Anda di halaman 1dari 72

PROFIL INDUSTRI FARMASI

PT. BIO FARMA (PERSERO)

Kelas : C 1

KELOMPOK: IV

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
DIKUTIP OLEH

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS HASANUDDIN
DI

FARMASI INDUSTRI PT. BIO FARMA (PERSERO)


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Industri Farmasi berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia (POM RI) tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. (1)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh industri farmasi yang terkait

dengan pembuatan obat antara lain adalah bangunan, peralatan, material, personil,

dan standar operasional produksi sehingga produk obat yang dihasilkan sesuai dengan

standar mutu yang ditetapkan. Demi perkembangan suatu industri farmasi dan

mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasional mengenai kualitas

produknya maka senantiasa menerapkan CPOB yang telah ditetapkan pemerintah.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB

mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. (1)

Sebagai calon apoteker dipandang perlu mengetahui hal tersebut karena

dalam penerapan CPOB di industri farmasi peranan apoteker sangat dibutuhkan

mulai dari devisi Research dan Development (RnD), produksi, Quality Control

(QC), sampai Quality Assurance (QA).


I.2. Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

I.2.1 Maksud Praktek Kerja Profesi Apoteker

Agar mahasiswa PKPA dapat melihat dan membandingkan secara

langsung ilmu pengetahuan yang diperoleh pada saat perkuliahan dengan praktek

yang ada di industri farmasi, sehingga menghasilkan tenaga apoteker yang siap

pakai dan berkualitas.

I.2.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek kerja profesi di industri farmasi bertujuan agar mahasiswa calon

apoteker dapat :

1. Mengetahui secara langsung penerapan CPOB pada PT. Bio Farma (Persero).

2. Mengetahui sistem yang diterapkan dalam suatu industri farmasi khususnya

sistem dokumentasi di PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta.


BAB II

GAMBARAN UMUM

II.1 PT. Bio Farma (Persero)

II.1.1 Sejarah PT. Bio Farma (Persero)

PT. Bio Farma adalah produsen vaksin dan antisera yang didirikan pada 6

Agustus 1890 di Jakarta dengan nama Parc Vaccinogen. Tahun 1923 pindah ke

Jalan Pasteur 28 Bandung, diatas tanah seluas 91.210 m2 dan juga memiliki lahan

seluas 282.441 m2 di Cisarua-Lembang, Kabupaten Bandung yang digunakan

untuk pemeliharaan hewan.

Pada tahun 1955, Parc Vaccinogen berubah nama menjadi Perusahaan

Negara Pasteur, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 tahun 1995.

Selanjutnya berdasar Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 1961 berubah

menjadi PN Bio Farma dan pada tahun 1978 berubah status menjadi Perusahaan

Umum Bio Farma berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 tahun 1978.

Sejak 6 Januari 1997 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1997,

Perusahaan Umum Bio Farma merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

yang berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero), yang dikenal dengan nama PT.

Bio Farma (Persero), berkedudukan di Jalan Pasteur no. 28 Bandung, Jawa Barat.

PT. Bio Farma (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan yang memproduksi

vaksin di Indonesia. Saat ini sudah mampu memproduksi vaksin hingga 1,7 milyar

dosis dan akan terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan vaksin nasional dan

dunia. PT. Bio Farma (Persero) telah memasok kebutuhan vaksin ke 110 negara di

dunia. PT Bio Farma (Persero) Jl. Pasteur No. 28, Bandung 40161 Tel.:
(62-22) 203 3755 Fax.: (62-22) 204 1306 E-mail: mail@biofarma.co.id

Website: www.biofarma.co.id

Meski memiliki sejarah panjang, keberadaan PT Bio Farma (Persero)

dulunya tidak begitu dikenal, termasuk orang Bandung sendiri. PT. Bio Farma

(Persero) baru dikenal setelah wabah flu burung merebak dan menyebar hingga

seluruh Indonesia sekitar 2005. PT Bio Farma (Persero) sebagai satu-satunya

pabrik vaksin merasa tertantang untuk memproduksi vaksin antiflu burung.

Mulailah kerja sama erat antara perseroan dan akademisi, kalangan usaha dan

pemerintah. Kolaborasi tersebut, hingga kini, terus terjalin erat.

Berbagai penelitian, khususnya terkait flu burung, masih dilakukan. PT

Bio Farma (Persero) mampu melakukannya karena memang kegiatan produksi

vaksin sudah dilakukan sejak 1920-an, ketika perusahaan ini memproduksi vaksin

flu musiman yang mematikan. Berdasarkan catatan perusahaan, PT Bio Farma

(Persero) sudah mampu memproduksi vaksin cacar pada 1940 sehingga Indonesia

bebas dari penyakit cacar yang saat itu sangat mematikan.

Pada 1997, WHO sudah memberikan izin produksi vaksin sehingga

produk vaksinnya sudah dapat diterima pasar luar negeri. PT Bio Farma (Persero)

menjadi produsen vaksin satu-satunya di Asia yang mendapatkan rekomendasi

dari WHO. Ekspor vaksinnya kini sudah mencapai lebih dari 100 negara.

Imunisasi adalah salah satunya program nasional yang tidak lepas dari dukungan

PT Bio Farma (Persero).

Perusahaan ini setiap tahunnya menyediakan vaksin bagi lima juta

bayi, sekitar 27,6 juta anak usia sekolah, dan 15 juta wanita usia subur.
Imunisasi ini setiap Oktober dan November diberikan kepada balita kendati

masih muncul pro dan kontra di masyarakat terkait penerimaan imunisasi

tersebut sehingga sosialisasi terus dilakukan oleh Bio Farma dan pemerintah.

Misalnya memberikan informasi bahwa vaksin yang digunakan aman

dan berkualitas karena telah lulus rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia

(WHO). Sejak 1997, PT. Bio Farma (Persero) adalah satu dari 23 produsen

yang telah mendapatkan prakualifikasi WHO dan telah digunakan di 110

negara.

Bangunan maupun ruangan yang dimiliki PT. Bio Farma (Persero)

yang berlokasi di Pasteur antara lain untuk produksi bulk tetanus, pertusis, dan

difteri, serta pemurnian toxoid, produksi media, produksi vaksin campak,

produksi vaksin polio, pemastian mutu vaksin virus, QA, pengemasan,

pemasaran, teknik dan pemeliharaan, water treatment plant, logistik,

formulasi dan pengisian, gudang, penelitian dan pengembangan, boiler house,

pengujian hewan, incinerator, waste water treatment, pemeliharaan hewan,

sekretariat, museum, masjid, perpustakaan, sarana kesehatan dan sarana olah

raga.

II.1.2 Struktur Organisasi PT. Bio Farma (Persero)

PT. Bio Farma (persero) dipimpin oleh Direktur utama, yang dibantu

oleh Kepala satuan Pengawas Intern, Kepala Divisi Quality Assurance (QA),

Kepala Divisi Corporate Secretary, dan Kepala Divisi Logistik. Direktur

Utama membawahi Direktur Keuangan dan SDM, Direktur Pemasaran,

Direktur Produksi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan. Untuk


selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

II.1.3 Visi dan Misi PT. Bio Farma (Persero)

1. Visi PT. Bio Farma (Persero) :

Menjadi produsen vaksin dan antisera kelas dunia yang berdaya

saing global.

2. Misi PT. Bio Farma (Persero):

a. Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan vaksin dan

antisera yang berkualitas internasional untuk kebutuhan

pemerintah, swasta, nasional, dan internasional.

b. Mengembangkan inovasi vaksin dan antisera sesuai dengan

kebutuhan pasar.

c. Mengelola perusahaan agar tumbuh dan berkembang dengan

menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

d. Meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan dan pemegang saham

dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.

3. Budaya Perusahaan di PT. Bio Farma (Persero) adalah :

a. Profesional

1) Bekerja sesuai sistem dan prosedur yang berlaku.

2) Terbuka dalam mengemukakan dan menghargai perbedaan

pendapat.

3) Senantiasa memiliki tekad untuk meningkatkan kemampuan

dan pengetahuan.
4) Penuh percaya diri dan tegar dalam menghadapi setiap tantangan

dan rintangan.

5) Menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

b. Integritas

1) Memiliki visi ke depan.

2) Berdisiplin tinggi.

3) Dapat dipercaya.

4) Bertindak jujur dan memiliki kompetensi.

5) Mendermabaktikan seluruh potensi yang dimiliki dalam rangka

kemakmuran perusahaan.

6) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Transparan

1) Berpegang teguh pada prinsip keterbukaan.

2) Senantiasa adil dan bijaksana dalam melaksanakan wewenang,

tugas, dantanggung jawab yang diamanatkan.

3) Menyajikan dan menyampaikan informasi atau data secara benar

dan lengkap.

d. Akuntabel

1) Senantiasa berusaha mendapatkan, memelihara, dan menggunakan

aset-asetdan pendapatan perusahaan dengan benar sesuai

wewenang, tugas dan tanggung jawab sebagai organ perusahaan.


2) Berusaha terus-menerus untuk menerapkan dan meningkatkan

sistem pengendalian manajemen yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan.

II.1.4 Kerjasama, Prestasi, dan Sertifikasi PT. Bio Farma

1. Kerjasama

Dalam hal teknologi produksi vaksin dan sera, kualitas dan keunggulan

produk PT. Bio Farma telah diakui secara internasional. Hal ini karena PT.

Bio Farma mendapat bantuan teknologi dan financial dari institusi-institusi

vaksin internasional serta donor-donor dunia, seperti :

a. Netherland Vaccine Institute (NVI) Belanda dan Cape Biologi South

Africa. Kerjasama penelitian untuk memproduksi vaksin kombinasi yang

berasal dari DTP digabungkan dengan vaksin hepatitis B dan Hib.

b. Japan Poliomyelitis Research Institute (JPRI) dalam kerja sama alih

teknologi produksi Trivalent Oral Polio Vaccine (TOPV), SIPV dan uji

pengawasan mutu dengan metode uji MAPREC dan transgenic mice.

c. Research Foundation for Microbacterial Disease of Osaka University

(BIKEN) Jepang. Kerjasama alih teknologi produksi vaksin campak strain

CAM 70 dan dalam pengembangan vaksin seasonal flu.

d. Kerjasama dengan Becton Dickson USA dalam penggunaan kemasan baru

dosis tunggal auto destruct pre-fill injection device.

e. Produksi Vaksin Avian Influenza (VAI) untuk manusia bekerja sama

dengan Research Foundation for Microbacterial Disease of Osaka

University Jepang.
f. Sejak tahun 2002 bekerjasama dengan Murdoch Children Research

Institute (MCRI), Q Gen dan QIMR Australia dalam mengembangkan

vaksin rotavirus.

g. Bekerjasama dengan JIKA, USAID, AusAID, Colombo Plan, WHO, dan

UNICEF dalam pemberian bantuan financial dan sarana produksi.

h. Kerjasama dengan Communicable Disease Control (CDC) Atlanta dalam

teknologi uji survailance polio dan campak meliputi probe hibridisasi,

Polymerase Chain Reaction (PCR), dan Sequencing Virus Polio dan

Campak.

i. Kerjasama dengan Green Cross Vaccine corporation (GCVC) Korea

dalam memproduksi vaksin hepatitis B rekombinan.

2. Prestasi

a. Salah satu pemrakarsa pembentukan Developing Countries Vaccine

Manufactoring Network.

b. Pelopor produksi vaksin dalam bentuk auto-disable-pre-fill injection

device menerima penghargaan International Arch of Europe Award,

Franfurt 2002 yang merupakan pengakuan internasional terhadap

komitmen PT. Bio Farma (Persero) atas kepemimpinan, teknologi dan

inovasi.

c. Meraih BUMN award 2002 untuk kategori operasional terbaik.

d. Mendapat Platinum International Arch Award Paris 2003 dalam hal ini

teknologi produksin vaksin dan sera PT. Bio Farma (Persero) telah
mengalami peningkatan kemampuan dalam menjalin kerjasama dengan

lembaga internasional.

e. Meraih BUMN Award 2004 untuk kategori industri kimia dan

Pharmaceutical terbaik.

3. Sertifikasi

PT. Bio Farma (Persero) mendapatkat sertifikat CPOB dari Direktorat

Jenderal POM RI pada tahun 1994. Tahun 1997 PT. Bio Farma (Persero)

mendapatkan pengakuan dari WHO untuk produksi vaksin virus yaitu vaksin

polio dan campak. Tahun 2000 mendapatkan pengakuan dari WHO untuk

produksi vaksin bakteri yaitu vaksin difteri, pertusis, tetanus, serta pengakuan

kedua kalinya untuk produksi vaksin virus. Bulan Juli 2001 PT. Bio

Farma (Persero) mendapatkan sertifikat ISO 900: 2000 dari badan sertifikasi

Llyod’s Register Quality Assurance Ltd. Singapore. Bulan Agustus 2001,

vaksin Tetanus Toxoid (TT) dalam kemasan uniject juga telah mendapatkan

pengakuan dari WHO sehingga PT. Bio Farma (Persero) memasok vaksin TT

dalam kemasan uniject untuk kebutuhan-kebutuhan negara lain yang

membutuhkan. Sertifikasi yang terbaru dari PT. Bio Farma (Persero) adalah

sertifikasi ISO 14001: 2004 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, OHSAS

18001:2007 tentang Sistem Manjemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) serta ISO 9001:2008 tentang Manajemen Mutu.

