Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 29 Oktober 2021

Biokimia Umum Waktu : 08.30 – 11.00 WIB


PJP : Puspa Julistia Puspita M. Sc
Asisten : Rizki Nugrahaeni Amaliasuci

ENZIM II
Kelompok 19

Oriza Aleyda B0401201036


Yunita Patrika Permata Wibisono B0401201128
Puspa Jelita B0401201161

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PENDAHULUAN
Praktikum ini bertujuan menentukan pH optimum bagi enzim amilase air liur,
hubungan antara pH dan aktivitas enzim amilase, dan mengamati waktu yang dibutuhkan
enzim amilase untuk menghidrolisis pati matang dan pati mentah. pH atau derajat keasaman
merupakan indikator yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang
dimiliki oleh suatu larutan. pH sendiri didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen
yang terlarut. Skala pH bukanlah skala absolut, hal ini terjadi karena koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimen sehingga nilai skala nya dihitung berdasarkan
teoritis. Kadar pH dalam tubuh yang tidak seimbang memberikan dampak pada kesehatan
tubuh (Karangan et al. 2019). pH optimum adalah kondisi dimana nilai pH tersebut dapat
membuat enzim bekerja secara maksimum (Siska dan Astuti 2018).

Aktivitas enzim amilase terdapat dalam saliva yang ada di rongga mulut manusia.
Saliva merupakan air yang lebih kental dan memiliki pH hampir netral. Enzim amilase pada
saliva berupa α-amilase. Pada saliva terkandung sodium dan kalsium yang konsentrasinya
paling tingga, lainnya merupakan magnesium, bikarbonat, khloride, rodanida, dan thiocynate
(CNS), fosfat, dan potassium. Saliva juga mengandung musin, yaitu glikoprotein yang
melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut. Enzim amilase pada
rongga mulut atau saliva mampu menghidrolisis ikatan 1,4-glikosidik dari amilosa dan
amilopektin menjadi sakarida yang sederhana dan dekstrin, serta polimer glukosa kecil lainnya.
Aktivitas enzim amilase dapat dibuktikan dengan uji iodium dan uji benedict. Uji iodium
digunakan untuk menguji adanya karbohidrat polisakarida, dalam hal ini berupa pati atau
amilum, yang akan bereaksi positif dengan reagen iodin dan membentuk warna spesifik sesuai
jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, sedangkan amilopektin
dengan iodin akan berwarna merah violet (Surbakti JM 2016). Uji benedict digunakan untuk
mendeteksi keberadaan glukosa atau gula pereduksi. sehingga saat menit - menit awal saliva
dan pati bercampur, uji iodin akan menunjukkan hasil positif karena terdapat kandungan pati
atau karbohidrat polisakarida. Beberapa menit kemudian, uji iodin perlahan menjadi negatif
dan uji benedict akan menjadi positif karena adanya glukosa atau gula pereduksi yang
dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim amilase
METODE
Bahan dan Alat
Pengaruh pH terhadap Aktivitas Air Liur
Bahan yang digunakan adalah 2 mL HCl, 2 mL asam asetat, 2 mL akuades, 2 mL Na-
karbonat 0.1%, 2 mL larutan kanji, 2 mL air liur, pereaksi yodium, dan pereaksi Benedict. Alat
yang digunakan adalah empat tabung reaksi, pH dengan indikator universal, dan penangas air.
Pada percobaan hidrolisis pati oleh amilase air liur, bahan yang digunakan, yaitu 0.2
mL air liur dari percobaan pertama, larutan kanji 1%, dan pereaksi yodium. Alat yang
digunakan, yaitu tabung reaksi, papan porselen, dan pipet.
Bahan yang digunakan pada percobaan hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur, pati
mentah, aquades, air liur. Alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, termometer, dan saringan.

