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya dan
bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh, sehingga secara Internasional
telah diijinkan sebagai zat pewarna makanan.
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poir) merupakan salah satu tanaman umbi
umbian yang sangat bermanfaat. Ubi jalar mengandung serat, mineral, vitamin
dan antioksidan, seperti asam phenolic, antosianin, tocopherol dan -karoten. Ubi
Jalar dapat dibedakan berdasarkan warnanya yaitu krem, kuning, orange, dan
ungu. Tanaman ubi jalar, selain menjadi bahan pangan sumber karbohidrat, dapat
juga dijadikan sumber zat warna alami. Zat warna yang terkandung di dalam akar
tanaman ubi jalar disebut dengan antosianin. Kandungan antosianin pada ubi jalar
ungu ini berkisar antara 14,68 210 mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu
warna ungu pada ubi jalar, semakin tinggi kandungan antosianinnya.
Antosianin merupakan komponen dalam ubi jalar ungu yang berfungsi
sebagai antioksidan. Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan
larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar. Dengan diberikan warna tertentu
pada makanan akan memberikan hasil yang lebih menarik pada produk makanan.
Semakin banyaknya pewarna sintetis maka diperlukan inovasi untuk produksi zat
warna alami dari bahan alam. Oleh sebab itu dalam percobaan ini dilakukan
ekstraksi antosianin dengan pelarut air untuk memenuhi produk zat warna
makanan yang halal dan mengaplikasikan zat warna antosianin yang didapatkan
dalam pembuatan sushi.
Selain memanfaatkan kandungan antosianin dari ubi jalar ungu, juga
bertujuan untuk menciptakan ragam pangan lokal yang dapat memberi nilai
tambah ekonomi dengan sumber pangan yang memiliki nilai gizi lebih sehingga
dapat menunjang pemberdayaan dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Dipilihnya ubi jalar ungu dalam penelitian ini karena komoditas ini telah
banyak di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sehingga mudah didapat, harganya
2
relatif murah, tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan, memiliki kulit
dan daging yang berwarna ungu sehingga kaya akan pigmen antosianin yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan varietas lain sehingga dapat digunakan sebagai
pewarna baik untuk minuman maupun untuk makanan (Sri Winarti, 2008).
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana cara mengekstrak zat warna (antosianin) dari ubi jalar ungu ?
2. Bagaimana pengaruh penambahan zat warna ubi jalar ungu terhadap
karakteristik sushi?
3. Bagaimana pengaruh pembuatan produk sushi dengat penambahan zat
warna alami dari ubi jalar ungu terhadap tingkat kesukaan konsumen?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara ekstraksi zat warna (antosianin) dari ubi jalar
ungu.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan zat warna ubi jalar ungu
terhadap karakteristik sushi.
3. Untuk mengetahui pengaruh pembuatan produk sushi dengat penambahan
zat warna alami dari ubi jalar ungu terhadap tingkat kesukaan konsumen.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan
Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang memanfaatkan ubi jalar
sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan jagung
(Suprapti, 2003)
Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi
2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku
3. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar
4. Panjang batang tipe tegak: 1 m 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m- 3m
Kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulus
Familia : Convolvulacea
Genus : Ipomoea
Species : Ipomoea batatas L
Berdasarkan warna ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan
sebagai berikut :
1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih.
2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
kuning, kuning muda, atau kekuning-kuningan.
3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange.
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging berwarna ungu
hingga ungu muda.
Dalam penelitian ini akan digunakan ubi jalar yang memiliki daging
buah berwarna ungu. Ubi jalar ungu memiliki kandungan gizi yang tidak
jauh berbeda dengan jenis ubi jalar yang lain. Serat alami oligosakarida yang
tersimpan dalam ubi jalar saat ini menjadi komoditas yang bernilai dalam
pengkayaan produk pangan olahan.
5
Gambar 1. Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang tinggi dan nilai gizi lain yang
tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan gizi ubi
jalar dalam 100 Gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Dalam 100 Gram Bahan
No. Kandungan Gizi Besaran
1 Kalori (kal) 123,00
2 Protein (g) 1,80
3 Lemak (g) 0,70
4 Karbohidrat (g) 27,90
5 Kalsium (mg) 30,00
6 Fosfor (mg) 49,00
6
7 Zat besi (mg) 0,70
8 Natrium (mg) -
9 Kalium (mg) -
10 Niacin (mg) -
11 Vitamin A (SI) 7.700,00
12 Vitamin B1 (mg) 0,90
13 Vitamin B2 (mg) -
14 Vitamin C (mg) 22,00
15 Air (g) 68,50
16 Bagian daging (%) 86,00
Sumber : Suprapti (2003)
7
mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu pada ubi jalar, semakin
tinggi kandungan antosianinnya. Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos
yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap.. Antosianin tidak
mantap dalam larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi
dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam
hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan
larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan.