II.1.5 Produk PT. Bio Farma (Persero)

PT. Bio Farma (Persero) memproduksi vaksin dan anti sera bagi manusia

dengan pengawasan dan jaminan mutu dari seluruh produk PT. Bio Farma
(Persero) telah memenuhi standar internasional, baik dari unsur QC dan QA.

Selain itu, proses produksi dan pengawasan mutu vaksin selalu dipantau oleh

National Control Authority (NCA) atau Badan POM RI yang diakui oleh WHO.

Seluruh produk PT. Bio Farma (Persero) terbagi ke dalam 5 kategori yaitu :

1. Vaksin Virus

a. Vaksin Oral Polio

Untuk pencegahan terhadap penyakit poliomyelitis

b. Vaksin Campak Kering

Untuk pencegahan terhadap penyakit campak

c. Vaksin Hepatitis B Rekombinan

Untuk pencegahan terhadap penyakit hepatitis B

2. Vaksin Bakteri

a. Vaksin TT

Untuk pencegahan terhadap penyakit tetanus dan tetanus neonatal

(Tetanus pada bayi baru lahir)

b. Vaksin DT

Untuk pencegahan terhadap penyakit difteri dan tetanus

c. Vaksin DTP

Untuk pencegahan terhadap penyakit difteri, tetanus dan pertusis.

d. Vaksin BCG Kering

Untuk pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis

e. Vaksin Td
Untuk pencegahan terhadap penyakit tetanus dan difteri untuk anak usia

7 tahun ke atas.

3. Vaksin Kombinasi

a. Vaksin DTP-HB

Untuk pencegahan terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan

hepatitis B.

b. Vaksin Pentafalen

Yang terdiri atas 5 virus berbeda dalam suatu formulasi.

4. Anti Sera

a. Serum Anti Tetanus

Untuk pengobatan terhadap penyakit tetanus

b. Serum Anti Difteri

Untuk pengobatan terhadap penyakit difteri

c. Serum Anti Bisa Ular

Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa yang mengandung efek

neurotoksik (Naja sputratix/ ular kobra dan Bungarus fasciatus/ ular

belang) dan efek hemotoksis (Ankystrodon rhodostoma/ ular tanah)

5. Diagnostika

a. PPD RT 23 (Purified Protein Derivative)

Untuk pengujian kepekaan seseorang terhadap infeksi tuberkulosis

b. Serum Golongan Darah

Untuk penentuan golongan darah


c. Serum Aglutinasi untuk Diagnostik

Untuk mengidentifikasi bakteri dari golongan Salmonella, Shigella, dan

Escherichia coli yang berhasil diisolasi dari bahan pemeriksaan

II.1.6 Penerapan CPOB di PT. Bio Farma (Persero)

PT. Bio Farma (Persero) telah menerapkan prinsip-prinsip maupun aspek-

aspek CPOB 2012 yaitu :

1. Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu PT. Bio Farma (Persero) dibawah tanggung

jawab PT. Bio Farma divisi QA. Peran divisi tersebut adalah mengkoordinasi dan

mengelola sistem manajemen mutu, lingkungan dan K3 yang efektif, meliputi

keseluruhan aktivitas PT. Bio Farma (Persero) sesuai arahan Direktur Utama dan

sesuai dengan kebijakan, pedoman dan dokumen pendukung yang berlaku di PT.

Bio Farma (Persero), sedangkan QC melakukan berbagai pengujian terhadap

sampel yang berasal dari beberapa proses seperti pengendalian produksi,

penerimaan material, penyimpanan dan distribusi material, pemeliharaan dan

pembuatan media dan proses pembuatan (hasil produksi), rancangan dan

pengembangan produk.

Adapun tanggung jawab dan wewenang QA

a. Beroperasi sesuai cGMP, ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 dan standar

lain yang mungkin diperlukan Bio Farma.

b. Mengelola rapat QSHE Council (Quality, Safety, Health, and Environment)

dengan Kepala Divisi yang membahas mengenai kinerja sistem mutu,

lingkungan dan K3 di Bio Farma.


c. Mengelola rapat Tinjauan Manajemen dengan direksi dan melaporkan hasil,

rekomendasi rapat QSHE Council serta memberikan rekomendasi lain untuk

perbaikan yang terkait dengan sistem mutu, lingkungan dan K3.

d. Memastikan kecukupan sumber daya untuk melakukan tugas yang berkaitan

dengan mutu, lingkungan dan K3 dalam area tanggung jawabnya.

e. Memastikan tindakan yang tepat waktu dan efektif dilakukan oleh bagian

yang sesuai untuk memelihara integritas sistem mutu, lingkungan dan K3.

f. Menelaah program dan sistem serta pencapaian tujuan dan sasaran mutu,

lingkungan dan K3 di Bio Farma.

g. Menetapkan dan memelihara sistem tindakan koreksi dan pencegahan untuk

memastikan penanganan yang efektif dari kekurangan sistem mutu,

lingkungan dan K3.

h. Memastikan Dokumentasi Sistem Manajemen Bio Farma selalu aktual.

Divisi QA PT. Bio Farma (Persero) terdiri dari empat bagian, yaitu QA operation,

QA service, Qa system, QA Regulatory Affair.

a. QA operation

QA operation berperan dalam pemastian standar mutu pada seluruh

proses produksi dari penanganan bahan awal hingga produk jadi. QA

operation juga me-review dan me-releaseBets Product Record (BPR) yang

berisi tentang proses produksi. Agar produk di PT. Bio Farma dapat

didistribusikan ke konsumen, maka QA operation membuat Sertificate of

release (CoR) dari suatu produk tersebut.


b. QA service

QA service bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengontrol

dokumen kontrol, program validasi, program kalibrasi equipment, training

GMP vendor rating dan self inspection.

1. Kontrol Dokumentasi

Dokumentasi di PT. Bio Farma harus terkontrol dan termonitor

dengan baik. Bagian QA service memastikan bahwa dokumen yang

digunakan oleh seluruh kegiatan industri adalah legal. Sebaran dokumen

yang digunakan harus tercatat atau teregristasi dengan baik oleh QA

service sehingga ketika ada revisi baru maka QA service dapat menarik

dengan cepat dokumen lama. Setiap dokumen penting yang dibuat oleh

QA service juga memiliki copy number, sehingga dapat diketahui dengan

cepat dokumen tersebut milik siapa. QA service bertugas dalam membuat

SOP (Standard Operating Procedure). SOP ini mengatur detail teknis cara

pembuatan SOP, sehingga SOP sesuai format, detail, jelas, informatif,

komprehensif dan tidak duplikatif. Revisi baru terhadap suatu dokumen

harus disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dalam dokumen

tersebut. Proses sosialisasi akan dipantau oleh QA service sehingga tidak

ada pihak yang berkaitan tidak mendapatkan sosialisasi. Pemberlakuan

dokumen baru dilakukan dengan tahap : penarikan dokumen lama,

pemberian dokumen baru, sosialisasi kepada pihak yang berkaitan,

selanjutnya dokumen baru bisa diberlakukan.

2. Training
Program training merupakan tindak lanjut dari kebijakan PT. Bio

Farma yaitu perbaikan yang berkesinambungan dan terus menerus.

Implementasi dari perbaikan salah satunya adalah update knowledge, hal

ini bisa dilakukan dengan mengadakan training.Teknik pelaksanaan

training bermacam-macam antara lain dengan presentasi dalam suatu

forum, read only dan penggunaan alat peraga. Training dilakukan secara

rutin, teratur dan berkesinambungan. Materi yang diberikan dalam

training ini antara lain adalah tentang quality, safety and environment.

Bagian QA service mempunyai master training program tiap tahunnya

dimana program ini mengatur training apa saja yang akan diadakan,

membentuk pihak-pihak yang harus ikut dalam training tersebut beserta

modul yang akan digunakan dalam training. Sebelum dilakukan

pelaksanaan training, dilakukan training need analisys untuk mengetahui

apa betul training tersebut sudah sesuai atau belum. Training need

analysis dilakukan apabila terjadi revisi terhadap bahan baku, adanya SOP

baru, deviasi/dokumentasi baru.

Evaluasi pelaksanaan training dilakukan untuk mengetahui

efektivitas dari training tersebut. Evaluasi dilakukan dengan 3 cara yang

pertama mengetahui reaksi atau kesan awal peserta mengikuti training.

Reaksi tersebut ditunjukkan dengan mengetahui kesan peserta terhadap

ruangan yang dipakai, pemateri, peralatan, waktu dan materi. Pengukuran

dilakukan dengan memberikan kuisioner Kedua, learning peserta yaitu

melihat daya tangkap peserta terhadap materi yang diberikan, evaluasinya


dilakukan dengan pelaksanaan pretest maupun postest. Ketiga, behavior

peserta, yaitu mengetahui tingkah laku peserta terutama implementasi

sikap berkaitan dengan materi yang diberikan, evaluasi dilakukan oleh

atasan peserta yang bersangkutan.

3. Validasi dan kalibrasi

Berdasarkan ketentuan umum dalam pedoman CPOB yang

dikeluarkan oleh Badan POM pada tahun 2012 validasi adalah suatu

tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses,

prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan

dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang

diinginkan.

Setiap alat, personil, proses harus tervalidasi dan terkalibrasi artinya

alat, proses dan personil harus dipastikan sesuai dengan ketentuan dan

persyaratan. Bagian QA service dalam kegiatan tersebut berperan dalam

mengawasi pelaksanaan ValidationMaster Plan serta Calibration Master

Plan. QA service melakukan remainding kepada bagian-bagian yang

memiliki alat yang harus dikalibrasi dalam waktu dekat. Selanjutnya QA

service mereview setiap laporan hasil kalibrasi dan memberikan sertifikat

bahwa alat sudah terkalibrasi juga memberikan waktu kapan harus

dikalibrasi kembali. QA service juga mengawasi pelaksanaan setiap proses

validasi dan jika sudah dilaksanakan, QA service melakukan review

terhadap hasil validasi.

Pelaksanaan kalibrasi kadang menemukan penyimpangan misalnya


OOF (Out Of Frequency) yaitu jika terjadi keterlambatan kalibrasi ulang

suatu alat, hal ini harus ditindaklanjuti dengan investigasi, selain itu juga

OOT (Out Of Tolerance) yaitu jika hasil pengukuran dari peralatan saat

validasi atau kalibrasi diluar batas persyaratan maka alat harus

diperbaharui.

4. Vendor rating

Pemenuhan kebutuhan akan bahan baku industri yang berhubungan

dengan kualitas produk yang dihasilkan harus didukung oleh vendor

rating. Vendor rating merupakan proses pemilihan produsen bahan baku

yang terkualifikasi. Vendor rating bertujuan untuk menentukan bahan

baku dari produsen mana yang dapat dibeli untuk memenuhi kebutuhan

industri. Bagian logistik hanya diijinkan mengadakan barang dari vendor

yang terkualifikasi.

Proses vendor rating yang pertama adalah seleksi, yang dilakukan

dengan menerima tiga bets berturut-turut yang digunakan untuk sampel.

Bagian QC melakukan pengujian terhadap spesifikasi barang dan

menyerahkan laporan kepada QA service. Kedua adalah vendor audit,

dimana audit bisa dilakukan dengan mendatangi vendor, memberikan

kuisioner (tentang sistem QC, internal audit, justifikasi release, complaint,

control document vendor), selanjutnya dilakukan review. Tahap ketiga

adalah vendor kualifikasi yaitu dengan melihat atau memantau selama dua

tahun saat bahan tersebut digunakan pada produksi obat. Jika selama 2

tahun ternyata tidak terjadi penyimpangan pada produk yang diproduksi,


maka vendor tersebut sudah lulus dari ketiga tahap.

Hasil vendor rating diserahkan ke bagian logistik, saat pengadaan

suatu item bahan, bagian logistik hanya dibolehkan mengadakan barang

dari vendor-vendor yang sudah terkualifikasi. Penentuan bahan yang akan

dipakai dalam produksi berdasarkan parameter-parameter lain seperti

harga, ketepatan waktu pengiriman, complaint merupakan kewenangan

bagian logistik, QA service hanya bertanggung jawab memastikan bahwa

bahan baku sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam produksi.

QA service sangat menekankan bahwa vendor yang sudah terkualifikasi

minimal dua vendor. Hal ini bertujuan untuk mempermudah logistik

dalam menentukan vendor mana yang akan dibeli produknya dan

mencegah keterlambatan datang barang sehingga masih terdapat vendor

cadangan.

c. QA system

QA system bertanggung jawab dalam pengelolaan berikut :change

control, deviasi, product complaint, product recall, WTP serta seluruh

sistem yang mendukung proses produksi.