Prosedur Percobaan
Pengaruh pH terhadap Aktivitas Air Liur
Disediakan empat tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 mL HCl, 2 mL
asam asetat, 2 mL akuades, dan 2 mL Na-karbonat 0.1%. Nilai pH dari setiap tabung diukur
dengan pH indikator universal dan didapatkan pH 1, 5, 7, dan 9. Ke dalam setiap tabung reaksi
ditambahkan 2 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur. Tabung dikocok dengan baik dan
diletakkan pada penangas air 37 °C selama 15 menit. Isi tabung dipindahkan menjadi dua
bagian dengan satu bagian tabung uji diisi dengan pereaksi yodium, sedangkan bagian lainnya
diuji dengan pereaksi Benedict.
Hidrolisis Pati oleh Amilase Air Liur
Tabung reaksi berisi 0.2 mL air liur ditambahkan larutan tepung pati. Tabung dikocok
rata dan disimpan pada suhu 37C. Perubahan kekentalan dan opalesan dicatat dan diperhatikan.
Setiap selang waktu satu menit, dipindahkan satu tetes ke papan porselen (papan uji) dan
diteteskan pereaksi yodium. Diperhatikan dan dicatat waktu (menit ke berapa) terjadi
perubahan warna dari biru, kecoklat - coklatan, hingga tidak memperlihatkan perubahan warna
lagi. Kemudian, hasil catatan waktu dan perubahan warna pereaksi yodium dibandingkan
dengan hasil milik kelompok lain. Diperhatikan waktu terlihatnya opalesan, yaitu sebelum
reaksi positif yodium (tidak timbul warna biru atau biru tua lagi) berhenti atau sesudahnya.
Kemudian, larutan diuji dengan pereaksi Benedict dan dicatat hasilnya. Dibuat kesimpulan dari
percobaan dan pengamatan tersebut.
Hidrolisis Pati Mentah oleh Amilase Air Liur
Tepung pati dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 mL aquades,
dan dikocok. Setelah itu, air liur diteteskan dan disimpan pada temperatur 37 °C selama 20
menit. Lalu, larutan disaring dan diuji filtratnya terhadap produk hidrolisis pati oleh amilase.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 1, derajat keasaman pH saliva dapat
mempengaruhi kerja enzim secara umum. Uji iod dilakukan untuk mengetahui kandungan pati
pada sampel. Warna biru yang timbul setelah sampel saliva diteteskan larutan iodin
menunjukkan adanya pati (Winarno 2002). Ketika dipanaskan, warna biru pada sampel yang
telah diberikan larutan iod akan hilang karena terjadinya peregangan pada molekul pati. Hal
ini menunjukkan bahwa pH optimum saliva berkisar antara pH 7-9 yang dibuktikan dengan
perubahan warna pada sampel yang telah diberi larutan iod dari biru tua menjadi kecoklatan,
yang berarti pati sudah tidak terdapat pada saliva dan telah dipecah menjadi glukosa.
Pada uji Benedict, diukur kadar glukosa dalam saliva dengan menggunakan sensor
kimia berbasis reagen Benedict (Bernd 2004). Uji Benedict pada tabel 1 dilakukan untuk
menunjukkan keberadaan gula dari hasil pemecahan pati. Pada pH optimum, pati akan terpecah
dan seluruhnya menjadi gula, sehingga dapat diuji menggunakan reagen Benedict. Hal ini dapat
dilihat melalui perubahan warna yang terjadi pada sampel ketika diberikan reagen Benedict.
Kepekatan yang meningkat pada sampel menandakan tingkatan gula dalam sampel tersebut.

