Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 22 Oktober 2021

Biokimia Umum Waktu : 08.30 – 11.00 WIB

PJP : Puspa Julistia Puspita, S.Si, M.Sc

Asisten : Rahma Alfadzrin

ENZIM I

Kelompok 14

Faisal Anthony B0401201075

Dian Maulia Utami B0401201110

Asri Rizkia Kurniawan B0401201155

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2021
PENDAHULUAN

Dasar Teori

Enzim merupakan molekul biologis yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia tertentu
dan menghasilkan produk yang spesifik. Enzim, seperti halnya protein lain, disintesis oleh jaringan
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Enzim dengan spesifisitas, afinitas, dan katalitik
efisiensi yang tinggi sangat diperlukan dalam berbagai proses kimia untuk menopang kehidupan dan
mempercepat reaksi kimia (Purwani 2018). Salah satu enzim yang penting dan erat kaitannya di
dalam tubuh yaitu enzim amilase. Amilase diklasifikasikan sebagai saccharidase (enzim yang
memotong polisakarida). Fungsi utama dari enzim amilase adalah untuk memecah pati dalam
makanan sehingga mereka dapat digunakan oleh tubuh (Ariandi 2016). Ningsih et al. (2012)
menyatakan bahwa enzim amilase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis amilum dan
menghasilkan glukosa. Enzim amilase dapat dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk
mengkatalis reaksi biokimia, sehingga reaksi-reaksi tersebut dapat berlangsung lebih cepat.

Menurut Tarigan et al. (2015), produksi enzim amilase yang tinggi, tidak lepas dengan
adanya faktor-faktor yang mendukung keberhasilan produksi suatu enzim. Faktor yang sangat
terpenting adalah suhu, pH dan substrat yang mengandung kadar pati tinggi. Suhu sangat
memengaruhi aktivitas enzim karena enzim adalah rangkaian asam amino yang sistem kerjanya
berkaitan erat dengan suhu lingkungan. Aktivitas enzim juga akan dipengaruhi oleh pH. pH akan
berkaitan dengan keberadaan ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen sangat memengaruhi aktivitas
enzim, karena enzim dapat aktif apabila asam amino yang merupakan sisi aktif enzim berada dalam
keadaan ionisasi yang tepat. pH terlalu asam atau basa akan menyebabkan enzim terdenaturasi
sehingga enzim tidak aktif. Faktor berikutnya yang perlu diperhatikan dalam memproduksi enzim
amilase adalah konsentrasi substrat yang digunakan harus mengandung kadar pati yang tinggi.
Untuk menentukan aktivitas enzim amilase dapat dilakukan dengan menggunakan substrat yang
spesifik, kemudian aktivitas enzim amilase dapat diukur dengan memantau jumlah glukosa
pereduksi yang dihasilkannya.

Menurut Ningsih et al. (2012), amilase merupakan enzim pencernaan, terutama dilakukan
oleh pankreas dan kelenjar ludah. Kelenjar ludah, memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui
kerja amilase saliva yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida.
Kelenjar ludah atau saliva terdiri dari 94%-99,5% air, bahan organik, dan anorganik. Komponen
anorganik dari saliva antara lain Na+, K+ , Ca2+, Mg2+, Cl-, (SO4)2-, H+ , PO4, dan HPO42-. Komponen
anorganik yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah Na+ dan K+. Sedangkan komponen organik
utamanya adalah protein dan musin. Selain itu ditemukan juga lipida, glukosa, asam amino, ureum
amoniak, dan vitamin. Komponen organik ini dapat ditemukan dari pertukaran zat bakteri dan
makanan. Protein yang secara kuantitatif penting adalah α-amilase, protein kaya prolin, musin, dan
immunoglobulin.

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan menentukan sifat fisik dan susunan air liur dan menentukan aktivitas
amilase air liur berdasarkan pengaruh suhu.
METODE
Alat dan Bahan

Pada percobaan untuk mengetahui sifat fisik dan susunan air liur digunakan alat berupa
tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetric, gelas beaker, pemanas, gelas ukur, spatula, test tube
holder serta bahan berupa kapas, air liur, glass wool, lakmus FF dan MO, pereaksi biuret, pereaksi
millon, pereaksi molisch, asam asetat pH 4.5, 1 mL filtrat, larutan 1 mL HCl 10% 1 mL larutan urea
10%, pereaksi molibdat khusus, 1 mL larutan ferosulfat khusus. Pada percobaan untuk mengetahui
pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur digunakan alat dan bahan berupa air liur sebanyak 2
mL, akuades 2 mL, tabung reaksi sebanyak 4 buah, penangas, larutan kanji 1% 2 mL, serta pereaksi
yodium.