1. Deviasi Management

Deviasi management merupakan kegiatan penanganan atas

penyimpangan, investigasi secara sistematis terhadap seluruh

ketidaksesuaian yang terjadi, serta mencari akar masalah sehingga

dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk memastikan bahwa

penyimpangan dapat diatasi.


a. Penyimpangan berdasarkan penyebabnya

1) OOA (Out of Alert Level), penyimpangan jika data monitoring

diluar trend atau alert level yang telah ditentukan.

2) OOV (Out Of Verification), penyimpangan jika material

digunakan belum release QA.

3) OEM (Out of Enviroment Monitoring result), kategori

penyimpangan terhadap hasil monitoring lingkungan fisik dan

mikrobiologi.

4) OOF (Out Of Frequency), penyimpangan jika proses kalibrasi,

validasi atau preventive maintenance melewati jadwal yang telah

direncanakan.

5) OOS (Out Of Tolerance), penyimpangan jika hasil pengujian QC

diluar batas spesifikasi.

b. Penyimpangan berdasarkan dampaknya

1) Penyimpangan Mayor, terjadi karena tidak dijalankannya sistem

mutu yang secara langsung berdampak pada kualitas produk atau

kapabilitas sistem mutu. Selain itu juga karena tidak

dijalankannya sistem lingkungan terhadap persyaratan standar

regulasi pemerintah dan standar internal. Penyimpangan minor

juga terjadi karena tidak dijalankannya sistem K3 sehingga

menimbulkan kecelakaan cidera sedang, berat dan fatal.

Penyimpangan yang berdampak langsung atau berpotensi cukup

signifikan terhadap timbulnya pencemaran lingkungan.


2) Penyimpangan Minor, terjadi karena adanya ketidaksesuaian

dalam mengimplementasikan sistem mutu yang secara tidak

langsung berdampak pada kualitas produk atau kapabilitas sistem

mutu. Selain itu juga terjadi ketidaksesuaian dalam

mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan dan K3

yang disebabkan ketidakkonsistenan dalam menjalankan sistem.

c. Proses penanganan deviasi

1) Pelaporan personil yang menemukan penyimpangan kepada

atasan, selanjutnya atasan melanjutkan ke kepala bagian yang

bersangkutan. Kepala bagian menindaklanjuti dengan perbaikan

jangka pendek.

2) Sebelum 24 jam kepala bagian melaporkan ke QA system melalui

e-mail, telepon atau sms sebelum menyerahkan laporan tertulis

kepada QA system.

3) QA system melakukan pengkatagorian dan pengklasifikasian

penyimpangan.

4) QA system melakukan investigasi dengan menggunakan metode

ishikawa/fishbone (man, machine, method, material,

measurement, mother nature) atau dengan fault tree analisys

(mengajukan 5 pertanyaan “mengapa”terhadap masalah yang

timbul hingga didapat akar permasalahan).

5) Bagian melakukan pelaporan analisis resiko yang selanjutnya

dijustifikasi oleh QA system. Justifikasi resiko oleh QA terdiri


dari tinggi/mayor (tidak dapat ditolelir, kegiatan beresiko tersebut

harus dihentikan), rendah/minor (resiko dapat diterima dan

penanganan rencana resiko telah disiapkan) dan tidak ada

resiko/moderat (resiko dapat dieliminasi dan tidak perlu dilakukan

penanganan resiko).

6) Menentukan rencana tindak lanjut (action plan) dan time line

7) Jika diperlukan meeting maka dijadwalkan meeting dengan

bagian-bagian yang terkait.

8) Dilakukan tindak lanjut (Follow up action = Correction,

Corrective, preventive Action ) oleh bagian terkait.

9) QA system melakukan verifikasi terhadap tindak lanjut oleh

bagian, review dokumen pendukung dan mengidentifikasi apakah

perlu meeting atau tidak.

10) QA system mengambil kesimpulan, menutup kasus, setelah hasil

verifikasi menunjukkan masalah dapat ditanganinya dengan

tindak lanjut yang dilakukan.

2. Change Control

Change control merupakan pengendalian dan evaluasi terhadap

pengajuan perubahan sistem dan aktivitas yang terkait QSHE yaitu kualitas

(Quality), keselamatan dan kesehatan kerja (Safety and Health) dan lingkungan

(Environment) yang dapat menimbulakan dampak pada identitas, kualitas serta

kemurnian produk. Perubahan bisa pada proses, pengujian, spesifikasi,

peralatan, fasilitas, bahan baku, kemasan, produk-produk untuk uji klinis,


dokumen dan prosedur yang dapat memberikan dampak terhadap QSHE secara

langsung dan tidak langsung.

Change control committe dibentuk jika ada pengajuan perubahan, tim

ini bertugas melakukan uji kajian terhadap usulan perubahan yang akhirnya

akan memutuskan bahwa pengajuan disetujui atau tidak. Tim ini

beranggotakan perwakilan dari QA, Quality Control (QC), produksi dan

teknik. Perubahan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu minor, perubahan yang

tidak berdampak substansi terhadap QSHE. Perubahan moderat jika perubahan

berdampak substansial terhadap QSHE tetapi tidak berdampak pada regulasi.

Mayor yaitu perubahan yang berdampak pada QSHE dan regulasi.

d. QA Regulatory Affair

QA regulatory Affair (RA) bertangung jawab dalam melakukan

regristasi kepada badan terkait agar produk yang diproduksi oleh PT. Bio

Farma memiliki ijin edar. Badan terkait tersebut antara lain adalah BPOM

untuk dalam negeri, negara tertentu untuk tujuan eksport, WHO untuk

mendapatkan prekualifikasi, serta manufactur asing untuk melakukan

registrasi produk manufactur tersebut di Indonesia. QA regulatory Affair (RA)

dapat melakukan registrasi jika telah mempunyai data 3 bets berturut-turut.

Sebelum registrasi, QA RA mengajukan ijin uji klinik kepada BPOM, jika

sudah di–approve maka dilakukan uji klinik.

QA RA memulai registrasi dengan melakukan submit dokumen

Dossier yang berisi data administratif, site master file (jika perusahaan baru

dan belum pernah melakukan registrasi), Certificate CPP (registrasi dalam


negri tidak perlu), lay out gedung produksi, QC, pengemas, informasi produk

(bentuk, chemical particular, indikasi, interaksi, eksipien, waktu kadaluarsa),

info kemasan (label, dus, kemasan primer, dll), vaksin komposisi dan formula,

penomoran bets, proses produksi (alur, kebijakan kalibrasi dan validasi,

penanganan material penanganan reject), spesifikasi produk, informasi

pengujian QC selama produksi hingga produk drelease disertakan metode

pengujiannya, data stabilitas, data hasil produksi selama 3 bets, dan data uji

klinik.

Setelah Dossier disubmit ke BPOM, selanjutnya dilakukan pengisian

form yang berasal dari POM (form A,B,C, dan D). Waktu yang dibutuhkan

dalam registrasi suatu produk bisa mencapai 300 hari, tergantung aktivitas

BPOM. Ijin edar berlaku selam 5 tahun dan harus diperpanjang untuk 5 tahun

berikutnya. Jika terjadi perubahan pada kemasan, prosedur baku, atau metode

maka hanya diperlukan registrasi variasi, tetapi jika terjadi perubahan bahan

baku, komposisi serta mengubah menjadi nama dagang maka diperlukan

registrasi baru.

2. Personalia

Setiap karyawan yang bekerja pada PT. Bio Farma (Persero) merupakan

tenaga profesional dalam negeri dengan berbagai latar belakang disiplin ilmu

yang dikembangkan oleh perusahaan menjadi tenaga ahli pada berbagai bidang

dan apoteker sebagai kepala bagian produksi. Dalam hal pengembangan SDM

yang profesional dan berstandar global perusahaan telah menyelenggarakan

pelatihan dan pendidikan yang berkualitas, excellent, relevan serta sesuai dengan
kebutuhan strategis perusahaan dengan nama PT. Bio Farma (Persero) Excellent

Training Programe (BETP). BETP merupakan suatu sistem pelatihan yang

terintegrasi untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi karyawan

sebagaimana dipersyaratkan dalam suatu jabatan dan sebagai prasyarat bagi

karyawan dalam proses kenaikan jabatan nantinya.

3. Bangunan dan Fasilitas

Ruangan produksinya memiliki dinding dan lantai yang dilapisi dengan

epoksi, kedap air, dan tidak terdapat retakan yang dapat menyebabkan

penumpukan partikel dan pertumbuhan mikroba, serta dindingnya tidak

bersudut 90o melainkan melengkung agar mudah dibersihkan.

Ruang steril yang dimiliki telah memenuhi persyaratan dalam CPOB

2012, yang terdiri atas ruang kelas A, B, C, dan D yang dilengkapi dengan

laminar air flow guna meminimalisir pencemaran mikroba.

Sistem tata udara juga diatur sedemikian rupa dan telah memenuhi

persyaratan CPOB 2012. Setiap rancang bangun dan ruang diatur sedemikian

rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang khususnya dalam proses

produksi. Suhu udara di ruang bersih dan ruang steril hendaknya dipelihara

pada 16o-25o C dan kelembaban relative pada 45%-55%. Khusus pada ruang

produksi vaksin suhu di atur antara 2o-8o C. menggunakan penyaring udara

HEPA 99,997% free partikulat dengan pertukaran udara >120 kali per jam

serta batas cemaran mikroba <1cfu/m3.

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang tidak mencemari produk

dan dilakukan perawatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh

perusahaan. Peralatan dibersihkan sebelum dan sesudah pemakaian untuk

mencegah kontaminasi silang yang dapat mengubah identitas, kualitas, dan

kemurnian produk yang dihasilkan. Proses perawatan dilakukan sesuai

dengan instruksi dalam protap. Setiap pemakaian peralatan dicatat dalam

buku khusus (log book).

5. Sanitasi dan Higiene

PT. Bio Farma (Persero) menerapkan sanitasi dan hygiene pada

personalia atau karyawan, bangunan, peralatan dan perlengkapan yang terlibat

dalam proses produksi dan pengawasan mutu. Untuk karyawan PT. Bio Farma

(Persero) dilakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin sesuai dengan catatan

kesehatan karyawan, toilet, tempat cuci tangan, disinfektan dan loker khusus

karyawan produksi. Setiap personil yang akan masuk ke dalam ruang produksi,

pada saat memasuki ruangan tersebut harus mengenakan pakaian pelindung yang

sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan. Pakaian pelindung tersebut meliputi

baju khusus ruang produksi, masker, topi, penutup rambut, sarung tangan dan

sepatu khusus ruang produksi untuk menghindari terjadinya pencemaran.

Sanitasi pembersihan dengan cara vakum diterapkan di PT. Bio Farma.

Peralatan setelah digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam

yang sesuai dengan prosedur, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih dan

diberi tanda peralatan sebelum digunakan diperiksa lagi untuk memastikan

kebersihannya. Bahan pembersih untuk peralatan menggunakan bahan pembersih


etanol 70%v/v air yang digunakan purifed water.

6. Poduksi

Sistem produksi yang terdapat di PT. Bio Farma (Persero) mulai dari

penimbangan/penyerahan bahan baku dan bahan produksi, proses pengolahan,

proses produksi, proses pengemasan, protap, dokumentasi dan pengemasan

sepenuhnya telah tervalidasi dan dilakukan oleh divisi produksi farmasi di

bagian Formulasi Pengisian Vaksin dan Pelarut (FPVP) yang tiap tahapan

prosesnya dilakukan oleh empat seksi yang berbeda dan dilakukan dari hulu ke

hilir sesuai CPOB. Air yang digunakan dalam proses produksi adalah Water For

Injection (WFI) yang diproses dari Purified Water. Sistem tata udara atau AHU

pada ruang produksi vaksin dan serum menggunakan HEPA filter dengan

efisiensi saringan 99,97%

7. Sistem Pengawasan Mutu

Sistem pengawasan mutu PT. Bio Farma (Persero) dibawah pengawasan

disvisi QC. Bertanggung jawab atas pengembangan dan pelaksanaan pengujian

mutu untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan

pelanggan, termasuk didalamnya bertanggung jawab dalam menjamin bahwa uji

telah dilakukan sesuai metode uji dan prosedur yang berlaku, pengesahan

dokumen pengujian, memeriksa dan menandatangani catatan batch pengujian,

memastikan bahwa proses pengujian telah sesuai prosedur dan menjamin bahwa

karyawan pada divisi pengujian telah terkualifikasi dengan tetap memperhatikan

aspek mutu, lingkungan dan K3.