Gambar 2. Struktur Molekul Antosianin
8
2.3 Ekstraksi Padat Cair
Ekstraksi padat cair atau biasa juga disebut leaching adalah suatu proses
pemisahan satu atau lebih konstituen dari suatu padatan dengan
mengontakkannya dengan pelarut cair. Prinsip dari ekstraksi padat-cair adalah
komponen yang terlarut dari suatu padatan, yang mengandung matriks inert dan
agent aktif, diekstraksi dengan menggunakan pelarut. Ekstrak dapat ditemukan
baik dalam fasa padatan atau fasa cair. Ekstrak tersebut berada di dalam sel
seperti minyak di dalam biji minyak atau sebagai dispersi pada padatan seperti
kafein di dalam kopi.
Bahan yang akan diekstraksi merupakan campuran yang homogen namun
mempunyai banyak kapiler. Pada awalnya pelarut memasuki kapiler tersebut dan
solut pun terekstrak. Larutan dengan konsentrasi tinggi diproduksi karena terjadi
difusi karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dalam bahan ekstraksi
dan larutan dimana partikel padatan berada. Pada akhir proses ekstraksi
didapatkan sejumlah larutan yang mengandung pelarut dan ekstrak yang terlepas
dari partikel padatannya karena adanya gaya adesif. Larutan yang diambil dari
padatan mempunyai konsentrasi yang sama pada senyawa aktif sebagai ekstrak.
Pada kesetimbangan diasumsikan bahwa jumlah keseluruhan dari senyawa aktif
adalah jumlah yang terlarut di dalam
pelarut.
Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga
langkah dasar, yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi
2. Solut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fasa ekstrak
3. Pemisahan fasa ekstrak dengan sampel
Operasi ekstraksi padat cair dilakukan dalam dua tahap utama, yaitu :
1. Kontak antara padatan dan pelarut
Tahap ini dilakukan dengan mengontakkan padatan yang mengandung
sejumlah solut dengan pelarut murni atau pelarut yang telah mengandung
solut. Pada tahap ini solut akan berpindah ke pelarut.
2. Pemisahan ekstrak dan rafinat
9
Ekstrak adalah larutan solut dalam pelarut sedangkan rafinat terdiri dari
padatan, solut yang tidak terlarut dan pelarut yang ikut terbawa serta.
Dalam ekstraksi padat cair terdapat dua metode, yaitu :
1. Metode soxhlet
Metode soxhlet dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang
disusun dalam wujud unggun tetap. Kemudian pelarut dialirkan menerobos
padatan tersebut. Pada metode ini biasanya digunakan kolom
ekstraksi yang merupakan unggun tetap. Tujuan dari penggunaan metode
soxhlet adalah untuk mengetahui berapa banyak zat warna yang dapat
diekstrak dari suatu bahan. Metode soxhlet dapat menghasilkan yield
yang lebih banyak dibandingkan dengan metode lainnya.
2. Metode perkolasi
Metode perkolasi dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang
didispersikan ke dalam pelarut oleh suatu tangki atau reaktor (biasanya disertai
pengadukan). Pada metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan
tangki ekstraksi (leaching tank) yang pada prinsipnya merupakan tangki
berpengaduk. Operasinya dapat dilakukan secara kontinu.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
1. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat
dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi.
Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak
diinginkan
2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak
antara padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur difusinya, yang
menjadikan laju transfer massa semakin tinggi.
3. Faktor pelarut
Pelarut harus memenuhi kriteria seperti daya larut terhadap solut cukup
besar, dapat diregenerasi, memiliki koefisien distribusi solut yang tinggi, dapat
memuat solut dalam jumlah yang besar, sama sekali tidak melarutkan diluen
10
atau hanya sedikit melarutkan diluen, memiliki kecocokan dengan solut yang
akan diekstraksi, viskositas rendah, antara pelarut dengan diluen harus
mempunyai perbedaan densitas yang cukup besar, memiliki tegangan
antarmuka yang cukup, dapat mengurangu potensi terbentuknya fasa ketiga,
tidak korosif, tidak mudah terbakar, tidak beracun, tidak berbahaya bagi
lingkungan, serta murah dan mudah didapat.
2.4 Sushi
Sushi adalah makanan asal jepang yang digemari semua kalangan di
seluruh dunia, khususnya Indonesia. Pada umumnya sushi menggunakan bahan
baku beras yang dicampur dengan ketan. Sushi terdiri dari nasi yang dibentuk
bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah
dimasak.
2.5 Nori
Rumput laut sudah lama digunakan manusia sebagai makanan dan obat-
obatan. Jepang telah memanfaatkan rumput laut sebagai makanan istimewa sejak
abad ke-8, yaitu makanan yang disajikan untuk kaisar. Industri rumput laut
negara Jepang menjadikan rumput laut merah, hijau dan coklat sebagai
komoditi yang paling menguntungkan. Komoditas utama berbasis rumput laut
di Jepang adalah nori (Porphyra), kombu (Laminaria), wakame (Undaria), dan
hijiki (Hizikia) (Korringa 1976; McHugh 2003).
11
Porphyra yezoensis yang disebut susabnori atau amanori, Porphyra tenera
yang disebut asakusanori. Selain rumput laut merah, ada juga nori yang
berasal dari rumput laut coklat misalnya kayamo-nori dari Scytosiphon
lomentaria (Kuda et al. 2004) dan haba- nori dari Petalonia binghamiae yang
digunakan sebagai edible (Kuda et al. 2004). Nori disajikan pada Gambar 3.
pada kegunaannya, yaitu 12x10 cm2, 20x18 cm2 dan 21x19 cm2. Warna
tidak dapat dijadikan pegangan kualitas, namun lembaran nori berkualitas
tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih
rendah berwarna hijau hingga hijau muda. Satu lembar nori kering memiliki
berat 2,5 sampai 3 g (Korringa 1976) atau 3,5 sampai 4 g.
