Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 12 November 2021

Biokimia Umum Waktu : 08.30-11.00 WIB


PJP : Puspa Julistia Puspita, S.Si, M.Sc
Asisten : Rahma Alfadzrin

MINERAL

Kelompok 14

Faisal Anthony B0401201075


Dian Maulia Utami B0401201110
Asri Rizkia Kurniawan B0401201155

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Mineral memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan,
organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam
berbagai tahap metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim.
Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti anemia,
gondok, osteoporosis dan osteomalasia. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia
dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari
tumbuhan (mineral nabati) maupun hewan (mineral hewani) (Almatsier 2006) dalam
(Salamah et al. 2012). Mineral dibagi menjadi 2 kelompok yaitu makronutrien
mineral (mineral makro) dan mikronutrien mineral (mineral mikro). Makronutrien
adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar, contoh
makronutrien adalah kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium dan klor.
Sedangkan Mikronutrien adalah mineral yang diperlukan dalam tubuh dengan jumlah
yang relatif kecil contoh mikronutrien ialah besi, seng, iodium, mangan, selenium dan
kromium (Devi 2010).

Mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh
bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak, sebagian besar
karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan
nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam
bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana serta akan terjadi
penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam
anorganik. Proses pembakaran bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganik
tidak terbakar karena itu bahan anorganik disebut abu. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam
anorganik. Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung
dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga
perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan
tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan
anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam
dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Kaderi 2015).

Pembuatan abu tulang didasarkan pada metode gravimetri. Pengabuan adalah


salah satu cara untu mengetahui jenis dan jumlah mineral di dalam suatu bahan
sampel. Pengaruh panas pada bahan sampel dapat merusak kandungan yang terdapat
di dalamnya sehingga hasil pada reaksi ini setelah kalsinasi menjadi lebih dikit. Kadar
abu yang terdapat pada sampel menunjukkan sisa residu bahan organik yang tersisa
setelah bahan organik dalam sampel terdestruksi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kandungan mineral yang terdapat dalam sampel (Prinaldi et al. 2018).
Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral yang berada di dalamnya,
semakin besar kadar abu akan semakin banyak mineral yang terkandung di dalamnya
(Hanura et al. 2017).
Tujuan

Tujuan praktikum ini yaitu memahami prinsip pengabuan tulang dan


identifikasi mineral tulang.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada percobaan ini tepung tulang, larutan HNO3 10%,
akuades, NH4OH pekat, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, asam asetat 10%, amonium
oksalat 1%, urea 10%, ferosulfat khusus, amonium tiosianat, kalium ferosianida,
pereaksi molibdat khusus, kristal amonium karbonat dan amonium klorida.
Alat yang digunakan yaitu pinggan porselin, tanur, neraca analitik, cawan
petri, batang pengaduk, mortar dan alu, gelas piala 250 mL, pipet tetes, tabung reaksi,
rak tabung reaksi, spatula, penjepit tabung reaksi, bunsen burner, kertas lakmus,
kertas saring.

Prosedur Percobaan

Pembuatan Abu Tulang

Ke dalam pinggan porselin dimasukkan sebanyak 3 - 5 gram tepung tulang


dan panaskan sampai terjadi abu (dalam tanur). Hasil abu tulang yang berwarna
kelabu didinginkan dan selanjutnya digerus halus di dalam mortar. Abu halus tersebut
dipanaskan kembali di dalam pinggan porselin sampai putih. Biarkan abu putih
menjadi dingin dan pindahkan ke dalam gelas piala 250 mL. Ditambahkan 50
mL HNO3 10%, diaduk hingga rata. Lakukan pemanasan sampai abunya menjadi
larut dan tambahkan akuades sebanyak isi yang sama. Kemudian dilanjut dengan
penyaringan dan diitambahkan NH4OH pekat ke dalam filtrat sampai bereaksi basa
(gunakan lakmus) atau hingga terbentuk endapan. Jangan dikocok. Terbentuknya
endapan putih yang tebal menunjukkan adanya fosfat. Dilakukan kembali
penyaringan, hasil filtrat dan endapan untuk diuji secara terpisah.

Pengujian Filtrat
A. Uji Klorida
1 mL filtrat diasamkan dengan larutan 1 mL HNO3 10% (gunakan
lakmus). Ke dalam filtrat asam tersebut ditambahkan larutan 1 mL AgNO3
2%. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor.

