B0401201110/K1
Sel-sel pada tubuh manusia, terkait perkembangan dan fungsinya, dapat terganggu oleh
adanya infeksi karena virus. Tipe sel yang terinfeksi dan tipe virus yang menginfeksi akan
menyebabkan penyakit dan gejala yang berbeda-beda juga. Terdapat beberapa tahap yang harus
dilalui untuk mencapai kekebalan tubuh dalam melawan sebuah penyakit tersebut yaitu terdiri
dari anatomical and chemical barriers, intrinsic, innate immunity, serta acquired immunity.
Anatomical dan chemical barriers terdiri dari mucus, saliva, kulit, air mata, asam lambung, scabs
dan defensins. Tahapan yang kedua adalah intrinsic, dimana selalu ada dalam sel yang tidak
terinfeksi. Tahapan intrinsic tersebut termasuk interferons, apoptosis, autophagy, antiviral
protein, RNA silencing dan CRISPR. Interferons diproduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan sel
sentinel yang tidak terinfeksi sebagai respons terhadap produk yang dilepaskan dari sel (misalnya
asam nukleat virus). Terdapat 3 tipe interferons yaitu, tipe I adalah IFNαs, tipe II adalah IFN-γ,
dan tipe 3 adalah IFN-λs. Ikatan IFN pada reseptor IFN menyebabkan sintesis >1000 protein sel
(ISG, gen terstimulasi IFN). IFN memiliki konsekuensi fisiologis seperti demam, mual, malaise,
dll. Setiap infeksi virus menghasilkan produksi IFN, hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa gejala seperti flu sangat umum.
Selanjutnya adalah tahapan innate immune system yang diinduksi oleh infeksi, Sistem ini
tidak selalu aktif namun dapat diaktifkan dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah
terjadinya infeksi. Tahapan ini terdapat sitokin, sel sentinel dan komplemen. Sel sentinel terdiri
sel dendritik, makrofag, sel NK (natural killer). Mereka bekerja di semua jaringan untuk mencari
tanda-tanda perubahan juga menginformasikan respons adaptif saat infeksi mencapai ambang
batas yang parah (akut). Sel yang terinfeksi ini akan menghasilkan sitokin dan kemokin. Gejala
yang timbul berupa panas, bengkak, nyeri serta empat tanda peradangan (rubor, dolor, calor,
tumor). Sitokines terdiri dari Proinflammatory yang berfungsi untuk promote leukocyte
activation, Antiinflammatory berfungsi untuk suppress PICs yang mana chemokines berfungsi
untuk merekrut immune cells, adaptive immune system yang disesuaikan dengan patogen.
Tahapan terakhir yaitu terbentuknya sistem kekebalan tubuh (aquired immunity), T cells dan b
cells ini membutuhkan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mendapatkan kekebalan
tubuh.
Aktivasi limfosit ini akan memicu proliferasi sel masif. 1/10.000 - 1/100.000 sel B atau T
mengenali antigen. Pada minggu pertama dan kedua terjadi amplifikasi 1.000 - 50.000 kali lipat
limfadenopati. Sistem imun mukosa dan kulit jaringan limfoid ini terkait dengan GALT, MALT,
antibodi, antigen, dan epitope. Antigen adalah molekul yang menginduksi respon imun. Epitop
merupakan bagian antigen yang terikat oleh antibodi atau reseptor sel T. Serum mengandung
campuran antibodi monoclonal yaitu poliklonal antibody response. Antibodi penetralisir
berfungsi dalam pertahanan esensial terhadap banyak infeksi virus, menetralkan partikel virus
dalam darah dan mencegah penyebaran virus. Beberapa antibodi penetral penting untuk
pemulihan dari infeksi. Tidak semua antibodi anti-virus menetralkan infeksi, misalnya antibodi
pasif melindungi terhadap infeksi virus polio. Imunitas yang diperantarai sel penting untuk
membersihkan sebagian besar infeksi virus, CTL dan sel target, yang mana akan membentuk
sinapsis imunologis lisis sel target. Respon dimulai di jaringan getah bening, dimana sentinel
memberi informasi sel B dan T. Sel T helper khusus atau sel Th membuat kontak di kelenjar
getah bening dengan DC sentinel dan makrofag. Pertukaran informasi berupa peptida dan
sitokin menyebabkan terjadi diferensiasi menjadi Th1 atau Th2.
Respons adaptif juga menyimpannya dalam bentuk memori. Jika inang selanjutnya
terinfeksi oleh virus yang sama, responsnya akan cepat dan spesifik. Sedangkan respons bawaan
tidak memiliki memori. Memori ini merupakan dasar untuk vaksinasi. Infeksi memberikan
memori kekebalan. Memori kekebalan dapat bertahan lama dan dipertahankan. Peradangan
memberikan integrasi dan sinergi dalam sistem kekebalan tubuh. Peradangan biasanya
merangsang respons imun yang kuat. Virus sitopatik menyebabkan peradangan karena
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan serta mengaktifkan respons bawaan. Hal ini
menyebabkan genom virus sitopatik mengkode protein yang memodulasi respons imun,
contohnya terdapat pada Adenovirus, Herpesvirus, Poxvirus. Beberapa virus tidak merangsang
peradangan biasanya virus non-sitopatik, dimana selnya tidak rusak dan tidak ada apoptosis atau
nekrosis. Respon imun bawaan rendah atau tidak efektif mengaktifkan respon imun adaptif ,
sehingga virus non-sitopatik memiliki interaksi yang sangat berbeda dengan imun pejamu sistem.