Nori digunakan sebagai pembungkus sushi (makisuzhi) dan bola-bola nasi
(onigiri) serta makanan khas Jepang lainnya. Selain dapat dikonsumsi langsung
sebagai makanan ringan (snack), nori juga digunakan sebagai hiasan
dan penyedap berbagai macam masakan Jepang, misalnya pemberi rasa
pada pengolahan mie dan sup, serta lauk sewaktu makan nasi dan biasanya
ditambahkan ke dalam makanan ringan dan renyah.
Satu lembar nori standar yang sudah diberi bumbu garam dapur, kecap
asin, gula atau mirin dipotong menjadi 8 atau 12 potongan kecil. Pada umumnya
12
dimakan sebagai teman makan nasi sewaktu sarapan pagi atau dimakan
begitu saja sebagai makanan ringan. Nori dikemas dalam kemasan kantong
plastik, botol plastik atau kaleng kedap udara karena sifat nori yang mudah
kehilangan rasa renyah dan mudah menjadi lembab. Walaupun kemasan nori
banyak menggunakan gel silika dan bahan-bahan lain sebagai penyerap
kelembaban, nori yang sudah dibuka kemasannya sebaiknya segera
dihabiskan secepat mungkin sebelum menjadi lembab dan tidak enak.
13
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam proses ekstraksi zat warna antosianin dari ubi
jalar ungu ini adalah beaker glass, blender, pisau, termometer, panci pengukus,
kompor, kain saring, pengaduk, timbangan, gelas ukur, dan lemari pendingin.
Sedangkan alat yang digunakan dalam pembuatan sushi dan nori ubi jalar
ungu ini adalah pisau, talenan, pengukus, kompor, loyang, bakom,
timbangan/neraca, penggilingan/grinder, oven, rice cooker, plastik, dan
pengaduk.
14
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Ekstraksi Zat Warna Antosianin dari Ubi Jalar Ungu
Dilakukan prosers pencucian, pengukusan, pengupasan ubi jalar ungu dari
kulitnya, proses pengecilan ukuran, penghancuran bahan dengan pelarut, dan
penyaringan ekstrak zat warna. Adapun tahapan yang dilakukan yaitu:
1. Ubi jalar ungu segar disortasi dan ditimbang sebanyak yang diperlukan.
2. Mencuci ubi jalar ungu terpilih dengan air mengalir dan meniriskannya.
3. Melakukan pengukusan terhadap ubi jalar ungu yang telah bersih selama 15-30
menit hingga diperoleh ubi jalar ungu matang dengan tekstur yang lunak.
4. Kemudian mengupas kulit ubi jalar ungu sehingga yang digunakan hanya
dagingnya saja.
5. Memotong ubi jalar ungu menjadi potongan yang kecil-kecil dan kemudian
menimbang bobot ubi jalar ungu yang digunakan setelah dipisahkan dari
kulitnya.
6. Menghancurkan dan mengahulskan irisan ubi jalar ungu dengan blender dan
pelarut air (1:1) dari berat daging ubi yang digunakan.
7. Menyaring ekstrak dengan kain saring sehingga didapatkan filtrat pigmen.
8. Menguapkan filtrat pigmen dengan pemanas/kompor suhu 50-60C untuk
menguapkan pelarut air sehingga didapat filtrat pigmen kental.
9. Kemudian menyaring kembali filtrat pigmen/zat warna untuk memisahkan
endapan yang terbentuk sehingga didapatkan pewarna ubi jalar ungu.
10. Menyimpan pewarna ubi jalar ungu pada ruang yang terhindar dari sinar
matahari atau menyimpannya pada lemari pendingin.
15
5. Mencuci daging buah ubi ungu dan melakukan cutting pada buah ubi ungu
menjadi potongan-potongan ubi ungu kecil.
6. Melakukan blansing pada potongan buah ubi ungu secara steam blansing
selama 10-15 menit.
7. Menghancurkan potongan buah ubi ungu dengan penambahan air 25% dari
berat daging buah ubi ungu menggunakan blender hingga terbentuk puree
buah ubi ungu.
8. Menambahkan garam (2%, 4%, 6%), agar-agar 4%, dan penyedap makanan
4% ke dalam puree buah ubi ungu dengan menghitung persentase masing-
masing bahan tambahan berbasis berat daging buah ubi ungu.
9. Kemudian mengaduk campuran puree hingga homogen dan menuang
campuran puree ubi ungu ke dalam loyang hingga memiliki ketebalan 3-5 mm.
10. Selanjutnya, meringkan puree ubi ungu dalam oven pada suhu 50-550C
selama kurang lebih 20 jam.
11. Mendinginkan nori yang telah kering pada suhu ruang.
12. Mengamati karakteristik sensori dari nori dalam hal warna, tekstur, aroma,
rasa, kenampakan keseluruhan.