Prosedur Percobaan

Sifat Fisik Saliva

Pertama-tama rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur. Selanjutnya, kapas yang
dibasahi sedikit asam asetat dikunyah. Lalu air liur dikumpulkan sebanyak 50 mL dan disaring
menggunakan glass wool

Pengaruh Suhu pada Aktivitas Amilase Air Liur

Disediakan 4 tabung reaksi dan diisi dengan 2 mL air dan 2 mL aquades. Tabung tersebut
dikocok dan tabung pertama diletakkan di penangas es (10°C), tabung kedua di suhu kamar (±25°C),
tabung ketiga pada penangas air (37°C) dan tabung keempat pada penangas air (100°C) selama 15
menit. Pada masing-masing tabung reaksi tersebut ditambahkan 2 mL larutan kanji 1% lalu dikocok.
Isi tabung tersebut dibagi menjadi dua bagian, satu ditambahkan pereaksi iod dan yang lainnya
ditambahkan pereaksi benedict.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

Uji FF terlihat bahwa pada data sekunder saliva tidak berubah warna. Indikator MO merubah
saliva probandus menjadi berwarna jingga. Indikator lakmus kertas tersebut berubah menjadi warna
merah. Perubahan warna kertas lakmus biru menjadi merah atau tidak mengubah kertas lakmus
merah adalah ciri-ciri larutan asam. Uji klorida menghasilkan positif adanya ion klorida, hal ini
ditandai dengan Saliva probandus mengandung ion klorida karena pada uji klorida terdapat endapan
putih dan larutan berwarna keruh. Hasil percobaan pada uji sulfat, larutan sampel saliva menjadi
keruh yang artinya membuktikan positif adanya sulfat dalam saliva. Uji biuret saliva probandus
berubah menjadi warna ungu, hal ini menunjukkan bahwa saliva probandus positif adanya protein
yaitu protein (amilase). Hasil dari uji milon berupa tidak berwarna dan terdapat endapan putih pada
saliva, hal ini positif adanya asam tirosin pada sampel tersebut. Terdapat cincin violet pada saliva
probandus tersebut, hal ini menandakan bahwa pada uji molisch saliva tersebut postif adanya
karbohidrat. Uji fosfat menghasilkan warna biru dan terdapat endapan yang berarti pada uji fosfat
saliva probandus positif asam fosfat. Hasil dari uji musin adalah saliva probandus tidak bereaksi dan
tidak keruh (tidak adanya pengendapan), hal ini artinya di dalam saliva probandus tersebut negatif
musin.

Tabel 1 Sifat fisik saliva manusia


Uji Hasil Keterangan Gambar
Berat jenis X BJ terukur : 1.009 -
BJ terkoreksi : -

FF X Tidak berubah warna

MO X Jingga

Lakmus X Merah

Terdapat endapan putih dan


Klorida +
lakmus berwarna merah

Warna keruh dan lakmus


Sulfat +
berwarna merah

Biuret + Ungu

Tidak berwarna dan terdapat


Milon -
endapan

Molisch + Ada cincin violet

Hijau menjadi biru dan terdapat


Fosfat +
endapan

Musin - Tidak bereaksi dan tidak keruh


Suhu 10°C, 25°C, 37°C dan 100°C pada uji iod sampel berubah warna menajadi hitam
kebiruan. Artinya, pati dalam keempat kondisi suhu tersebut pereaksi iod mendeteksi adanya amilosa
dan amilopektin. Sama halnya dengan uji benedict bahwa pada suhu 10 °C, 25 °C, 37 °C dan 100 °C
pati berubah warna menjadi hijau kebiruan. Hal ini menandakan bahwa sampel tersebut positif
adanya gula pereduksi.
Tabel 2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase
Hasil Gambar
Suhu (⁰C) Benedict (gula
Iod Iod Benedict
pereduksi)
(pati)