Divisi pengawasan mutu PT. Bio Farma (Persero) dibagi menjadi 5 bagian,

yaitu :

1. Bagian pengujian mutu vaksin bakteri.

2. Bagian pengujian mutu vaksin virus.

3. Bagian pengawasan mutu kimia-fisika.

4. Bagian pengawasan mutu mikrobiologi.

5. Bagian pengujian Nerurovirulance Test

Dalam menjalankan tugasnya, QC memiliki kebijakan yaitu :

a. Pelaksana yang melakukan penerimaan sampel sedikitnya adalah analis.

b. Sampel diterima dan dicatat dalam buku penerimaan sampel jika sampel diberi

label yang sesuai dan dilengkapi dengan formulir permohonan pengujian yang

telah diisi lengkap.

c. Pelaksana yang membuat formulir BPAB (Bon Pemesanan Antar Bagian) dan

PHL (Pemeriksaan Hewan Lab) untuk kebutuhan pengujian sedikitnya adalah

analis.

d. Pelaksana yang melakukan uji adalah pelaksana yaitu yang terkualifikasi.

e. Metode uji yang digunakan dalam pengujian harus tervalidasi.

f. Peralatan yang digunakan dalam pengujian harus terkalibrasi.

g. Pereaksi yang digunakan dalam pengujian adalah pereaksi yang masih layak

untuk digunakan (belum kadaluarsa).

h. Baku pembanding yang digunakan dalam pengujian harus terstandarisasi.

i. Pelaksana uji melakukan uji sesuai dengan prosedur baku yang berlaku dengan

memperhatikan aspek lingkungan dan K3.


j. waktu uji (QC time) dihitung mulai saat sampel diterima sampai diserahkan

hasil ke QA. QC time berguna sebagai indikator kerja bagi QC.

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri yang dilakukan intern PT. Bio Farma (Persero) untuk

memastikan bahwa sistem yang sedang berjalan sesuai dengan ketentuan standar,

jika ditemukan ketidaksesuaian bisa segera diatasi sebelum muncul problem

kualitas atau sebelum kekurangan ini ditemukan oleh audit eksternal. Self

inspection dilakukan secara rutin dan terjadwal serta dilakukan oleh tim yang

sudah terkualifikasi. Audit dilakukan minimal dua kali dalam setahun atau jika

ada kegagalan produk terus menerus, terjadi produk recall, terjadi kecelakaan

karyawan hingga meninggal, terjadi pencemaran dan jika terjadi akan ada audit

dari eksternal.

Auditor adalah orang-orang yang sudah terkualifikasi antara lain

berpengalaman, mengerti benar tentang cGMP, mendapat pelatihan tentang audit,

dan mengerti proses yang ada dalam perusahaan. Tim audit bersifat independent

dan komprehensif yang beranggotakan antar bagian misal QA, QC,

Maintenance, produksi maupun bagian yang lain. Cakupan pelaksanaan audit

antara lain adalah implementasi cGMP, tentang lingkungan dan K3. Sebelum

diadakan audit, dilakukan kesepakatan antara auditor dan auditee tentang waktu

dan cakupan yang akan diaudit.

Hasil audit didokumentasikan dengan baik juga dilaporkan jika ditemukan

temuan baru tentang penyimpangan. Hasil dokumentasi audit sebelumnya juga

direview apakah terdapat temuan penyimpangan lama yang ditemukan kembali


pada audit terbaru. Temuan diklasifikasikan menjadi temuan mayor dan minor,

selanjutnya diobservasi. Hasil akhir audit adalah berupa saran untuk selalu

meningkatkan menjadi lebih baik atau require correction yaitu butuh adanya

perbaikan.

Audit eksternal dilakukan oleh BPOM baik yang diberitahu sebelumnya atau

mendadak, audit oleh badan sertifikasi seperti ISO 9001, ISO 14001, dan

OHSAS 18001, audit oleh vendor yang ingin membeli produk dari PT. Bio

Farma serta audit oleh WHO untuk mendapatkan sertifikasi prekualifikasi jika

akan menjual ke UNICEF.

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Product complaint merupakan keluhan terhadap produk yang diterima dari

pemakai, dokter, distributor yang terkait dengan penggunaan produk, keamanaan

atau kinerja produk. Keluhan dibagi menjadi dua kelompok, pertama kejadian

ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse Events Following Immunization

(AEFI) yaitu keluhan medis yang terkait kejadian ikutan setelah dilakukan

imunisasi. Kedua, Pharmaceutical technical complaint (PTC) yaitu keluhan teknis

produk yang diakibatkan oleh kesalahan penyimpanan atau penanganan.

Product complaint berawal dari laporan pelanggan baik secara e-mail atau

telepon. Laporan diregristasikan dan diberikan nomor sehingga mudah

diidentifikasi serta melakukan respon yang baik. Setelah laporan direview maka

QA system melakukan investigasi untuk mencari akar masalah dengan

menggunakan metode Ishikawa dan fault tree analisys. QA system melakukan

review terhadap BPR baik secara keseluruhan maupun hanya bagian tertentu jika
diperlukan. Jika penyimpangan terjadi lebih dari 1 bets maka dilakukan

penelusuran terhadap BPR yang lain.

Tahap berikutnya adalah melakukan pemerikasaan visual terhadap sampel

pertinggal atau sampel yang dikirim pelanggan jika diperkirakan terjadi

pemalsuan produk. Pemeriksaan tersebut melibatkan bagian QC. Selanjutnya

dilakukan pemeriksaan catatan distribusi produk dan nomor bets untuk

mengetahui lokasi pengiriman produk yang sejenis atau bets. Daerah yang

menggunakan produk yang sama diperiksa apakah ada kejadian atau keluhan yang

serupa dengan keluhan pertama. Seringkali QA system melakukan kunjungan

terhadap pelanggan untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Keluhan yang

merupakan KIPI PT. Bio Farma klasifikasi kasus keluhan dengan mereview

terhadap hasil investigasi dan analisis resiko.

Tindak lanjut dari investigasi adalah kepala divisi QA menjawab atas

keluhan pelanggan, jika perlu dilakukan penggantian produk jika disetujui oleh

manajemen. Pelaporan atas keluhan produk dilaporkan kepada BPOM setiap

bulan atau kasus per kasus sesuai jenis keluhan. Selanjutnya dilakukan product

recall jika terjadi cacat mutu dan ketidakamanan produk. Produk yang ditarik

dilakukan pemusnahan yang disaksikan petugas BPOM dan didokumentasikan.

PT. Bio Farma tidak pernah melakukan rework atau reproses terhadap kegagalan

produk.

Product Recall adalah proses penarikan produk dalam rangka skala bets

yang utuh dalam proses produksi atau lot produk dalam kemasan yang utuh yang

dikirim ke tujuan tertentu dengan kemasan tertentu. Bets tersebut harus ditelusuri
dan ditarik dari semua daerah distribusi. Sedangkan produk kembalian adalah

produk yang kembali dari lokasi tertentu karena keluhan cacat kualitas teknik,

keluhan reaksi merugikan dari produk, kadaluarsa atau salah pengiriman. PT. Bio

Farma dan pihak berwenang seperti POM dan WHO dapat memprakarsai

penarikan produk.

Alasan penarikan kembali produk

a. Cacat kualitas, cacat kualitas dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1) Cacat kualitas dari segi estetika

2) Cacat kualitas dari segi teknik produksi

b. Reaksi merugikan dari produk, reaksi yang menimbulkan resiko serius

terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping produk

yang dikeluhkan oleh perorangan atau suatu lembaga.

c. Kesalahan pengiriman atau dokumentasi yang tidak sesuai.

Tingkat penarikan kembali produk dibagi menjadi 4 yaitu bila produk

mencapai distributor pusat, bila produk sudah mencapai sub distributor (daerah),

bila produk sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai sarana

pelayanan seperti apotek, rumah sakit dan poliklinik, bila produk sudah

didistribusikan secara luas dan telah mencapai konsumen seperti dokter, serta

pemakai akhir yaitu pasien.

Produk diharapkan sudah dapat ditarik keseluruhan dalam waktu 3 bulan.

Produk yang sudah ditarik harus disimpan dalam almari khusus dan dipisahkan

dari produk yang lain untuk menunggu dimusnahkan. Penarikan produk selalu

diinformasikan kepada Badan POM dengan mencantumkan nomer bets produk


yang ditarik. Jumlah produk yang berhasil ditarik harus sesuai dengan jumlah

produk yang sudah didistribusikan. Indikator keberhasilan penarikan dihitung

dengan persentase dari produk yang berhasil ditarik dibandingkan dengan produk

yang didistribusikan.

Keluhan yang diterima oleh PT. Bio Farma bersifat beresiko tinggi ditindak

lanjuti dengan penghentian distribusi. Selanjutnya distributor diberi informasi

agar produk yang dicurigai bermasalah tidak dilanjutkan distribusinya hingga ada

informasi selanjutnya. QA system melakukan evaluasi bersama QC terhadap

sampel pertinggal dan mengkaji seluruh informasi yang didapat. Investigasi tidak

terbatas dilakukan terhadap satu bets tetapi dilakukan penelusuran jika terdapat

bets lain yang menggunakan bahan dasar (Bulk) yang sama. Jika hasil investigasi

menemukan penyimpangan dan produk harus ditarik, QA system

menginformasikan hal ini kepada dewan direksi. Dewan direksi merupakan

pengambil keputusan tentang penarikan produk.

10. Dokumentasi

Dokumentasi di PT. Bio Farma(Persero) harus terkontrol dan termonitor

dengan baik, detail, jelas, informatif, komprehensif dan tidak duplikatif. Revisi

baru terhadap suatu dokumen harus disosialisasikan kepada semua pihak yang

terkait dalam dokumen tersebut.

11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak

PT. Bio Farma menerapkan kerjasama dengan beberapa penyedia bahan

baku dalam proses produksinya yang dikenal dengan istilah vendor rating.
Vendor rating bertujuan untuk menentukan bahan baku dari produsen mana

yang dapat dibeli untuk memenuhi kebutuhan industri. Bagian logistik hanya

diijinkan mengadakan barang dari vendor yang terkualifikasi. Proses

pemilihan vendor yang layak ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu tahap

seleksi, tahap audit, dan tahap kualifikasi.

11. Validasi

Setiap mesin, metode analisis, proses produksi, pengemasan, dan

pembersihan harus tervalidasi bertujuan untuk mengurangi problem di produksi

dan QC, memperkecil kemungkinan kerja ulang, lebih menjamin mutu obat,

meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan efektifitas dan efisiensi

produksi serta meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Setiap validasi

haruslah mendapatkan persetujuan kelulusan dari QA.


BAB III
GAMBARAN KHUSUS
III.1 Pembuatan
Alur pembuatan serum, mulai dari proses pembelian bahan baku, proses
produksi menjadi produk antara, produk ruahan hingga akhirnya menjadi produk
jadi yang siap untuk dipasarkan.
III.2 Serum
Serum adalah produk biologik yang berfungsi untuk memberikan kekebalan
terhadap infeksi tertentu untuk jangka waktu yang pendek dan diberikan kepada yang
diduga terpapar/beresiko. Anti serum merupakan serum yang diambil dari hewan yang
sebelumnya telah disuntik antigen dan darahnya diambil kemudian dipurifikasi.
Serum disebut juga anti serum, adalah suatu hiperimun serum berasal dari kuda
yang sebelumnya telah diimunisasi. Hiperimun serum tersebut mengandung fraksi
immunoglobulin yang dipisahkan dari darah kuda kemudian dimurnikan. Karena
berasal dari darah kuda maka serum tersebut merupakan serum yang heterolog.
Bio Farma memproduksi tiga macam serum, yaitu:
a. Anti Tetanus Serum (ATS), diberikan kepada orang yang sakit kejang-kejang
karena terinfeksi dengan basil tetanus, atau pada kecelakaan dengan luka tajam.

b. Anti Difteri Serum (ADS), diberikan kepada penderita penyakit difteria.