B. Uji Sulfat
1 mL filtrat diasamkan dengan larutan 1 mL HCl 10% (gunakan lakmus). Ke
dalam filtrat asam tersebut ditambahkan larutan 1 mL BaCl2. Endapan putih yang
terbentuk menunjukkan adanya sulfat.

III. Pengujian Endapan

Ditambahkan 10 mL larutan asam asetat 10% pada endapan yang terdapat


pada kertas saring. Ditempatkan filtrat asam hasil pencucian endapan di dalam gelas
piala dan sesuaikan jumlahnya untuk pengujian. dipisahkan endapan asam untuk uji
besi.

A. Uji Kalsium
Ke dalam 2 mL filtrat ditambahkan 1 mL amonium oksalat 1%.Endapan putih
terbentuk menunjukkan adanya kalsium.

B. Uji Fosfat
Ke dalam 1 mL filtrat ditambahkan 1 mL larutan urea 10% dan pereaksi
molibdat khusus. Kemudian dicampurkan dengan rata, kemudian ditambahkan 1 mL
larutan ferosulfat khusus. Pembentukkan warna biru pada larutan yang makin lama
makin pekat menunjukkan adanya fosfat.

C. Uji Magnesium
Sisa filtrat dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Kemudian, filtrat
panas tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit kristal amonium karbonat dan
amonium klorida (lakukan penambahan selama endapan masih terbentuk). Endapan
yang terbentuk disaring. Ke dalam filtrat ditambahkan kristal dinatrium hidrogen
fosfat dan larutan amonium hidroksida sampai basa.Endapan putih yang terbentuk
menunjukkan adanya magnesium.

D. Uji Besi
Ditambahkan 3 mL larutan HCl 10% pada endapan asam asetat di kertas
saring. Ditempatkan filtrat asam klorida untuk pengujian.Ke dalam 1 mL filtrat
ditambahkan 1 mL larutan amonium tiosianat dan perhatikan terbentuknya warna
merah. Setelah itu,Ke dalam 1 mL filtrat ditambahkan 1 mL larutan kalium
ferosianida dan perhatikan terbentuknya warna biru atau hijau.Warna merah, biru,
atau hijau menunjukkan adanya besi (Fe).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan hasil dari uji
klorida adalah positif dengan larutan yang putih keruh dan memiliki endapan putih.
Hal ini karena adanya endapan AgCl setelah penambahan reagen. Uji sulfat
menunjukkan hasil negatif karena tidak ada endapan yang terbentuk. Hasil larutan uji
kalsium positif dengan warna keruh dengan sedikit endapan putih sesuai dengan
literature. Uji fosfat menunjukkan hasil positif yang menghasilkan larutan warna biru
pekat. Hasil positif pada uji magnesium adalah larutan yang berwarna putih keruh dan
terdapat endapan putih. Uji besi menghasilkan hasil positif dengan larutan berwarna
merah melalui penambahan reagen ammonium tiosianat. Warna larutan juga akan
berubah biru atau hijau jika ditambahkan reagen kalium ferosianida.

Jenis uji Hasil Pengamatan Gambar


Uji klorida + Putih keruh dan ada endapan putih

Uji sulfat - Bening dan tidak ada endapan putih

Uji kalsium + Keruh dengan sedikit endapan putih

Uji fosfat + Warna biru pekat


Uji + Putih keruh dan ada endapan putih
magnesium

Uji besi + Warna larutan dengan penambahan amonium


tiosianat menjadi merah

Warna larutan dengan penambahan kalium


ferosianida menjadi biru

Keterangan: (+) mengandung mineral yang diuji


(-) tidak mengandung mineral yang diuji

Pembahasan

Mineral merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
dan dikenal sebagai zat anorganik (Abdullah et al. 2010). Kandungan mineral atau
kelarutan mineral yaitu adanya Ca, P, Na, dan Mg dalam suatu komponen.
Kandungan mineral ialah kandungan Ca, Mg, Fe, Mn dan Zn serta logam berat Cu
dan Pb (Riska et al. 2019). Berdasarkan distribusi mineral pada jaringan dan organ
tubuh, mineral dibagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama adalah mineral yang
didistribusikan pada jaringan tulang (osteotropic). Contoh mineral yang termasuk
golongan ini ialah Ca, P, Mg, Sr, Be, F, Vn, Ba, Ti, dan Ra. Golongan kedua adalah
mineral yang didistribusikan ke dalam sistem reticuloendothelial. Contoh mineral
pada golongan ini adalah Fe, Cu, Mn, Cr, Ni, Co, dan beberapa lantanida. Mineral
golongan ketiga adalah mineral yang didistribusikan pada jaringan yang tidak
spesifik. Umumnya mineral tersebut terdistribusi lebih pada suatu jaringan tertentu.
Contoh mineralnya adalah Na, K, S, Cl, Li, Rb dan Cs (Fachrudin 2013).