10 + +

Hitam kebiruan Hijau kekuningan

32 + +

Hitam kebiruan Hijau kekuningan

37 + +

Hitam kebiruan Kuning

100 + +

Hitam kebiruan Hijau kebiruan


Keterangan : (+) = mengandung zat yang diuji
(-) = tidak mengandung zat yang diuji

Pembahasan
Saliva disekresikan oleh tiga pasang kelenjar yaitu kelenjar saliva mayor atau parotid yang
terletak dibawah telinga, submandibular berada di bawah rahang bawah, dan sublingual yang
terdapat di bawah lidah. Saliva memiliki komposisi yang terdiri dari 94%-99,5% air, bahan organik,
dan anorganik. Bahan anorganik lainnya terdiri dari 0,5 %, yakni Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl, SO42- ,
H+, PO4, dan HPO42-. Komponen anorganik yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah Na+ dan K+.
Protein dan musin menjadi komponen utama dari bahan organik. Musin memilik pernanan sebagai
pelicin rongga mulut dan memudahkan makanan untuk ditelan. Sedangkan protein memiliki tugas
untuk menghidrolisis pati (Indriana 2010).

Saliva bersifat sedikit asam dengan pH antara 5.75 sampai 7.05, tetapi pada umumnya pH
saliva adalah sedikit dibawah 7. Saliva menghasilkan enzim yang memegang peranan penting dalam
suatu reaksi sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pengaruh
inhibitor dan aktivator (Sukmana, 2014).

Percobaan yang dilakukan untuk pengujian sifat fisik manusia pada tabel 1 memiliki hasil
yang positif pada sebagian besar percobaan. Melalui Uji FF dapat diketahui bahwa Melalui uji ini
larutan asam yang diberi indikator FF akan berubah menjadi tidak berwarna. Selanjutnya bila pada
larutan basa indikator FF menunjukkan warna merah muda (Nurindah et al. 2010). Menurut
Nuryanti et al. (2010) indikator FF memiliki rentang pH 8.0-9.6. Hasil percobaan sesuai dengan
pernyataan Nurindah et al. (2010) bahwa ketika sampel tidak berwarna setelah ditambahkan
indikator FF maka sampel tersebut merupakan larutan asam.

Larutan yang bersifat asam dapat diuji dengan metil oranye (MO) (Harjanti 2008). Kondisi
pada asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion
hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak
berwarna. Sifat asam air liur juga dibuktikan melalui percobaan Metil Oren (MO). Melalui uji ini
saat larutan basa sampel akan berubah menjadi warna kuning. Uji MO pH rentangnya adalah 3,1-4,4
dan pada indikator MO akan menunjukkan warna merah atau jingga pada kondisi asam (Nuryanti et
al. 2010).

Uji Lakmus adalah uji untuk menentukan sifat asam atau basa pada suatu senyawa. Menurut
Anshory dan Achmad (2003) yang menyatakan bahwa asam dan basa mempunyai sifat yang dapat
berubah-ubah warna setiap ditambahkan indikator tertentu. Hasil dari uji lakmus kertas tersebut
berubah warna menjadi merah. Hal ini menunjukkan bahwa saliva probandus tersebut merupakan
larutan asam. Saliva memiliki pH pada kisaran 6.5-7.4 yang memperlancar kerja enzim pencernaan
seperti ptyalin.Saliva probandus pada data sekunder mengandung ion klorida karena pada uji klorida
terdapat endapan putih dan larutan berwarna keruh. Artinya, dalam saliva probandus terdapat ion
klorida. Prinsip uji khlorida, dalam suasana asam ion sulfat bereaksi dengan BaCl2 membentuk
kristal BaSO4 (Utami 2017).

Pengujian sulfat dilakukan dengan menggunakan atau sampel diberi BaCl2 sehingga ketika
bereaksi, sulfat yang terkandung dalam saliva akan bereaksi dengan ion Ba2+ dan membentuk kristal
BaSO4 (Utami 2017). Terbentuknya senyawa BaSO4 ditandakan dengan warna larutan yang keruh
dan ada endapan putih. Hasil dari percobaan, larutan sampel saliva yang menjadi keruh sudah cukup
membuktikan adanya sulfat dalam saliva. Menurut Ramayanti dan Purnakarya (2013), keberadaan
sulfat di dalam saliva tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita
konsumsi.