c. Serum Anti Bisa Ular, diberikan kepada orang yang tergigit ular berbisa dari jenis
Naja sputatrix, Bungarus fasciatus, dan Agkistrodon rhodostoma.
Dalam memproduksi serum, alur kegiatan dimulai dengan melakukan
pencarian gagasan baru untuk produk serum berupa kebutuhan dan keinginan
konsumen yang belum terpenuhi selanjutnya dilakukan praformulasi kemudian
dilanjutkan dengan pengembangan formula yang berupa Trial skala laboratorium
yang merupakan proses percobaan dalam skala kecil untuk pembuatan produk baru
sebelum diproduksi dan dilanjutkan scale up yang berupa skala laboratorium menjadi
skala produksi, kemudian dilanjutkan dengan proses formulasi kemudian dilakukan
uji kestabilan fisik dengan menyimpan sediaan tersebut di dalam climatic chamber
suhu 60º C dan kelembaban 80% selama 2-4 minggu. Jika sediaan tersebut stabil,
maka dapat dilanjutkan dengan produksi skala besar.
Dalam produksi skala besar awalnya bagian R&D mendampingi bagian
produksi untuk melaksanakan produksi pada 3 batch pertama berturut- turut untuk
dilakukan pengujian stabilitas pada bulan ke 0,1,3,6 setelah dinyatakan memenuhi
syarat maka proses produksi dapat di lanjutkan. Pengujian stabilitas produk metode
accelerated testing dan long term study. Pengujian stabilitas metode accelerated
testing dilakukan menggunakan climatic chamber suhu 40º ± 2º C dan kelembaban
relatif 75 % ± 2%. Produk yang telah diuji stabilitasnya dengan metode accelerated
testing kemudian dilakukan uji kestabilan fisik dan penetapan kadar pada bulan ke 0,
1, 3, dan 6 bulan.setelah itu di laukan parameter hasil pengujian juga berdasarkan
pustaka resmi, seperti Farmakope Indonesia, USP, maupun BP.
Adapun alur produksi dari serum yaitu diawali dengan penyiapan bahan baku
serum, serum merupakan suatu hiperimun yang berasal dari kuda yang sebelumnya
telah diberikan imunisasi. Hiperimun serum tersebut mengandung fraksi
immunoglobulin yang dipisahkan dari darah kuda kemudian dimurnikan. Karena
berasal dari darah kuda maka serum tersebut merupakan serum yang heterolog.
Kuda yang telah diimunisasi dengan toksoid akan didiamkan selama ± 2
minggu dan kemudian akan dilakukan pengambilan darah. Darah yang diperoleh akan
disentrifuge untuk memisahkan antara serum dengan endapan darah, setelah terjadi
pemisahan maka bagian serum akan diambil dan dilakukan isolasi antibody,
dilanjutkan dengan dilakukanya proses purifikasi. Setelah semua tahapan selesai
dilakukan maka akan dilanjutkan dengan tahapan bulk kemudian blending, setelah itu
dilakukan proses testing dan terakhir dilakukan proses filling.
III. 4 Flow Material Serum Anti Bisa Ular di PT. Biofarma Bandung
Flow material serum merupakan jalannya produksi mulai dari pengadaan
bahan baku, rencana produksi, produksi, pengemasan hingga bahan jadi
didistribusikan. Flow material di PT. Bio Farma (Persero) berlangsung secara
berurutan menurut proses produksi suatu sediaan. Setiap tahap yang dilalui oleh
bahan selalu dikontrol dan diawasi secara ketat sehingga sediaan yang dihasilkan
selalu bermutu tinggi.
III. 4. 1 Perencanaan Bahan
Perencanaan bahan produksi di PT. Bio Farma (Persero) dilakukan oleh
PPIC Departement berdasarkan forecast marketing dan mempertimbangkan
kapasitas produksi. Dalam hal ini PPIC mengaplikasikannya dalam perencanaan
produksi jangka waktu 1 tahun dan 3 bulan (untuk perencanaan jangka panjang)
serta 1 bulan dan 1 minggu (untuk perencanaan jangka pendek) serta
merealisasikannya dalam bentuk rencana produksi harian (production daily
report). Rencana produksi harian yang dibuat oleh PPIC sewaktu-waktu dapat
berubah jika ada order yang mendesak dari marketing department.
III. 4. 2 Pengadaan Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk perencanaan produksi ditangani oleh
departemen PPIC dan pengadannya dilakukan oleh purchasing. Sistem pengadaan di
PT. Bio Farma (Persero) dilakukan berdasrkan pemesanan dari bagian marketing dan
produksi. Sedangkan bahan baku untuk pembuatan produk serum diambil dari
hemoglobin kuda yang telah dipelihara di breeding hewan untuk pengembangan
hewan laboratorium Bandung. (12)
Bahan yang sudah mendapat status release kemudian dibuatkan Laporan
Penerimaan dan Pemeriksaan Barang (LPPB) oleh seksi penerimaan yang terdiri dari
5 rangkap. Lembar pertama diserahkan ke bagian keuangan, lembar kedua diserahkan
ke bagian logistik, lembar ketiga diserahkan ke bagian akuntansi, lembar keempat
diserahkan ke bagian PPIC, dan lembar kelima disimpan sebagai arsip seksi
penerimaan. Selain itu, seksi penerimaan juga membuat form penyerahan barang yang
diserahkan ke Bagian Pengelolaan Persediaan.
III. 4. 3 Pemeriksaan Bahan Baku
Barang yang datang dari supplier diterima oleh seksi penerimaan dan
kemudian di lakukan pemeriksaan dokumen barang. Dokumen-dokumen yang
diperiksa saat barang datang antara lain Delivery Order (DO), surat perjanjian barang
berupa Surat Perintah Kerja (SPK), Surat Perintah Pengadaan (SPP) atau kontrak.
Setelah pemeriksaan kelengkapan dokumen kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik barang mulai dari kemasan luar barang apakah ada yang rusak atau
tidak, jumlah barang apakah sesuai dengan pesanan atau tidak.
Setelah pemeriksaan fisik dan dokumen barang dilakukan, kemudian di
ajukan Permohonan Sampling dan Pengujian Mutu yang terdiri dari 3 rangkap.
Rangkap pertama diserahkan kepada bagian QC sebagai pelaku/ pelaksana
sampling, rangkap kedua diserahkan bagian QA sebagai pihak yang menentukan
status lulus tidaknya suatu barang, dan rangkap terakhir disimpan di seksi
penerimaan barang sebagai arsip. Bersamaan dengan pembuatan permohonan
sampling dan pengujian mutu,seksi penerimaan mencetak label karantina
“QUARANTINE” yang berwarna kuning dan menempelkannya pada barang di
ruang masuk barang (pass room in), kemudian barang disimpan di area barang
karantina. Penempelan label karantina tersebut ditujukkan sebagai tanda bahwa
material tersebut masih dalam proses uji. Barang-barang yang telah diambil
sampel untuk proses uji, diberi label “Diambil Untuk Tes” dari bagian QC. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam proses uji yaitu :
1. Pengambilan sampel bahan baku dilakukan secara acak pada bagian atas,
tengah, dan bawah dari wadah.
2. Pengambilan sampel dilakukan secara acak untuk setiap batch dengan rumus
√𝒏 + 𝟏. Untuk bahan yang identitasnya kurang jelas, wadah kotor, pabrik
pembuat berbeda dari biasanya, atau bahan berasal dari supplier yang baru
maka sampling dilakukan terhadap semua wadah dalam batch.
3. Pengambilan contoh harus dilakukan dalam ruang sampling dengan tepat
untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Barang-barang yang telah lulus uji kemudian mendapat status release dan
segera ditempel label “RELEASE” yang berwarna hijau, kemudian dipindahkan dari
ruang karantina menuju gudang penyimpanan. Sedangkan barang-barang yang tidak
lulus uji kemudian mendapat status reject dan ditempelkan label “REJECT” yang
berwarna merah lalu disimpan di Ruang Reject untuk kemudian dikembalikan ke
supplier.
Barang yang sudah mendapat status release kemudian dibuatkan Laporan
Penerimaan dan Pemeriksaan Barang (LPPB) oleh seksi penerimaan yang terdiri dari
5 rangkap. Lembar pertama diserahkan ke bagian keuangan, lembar kedua diserahkan
ke bagian logistik, lembar ketiga diserahkan ke bagian akuntansi, lembar keempat
diserahkan ke Bagian PPIC, dan lembar kelima disimpan sebagai arsip seksi
penerimaan. Selain itu, seksi penerimaan juga membuat form penyerahan barang yang
diserahkan ke bagian pengelolaan persediaan.
Setiap melakukan pengujian bahan baku dilengkapi dengan catatan
pengujian atau catatan hasil pengujian yang ditanda tangani oleh manager QC.
Bahan yang memenuhi persyaratan akan diberi label hijau “REALESE” oleh QC.
Tetapi jika material tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka akan
diberi label merah “REJECT” oleh QC. Material yang telah diberi label realese
akan disimpan digudang bahan baku sebelum masuk ke ruang produksi. Jika
material akan diproduksi, maka dimasukkan ke ruang staging sebelum
penimbangan.
Spesifikasi bahan awal terutama bahan baku yang akan digunakan untuk
pembuatan obat steril, selain ketentuan yang biasa berlaku, hendaklah mencakup
ketentuan mengenai sterilitas bahan atau bilangan kuman maksimum yang boleh
terkandung dalam bahan bersangkutan. Kadar pirogen bahan awal yang digunakan
dalam pembuatan obat injeksi hendaklah ditentukan bila perlu. Penentuan ini dapat
dilakukan misalnya dengan menggunakan metode LAL.
Batas kandungan mikroba dan pirogen ditentukan melalui validasi. Bila batas
kandungan dilewati, hendaklah bahan baku bersangkutan disterilisasi dengan metode
sterilisasi yang tepat atau dibebaskan dari pirogen dengan cara yang tepat (antara lain
dengan melarutkan dan kemudian menyaringnya melalui ultrafilter).
III. 4. 4 Produksi
Produksi merupakan semua pelaksanaan yang terlibat dalam penyiapan
suatu produk farmasi mulai dari penerimaan bahan, proses pengolahan,
pengemasan, dan pengemasan ulang, penandaan hingga menghasilkan produk
jadi.
Produk steril diolah di ruang produksi yang dirancang bangun dan dikontruksi
secara khusus, terpisah dari daerah produksi lain. Daerah masing-masing jenis
pekerjaan yang berbeda seperti penyiapan bahan awal dan komponen lain, penyiapan
larutan, pengisian larutan dan sterilisasi hendaklah terpisah (13).
Secara umum proses dihasilkannya produk vaksin dan serum melalui empat
tahap berikut, yaitu :
a. Bulk, yaitu tahapan dimana plasma yang berisikan hiperimun telah siap
digunakan untuk proses produksi.
b. Blending, yaitu proses pencampuran (formulasi) antara bahan dasar dari
hiperimun serum dengan bahan-bahan kimia yang telah disiapkan.
c. Testing, yaitu proses pengujian hasil produksi serum yang dilakukan oleh Bagian
QC berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Badan POM, atau
dilakukan uji coba terhadap hewan-hewan percobaan khusus seperti marmut atau
kelinci, untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan tersebut memenuhi
standar yang telah ditetapkan untuk dipasarkan.
d. Filling, proses pengisian serum dari hasil produksi yang telah diterima (release)
kedalam vial-vial ataupun wadah-wadah lain yang telah disiapkan.
Gambar 1. Flow Map Pembuatan Serum
Ruangan
Pembuatan produk serum memerlukan 3 kualitas ruangan yang berbeda, yaitu
:
1. Ruang ganti pakaian. Pakaian yang dipakai dari rumah tidak boleh dibawa ke
daerah bersih. Karyawan yang masuk ke ruang ganti harus sudah memakai
pakaian pelindung kerja standar.
2. Ruang bersih, yaitu ruang persiapan komponen dan pembuatan larutan serta ruang
untuk produk yang akan disterilisasi akhir.
3. Ruang steril, digunakan untuk kegiatan steril. Petugas yang akan masuk
keruangan ini harus melalui ruang penyangga udara atau dibawah aliran udara
laminar.
Ruangan harus bebas debu, dialiri udara yang melewati saringan bakteri.
Saringan tersebut harus diverifikasi pada saat pemasangan serta dilakukan
pemeriksaan secara berkala.
Daerah Produksi untuk pembuatan sediaan serum secara CPOB 2006 yaitu (2):
1. Kelas A : Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara (LAF) di
tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan
kecepatan merata berkisar 036 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja
dalam ruang bersih terbuka. Sistem LAF harus memberikan kecepatan udara yang
homogen sekitar 0,45 m/detik 20 % (nilai rujukan) pada posisi kerja.
2. Kelas B : Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
3. Kelas C dan D : Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril
dengan tingkat risiko lebih rendah.
Berikut ini adalah tabel Jumlah partikulat di udara untuk masing-masing daerah
di atas :
Non-operasional Operasional
Kelas Jumlah maksimum partikel /m3 yang diperbolehkan
≥ 0,5 µm ≥ 5µm ≥ 0,5 µm ≥ 5µm
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2.900
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril hendaknya dipelihara pada 16 - 25°C dan
kelembaban relatif pada 45%-55%.
Tekanan udara di dalam ruang pengolahan produk steril harus lebih tinggi
dibanding dengan ruangan sebelahnya yang dibuktikan dengan perbedaan tekanan
yang ditunjukkan oleh alat magnehelic dan dicatat secara teratur.
Jalan masuk dan keluar bagi petugas ke dan dari ruang steril hanya melalui
ruang ganti pakaian kecuali dalam keadaan darurat. Lokasi ruang ganti pakaian
hendaklah langsung berhubungan dengan daerah steril yang akan dilayani.
Ruang ganti pakaian hendaklah dilengkapi dengan ruang penyangga udara
yang terletak diantara ruang ganti pakaian dan ruang steril dan dialiri udara tersaring
dengan tekanan positif yang lebih rendah daripada ruang steril tetapi lebih tinggi
daripada ruangan lain yang berhubungan langsung.
Ruang ganti pakaian hendaknya dilengkapi dengan manometer atau alat lain
yang tepat yang terus menerus menunjuk perbedaan tekanan udara diruang udara
bersangkangkutan dengan ruang bertetangga.
Ruang ganti pakaian dan ruang penyangga hendaklah dibangun sedemikian
rupa untuk dapat memisahkan penggantian pakaian yang berbeda tingkat
kebersihannya. Untuk itu ruang ganti pakaian hendaknya terletak sebelum ruang
penyangga udara dan terdiri dari ruangan terpisah yang memisahkan daerah ruangan
kerja biasa dan daerah pakaian steril.
Pintu antara ruang steril dengan ruang penyangga hendaklah dilengkapi
dengan suatu system antara lain system penguncian elektro yang tidak memungkinkan
dua pintu dibuka dalam waktu yang sama.
Ruang ganti pakaian steril hendaklah dilengkapi dengan bak pencuci tangan
seperti dikamar operasi dan alat pengering tangan otomatis.
1. Produksi serum
a. Imunisasi Hewan
1) Hewan yang digunakan untuk produksi serum anti tetanus serum
Hewan yang digunakan untuk produksi serum anti bisa ular hanya
hewan yang sehat dari jenis yang telah disetujui oleh otoritas yang
berwenang, dan khusus digunakan untuk produksi imunoserum. Salah
satu hewan yang digunakan yakni kuda. Kuda yang positif terkena
glander harus dikeluarkan.
Hewan yang digunakan untuk produksi serum harus diawasi dalam
karantina selama sedikitnya 7 hari sebelum dilakukan imunisasi. Kuda
harus di vaksin bisa ular sebelum proses imunisasi dimulai.
Pakan yang diberikan pada hewan harus berasal dari sumber yang
jelas dan tidak tercampur dengan protein hewani.
Jika hewan diobati dengan antibiotik maka harus ada jeda yang telah
ditentukan sebelum pengumpulan darah atau plasma. Hewan hewan tidak
boleh diobati dengan antibiotik golongan penisilin. Jika vaksin yang
diberikan adalah vaksin hidup maka diperlukan waktu yang sesuia sebelum
dilakukan pengumpulan darah atau plasma untuk produksi serum anti bisa
ular.
2) Antigen untuk imunisasi
Hewan harus diperiksa dan pastikan negatif mengandung virus (diare,
rhinotracheits dan para influenza).
Antigen yang digunakan pada pembuatan serum anti bisa ular di PT.
Bio Farma (Persero) berasal dari WHO, antigen ini kemudian dikulturkan
di laboratorium biologi.
3) Protokol Imunisasi
Hewan-hewan yang diimunisasi dengan antigen, tidak dilakukan sekali
saja tetapi beberapa kali yang dilakukan secara berkala.
b. Pengambilan darah atau plasma
Pengambilan darah atau plasma dilakukan ditempat terpisah dari
kandang hewan dan dari tempat plasma atau darah dimurnikan. Proses
pengambilan darah dilakukan dengan tekhnik venipucture atau intracardiac.
Tempat sekitar dilakukannya suntikan seharusnya dibersihkan dan disinfeksi.
Darah yang terkumpul disimpan sebaik mungkin agar terhindar dari
kontaminasi. Penyimpanan lebih lanjut sebelum pengolahan harus divalidasi
untuk memastikan bahwa kualitas produk tidak terpengaruh. Serum yang telah
diperoleh tidak akan diproses lebih lanjut jika setelah pengambilan ditemukan
infeksi atau penyakit peresisten yang tidak berhubungan dengn proses
imunisasi. Pencampuran serum atau plasma dari spesies hewan yang berbeda
tidak diperbolehkan.
Sebelum serum yang didapatkan diproses lebih lanjut, dilakukan tes
kontaminasi virus terlebih dahulu. Kumpulan serum harus diuji untuk melihat
tidak adanya virus tertentu dengan pengujian in vitro maupun in vivo. Selain
pengujian kontaminasi, dilakukan juga tes karakterisasi terhadap
immunoserum. Bahan aktif imunoglobulin/imunoserum dikarakterisasi
dengan metode kimia dn biologi. Berbagai tekhnik analisis perlu dilakukan
agar semua sifat fisikokimia yang beragam dr imunoserum dapat terdeteksi.
Pengujian ini harus dilakukan secara rutin pada setiap batch produk jadi.
Tidak diperbolehkan mengandung antibodi yang breaksi silang dengan
jaringan manusia yang dapat mengganggu keamanan klinis.
c. Pemurnian Plasma
Metode yang digunakan untuk memurnikan produk dan kontrol terhadap
proses yang berlangung termasuk batas spesifikasi harus dijelaskan secara
rinci, dibenarkan dan divalidasi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa
prosedur pemurnian tidak mengganggu sifat biologis dari immunoserum.
Setiap prosedur haruslah tervalidasi.
Salah satu metode yang dilakukan untuk memastikan murni atau tidaknya
suatu suatu produk yakni kromatografi.
2. Pembuatan dan penanganan air untuk injeksi
PT Bio Farma membagi tingkat kualitas air menjadi 4, yaitu air baku,
tap water, air murni, dan Water For Injection (WFI). Dalam proses produksi
serum anti bisa ular yang digunakan yaitu WFI. WFI adalah air yang
digunakan sebagai pelarut dalam produk injeksi seperti produk-produk yang
ada di Bio Farma. WFI harus disiapkan dari pretreatment water atau tap
water sebagai kualitas feed water minimal. Prosesnya adalah dengan sistem
destilasi, dengan kualitas output sesuai dengan spesifikasi WFI. WFI
digunakan pada pembuatan produk injeksi, untuk melarutkan atau
mengencerkan zat, atau penyiapan untuk pemberian parenteral sebelum
penggunaan, dan sebagai air steril untuk penyiapan injeksi. WFI juga
digunakan untuk pembilasan terakhir setelah pembersihan alat dan komponen
yang kontak dengan produk injeksi seperti halnya untuk pembilasan terakhir
dalam proses pencucian yang tidak menggunakan suhu atau proses
depirogenisasi kimia. Parameter endotoksin < 0,25 (EU/mL); konduktivitas ≤
2,10 μS/cm; pH 5,0 – 7,0; bioburden < 10 (CFU/100ml).
3. Pembersihan/Pencucian dan Sterilisasi Peralatan
Pada seksi ini dilakukan hal-hal persiapan produksi diantaranya adalah
pencucian ampul, vial, aluminium cap, dan rubber stopper, sterilisasi dan
depirogenasi untuk larutan, peralatan formulasi dan pengisian. Bahan pengemas
seperti vial, ampul, rubber stopper dan aluminium cap yang telah dicuci
dilakukan sterilisasi terlebih dahulu baik menggunakan autoclave atau oven dua
pintu. Semua proses sterilisasi sudah harus dilakukan validasi untuk tiap-tiap
barang meliputi suhu, waktu dan kapasitas alat sterilisasi. Air yang digunakan
untuk pencucian bahan pengemas adalah purified water sedangkan untuk
pembilasan digunakan WFI. Barang-barang hasil sterilisasi dibawa ke ruang
formulasi atau filling menggunakan mobile LAF
4. Pencampuran produk dan penyaringan larutan
Dalam proses memformulasikan bahan-bahan serum (zat aktif) dan bahan
tambahan (eksipien) menjadi sediaan serum anti bisa ular. Proses formulasi
dilakukan di dalam dua kelas ruangan yang berbeda, yaitu tahap persiapan
formulasi seperti penimbangan, persiapan alat dan bahan, meliputi pembuatan
larutan dilakukan di ruang kelas D, sedangkan formulasi dan pengisian dilakukan
dalam kelas A background kelas B, formula induk harus disiapkan terlebih
dahulu sebelum memulai formulasi dan pengisian. Proses formulasi yang
dilakukan di seksi formulasi yaitu bahan yang sudah ditimbang dilarutkan dalam
WFI ke dalam tanki pencampur (Mixing Vessel) yang sebelumnya telah
dilakukan integrity test terhadap vent filter serta liquid filter. Vent filter
merupakan filter yang digunakan untuk menyaring udara yang masuk ke dalam
tangki pencampur larutan dengan menggunakan udara untuk memompa cairan.
Liquid filter berguna untuk menyaring larutan yang akan ditransfer ke tangki lain.
Kedua filter tersebut diuji kebocorannya sebelum dan sesudah proses formulasi.
Filter akan diganti jika pemakaiannya telah mencapai maksimal lima belas kali.
Integrity test dilakukan dengan integrity tester.
5. Pengisian
Tahap selanjutnya adalah proses pengisian yang dilakukan oleh seksi
pengisian. Pengisian yaitu proses memasukkan hasil formulasi ke dalam kemasan
primer secara aseptik. Proses tersebut dilakukan dalam kelas A dengan
background kelas B. Pengisian dilakukan dengan mesin otomatis yang dapat
mengisikan cairan ke dalam kemasan primer hingga menutupnya dengan baik.
Final lot yang sudah siap dibawa ke ruang pengisian, selain itu juga disiapkan
kemasan primer seperti vial, rubber stopper dan aluminium cap. Cairan final bulk
dimasukkan ke dalam kemasan vial menggunakan filling nozzle, filling nozzle
sebelum digunakan harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu. Setelah
cairan dimasukkan secara aseptis, selanjutnya vial ditutup menggunakan rubber
stopper dilanjutkan dengan aluminium cap.
III.4.5 Pengemasan
Bagian pengemasan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengemasan
sekunder untuk obat yang dihasilkan oleh PT. Bio Farma (Persero). Selain itu bagian
ini juga bertanggung jawab dalam penyimpanan obat jadi hingga obat tersebut siap
didistribusikan. Bagian pengemasan terdiri dari tiga seksi yaitu (14):
a. Seksi pengepakan I : bertugas untuk melakukan pengemasan produk dengan
kemasan vial dan ampul.
b. Seksi pengepakan II : bertugas untuk melakukan pengemasan produk dalam
uniject.
c. Seksi pendukung atau pengendalian produk : bertugas mengelola penyimpanan
produk .
Bagian pengemasan mulai bekerja setelah dilakukan formulasi dan pengisian
untuk suatu sediaan obat. Obat hasil pengisian disimpan dalam cold room pada suhu
2-8oC. Pengemasan dilakukan setelah mendapat hasil uji dari QC dan mendapatkan
data tentang waktu kadaluarsa dari QA.
Seksi pengepakan dibagi menjadi tiga unit kerja yaitu unit visualisasi produk,
labeling dan pengepakan ke dalam dus (15).
1. Visualisasi
Obat hasil filling selanjutnya dilakukan visualisasi untuk mengetahui kualitas
obat tersebut. Setiap wadah dilakukan pengamatan visual, jika tidak memenuhi
persyaratan, obat langsung direject. Persyaratan bagi operator yang melaksanakan
visualisasi harus terlatih, terkualifikasi, teliti dan dapat dipercaya. Kualifikasi
operator dilakukan bagi operator baru, setahun sekali untuk operator lama atau
jika ada perubahan pada kemasan. Kualifikasi dilakukan dengan cara pengujian
terhadap operator menggunakan sampel yang sudah diketahui cacatnya.
Persyaratan yang lain adalah operator harus memiliki penglihatan dengan okuitas
visual tidak kurang dari 6/6, pemeriksaan kesehatan mata operator dilakukan
setiap 6 bulan sekali oleh dokter mata.
PT Bio Farma (Persero) juga sudah memiliki mesin visual inspection yang
semi manual karena masih membutuhkan operator yang memutuskan meluluskan
atau mereject. Selain itu, khusus untuk sediaan uniject PT. Bio Farma juga sudah
memiliki mesin visual inspection yang langsung terhubung dengan mesin
labeling, akan tetapi visualisasi masih dilakukan dua kali uji yaitu dengan mesin
dan secara manual (14,15).
Parameter visualisasi untuk kemasan jenis vial antara lain adalah jumlah
volume, pemeriksaan aluminium cap dan rubber stopper, cosmetic defect,
kebocoran dan adanya benda asing. Volume dilihat dengan membandingkan
dengan standar, beberapa vial dibariskan berurutan, selanjutnya disebelah paling
kanan dan paling kiri diletakkan standar volume bawah dan atas. Aluminium cap
diperiksa jika ada penutupan yang tidak sempurna, serta rubber stopper yang
mungkin tidak terpasang atau terpasang tetapi tidak baik (14).
Pemeriksaan cosmetic defect dilihat pada kemasan vial yaitu adanya noda pada
vial dan pencetakan vial yang tidak baik. Partikulat atau benda asing terdiri dari
berbagai macam seperti serat, partikel, dan pecahan kaca. Pemeriksaan partikulat
dilakukan dengan memeriksa beberapa vial di bawah lampu berjarak 10 cm dari
lampu berkekuatan 1000-3000 lux yang diperiksa 6 bulan sekali, jika kekuatan
lampu tidak sesuai, lampu harus diganti. Latar belakang untuk visualisasi partikel
berwarna putih dan hitam, latar belakang putih untuk melihat partikel hitam dan
sebaliknya (14).
2. Labeling
Proses labeling dilakukan sesuai dengan jadwal labeling yang sudah
ditentukan. Selain itu, labeling dilakukan setelah mendapat waktu kadaluarsa obat
yang bersangkutan dari QA. Jika obat hasil visualisasi masih belum mendapat
waktu kadaluarsa maka obat disimpan terlebih dahulu dalam cold room. Labeling
dilakukan dengan menggunakan mesin labeling, mesin tersebut juga bisa
mendeteksi jika terdapat kemasan yang belum dilabel. IPC pada proses labeling
dilakukan setiap satu jam sekali, parameter yang dikontrol antara lain ada tidaknya
label, tinta luntur atau tidak, tercetak atau tidak, kebenaran nomor batch, waktu
kadaluarsa dan tanggal produksi, serta kesempurnaan pelabelan (miring atau tidak)
(14).
Label pada produk vaksin maupun serum dilengkapi dengan Vaccine Vial
Monitor (VVM). VVM merupakan label yang mengandung material sensitive
terhadap panas ditempatkan pada vial vaksin untuk mengetahui akumulasi
paparan panas sepanjang waktu penyimpanan. Kombinasi efek waktu panas akan
mengakibatkan persegi di dalam VVM semakin lama semakin berwarna gelap
yang bersifat ireversibel. Kecepatan perubahan warna meningkat berdasarkan
suhu (15).
VVM berupa lingkaran yang terdapat persegi didalamnya yang tercetak
dalam label suatu produk atau diberikan di atas tutup vial vaksin atau di leher
ampul. VVM yang digunakan oleh sebagian besar produk PT. Bio Farma
(Persero) adalah jenis VVM 30. VVM tidak dapat menunjukkan informasi
tentang pembekuan yang juga dapat berpengaruh terhadap degradasi vaksin.
VVM juga tidak dapat mengukur secara langsung potensi dari vaksin, tetapi
memberikan informasi tentang faktor utama yang mempengaruhi potensi yaitu
paparan panas selama periode waktu. (15)