Pembuatan abu tulang didasarkan pada metode gravimetri. Pengabuan adalah


salah satu cara untu mengetahui jenis dan jumlah mineral di dalam suatu bahan
sampel. Pengaruh panas pada bahan sampel dapat merusak kandungan yang terdapat
di dalamnya sehingga hasil pada reaksi ini setelah kalsinasi menjadi lebih dikit. Kadar
abu yang terdapat pada sampel menunjukkan sisa residu bahan organik yang tersisa
setelah bahan organik dalam sampel terdestruksi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kandungan mineral yang terdapat dalam sampel (Prinaldi et al. 2018).
Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral yang berada di dalamnya,
semakin besar kadar abu akan semakin banyak mineral yang terkandung di dalamnya
(Hanura et al. 2017). Abu yang dihasilkan yang digunakan untuk uji mineral karena
hanya bahan anorganik yang tersisa setelah pembakaran. Abu dilarutkan dalam
larutan asam HNO₃ 10% bertujuan untuk melarutkan bahan anorganik. Penambahan
NH₄OH pekat bertujuan membentuk endapan (Khopkar 2010). Kelarutan senyawa
yang berkurang akan menyebabkan senyawa tersebut akan mengendap (McMurry
2008).

Uji klorida diawali dengan uji kualitatif yang mana sampel direaksikan dengan
larutan AgNO₃ untuk menunjukkan adanya klorida di dalam sampel. Uji kualitatif
yang dimaksud bahwa anion Cl- dengan larutan perak nitrak (AgNO₃) akan
membentuk endapan perak klorida (AgCl) berwarna putih. Hasil sampel yang positif
akan dianalisis menggunakan larutan AgNO₃ sebagai titran (Djuma dan Talaen 2015).
Klorida merupakan anion anorganik yang mudah laruut dalam air. Anion klorida (Cl-)
merupakan anorganik yang banyak ditemukan dalam air daripada anion – anion
halogen lainnya (Ngibad dan Herawati 2019). Hasil uji klorida pada uji ini
mengandung klorida yang dilihat dari perubahan warna menjadi putih keruh dan
adanya endapan putih didalamnya. Reagen yang digunakan untuk uji klorida adalah
HNO₃ dan AgNO₃. Penambahan HNO₃ bertujuan untuk mengasamkan larutan,
sehingga mineral dapat larut. Penambahan AgNO₃ bertujuan agar mineral yang larut
(klorida) dapat diikat oleh ion Ag sehingga menghasilkan endapan berwarna putih
(AgCl) (Kurnia et al. 2012). Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji klorida

Cl- + AgNO3 → AgCl + NO3- (endapan putih)

Pada uji sulfat, penambahan HCl yaitu untuk mengasamkan sampel sehingga
mineral dapat larut, sedangkan BaCl2 ditambahkan pada sampel agar sulfat bisa diikat
oleh ion Ba sehingga membentuk endapan putih yaitu BaSO4 (Erviana et al. 2018).
Uji sulfat menunjukkan hasil negatif karena tidak ada endapan yang terbentuk. Hal ini
tidak sesuai dengan menurut Kurnia et al. (2012), menyatakan bahwa uji sulfat positif
pada abu tulang. Hal ini mungkin disebabkan adanya pengotor, konsentrasi BaCl₂
yang terlalu kecil atau SO42− yang terlalu pekat sehingga kelarutannya masih sangat
besar dan belum dapat membentuk endapan (Erviana et al. 2018). Uji sulfat
menggunakan reagen HCl dan BaCl₂. Mirip seperti uji klorida, HCl ditambahkan
untuk melarutkan mineral. Penambahan BaCl₂ dilakukan agar sulfat dapat diikat oleh
ion Ba2+ sehingga membentuk endapan putih BaSO₄ (Kurnia et al. 2012). Uji sulfat
menggunakan reagen HCl dan BaCl2. Penambahan BaCl2 dilakukan agar sulfat dapat
diikat oleh ion Ba2+ sehingga membentuk endapan putih BaSO4. Berikut merupakan
reaksi yang terjadi pada uji sulfat