Uji biuret dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus amida pada larutan yang diuji
(saliva). Suasana basa (penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi dengan gugus CO dan -NH2 pada
asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu kompleks berwarna. Uji biuret ini. reagen
yang digunakan yaitu NaOH dan CuSO₄. CuSO₄ berfungsi sebagai penyedia ion Cu 2+ yang akan
membentuk kompleks protein, sedangkan NaOH berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa
membantu membentuk Cu(OH)₂ yang akan menjadi Cu dan 2OH−. Hasil positif ditunjukkan dengan
adanya endapan biru tua-keunguan yang berarti dalam saliva ada protein. Kompleks warna juga
dapat terbentuk melalui protein yang dilarutkan dalam hidroksida tembaga (Bintang 2010).
Pereaksi millon dalam asam nitrat akan membentuk endapan yang berwarna putih dan
berwarna merah jika dipanaskan yang menunjukkan adanya asam amino tirosin (Anna dan
Supriyanti 2009). Uji millon dilakukan untuk mengetahui kandungan asam amino tirosin pada suatu
senyawa. Prinsip uji millon bergantung pada keberadaan monohidroksi benzena, seperti tirosin dan
fenol. Reaksi yang terjadi tidak spesifik pada asam amino karena ketika ada gugus fenol, hasil uji
juga akan positif (Bintang 2010). Hasil dari uji ini adalah probandus saliva negatif adanya asam
amino tirosin karena tidak terdapat endapan putih pada tabung reaksi.

Uji molisch berfungsi sebagai indikator untuk mengetahui ada tidaknya suatu karbohidrat
dalam larutan dan hasil positif ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi ungu (Salamah et
al. 2011). Uji ini sangat efektif untuk menghidrasi senyawa-senyawa dari asam pekat menjadi
furfural atau furfural yang tersubstitusi seperti hidroksimetil furfural. Dehidrasi heksosa mampu
menghasilkan senyawa hidroksimetil furfural, sedangkan dehidrasi pentose mampu menghasilkan
senyawa furfural. α-naftol akan bereaksi dengan furfural yang terbentuk dan menghasilkan cincin
berwarna ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan
αnaftol (Bintang 2010). Hasil pengamatan uji Molisch, terdapat cincin violet di saliva probandus
dalam tabung. Hal ini menandakan adanya komponen karbohidrat dalam sampel tersebut.

Uji fosfat berprinsip pada adanya senyawa asam fosfomolibdat yang kemudian direduksi
oleh asam askorbat menjadi kompleks biru molibden (Purnama dan Kusumaningtyas 2014). Suatu
sampel dinyatakan positif jika larutan berwarna biru. Hasil percobaan uji fosfat, saliva probandus
menunjukkan hasil positif karena ketika larutan diberi pereaksi molibdat khusus, larutan menjadi
warna biru. Logam juga mempengaruhi aktivitas enzim. Contoh logam yang dapat meningkatkan
aktivitas enzim amilase adalah logam CoCl₂, MgCl₂, NiCl₂, dan CaCl₂.

Musin adalah glikoprotein yang terkandung dalam saliva. Musin menyebabkan kekentalan
terhadap saliva dan aktivitas fisiologis kelenjar saliva (Pijayanti 2013). Musin berfungsi sebagai
pelicin dan agar makanan dapat dikunyah dengan mudah (Taniguchi 2015). Uji musin dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya kandungan musin dalam saliva probandus. Saliva uji Musin
probandus tidak mengandung musin karena tidak ada endapan dalam larutan. Hal ini disebabkan
saliva yang disaring tidak meninggalkan musin pada residunya. Peran zat-zat mineral penting yang
ada pada saliva bagi tubuh salah satunya adalah magnesium, kalsium yang dapat membantu dalam
perkembangan tubuh seperti tulang dan gigi (Cahyati 2013). Selain itu saliva mengandung
immunoglobulin (Ig)A yang bekerja sebagai respon imun humoral pada mukosa rongga mulut yang
dihasilkan oleh sel B yang berfungsi untuk mencegah perlengketan bakteri ataupun virus ke rongga
(Qalbi et al. 2018).