3. Pengepakan
Produk yang telah selesai labeling, selanjutnya dikemas dalam kemasan
dus. Tahap pengepakan terxdiri dari menghitung dan memasukkan sediaan ke
dalam dus, menimbang dan menutup dus, serta menyegel dus. Ketiga tahap
tersebut dilakukan oleh operator yang berbeda, hal ini diterapkan agar bisa
dilakukan recheck untuk menghindari kesalahan. Selain dengan perhitungan
langsung, pada saat menutup dus juga dilakukan penimbangan jumlah untuk
mengetahui variasi volume tiap sediaan, misalnya jika sediaan berjumlah 10
dalam dus tetapi tertimbang sejumlah 9 maka harus diinvestigasi, kemungkinan
terjadi kekurangan volume yang signifikan pada beberapa sediaan juga sebaliknya
jika terbaca 11.
Proses pencetakan dus dilakukan IPC setiap satu jam, parameter yang
dikontrol antara lain adalah tinta luntur atau tidak, tercetak atau tidak, kebenaran
no bets dan waktu kadaluarsa. Pemeriksaan saat pengepakan lebih kompleks
dibandingkan dengan proses labeling. Waktu kadaluarsa dan nomor bets pada dus
harus sesuai dengan yang ada pada sediaan, selain itu brosur yang dimasukkan ke
dalam dus juga harus sesuai dengan sediaan dan dus yang digunakan. Dus
dimasukkan ke dalam keranjang penyimpanan dengan setiap pemasukkan dengan
jumlah tertentu, jika dalam SOP pemasukan tertulis 7 dus untuk setiap
pemasukkan maka operator harus memasukkan 7 dus untuk setiap pemasukan
tidak boleh kurang atau lebih, hal ini untuk mengurangi kesalahan. Keranjang
yang sudah berisikan dus, selanjutnya dimasukkan ke ruang penyimpanan. Ruang
penyimpanan yaitu ruang bersuhu 2-8o C. (14)
Produk keluar jika ada surat permohonan pengiriman yang dibuat oleh
marketing. Selanjutnya kepala seksi memeriksa kelengkapan dokumen jenis
produk, jumlah dan tanda tangan bagian distribusi selanjutnya juga diperiksa data
stok produk jadi. Selanjutnya produk jadi disiapkan sesuai dengan permintaan dan
dilakukan up date data stok. Tahap akhir adalah dilakukan serah terima produk
dilengkapi dengan CoA.
III.5 Pengolahan Air
Pada umumnya, air berguna untuk melarutkan, mengabsorpsi,
mengadsropsi atau menyuspensi berbagai macam zat. Dalam proses produksi dan
formulasi produk farmasi, air digunakan secara luas sebagai raw material atau
starting material. Akan tetapi, air dapat mengandung kontaminan berbahaya yang
dapat menimbulkan efek buruk bagi, sehingga perlu adanya perlakuan suatu
industry farmasi dalam mencegah adanya kontaminan tersebut jika air tersebut
digunakan dalam pembuatan produk (16).
Untuk pembuatan sediaan serum PT.Biofarma menggunakan jenis air
murni yaitu WFI. WFI adalah air yang digunakan sebagai pelarut dalam produk
injeksi. WFI harus disiapkan dari pretreatment water atau tap water sebagai
kualitas feed water minimal. Prosesnya adalah sistem destilasi, dengan kualitas
output sesuai dengan spesifikasi WFI. WFI digunakan pada pembuatan produk
injeksi, untuk melarutkan atau mengencerkan zat, atau penyiapan untuk pemberian
parenteral sebelum penggunaan, dan sebagai air steril untuk penyiapan injeksi.
WFI juga digunakan untuk pembilasan terakhir setelah pembersihan alat dan
komponen yang kontak dengan produk injeksi seperti halnya untuk pembilasan
terakhir dalam proses pencucian yang tidak menggunakan suhu atau proses
depirogenisasi kimia. Parameter Endotoksin <0,25 (EU/mL); konduktivitas ≤2,10
μS/cm; pH 5,0 – 7,0; bioburden <10 (CFU/100ml). (16)
III.6 Setelah Proses Produksi
Produk jadi serum disimpan pada suhu 2-8ºC. Bahan dan obat diangkut dengan
cara sedemikian rupa sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi
penyimpanannya terjaga. Bahan atau produk yang menggunakan es kering dalam
sistem pendinginannya harus dipastikan tidak bersentuhan dengan es kering tersebut,
karena dapat berdampak buruk terhadap mutu produk, misalnya terjadi pembekuan
(14)
Pengiriman dan pengangkutan bahan atau obat dilaksanakan hanya setelah ada
permintaan pengiriman. Wadah luar yang akan dikirim harus memberikan
perlindungan yang cukup terhadap seluruh pengaruh luar serta diberi label yang jelas
dan tidak terhapuskan. Semua catatan hendaknya mudah diakses dan tersedia bila
diminta (14).
Catatan pengiriman hendaknya disimpan yang menyatakan minimal tanggal
pengiriman, nama dan alamat pelanggan, uraian tentang produk misalnya nama,
bentuk dan kekuatan sediaan (bila perlu), nomor bets dan jumlah serta kondisi
pengangkutan dan penyimpanan. (14)
BAB IV
PEMBAHASAN