Tabel 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas amilase

Hasil Gambar
pH
Iod Benedict Iod Benedict

1 + +

Biru kehitaman Hijau

3 + +

Biru tua Hijau

7 - +
Coklat Hijau

9 - +

Kuning Hijau

kekuningan

Keterangan : (+) = mengandung zat yang diuji

(-) = tidak mengandung zat yang diuji

Titik akromatik adalah titik saat pereaksi iodium tidak lagi menunjukkan hasil positif
sebab semua pati yang terkandung dalam larutan uji telah dihidrolisis oleh enzim amilase
menjadi maltosa ataupun glukosa. Berdasarkan hasil percobaan, pati matang mencapai titik
akromatik pada menit ke 25 ketika hasil uji iodnya negatif dan hasil uji benedict positif yang
artinya pati sudah terhidrolisis sempurna menjadi glukosa atau gula pereduksi. Pati mentah
mencapai titik akromatik pada menit ke 40 ke atas, ditunjukkan saat hasil uji iodinnya negatif
dan uji benedictnya positif. Pati mentah membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai titik
akromatik dibandingkan pati matang karena pati mentah memiliki struktur yang saling
berikatan dan lebih kuat dibandingkan dengan pati matang sehingga untuk menghidrolisis atau
memecah struktur ikatan pati mentah membutuhkan waktu yang lebih lama. Uji benedict
menunjukkan hasil positif saat terdeteksi adanya gula pereduksi atau glukosa (Raharja DA et
al. 2013). Pada hasil percobaan yang sebenarnya atau murninya, uji benedict seharusnya masih
negatif pada menit ke 0 atau saat awal percobaan karena larutan uji masih mengandung pati
murni atau belum terjadi hidrolisis pati oleh enzim amilase. Uji benedict di menit ke 0 memberi
hasil positif terjadi karena saliva tidak murni, yaitu masih ada sisa makanan yang sudah
terhidrolisis atau tersimpan dalam bentuk glukosa.
Tabel 2 Hidrolisis pati matang dan mentah
Waktu (menit)
Jenis Pati
0 5 10 15 20 25 30 35 40

Matang

Iod + + + + + - - - -

Benedict + + + + + + + + +

Mentah

Iod + + + + + + + + -

Benedict + + + + + + + + +

Keterangan : (+) = mengandung pati

(-) = tidak mengandung pati

Pembahasan
1. Apa yang dimaksud titik akromatik?
Titik akromatik merupakan titik yang dicapai pereaksi iodium ketika tidak lagi
bersifat positif. Titik akromatik dapat menentukan cepatnya hidrolisis bahan
percobaan (Nurlaila et al. 2014).

2. Apakah terjadi perbedaan waktu untuk mencapai titik akromatik pada hidrolisis pati
mentah dan pati matang? jika iya apa penyebabnya? Jelaskan
Waktu yang digunakan oleh pati mentah dan matang hingga mencapai titik
akromatik berbeda. Pada pati matang, waktu yang digunakan untuk mencapai titik
akromatik lebih cepat dibanding waktu yang digunakan oleh pati mentah. Hal ini
disebabkan oleh adanya amilum pada pati matang yang mudah pecah sehingga dapat
bereaksi dengan enzim. Berbeda dengan pati mentah yang sulit berekasi dengan enzim.
Enzim sendiri merupakan biomolekul yang berfungsi sebagai katalis sehingga
dapat mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Reaksi
yang telah dikatalisis oleh enzim disebut sebagai substrat dan berperan sebagai molekul
awal reaksi. Enzim akan mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul berbeda
yang disebut dengan produk (Harahap 2012).
3. Mengapa hidrolisis pati matang & mentah dilakukan pada suhu 370C?
Hidrolosis pati matang dan mentah dilakukan oleh enzim amilase. Pada tubuh,
enzim amilase bekerja optimal pada suhu tubuh normal yaitu 37C. Pada suhu optimal,
enzim dengan substrat akan saling bertumbukkan efektif dan efisien sehingga
pembentukkan kompleks enzim - substrat akan semakin mudah dan produknya akan
meningkat (Tarigan et al. 2015).