Peran zat-zat mineral penting yang ada pada saliva bagi tubuh salah satunya adalah
magnesium, kalsium yang dapat membantu dalam perkembangan tubuh seperti tulang dan gigi
(Cahyati 2013). Selain itu saliva mengandung immunoglobulin (Ig)A yang bekerja sebagai respon
imun humoral pada mukosa rongga mulut yang dihasilkan oleh sel B yang berfungsi untuk
mencegah perlengketan bakteri ataupun virus ke rongga (Qalbi et al. 2018).

Kondisi tubuh seseorang dapat mempengaruhi kerja enzim yang juga berdampak pada air liur
yang dihasilkan. Ketika tubuh sedang berada pada suhu tinggi maka enzim menjadi tidak efektif.
Pada orang-orang yang dalam kondisi sakit atau sedang mengkonsumsi obat-obatan, orang lanjut
usia, maupun orang yang menjalani terapi radiasi (pada penderita kanker) memiliki kecenderungan
berkurangnya air ludah yang diproduksi disebut dengan istilah xerostomia (kekeringan rongga
mulut). Hal ini bisa diatasi dengan terapi obat-obatan yang merangsang keluarnya air ludah (dengan
obat-obatan yang diresepkan dari dokter) (Rahayu dan Kurniawati 2018).

Enzim Amilase merupakan salah satu jenis enzim yang berperan penting dalam industri.
Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi molekul karbohidrat yang lebih
sederhana, yaitu dekstrin, maltosa dan glukosa (Ningsih et al. 2012). Proses hidrolisa pati tersebut
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Ketiga tahapan
tersebut memerlukan energi yang relatif tinggi sehingga meningkatkan biaya produksi pada produk
berbasis pati (Nangin dan Sutrisno 2015).

Menurut literatur, aktivitas enzim diartikan sebagai jumlah enzim yang menyebabkan
pengubahan satu mikromolsubstrat per menit pada keadaan pengukuran optimum. Ketika suhu
rendah, aktivitas enzim amilase tidak optimal karena energi yang diserap oleh enzim tersebut tidak
cukup untuk menghidrolisis substrat sehingga nilai aktivitas enzim tersebut menjadi rendah.
Sedangkan ketika suhu terlalu tinggi enzim, akan mengalami denaturasi yaitu terganggunya bagian
aktif enzim sehingga kecepatam reaksinya menurun (Supriyatna et al. 2015).

Tujuan uji iodin adalah untuk mengidentifikasi polisakarida sedangkan uji Benedict untuk
mengidentifikasi gula pereduksi monosakarida dan disakarida, sehingga uji suhu dilakukan untuk
memeriksa aktivitas enzim untuk memecah karbohidrat menjadi lebih banyak molekul, sederhana
atau tidak pada suhu tertentu. Larutan Benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi
dalam suatu sampel. Prinsip pengujiannya sama dengan uji menggunakan larutan Fehling.
Berdasarkan data sekunder, uji Benedict positif pada suhu optimum yang ditandai dengan warna
kuning, artinya pati telah terurai menjadi molekul yang lebih sederhana.

Enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, hal ini akan terus meningkat dengan
bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai. Aktivitas enzim akan menurun disebabkan oleh
kenaikan suhu yang lebih lanjut. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber mikroorganisme,
tanaman, dan hewan. Molekul amilum akan dipecah oleh amilase pada ikatan α-1,4-glikosida dan α-
1,6-glikosida (Supriyatna et al. 2015). Amilase dibedakan menjadi endoamilase dan eksoamilase.
Endoamilase umumnya dikenal sebagai α-amilase, sedangkan eksoamilase dikenal sebagai β-amilase
(Supriyatna et al. 2015). Amilase memiliki aktivitas pada suhu 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C
dan aktivitas enzim amilase optimum pada suhu 40°C (Supriyatna et al. 2015). Pengujian aktivitas
enzim dapat dilakukan dengan tiga pengamatan, yaitu peningkatan kekuatan reduksi, penurunan
intensitas warna biru, dan perubahan densitas optis. Penurunan intensitas warna biru senyawa
kompleks iodin pati terjadi karena jumlah substrat berkurang akibat kinerja enzim untuk
menghidrolisis pati.