16
6. Setelah nasi sushi masak, mencampurkan sedikit garam ke dalam nasi sushi
dan mengaduknya hingga rata.
7. Lalu menyiapkan plastik sebagai penggulung sushi dan menaruh rumput laut
atau nori, lalu meratakan nasi hingga nasi menjadi padat.
8. Menyiapkan telur dadar yang telah dilebarkan sebelumnya, lalu menyusun
bahan tambahan sushi (seperti sosis, wortel dan mentimun) di atas telur dadar.
9. Menggulung isi sushi tersebut dengan menggunakan plastik hingga nasi
menjadi padat.
10. Mengiris sushi dengan ketebalan 1,5 cm dan sushi ubi jalar ungu siap
disajikan.
17
7. Apabila pengujian telah selesai, memeriksa kembali hasil pengujian yang
telah ditulis. Bila sudah lengkap, menyerahkan borang penilaian yang sudah
diisi kepada tim penyaji.
Ubi Ungu
Pencucian
Pengukusan
Penyaringan
Pemanasan (50-60oC)
Penyaringan kembali
Gambar 4. Diagram Proses Ekstraksi Zat Warna Antosianin dari Ubi Jalar Ungu
18
2. Pembuatan Nori Ubi Ungu
Ubi Ungu
Pencucian
Pengukusan
Karagenan
Pengadukan
4%, Garam
Pencetakan
Pengeringan
Pendinginan
19
3. Pembuatan Sushi Ubi Ungu
Pencucian
Nori Ubi
Ungu, Wortel, Penggulungan sushi
Sosis,
Mentimun
Sushi Ubi Ungu
Penyajian sampel
20
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Keterangan:
F 1 = Formulasi 1
F 2 = Formulasi 2
F 3 = Formulasi 3
21
4.3 Karakteristik Sensori Sushi Ubi Ungu
Tabel 5. Karakteristik Sensori Sushi Ubi Ungu
Sampel Warna Aroma Rasa Tektur
Sushi Ubi Ungu Ungu Ubi Manis-Asin Lengket
22
Tabel 8. Formulasi Nori Ubi Ungu
Bahan yang digunakan Jumlah
Ubi Ungu 200 gram
Air (Air : Ubi Ungu = 1 : 1) 200 ml
Karagenan/agar-agar 4% 8 gram
Garam 0,4% 0,8 gram
Penyedap makanan 0,4% 0,8 gram
23
BAB V
PEMBAHASAN
24
Proses pemanasan filtrat zat warna ini juga bertujuan sebagai proses
pasteurisasi untuk menghilangkan kontaminasi bakteri patogen yang mungkin
terdapat dalam filtrat zat warna tersebut. Penggunaan suhu sebesar 50-60oC pada
pemanasan filtrat zat warna ubi ungu ini juga didasari karna sifat antosianin
sebagai zat warna dalam ubi ungu merupakan komponen kimia yang tidak stabil
dan mudah rusak pada suhu tinggi. Pada temperatur 70C keatas, antosianin dapat
terhidrolisis menjadi struktur 3-Glikosida dan dapat merubah warna menjadi
coklat.
Pada hasil ekstraksi zat warna ubi ungu dengan pelarut air ini, didaparkan
rendemen zat warna yang baik dengan perbandingan pelarut dan ubi ungu (1:1).
Hal ini dapat terjadi karena pada proses ekstraksi, jumlah bahan dan pelarut
sudah cukup sehingga pelarut dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bahan.
Jika jumlah pelarut terlalu kecil, proses ekstraksi tidak maksimal karena
hanya sedikit pelarut yang dapat mengikat ekstrak solut. Pelarut juga akan lebih
cepat jenuh. Sedangkan jika jumlah pelarut yang digunakan banyak, solut yang
terlarut juga akan semakin banyak namun proses ini juga tidak akan maksimal
karena semakin banyak impuritas yang ikut terlarut. Hal ini menyebabkan
perubahan sifat komponen dari bahan yang akan diekstrak.
Dalam hal ini didpatkan ekstrak warna ubi ungu yang berwarna ungu pekat
tanpa adanya perlakuan perubahan pH. Aroma dan rasa ekstrak warna yang masih
mengandung aroma ubi, juga tekstur yang cair. Pada ekstaksi ini, pH pelarut air
tidak mempengaruhi warna ungu dari ekstrak antosianin yang dihasilkan, timana
antosianin akan memberikan warna ungu pada pH netral (6-7). Pada suasana
asam, antosianin sama dengan warna amaranth, tetapi jika pH bahan di atas 4
warna dapat cepat berubah. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru,
sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah, dan konsentrasi biasa
berwarna ungu. Pada ektraksi yang dilakukan, konsentrasi antosianin pun
merupakan konsentrasi biasa dimana jumlah bahan yang terekstrak sebanding
dengan jumlah pelarut yang ditambahkan.
Hasil ektrak zat warna antosianin dari ubi jalar ungu ini selanjutnya
diterapkan sebagai zat warna alami dalam pembuatan sushi ubi ungu. Dengan
penambahan pewarna alami yaitu warna ungu pada produk sushi diharapkan
25
penampakan produk tersebut akan lebih seragam dengan demikian penerimaan
produk tersebut oleh konsumen juga akan lebih mantap.