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan pengawasan baik
sebelum, selama dan sesudah proses produksi berlangsung untuk memastikan mutu
produk obat agar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
CPOB merupakan suatu pedoman dalam industri farmasi mengenai pembuatan
obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya sehingga menghasilkan kualitas obat dengan mutu yang tinggi.
Pada tahun 1969 WHO menerbitkan konsep “Good Practise In Manufacture
and Quality Control of Drug” dan mulai diterapkan di Indonesia mulai tahun 1971
tetapi masih bersifat sukarela. Tahun 1988 Menteri Kesehatan mengeluarkan SK
Menkes tentang Pedoman CPOB Edisi I, setahun kemudian BPOM mengeluarkan SK
Dirjen POM pada tanggl 16 Desember 1989 tentang Penerapan CPOB pada Industri
Farmasi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
farmasi. Pedoman CPOB Edisi I sekaligus Petunjuk Operasional Penerapan CPOB
telah direvisi tahun 2001 yang terdiri dari 10 Bab dan 3 adendum. Selanjutnya untuk
mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi dalam bidang farmasi terutama
pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini. Pedoman
CPOB hendaklah diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pergeseran paradigma dalam melakukan pengawasan
terhadap mutu produk. Oleh karena itu CPOB Edisi II (CPOB 2001) berdasarkan
Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 maka CPOB
2001 direvisi menjadi Pedoman CPOB yang dinamis Edisi III (CPOB 2006).
Selanjutnya berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman CPOB, maka CPOB
2006 direvisi menjadi CPOB 2012.
Dibandingakan dengan edisi sebelumnya, Pedoman CPOB 2006 mengandung
perbaikan sesuai persyaratan CPOB Dinamis antara lain kualifikasi dan validasi,
pembuatan dan analisis obat berdasarkan kontrak, pembuatan produk steril, dan
penambahan beberapa bab serta aneks yaitu manajemen mutu, pembuatan produk
darah, sistem komputerisasi, dan pembuatan produk investigasi untuk uji klinis. (3)
PT. Bio Farma (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
penyediaan vaksin dan serum yang merupakan satu-satunya industri produsen vaksin
dan antisera untuk manusia di Indonesia yang selama ini telah mendedikasikan seluruh
sumberdaya yang dimilikinya untuk memproduksi vaksin dan antisera yang berkualitas
baik dalam negeri maupun menembus kanca luar negeri atau internasional. Dalam
memproduksi sediaannya, PT. Bio Farma (Persero) telah menerapkan CPOB 2012.
Salah satu produk yang diproduksi yaitu serum anti bisa ular.
PT. Bio Farma (Persero) telah memiliki persyaratan bangunan industri farmasi
yang telah menerapkan CPOB 2012 yaitu konstruksi lantai dan dinding dibuat dari
bahan kedap udara yaitu telah dilapisi dengan epoxy sehingga permukaannya rata dan
memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi penumpahan
bahan hal ini didukung dengan sudut antara dinding dan lantai yang berbentuk
lengkungan serta telah menerapkan sistem manajemen resiko.
Karena PT. Bio Farma (Persero) hanya memproduksi sediaan vaksin dan
serum yang harus steril, maka memiliki ruang pemurnian yang terdiri dari kelas A
yang merupakan ruang tempat penyimpanan hasil penyaringan yang dilengkapi
dengan LAF. Kelas B adalah ruang penyaringan. Kelas C terdiri dari ruang timbang
yang dilengkapi dengan LAF, ruang sentrifugasi, ruang pemurnian, dan ruang
penyimpanan bahan-bahan steril. Kelas D, terdiri dari ruang pengemasan dan ruang
penyimpanan vaksin dan serum yang sudah dikemas dalam dus/karton. General Area
adalah ruang pre washing room dan vestibule.
Sitem Tata Udara yang digunakan PT. Bio Farma (Persero) pada ruang
produksinya adalah High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter dengan efisiensi
penyaringan 99,997%, Hal ini sudah sesuai dengan penerapan CPOB 2006 dan teori
bahwa untuk produk steril seperti sediaan injeksi vaksin dan serum dalam proses
produksinya harus menggunakan HEPA filter. Disamping itu penggunaan HEPA filter
tersebut sangat penting untuk menjaga kualitas sediaan vaksin dan serum karena
sediaan tersebut sangat rentan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan cahaya.
Sedikit saja kerusakan pada HEPA filternya, maka harus diganti dengan yang baru
karena dapat mempengaruhi mutu dari vaksin dan serum tersebut.
PT. Bio Farma (Persero) dalam memproduksi sediaan vaksin dan serum
menggunakan WFI, karena sediaan tersebut adalah sediaan steril yang harus bebas
kontaminasi baik kontaminasi dari mikroorganisme maupun kontaminasi bahan
lainnya.
Alur kegiatan dengan melalukan pencarian gagasan baru untuk produk serum
berupa kebutuhan dan keinginan konsumen yang belum terpenuhi selanjutnya
dilakukan praformulasi kemudian dilanjutkan dengan pengembangan formula yang
berupa Trial skala laboratorium yang merupakan proses percobaan dalam skala kecil
untuk pembuatan produk baru sebelum diproduksi dan dilanjutkan scale up yang
berupa skala laboratorium menjadi skala produksi, kemudian dilanjutkan dengan
proses formulasi kemudian dilakukan uji kestabilan fisik dengan menyimpan sediaan
tersebut di dalam climatic cham bersuhu 60º C dan kelembaban 80% selama 2-4
minggu. Jika sediaan tersebut stabil, maka dapat dilanjutkan dengan produksi
skalabesar. Dalam produksi skala besar awalnya bagian R&D mendampingi bagian
produksi untuk melaksanakan produksi pada 3 batch pertama berturut-turut untuk
dilakukan pengujian stabilitas pada bulan ke 0,1,3,6 setelah dinyatakan memenuhi
syarat maka proses produksi dapat di lanjutkan. Pengujian stabilitas produk metode
accelerated testing dan long term study. Pengujian stabilitas metode accelerated
testing dilakukan menggunakan climatic cham bersuhu 40º ± 2º C dan kelembaban
relatif 75 % ± 2%. Produk yang telah diuji stabilitasnya dengan metode accelerated
testing kemudian dilakukan uji kestabilan fisik dan penetapan kadar pada bulanke 0, 1,
3, dan 6 bulan.setelahitu di laukan parameter hasil pengujian juga berdasarkan
pustaka resmi, seperti Farmakope Indonesia, USP, maupun BP.
Adapun alur produksi dari serum yaitu diawali dengan penyiapan bahan baku
serum. Bahan baku untuk pembuatan produk serum diambil dari hemoglobin kuda
yang telah dipelihara di breeding Hewan untuk pengembangan hewan laboratorium
Bandung. Serum merupakan suatu hiperimun yang berasal dari kuda yang
sebelumnya telah diberikan imunisasi. Hiperimun serum tersebut mengandung fraksi
immunoglobulin yang dipisahkan dari darah kuda kemudian dimurnikan. Karena
berasal dari darah kuda maka serum tersebut merupakan serum yang heterolog.
Kuda yang telah diimunisasi dengan toksoid akan didiamkan selama ± 2
minggu dan kemudian akan dilakukan pengambilan darah. Darah yang diperoleh akan
disentrifuge untuk memisahkan antara serum dan endapan darah, setelah terjadi
pemisahan maka bagian serum akan diambil dan dilakukan isolasi antibody,
dilanjutkan dengan dilakukanya proses purifikasi. Setelah semua tahapan selesai
dilakukan maka akan dilanjutkan dengan tahapan bulk kemudian blending, setelah itu
dilakukan proses testing dan terakhir dilakukan proses filling.
Produk jadi vaksin dan serum disimpan pada suhu 2-8ºC. Vaksin memerlukan
cold chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
Bahan dan obat diangkut dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak merusak
keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga. Bahan atau produk yang
menggunakan es kering dalam sistem pendinginannya harus dipastikan tidak
bersentuhan dengan es kering tersebut, karena dapat berdampak buruk terhadap mutu
produk, misalnya terjadi pembekuan.
Pengiriman dan pengangkutan bahan atau obat dilaksanakan hanya setelah ada
permintaan pengiriman. Wadah luar yang akan dikirim harus memberikan
perlindungan yang cukup terhadap seluruh pengaruh luar serta diberi label yang jelas
dan tidak terhapuskan. Semua catatan hendaknya mudah diakses dan tersedia bila
diminta.
Catatan pengiriman hendaknya disimpan yang menyatakan minimal tanggal
pengiriman, nama dan alamat pelanggan, uraian tentang produk misalnya nama,
bentuk dan kekuatan sediaan (bila perlu), nomor bets dan jumlah serta kondisi
pengangkutan dan penyimpanan.
Semua penyerahan ke area penyimpanan, termasuk bahan kembalian
didokumentasikan denganbaik. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produkantara,
produkruahandanprodukjadi yang disimpan di area gudang harus mempunyai kartu
stok. Kartu stok tersebut secara periodik di rekonsiliasi dan bila ditemukan perbedaan
harus dicatat dan diberikan alas an bila jumlah yang disetujui untuk pemakaian
berbeda dari jumlah pada saat penerimaan atau pengiriman.
Untuk menunjang manajemen perusahaan di PT. Bio Farma (Persero) maka
dibentuklah bagian gudang persediaan barang yang bertugas mencatat,
mengaplikasikan dan melaporkan seluruh transaksi persediaan barang untuk
keperluan perhitungan harga pokok produksi dan pengawasan biaya.
Dalam pelaksanaan saluran distribusi terdapat beberapa hambatan. Apabila
hambatan–hambatan itu tidak cepat diatasi, maka dapat menghambat kegiatan dan
kemajuan perusahaan. Beberapa hambatan yang dihadapi yaitu jadwal
pendistribusian. Hal ini biasanya terjadi apabila perusahaan ekspedisi atau distributor
yang akan mengangkut produk terlambat tiba di gudang distribusi sehingga produk-
produk yang sebelumnya telah dikemas menjadi terlantar. Akibatnya bagian distribusi
harus mengatur ulang jadwal pengiriman barangnya dan masa aktif dari serum pun
akan berkurang. Hambatan lainnya yaitu cold room atau tempat penyimpanan serum
di bagian distribusi yang biasanya terganggu entah karena rusak atau kelistrikan yang
buruk, selain itu hambatan pada saat pengisian pembukuan atau pengarsipan yang
biasanya tidak seimbang karena kekurang telitian pada saat pengisian.
BAB V