Pemanfaatan air liur untuk tujuan diagnosis sudah dilakukan pada air liur manusia (Al Kawas
et al. 2012), antara lain untuk mendeteksi apakah seseorang mengidap virus human
immunodeficiency virus (HIV), gangguan jantung, penyakit autoimun, serta beberapa jenis kanker.
Hasilnya menunjukkan bahwa pengujian menggunakan air liur sebagai media secara umum tidak
berbeda dari serum atau plasma, bahkan untuk mendeteksi squamous cell carcinoma pada mulut, air
liur lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan menggunakan sampel darah.
Hal ini merupakan keuntungan tersendiri karena pengambilan sampel air liur jauh lebih mudah
dibandingkan pengambilan darah dari tubuh pasien.
Guna (2020) menambahkan bahwa 2019-nCoV dapat dilakukan menggunakan media
diagnosis saliva. Ada beberapa kelebihan dalam menggunakan spesimen saliva untuk diagnosis
2019-nCoV. Pertama, spesimen saliva dapat diberikan oleh pasien dengan mudah tanpa prosedur
invasif. Oleh karena itu, penggunaan spesimen saliva dapat mengurangi risiko penularan nosokomial
2019-nCoV. Kedua, penggunaan saliva akan memungkinkan pengumpulan spesimen di luar rumah
sakit di mana ruang isolasi infeksi-udara tidak tersedia, seperti di klinik rawat jalan atau di
masyarakat. Sampel saliva juga lebih aman untuk ditangani serta mudah dikirim dan disimpan.
Saliva tidak menggumpal dan membutuhkan manipulasi lebih sedikit daripada darah dan prosedur
pengambilannya ekonomis sehingga mengurangi biaya keseluruhan untuk pasien dan penyedia
layanan kesehatan.

Air liur (saliva) sebagai komponen biologis yang unik pada rongga mulut memiliki potensi
sebagai mediator untuk uji biologis noninvasive pada hewan . Keuntungan menggunakan sampel air
liur, sebagaimana diungkapkan di depan, karena secara umum air liur dapat diperoleh tanpa terlalu
menyakiti ternak (noninvasive) sehingga stres dapat ditekan.

Suhu optimum pada gambar tersebut terdapat pada suhu 45°C. Sebagian besar enzim bekerja
optimal di suhu tubuh normal. Masing-masing enzim mempunyai suhu optimum yang berbeda-beda.
Apabila suhu di lingkungan enzim sedikit menurun, maka efektifitas enzim cenderung akan
melambat. Kondisi ini terjadi karena energi kinetik yang rendah, sehingga mereka bergerak lambat
dan tidak sering bertabrakan. Hal ini sesuai menurut Sriwahyuni et al. (2015) yang menyatakan
bahwa sebelum mencapai temperatur 40°C terlihat bahwa aktivitas enzim masih rendah, hal ini
disebabkan pada suhu tersebut energi aktivasi yang diperlukan enzim untuk mengkatalisis reaksi
hidrolisis substrat belum maksimal, sehingga enzim tidak dapat bekerja dengan baik. Kenaikan suhu
menyebabkan aktivitas amilase meningkat hingga mencapai suhu optimum. Setelah mencapai
kondisi optimum, terlihat bahwa aktivitas enzim menurun. Terjadinya penurunan aktivitas enzim ini
karena pada suhu tinggi struktur enzim akan berubah mengalami denaturasi sehingga sisi aktif enzim
akan rusak.

SIMPULAN
Air liur memiliki susunan yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Kandungan terbesar
dari air liur adalah zat organik. Susunan air liur dan sifat fisiknya ditentukan dari aktivitas amilase
air liur. Kondisi suhu tubuh seseorang menjadi faktor penentu aktivitas enzim dalam air liur.
Aktivitas enzim pada suhu rendah tidak optimal, sedangkan ketika suhu terlalu tinggi, enzim akan
mengalami denaturasi. Maka dari itu, enzim optimum pada kisaran suhu 37°C-40°C.

DAFTAR PUSTAKA
Al Kawas S, Rahim ZHA, Ferguson DB. 2012. Potential uses of human salivary protein and peptide
analysis in the diagnosis of disease. Archives of Oral Biology.

Anna P, Supriyanti FMT. 2009. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Press.

Anshory I, Achmad H. 2003. Acuan Pelajaran Kimia. Jakarta (ID): Erlangga.