Pemanfaatan zat warna alami dari ubi jalar ungu ini dapat menjadi salah
satu alternatif pilihan produsen pangan dalam penggunaan pewarna makanan yang
aman dan terjangkau. Namun, bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis
penggunaan pewarna alami mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain
seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi
pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik, dan
spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis
26
Setelah ubi ungu mengalami perlakuan pendahuluan, dilakukan pembuatan
puree ubi ungu dengan penambahan air 1:1 didapatkan bubur ubi ungu yang
kental dan tidek terlalu encer agar didapatkan tekstur produk nori yang padat
sesuai yang diharapkan. Pada pembuatan nori ini, bubur atau puree ubi ungu yang
telah diperoleh, dicampurkan dengan garam dan agar.
Tujuan penambahan garam ini adalah untuk memperbaiki flavor produk
nori sehingga rasa asin yang timbul dapat meningkatkan rasa yang dihasilkan.
Selain itu, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena garam mampu untuk
memberi stabilitas mikroorganisme pada produk makanan dalam konsentrasi yang
cukup.
Penambahan agar-agar pada pembuatan nori ini berfungsi sebagai
pembentuk tekstur produk yang kenyal dan semi padat juga sebagai penstabil.
Pada prinsipnya, konsistensi gel atau semi gel pada nori diperoleh dari interaksi
senyawa pektin yang berasal dari daging buah ubi ungu, kandungan gula dalam
ubi dan garam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi pada saat proses
pengeringan dalam oven dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan
gel ini tergantung kepada konsentarsi garam dan pektin pada bubur ubi ungu yang
digunakan. Gel yang terbentuk pada pembuatan nori ini terjadi dari adanya ikatan
silang polimer yang sebagian besar adalah ikatan hidrogen dan hilangnya gugus
metil membentuk daerah dimana gula dan air dapat terperangkap di dalam
jaringan pektin.
Standar mutu nori ini belum tersedia di Indonesia, namun nori yang baik
mempunyai kandungan air 10-20%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur plastis,
kenampakan seperti kulit terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung
serta mempunyai warna, aroma, dan cita rasa khas dari karagenan dan komoditi
bahan yang digunakan sebagai bahan bakunya.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil dari sifat organoleptik nori
dengan konsentrasi karagenan sebesar 4% dan variasi konsentrasi garam yang
ditambahkan (0,2%, 0,4%, dan 0,6%) untuk mendapatkan rasa asin nori yang pas,
yaitu:
27
1. Warna
Pada hasil percobaan ini, didapatkan nori yang berwarna ungu pekat.
Dalam pembuatan nori ubi ungu ini, warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh suhu
dan lamanya pengeringan dalam oven yang dilakukan. Pada prinsipnya, apabila
suhu pengeringan yang dilakukan tinggi, maka akan menyebabkan nori ubi ungu
menjadi browning atau berwarna ungu kecoklatan yang diakibatkan oleh
terurainya gula pereduksi dari kandungan ubi ungu dan gugus asam amino pada
saat proses pengeringan atau pemanasan. Oleh karena itu, suhu dan waktu
pengeringan perlu untuk selalu diperhatikan agar warna nori yang didapatkan
tetap berwarna ungu yang diinginkan.
Penambahan karagenan atau agar plain tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap warna nori ubi ungu yang dihasilkan. Hal ini karena karagenan
atau agar plain sebelum dilarutkan dalam air panas berupa bubuk berwarna putih
kecoklatan dan ketika dilarutkan dalam air panas, karagenan akan larut dan
membentuk gel transparan. Sehingga penambahan karagenan tidak berpengaruh
signifikan terhadap parameter warna nori ubi ungu. Warna nori ubi ungu yang
dihasilkan yaitu berwarna ungu, merupakan pengaruh kandungan pigmen atau zat
warna alami yang terkandung dalam ubi ungu, yaitu pigmen antosianin.
2. Rasa
Penambahan berbagai konsentrasi garam pada nori ubi ungu ini memberi
pengaruh yang nyata terhadap parameter rasa. Pengaruh yang nyata dari
penambahan garam ini karena karakteristik senyawa NaCl dalam garam yang
bersifat memiliki rasa asin. Percobaan pertama pada pembuatan nori ubi ungu ini,
dilakukan penambahan garam pada campuran bahan sebanyak 0,2% dimana nori
yang dihasilkan tidak berasa atau hambar, kemudian tingkat konsentrasi garam
ditambahkan menjadi 0,6% dan menghasilkan rasa nori yang sangat asin.
Sehingga pada percobaan ketiga, didapatkanlah rasa asin yang cukup pada nori
yang dihasilkan dengan konsentrai garam sebanyak 0,4%.
Rasa nori komersil ubi ungu ini, selain memiliki rasa yang asin, juga
teraanya rasa ubi yang masih ada pada nori ubi ungu. Nori ubi ungu hasil
percobaan yang dihasilkan juga memiliki rasa sedap karena ditambahkannya
bumbu-bumbu atau penyedap rasa sebanyak 0,4% didalamnya.
28
3. Aroma
Pada parameter aroma nori ubi ungu dengan penambahan berbagai
konsentrasi garam dan pengaruh penambahan karagenan menunjukkan bahwa
tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap aroma nori ubi ungu yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena karakteristik karagenan dan garam yang tidak memiliki
aroma sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap aroma nori ubi ungu.