O42- + BaCl2 → BaSO4 + 2Cl- (endapan putih)

Endapan yang terbentuk karena penambahan NH4OH digunakan untuk uji


kalsium, uji fosfat, uji magnesium, dan uji besi. Endapan yang diuji ditambahkan
dengan asam asetat untukmelarutkan kalsium, magnesium, dan fosfat, sedangkan
endapan yang terbentuk dari sisa penambahan asam akan diuji dengan uji besi. Hasil
larutan uji kalsium positif dengan warna keruh dengan sedikit endapan putih sesuai
dengan literature. Uji kalsium menggunakan reagen amonium oksalat yang berfungsi
sebagai pengendapan atau pemisahan kalsium dengan filtrat (Kurnia et al. 2012).
Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji kalsium

Ca2+ + (NH4)2C2O4 → CaC2O4 + 2NH4+ (endapan putih)

Uji fosfat menunjukkan hasil positif yang menghasilkan larutan warna biru
pekat. Uji fosfat ini dilakukan dengan penambahkan urea sehingga terikat pada fosfat
dengan cara memutus ikatan rangkap atom O, kemudian mineral ini dapat bereaksi
dengan pereaksi molibdat khusus dan larutan ferosulfat khusus untuk membentuk
persenyawaan berwarna biru atau hijau kebiruan. Hal ini dikarenakan senyawa
ferosulfat reaktif dengan fosfat sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna
(Keviana 2010). Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji fosfat

PO43- + FeSO4→ Fe3(PO4)2 + SO42- (biru)


Hasil positif pada uji magnesium adalah larutan yang berwarna putih keruh
dan terdapat endapan putih. Uji magnesium dilakukan dengan pemanasan filtrat untuk
melarutkan mineral dan mempercepat reaksi yang terjadi. Penambahan kristal
ammonium karbonat dan amonium klorida berfungsi untuk membasakan filtrat dan
mengendapkan magnesium (Keviana 2010). Berikut merupakan reaksi yang terjadi
pada uji magnesium

Mg2++ NaHPO4 → MgHPO4 + 2Na+ (endapan putih).

Uji besi menghasilkan hasil positif dengan larutan berwarna merah melalui
penambahan reagen ammonium tiosianat. Warna larutan juga akan berubah biru atau
hijau jika ditambahkan reagen kalium ferosianida. Uji besi dilakukan dengan
menambahkan asam klorida pada endapan yang tidak larut saat penambahan asam
asetat. Perbedaan ion besi menyebabkan perbedaan reaksi yang terjadi, sehingga
warna yang terjadi juga berbeda. Penambahan NH4SCN akan membentuk kompleks
[Fe(SCN)6] 3- pada uji besi (Keviana 2010). Reaksi yang terjadi pada uji besi adalah.
Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji besi

Fe2+ + 6NH4SCN → [Fe(SCN)6]3- + 6NH4+ (merah).


4Fe+3 + 3K4[Fe(CN)6] → Fe4[Fe2(CN)6)]3 + 12K+ (biru atau hijau).

Analisis mineral ada hubungannya dengan kandungan mineral yang ada pada
suatu bahan. Pengabuan/analisis mineral dilakukan untuk menentukan jumlah mineral
yang terkandung dalam bahan. Pada makanan, penentuan abu/mineral dilakukan
dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui
jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan
(Kaderi 2015). Salah satu kegunaan metode Spektrofotometri Serapan Stom (SSA)
adalah untuk penetapan kadar. Hampir semua jenis mineral dapat dianalisis dengan
SSA, seperti kalium, magnesium, natrium, dan seng. sampel ditimbang sebanyak 15
gram dalam Erlenmeyer, ditambahkan 15ml HNO3 (p), didiamkan selama 24 jam,
lalu dipanaskan hingga larutan berubah menjadi jernih pada suhu 80⁰C selama kurang
lebih 8 jam, kemudian didinginkan. Sampel hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda. Kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman, 10 mL filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan
kertas saring, kemudian filtrat selanjutnya ditampung kedalam botol. Larutan ini
digunakan untuk analisis kuantitatif. Larutan sampel dilakukan pengenceran hingga
75 kali, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada
dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel
ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi (Lasampa 2019).