Ariandi. 2018. Pengenalan enzim amilase (alpha-amylase) dan reaksi enzimatisnya menghidrolisis
amilosa pati menjadi glukosa. Jurnal Dinamika. 7(1): 74-82.

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga.

Cahyati WH. 2013. Konsumsi papaya (Carica papaya) dalam menurunkan debris index. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 8(2): 127-136.

Depamede SN, Rosyidi A, Sriasih M, Dahlanuddin, Yulianti E, Suparman. 2014. Potensi air liur
sebagai perantara dalam pemeriksaan noninvasive pada hewan piaraan. Jurnal Veteriner.
15(4): 564-569.

Guna AR. 2020. Peranan saliva dalam mendeteksi Corona virus disease (covid)19: kajian literatur.
[skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Harjanti. 2008. Pemungutan kurkumin dari kunyit (Curcuma domestica val) dan pemakaiannya
sebagai indikator analisis volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. 2(2).

Indriana T. 2010. Hubungan antara ukuran aliran saliva dan sekresi ion di saliva. Jurnal Kedokteran
Gigi. 7(2): 129-132.

Jayanti RT. 2011. Pengaruh pH, suhu hidrolisis enzim, α-amilase dan konsentrasi ragi roti untuk
produksi etanol menggunakan pati bekatul [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas
Maret.

Nangin D, Sutrisno A. 2015. Enzim amilase pemecah pati mentah dari mikroba: kajian
pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3): 1032-1039.

Ningsih DR, Rastuti U, Kamaludin R. 2012. Karakterisasi enzim amilase dari bakteri Bacillus
amyloliquefaciens. Prosiding Seminar Nasional: Pengembangan Sumber Daya Pedesaan
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II.

Nurindah R, Wahyu FK, Rahmawardani D, Dewi MS, Rosyadi E. 2010. Limbah kulit buah kesumba
(Bixa orellana L.) sebagai alternatif indikator asam basa alami (IABA). PELITA. 5(1): 37-44.

Nuryanti S, Matsjeh S, Anwar C, Raharjo TJ. 2010. Indikator titrasi asam-basa ekstrak bunga sepatu
(Hibiscus rosa sinensis L). AGRITECH. 30(3): 178-183.

Pijayanti, RP. 2013. Morfologi kelenjar lingualis walet linchi (Collocalia linchi) pada masa berbiak
dan bersarang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purnama P, Kusumaningtyas DI. 2014. Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)
pada pengukuran fosfat (PO4-P) dalam air tawar dengan metode asam askorbat. BTL. 11(1):
71-75.

Purwani NN. 2018. Enzim: aplikasi di bidang kesehatan sebagai agen terapi. Jurnal Inovasi
Pendidikan Sains. 9(2): 168-176.

Rahayu YC. Kurniawati A. 2018. Buku Ajar Cairan Rongga Mulut Edisi kedua. Yogyakarta:
Pustaka panasea.
Ramayanti S, Purnakarya I. 2013. Peran makanan terhadap kejadian karies gigi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2(7): 89-93.

Salamah E, Purwaningsih S, Permatasari E. 2011. Aktivitas dan antioksidan dan komponen bioaktif
pada selada air. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(2): 85-91.

Supriyatna A, Amalia D, Jauhari AA, Holydaziah D. 2015. Aktivitas enzim amilase, lipase, dan
protein dari larva. Jurnal Istek. 9(2): 18-32.

Sukmana MES. Roosdiana A. 2014. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kestabilam
enzim xilanase dari Trichoderma viride. Kimia Student Journal. 2(1): 340-347.

Sriwahyuni. Rohsadi TD. Supriadin A. 2015. Isolasi dan karakterisasi amilase dari biji durian (Durio
sp.) Al Kimiya. 2(1): 18-23.

Taniguchi M. 2015. Buku Kehidupan. Jakarta (ID): PT Serambi Ilmu Semesta.

Tarigan WF, Sumardi, Setiawan WA. 2015. Karakterisasi enzim selulase dari bakteri selulolitik
Bacillus sp [Skripsi]. Lampung (ID): Universitas Lampung.

Utami AR. 2017. Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI
6989.20: 2009. Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri. 2(1): 19-25.

Anda mungkin juga menyukai