Aroma yang dominan dari nori ubi ungu adalah aroma khas ubi ungu yang
disukai.
4. Tekstur dan Kenampakan Keseluruhan
Tekstur yang dimaksud dalam pengamatan karakteristik sensori nori ini
adalah tekstur yang dirasakan oleh panelis pada saat nori ubi ungu digigit dan
dikunyah. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa penambahan
konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nori yang
dihasilkan. Tekstur yang dihasilkan pada nori ubi ungu ini dipengaruhi oleh
penambahan karagenan, dimana konsentrasi karagenan yang semakin tinggi, maka
akan menghasilkan tekstur nori yang semakin kenyal dan padat. Hal ini karena
karagenan berfungsi sebagai pembentuk gel yang kuat diantara karagenan iota dan
lambda. Sehingga penambahan konsentrasi karagenan yang semakin tinggi maka
tekstur nori yang dihasilkan semakin keras.
Karagenan yang digunakan pada pembuatan nori ini juga berfungsi
sebagai bahan penstabil. Dimana penggunaan bahan penstabil pada produk nori
adalah untuk memadatkan, membentuk suspensi, dan juga sebagai penstabil
emulsi. Bahan penstabil akan meningkatkan viskositas sehingga menghalangi
bergabungnya beberapa kristal menjadi kristal yang besar. Tekstur yang halus
juga akan terbentuk karena kemampuan bahan penstabil untuk mengikat air bebas
dalam jumlah besar.
Secara keseluruhan, penambahan karagenan memberikan pengaruh
terhadap tekstur yang dihasilkan. Nori yang menghasilkan tekstur yang baik yaitu
kenyal, lentur, tidak lengket dan tidak padat, halus dan tipis namun tidak mudah
hancur yaitu dengan penambahan karagenan sebanyak 4%.
29
5.3 Pembuatan Sushi Ubi Ungu
Dalam membuat sushi, nasi adalah salah satu elemen penting sebagai
bahan utama pembuatan sushi. Nasi yang baik untuk sushi memiliki butiran yang
lebih besar dibanding nasi biasa. Elastis, namun tak terlalu lengket. Setelah
ditambahkan cuka beras dan dibentuk, butir-butir nasinya tak mudah berguguran.
Jenis beras yang biasa dipakai dalam pembuatan sushi adalah short grain atau
medium grain. Artinya, butiran berasnya pendek atau sedang, bukan panjang
seperti beras.
Beras yang biasa digunakan dalam pembuatan sushi ini adalah beras
Jepang atau Korea yang memang cocok untuk mendapatkan tekstur nasi yang
saling menyatu. Namun beras Jepang sangat sulit didapat di Indonesia dan
harganya sangat mahal. Dalam pembuatan sushi ini, maka digunakan beras lokal
jenis pulen dengan kualitas tinggi agar mendapatkan hasil nasi sushi yang serupa
seperti memakai beras Jepang. Namun dalam hal ini perlu diperhatikan pula
tingkat kepulenan dan kelengketan nasi. Sekalipun memakai beras pulen kualitas
tinggi terkadang kala tingkat kelengketannya belum tercukupi untuk standar nasi
sushi. Untuk mendapatkan tekstur nasi yang lengket dan saling menyatu, pada
pembuatan sushi ini, dilakukan penggunaan campuran beras pulen dengan beras
ketan dengan perbandingan 2 : 1 .
Nasi merupakan beras (serealia) yang telah direbus (dan ditanak). Proses
perebusan beras dikenal juga sebagai 'tim'. Pada praktikum ini dilakukan
proses pemasakan campuran beras dan beras ketan dengan cara pengukusan
menggunakan uap air mendidih dan dilanjutkan dengan proses penanakan. Alat
yang digunakan untuk memasak nasi adalah dandang atau kukusan. Penanakan
diperlukan untuk membangkitkan aroma nasi dan membuatnya lebih lunak tetapi
tetap terjaga konsistensinya.
Warna nasi yang telah masak (tanak) berbeda-beda tergantung dari
jenis beras yang digunakan. Pada umumnya, warna nasi adalah putih bila beras
yang digunakan berwarna putih. Beras merah atau beras hitam akan menghasilkan
warna nasi yang serupa dengan warna berasnya. Kandungan amilosa yang
rendah pada pati beras akan menghasilkan nasi yang cenderung lebih transparan
dan lengket. Ketan, yang patinya hanya mengandung sedikit amilosa dan hampir
30
semuanya berupa amilopektin, memiliki sifat semacam itu.
Dalam pembuatan sushi ini, dilakukan inovasi warna sushi dengan
pemanfaatan pewarna alami dari ubi ungu yang menghasilkan sushi berwarna ungu
dengan adanya kandungan antosianin sebagai zat pemberi warna juga berperan
sebagai antioksidan. Zat warna ubi ungu ini dicampurkan ke dalam campuran nasi
beras dan beras ketan setelah nasi mencapai keadaan setengah masak atau gigih. Zat
warna ubi ungu dicampurkan hingga menyerap secara merata ke dalam tiap butiran
nasi dan proses penanakan nasi dilanjutkan kembali hingga nasi sushi benar-benar
masak, sehingga dihasilkan nasi sushi berwarna ungu.