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi
tubuh secara berlainan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak mengkonsumsi mineral
tertentu dapat menyebabkan gangguan gizi. . Kalsium berfungsi dalam pembentukan
tulang dan transmisi impuls saraf, kontraksi otot, koagulasi darah, serta aktivasi
beberapa enzim (misalnya, lipase pankreas dan fosfolipase). Selain itu, kalsium juga
diperlukan dalam penyerapan vitamin B12. Besi mempunyai beberapa fungsi di
dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Kalium
memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
keseimbangan asam basa. Fungsi magnesium adalah memegang peranan penting pada
relaksasi otot, mungkin juga untuk myocard, pada otot jantung orang yang meninggal
akibat infark ditemukan kadar magnesium dan kalium yang rendah. Oleh karena itu
magnesium digunakan untuk terapi infark jantung (Agoes 2018).

SIMPULAN

Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik


pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.
Pembuatan abu tulang didasarkan pada metode gravimetri. Pengabuan adalah salah
satu cara untu mengetahui jenis dan jumlah mineral di dalam suatu bahan sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah A, Nurjanah, Yulia KW. 2010. Karakteristik fisik dan kimia tepung
cangkang kijing lokal (Plisbryoconcha exiis). Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 8(1): 4857.
Agoes AS. 2018. Analisis kadar mineral kalsium, besi, kalium dan magnesium pada
kolang kaling (Arenga pinnata merr.) segar, direbus dan setelah diproses
menjadi manisan secara spektrofotometri serapan atom [skripsi]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Devi N. 2010. Nutrition and Food : Gizi untuk Keluarga. Jakarta (ID): Penerbit Buku
Kompas.
Djuma AW. Talaen MS. 2015. The analysis of chloride in argentometry on dig well
water in Kupang Regency of Kupang Tengah District Oebelo Village in
2014. Jurnal Info Kesehatan. 13(2): 1083-1090.
Erviana D, Budaya AW, Hariani S, Winda A, Sari LY. 2018. Analisis kualitatif
kandungan sulfat dalam aliran air dan air danau di Kawasan Jakabaraing Sport
City Palembang. Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. 2(2): 1-4.
Fachrudin NS. 2013. Pengaruh tingkat pemberian mineral Ca dan Mg organik
berbasis limbah agroindustri terhadap kadar kolesterol serta trigliserida pada
serum darah kambing [skripsi]. Lampung (ID): Universitas Lampung.
Hanura AB, Trilaksani W, Suptijah P. 2017. Karakterisasi nanohidroksiapatit tulang
tuna Thunnus sp sebagai sediaan biomaterial. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. 9(2): 619-629.
Kaderi H. 2015 Okt 15. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Arti penting kadar
abu pada bahan olahan. [diakses 2021 Nov 18].
http://balittra.litbang.pertanian.go.id/
Keviana. 2010. Tulang. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Kurnia F, Suhardiman M, Stephani, dan Purwadaria T. 2012. Peranan nanomineral
sebagai bahan imbuhan pakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas
produk ternak. Jurnal Wartazoa. 22(4): 187-193.
Lasampa KM, Khairuddin, Prismawiryanti, Sosidi H. 2019. Perbandingan kadar
mineral makro dan mikro pada berbagai jenis ubi banggai (dioscorea sp.).
Jurnal Riset Kimia. 5(1): 48-57.
McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8 th Edition. New York (US): W.H. Freeman
and Company.
Ngibad K, Heerawati D. 2019. Analisis kadar klorida dalam air sumur dan PDAM di
Desa Ngelom Sidoarjo. JKPK (Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia). 4(1): 1-
6.
Prinaldi WV, Suptijah P, Uju. 2018. Karakteristik sifat fisikokimia nano-kalsium
ekstrak tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). JPHPI. 21(3): 385-
395.
Riska N, Suedy RWA, Izzati M. 2019. Kandungan mineral dan logam berat pada
biosalt rumput laut Padina sp. Jurnal Pro-Life. 6(2): 171-179.
Salamah E, Purwaningsih S, Kurnia R. 2012. Kandungan mineral remis (corbicula
javanica) akibat proses pengolahan. Jurnal Akuatika. 3(1): 74-83.

Anda mungkin juga menyukai