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

1. PT. Bio Farma (Persero) berdasarkan beberapa aspek penerapan CBOP

dalam memproduksi produk-produknya telah menerapkan CPOB 2012..

2. Apoteker memiliki peranan penting dalam pelaksanaan CPOB baik pada

sistem produksi maupun sistem mutu di industri farmasi.

IV.2 Saran

1. Prinsip-prinsip CPOB dan pedoman lainnya yang telah diterapkan hendaknya

senantiasa ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat mempertahankan dan

meningkatkan mutu produk yang dihasilkan.

2. Kerjasama yang lebih erat dan terbuka antar devisi perlu ditingkatkan untuk

menjamin kualitas produk.


DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Penerapan

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.

2. Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka

Utama.

3. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat

Yang Baik (CPOB), Edisi 6. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001.Petunjuk Operasional Pedoman Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),Edisi 2001. Badan Pengawas Obat dan

Makanan. Jakarta.

5. Biofarma. 2011. Tentang Kami. http://www.biofarma.co.id/. Diakses tanggal: 7

Desember 2014.

6. Fatmawaty A. 2010. FarmasiIndustri. JilidKedua. UniversitasHasanuddin

Press.Makassar.

7. http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js14063e/14.html#Js14063e.14. Diakses

pada tanggal 7 Desember 2014.

8. http://www.biofarma.co.id/?dt_portfolio=polyvalent-anti-tetani-sera. Diakses

pada tanggal 7 desember 2014

9. http://www.ferron-pharma.com/ diakses pada tanggal 5 Desember 2014.

10. Iskandar. 2012. Profil Perusahaan PT Bio Farma (Persero).

http://www.biofarma.co.id/index.php/tentang-kami.html. Bandung. diakses pada

tanggal 7 Desember 2014.


11. Priyambodo. Bambang. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka

Utama. Yogyakarta

12. Rosnani,Ginting. 2007.Sistem Produksi Edisi Pertama. GrahaIlmu:Yogyakarta.

13. Sukaria, Sinulingga. 2009. Perencanaan & Pengendalian Produksi Cetakan

Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta.

14. WHO. 2002. Getting Started with Vaccine Vial Monitoring, Edisi 2001.

World Healt Organitation. Geneva.

15. WHO. 2006. Supplementary Training Modules on Good Manufacturing

Practice: Water for Pharmaceutical Use, Part 1: Induction and Treatment.

16. www.biofarma.co.id PT. Biofarma. Diakses pada tanggal 7 Desember 2014.


LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI PT. BIO FARMA (PERSERO)

Direktur Keuangan

Direktur Pemasaran

Direktur Sumber
Daya Manusia

Direktur Produksi

Direktur Perencanaan
Direktur Utama
dan Pengembangan

Satuan Pengawasan
Intern

Devisi Quality
Assurance

Devisi Corporate
Secretary

Devisi Corporate
Strategy
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI PT. BIO FARMA (PERSERO)

DIREKTUR SUMBER DAYA


DIREKTUR KEUANGAN DIREKTUR PEMASARAN
MANUSIA

DEVISI PENJUALAN DEVISI SUMBER DAYA


DEVISI KEUANGAN DALAM NEGERI MANUSIA
-Bagian Aministrasi -Bagian Penjualan Sektor -Bagian Talent Manajemen
Keuangan Pemerintah
-Bagian Performance
-Bagian Pajak -Bagian Penjualan Sektor Management
Swasta
-Bagian Knowledge
Management
DEVISI ANGGARAN -Bagian Organization
DEVISI PENJUALAN Development
DAN AKUNTANSI EKSPOR
-Bagian Anggaran -Bagian Penjualan Eskpor
-BAgian Akuntansi Umum
Keungan -Bagian Penjualan Ekspor DEVISI LOGISTIK
-Bagian Akuntansi Institusi
Managemen -Bagian Pengadaan Umum
-Bagian Pengadaan
DEVISI PENUNJANG Investasi dan Suku Cadang
PEMSARAN
DEVISI COMPLIANCE
& RISK -Bagian Promosi
MANAGEMENT -Bagian Manajemen Prouk
-Bagian Goo Corporate DEVISI UMUM &
-Bagian Distribusi
Governance & Enterpiece CORPORATE SOCIAL
Risk Management RESPONSIBILITY
-Bagian Hukum -Bagian Environment,
DEVISI PELAYANAN Health, and Safety
-Matrix Reviewer
JASA -Bagian Umum dan Sarana
-Bagian Pelayanan Jasa -Bagian CSR
-Bagian Lab.Diagnostik
Klinik

DEVISI TEKNOLOGI
DAN INFORMASI
-Bagian Sistem Informasi
Manajemen
-Bagian Infrastruktur
LAMPIRAN 3
STRUKTUR ORGANISASI PT. BIO FARMA (PERSERO)

DIREKTUR
SATUAN PENGAWASA
DIREKTUR PROUKSI PERENCANAAN DAN
INTERN
PENGEMBANGAN

DEVISI PERENCAAAN &


DEVISI PROUKSI VAKSIN PENGENDALIAN
VIRUS PRODUKSI MATRIKS AUDITOR
-Bagian Produksi Vaksin Polio -Bagian Perencanaan Produksi &
-Bagian Produksi Vaksin Campak Pengendalian Produksi
-Bagian Produksi Media -Bagian Pengelolaan Persediaan
-Bagian Produksi Vaksin Influenza

DEVISI PENGAWASAN MUTU


-Bagian Pengujian Mutu Vaksin
Bakteri
DEVISI PRODUKSI VAKSIN -Bagian Pengujian Mutu Vaksin
BAKTERI Bakteri
-Bagian Produksi Vaksin Difteri -Bagian Pengujian Mutu Kimia
Fisika
-Bagian Produksi Vaksin Tetanus
-Bagian Pengujian Mutu
-Bagian Produksi BCG Mikrobiologi
-Bagian Produksi Vaksin -Bagian Pengujian Neurovirulence
Haemophillus Influenza Tipe B Test
-Bagian Produksi Vaksin Pertusis

DEVISI HEWAN
LABORATORIUM
-Bagian Breeding Hewan
DEVISI PRODUKSI FARMASI -Bagian Breeding Ayam
-Bagian Formulasi & Pengisian -Bagian Monitoring Hewan
Vaksin & Pelarut
-Bagian Hewan Uji
-Bagian Formulasi & Pengisian
Vaksin & Sera -Bagian Hewan Produksi
-Bagian Pengemasan

DEVISI SURVEILANS & UJI


KLINIS
DEVISI TEKNIK & -Bagian Surveilans & Epiemiologi
PEMELIHARAAN
-Bagian Uji Klinis
-Bagian Listrik & Jaringan
-Bagian Mekanik
-Bagian Pendinginan & Bangunan
-Bagian Valiasi & Kalibrasi
LAMPIRAN 4
STRUKTUR ORGANISASI PT. BIO FARMA (PERSERO)

DEVISI QUALITY DEVISI CORPORATE DEVISI CORPORATE


ASSURANCE SECRETARY STRATEGY

Bagian Quality Assurance Bagian Public Relation Matriks Analis Strategi


Operation Bisnis

Bagian Secretary
Bagian Quality Assurance
Service

Bagian Quality Assurance System

Bagian Quality Assurance


Eegulatory Affairs
LAMPIRAN 5

WATER TREATMENT PLANT


LAMPIRAN 6
SISTEM TATA UDARA

Keterangan :
1. Pre Filter
2. Medium Filter
3. Cooling Coil
4. Residual fan
5. Mix Duct
6. Booster Fan
7. Hepa Filter
8. Ruangan
9. Dumper
LAMPIRAN 7
Alur Pngolahan Limbah Cair

Limbah dari semua bagian

Bak Pengumpul

Bak Netralisasi

Bak Aerasi 1

Bak Aerasi 2

Bak Sedimentasi

Lumpur Air Jernih

Bak Pengeringan Kolam Ikan

Dibakar (pupuk) Bak Klorinasi

Saluran
LAMPIRAN 8
KLASIFIKASI TEMPAT SAMPAH UNTUK LIMBAH PADAT PT. BIO
FARMA (PERSERO)

Untuk jenis sampah B-3 Untuk jenis sampah


(Bahan Berbahaya dan Beracun) kaleng,logam, gelas

Untuk jenis sampah organic Untuk jenis sampah kertas

Untuk jenis sampah plastik dan karet

Anda mungkin juga menyukai