4. Apa fungsi uji Benedict dan Uji Iod (dengan Betadine pada Praktikum Enzim 2
Sederhana) pada praktikum ini? Dapatkah anda memperkirakan hasil yang muncul
apabila (a) amilase dapat mencapai titik akromatik; (b) amilase tidak mencapai titik
akromatik.
Amilase adalah enzim yang dapat mengubah pati menjadi gula. Pada praktikum,
digunakan dua uji pada larutan kanji beramilase, yaitu uji benedict dan uji iod. Uji
Benedict adalah reagen yang digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi
seperti glukosa. Pada reagen Benedict, terdapat ion Cu2+ sebagai agen pengoksidasi
dalam larutan alkali, ion sitrat sebagai agen pengompleks untuk menjaga ion tembaga
dalam larutan, sehingga tembaga hidroksida tidak akan mengendap. Prinsip dalam uji
benedict ini bahwa larutan uji yang diteteskan reagen benedict akan mereduksi Cu2+
menjadi Cu+ (Cu2O) oleh gula pereduksinya. Tembaga (I) oksida akan mengendap di
dalam air. Warna dari Cu2O akan menunjukkan endapan warna oranye, kuning, dan
merah bata, tergantung jumlah sampel yang akan diuji (Hermanto D et al. 2020). Uji
iodin adalah uji reagen iodin yang akan bereaksi positif dengan karbohidrat golongan
polisakarida, dibuktikan dengan terbentuknya warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, sedangkan amilopektin
dengan iodin akan berwarna merah violet (Surbakti JM 2016). Ketika larutan uji
ditambahkan reagen iodin, maka akan terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi
kecoklat - coklatan. selama masih terjadi perubahan warna, maka masih terdapat pati
atau amilum yang belum terhidrolisis oleh enzim amilase sehingga masih bereaksi
positif dengan reagen iodin. Ketika larutan uji tidak menunjukkan perubahan warna,
maka larutan uji sudah tidak bereaksi positif lagi dengan reagen iodin sebab semua pati
atau amilum sudah terhidrolisis menjadi glukosa atau gula pereduksi. Uji iodin yang
sudah tidak positif ini disebut telah mencapai titik akromatik, sedangkan saat masih
terjadi perubahan warna disebut belum mencapai titik akromatik. Perbedaan kandungan
pati, saat sebelum titik akromatik terdapat jumlah pati atau amilum yang lebih banyak
dari gula pereduksi, setelah tercapai titik akromatik maka jumlah gula pereduksi
(glukosa) lebih banyak dari pati atau amilum (Raharja DA et al. 2013).

5. Jelaskan hasil yang diperoleh pada masing-masing larutan (pH) uji terhadap aktivitas
amilase air liur pada Praktikum Enzim 2 Sederhana (jika melakukan praktikum
sederhana). Jelaskan hasil yang diperoleh pada masing-masing pH uji terhadap
aktivitas amilase air liur berdasarkan data sekunder (Jika tidak melakukan praktikum
sederhana).
Berdasarkan percobaan pada tabel 1, menunjukan bahwa prinsip uji pengaruh
pH terhadap enzim amilase air liur adalah menentukan cara kerja enzim amilase air liur
pada pH optimum dengan menguji air liur pada empat kondisi pH yang berbeda, yaitu
1, 3, 7, dan 9. Pada percobaan ini terdapat larutan HCL, larutan asam asetat, aquades,
dan larutan natrium bikarbonat. Larutan HCL berperan agar pH pada air liur menjadi
paling asam hingga menyentuh 1. Larutan asam asetat berperan agar kadar air liur
menjadi asam hingga menyentuh pH 3. Aquades berperan sebagai penetral air liur agar
pH air liur tetap berada di nilai 7. Sedangkan, larutan natrium bikarbonat berperan agar
kondisi air liur bersifat basa dan berada pada pH 9. Berdasarkan hasil percobaan
didapatkan, pada uji Iod pH 1 dan 3 positif sedangkan pH 7 dan 9 negatif. Sedangkan,
pada uji Benedict keempat pH tersebut positif. hal ini menunjukan pada pH 7 dan 9
enzim amilase bereaksi negatif karena enzim ini telah dihidrolisis dari pati menjadi
maltosa dalam larutan uji. Sedangkan, pada pH 1 dan 3 tidak terjadi hidrolisis karena
larutan dan kondisi yang digunakan terlalu asam. (Bahri et al. 2012)
6. Tentukan pH optimum aktivitas amilase saliva berdasarkan praktikum sederhana/data
sekunder dan jelaskan definisi pH optimum tsb.
Setiap enzim memiliki pH optimum, dimana pada pH tersebut terdapat struktur
tiga dimensi paling kondusif untuk mengikat substrat. jika konsentrasi ion hidrogen
berubah dari konsentrasi optimal, maka aktivitas enzim secara progresif akan hilang
hingga akhirnya enzim bekerja pasif atau tidak aktif. Aktivitas enzim juga akan
menurun pada pH 7-8 karena kondisi ion substrat dan enzim yang berubah. Sehingga
dapat terjadi residu asam amino yang berperan untuk mempertahankan struktur tersier
dan kuartener enzim aktif. Perubahan struktur tersier ini akan mengakibatkan sisi
hidrofobik menjadi terbuka, sehingga kelarutan enzim berkurang dan menurunkan
aktivitas katalik enzim. (Tazkiah et al. 2017)