Dalam penyajiannya, sushi ubi ungu ini dibentuk menjadi sebuah gulungan
yang didalamnya telah ditambahkan bahan tambahan seperti mentimun, wortel,
ataupun sosis yang telah dipotong berukuran kecil, dan dilapisi dengan nori ubi ungu
yang telah dibuat pada tahapan sebelumya. Berikut merupakan produk sushi ubi
ungu yang didapatkan:
Pada percobaan ini dilakukan pengujian karakteristik sensori sushi ubi ungu
kepada 10 orang panelis tidak terlatih yang dilakukan saat diselenggarakannya
pameran produk AGROMEDA (Agroindustry Maintains Earth Domestic of
Agriculture) dengan tema Pangan Lokal to The Next Level. Pengujian
organoleptik yang dilakukan oleh panelis tidak telatih ini bertujuan untuk
mengetahui respon konsumen awam terhadap produk sushi ubi ungu ini dan
penilaian dilakukan dengan respon yang murni.
Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya
dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan
mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan
dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Penentuan peneriman
31
terhadap produk sushi ubi ungu dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan.
Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
sushi ubi ungu.
a. Warna
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung
pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, tetapi
sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil
lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Warna dapat digunakan
sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara
pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata
(Cahyadi, 2006).
Sushi ubi ungu yang diujikan pada uji hedonik ini adalah sushi ubi ungu
dengan formulasi nori F2, yaitu nori ubi ungu dengan formulasi garam 2%. Hasil
uji hedonik terhadap warna s ushi ubi ungu menunjukkan modus penerimaan
panelis pada sushi ubi ungu dengan rata-rata penilaian sebesar 3,5 yang mendekati
nilai 4 adalah sangat suka. Respon panelis terhadap warna sushi ubi ungu yang
disajikan sangatlah baik dan dinyatakan bahwa panelis sebagai konsumen sangat
menyukai inovasi pengaplikasian zat warna antosianin dalam pembuatan sushi ubi
ungu ini, sehingga sushi yang diproduksi memiliki nilai lebih dengan adanya
kandungan pewarna alami yang juga bersifat sebagai antioksidan.
Warna ungu ini dihasilkan pada sushi ubi ungu disebabkan oleh pigmen
alami dari penambahan ekstrak zat warna ubi ungu. Pigmen yang terkandung dalam
ubi ungu yaitu pigmen antosianin dalam daging buah ubi ungu. Tingkat cerahnya
warna yang dihasilkan pada sushi ubi ungu dipengaruhi oleh tingkat efektifitas
ekstraksi komponen antosianin yang terekstrak dengan jumlah komponen yang
terdapat dalam bahan. Perbandingan penambahan ekstrak zat warna ubi ungu dan
air yang digunakan dalam pembuatan sushi ini yaitu sebesar 1:3, yaitu 500 ml
ekstrak zat warna ubi ungu dalam 1,5 liter campuran beras dan beras ketan yang
digunakan.
b. Rasa
Rasa merupakan parameter yang paling berperan dalam penerimaan
32
konsumen terhadap suatu produk. Rasa berbeda dengan bau dan lebih
melibatkan panca indera lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang
lain (Winarno, 1992).
Rasa sushi ubi ungu secara keseluruhan adalah manis-asin. Rasa manis yang
timbul merupakan rasa manis dari nasi yang mengandung glukosa cukup tinggi dari
beras maupun peras ketan, sedangkan rasa asin yang timbul merupakan rasa asin
yang dimiliki oleh citarasa nori ubi ungu, juga penggunaan kecap asin khusus sushi
yang menjadi bumbu pendamping dalam mengkonsumsi sushi. Hasil uji hedonik
terhadap rasa sushi ubi ungu menunjukkan modus penerimaan panelis pada
minuman jeli dengan rata-rata penilaian sebesar 3,2 yang mendekati nilai 3 adalah
suka.
c. Aroma
Aroma suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut.
Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera penghidu. Tidak
seperti indera cecapan, indera penghidu tidak tergantung pada penglihatan,
pendengaran dan sentuhan. Bau yang diterima oleh hidung dan otak umumnya
merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.
(Winarno, 1992).
Pada sushi ubi ungu ini didapatakan aroma khas ubi pada sushi yang
menciptakan nilai lebih dan menjadi inovasi sushi karena aroma khas yang timbul
tersebut. Aroma ubi yang timbul pada sushi ubi ungu ini dipengaruhi karena adanya
penggunaan bahan berbasis ubi ungu pada nori atau pelapis sushi dan zat warna
alami pada sushi. Hasil uji hedonik terhadap aroma sushi ubi ungu
menunjukkan modus penerimaan panelis pada sushi ubi ungu dengan rata-rata
penilaian sebesar 2,9 yang mendekati nilai 3 adalah suka.
Aroma dalam suatu sistem pangan tidak hanya ditentukan oleh satu
komponen saja tetapi oleh beberapa komponen tertentu serta perbandingan
jumlah komponen bahan. Aroma sushi ubi ungu yang dihasilkan ini juga
merupakan hasil interaksi antara karagenan, garam, dan gula yang terkandung
dalam nasi sushi maupun nori sushi ubi ungu.
33
d. Tekstur
Tekstur dapat didefinisikan sebagai gambaran sensori suatu struktur
produk yang merupakan bagian dari reaksi tekanan, diukur sebagai gaya
mekanik (seperti kekerasan, daya adhesif dan kohesif, viskositas, kekenyalan,
dan kerenyahan) oleh syaraf kinestetik pada otot tangan, jari, lidah, gigi, dan
bibir. Dapat juga berupa tactil syaraf perasa, yang diukur sebagai partikel
geometris (bentuk kristal, bijian, lengket) oleh syaraf tactil di permukaan
kulit tangan, bibir dan lidah (Meilgaard, Civille & Thomas 1999).
Pada sushi ubi ungu, dihasilkan tekstur nasi sushi yang lengket. Hal ini
dipengaruhi karena pencampuran beras ketan dengan beras dalam pembuatan nasi
sushi. Beras ketan mempunyai karakteristik lebih lengket dibanding beras biasa.
Sifat lengket tersebut dipengaruhi oleh ratio fraksi amilopektin yang tinggi
dibanding beras biasa. Hasil uji hedonik terhadap tekstur sushi ubi ungu
menunjukkan modus penerimaan panelis pada sushi ubi ungu dengan rata-rata
penilaian sebesar 3,1 yang mendekati nilai 3 adalah suka.
34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan sushi ubi ungu dengan
pemanfaatan ekstrak zat warna ungu (antosianin), dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak zat warna alami dari ubi ungu dapat dilakukan dengan metode
ekstraksi cair-padat menggunakan pelarut air dengan memperhatikan suhu dan
pH ektraksi untuk menjaga kualitas pigmen antosianin yang dihasilkan.
2. Ekstrak zat warna antosianin dapat diaplikasikan pada pembuatan sushi dengan
mewarnai nasi sushi sehingga sushi memiliki nilai pangan lebih dari segi warna
dan kandungan antioksidan yang dimiliki oleh pigmen antosianin yang
ditambahkan.
3. Penentuan produk terbaik didasarkan pada persentase penerimaan panelis
terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, dan didapatkan sushi ubi ungu dengan
pemanfaatan zat warna ungu (antosianin) dari ubi ungu dan pembuatan nori ubi
ungu, didapatkan produk sushi ubi ungu terbaik dengan nori ubi ungu F2
(penggunaan 4% garam) dengan rasa yang asin, tekstur yang lentur, ana beraroma
ubi. Begitupun dengan rasa sushi ubi ungu yang dihasilkan yaitu manis-asam,
dengan tekstur yang lengket, aroma ubi, dan nasi yang berwarna ungu.
6.2 Saran
Pada praktikum ini, tidak dilakukan analisis mikrobiologi dan cemaran
logam terhadap produk ekstrak zat warna, sushi ubi ungu, dan nori ubi ungu yang
dihasilkan. Mengingat produk ini merupakan produk pangan, maka perlu
dilakukannya analisis mikrobiologi dan uji cemaran logam produk sebagai
standar kelayakan produk untuk dikonsumsi. Untuk pengembangan ekstrak
zat warna antosianin ubi ungu secara komersial, maka harus dilakukan
penyempurnaan terhadap proses ekstraksi yang dilakukan untuk menjaga
stabilitas zat warna, juga perlu dilakukannya analisis serapan warna yang
dihasilkan dari hasil ekstraksi yang didapatkan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Febby. 2013. Resep dan Cara Membuat Sushi Dengan Mudah. [Online].
Tersedia di: http://www.cantikinfo.net/2013/05/resep-dan-cara-membuat-
sushi.html [Diakses 6 April 2015].
Budiarto, H. (2003). Stabilitas Antosianin (Garcina mangostana) dalam Minuman
Berkarbonat. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara. Korringa P. 1976. Farming Marine organism
Low In The Food Chain. Amsterdam, Oxford, New York:
Elsevier Scientific Publishing Company.
Kuda T, Makiko T, Hishi T, Araki Y. 2004. Antioxidant properties of
dried kayamo-nori a brown alga Scytosiphon lomentaria
(Scytosiphonales, Vinogradova. J. Food Chem. 89:617-622
Kuda T, Hishi T, Maekawa S. 2005. Antioxidant properties of dried product of
haba-nori an edible brown alga, Petalonioa binghamiae (J. Agardh)
Vinogradova. J. Food Chem. 98:545-550.
Meilgaard M, Civille GV & Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques
[3rd edition]. New York: CRC Press US of America.
Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport.
University of California.
Nollet, L.M.L. (1996). Handbook of Food Analysis: Physical Characterization
and Nutrient Analysis. New York: Marcell Dekker Inc.
Suprapti, L. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Urbano MG, Goni I. 2002. Bioavailability of nutrient in rats fed on edible on
edible seaweeds, Nori (Porphyra tenera) and Wakame (Undaria
Pinnatifada) as a source of dietary fibre. J. Food Chem. 76:281-286.
Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarti, Sri., Ulya Sarofa, dan Dhini Anggrahini. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas
Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.,) Sebagai Pewarna Alami.
Surabaya: UPN Veteran.
36
LAMPIRAN
37