SIMPULAN
pH optimum yang bekerja pada enzim amilase air liur adalah 6,8 - 7, karena karena
enzim amilase pada pH 1 dan 3 menghasilkan reaksi positif sedangkan pH 7 dan 9
menghasilkan reaksi negatif. pH sangat berpengaruh pada kerja enzim amilase, pH optimum
akan membantu kerja enzim amilase secara maksimal, tetapi setelah itu kerja enzim amilase
akan mengalami penurunan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan pada proses hidrolisis pati
mentah dan matang berbeda, hal ini terjadi karena amilum pati matang lebih mudah pecah
dibandingkan amilum pati mentah.

\
DAFTAR PUSTAKA
Bahri S, Mirzan M, Hasan M. 2012. Karakterisasi enzim amilase dari kecambah biji jagung
ketan (Zea mays ceratina L.). Jurnal Natural Science. 1(1) : 132-143.
Bernd K. 2004. The role of urine glucose testing in the management of diabetes mellitus.
Canadian Journal of Diabetes. 28(1): 238-245.
Harahap F. 2012. Fisiologi Tumbuhan. Medan (ID): Unimed Press.
Hermanto D, Sanjaya RK, Ismillayli N. 2020. Sensor optode glukosa yang sensitif dan
sederhana berbasis imobilisasi benedict pada membran nata selulosa. J. Pijar MIPA.
15(4): 404 - 407. DOI: 10.29303/jpm.v15i4.1352.
Karangan J, Sugeng B, Sulardi. 2019. Uji keasaman air dengan alat sensor pH di stt migas
balikpapan. JURNAL KACAPURI. 2(1) : 65-72.
Nurlaila HS, Poetra GT, Syaefuddin. 2014. Enzim pencernaan 1: daya cerna air liur [laporan
praktikum]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Raharja DA, Nugraha Y, Wulandari AS. 2013. Enzim II [laporan praktikum]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Siska F , Astuti W. 2018. Isolasi dan penentuan kondisi kerja optimum amilase dari rebung
bambu serit (Gigantochloa robusta Kurz). Kimia FMIPA UNMUL. 1(1) : 34-38.
Surbakti JM. 2016. Skrining fitokimia dan analisis karbohidrat secara spektrofotometri
sinar tampak pada pakkat (Calamus caesius blume) [skripsi]. Medan (ID): Universitas
Sumatera Utara.
Tazkiah NP. Rosahdi TD, Supriadin A. 2017. Isolasi dan karakterisasi enzim amilase dari biji
nangka (Artocarpus heterophillus). al-Kimiya. 4(1) : 17-22.
Winarno FG, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai