Anda di halaman 1dari 14

Dosen : Dr. drh. Andriyanto, M.

Si
Hari, tanggal : Rabu, 16 November 2022
Jam : 14.30 - 17.00
Tempat : RP. FIFARM-1
Kelompok :6

Laporan Praktikum Toksikologi Veteriner


KERACUNAN LOGAM BERAT

Monica Silva Jerica B04190052


Mumtasya Karima Putri B04190055
Nevy Aurelia Kharenindha B04190059
Salsa Dwi Anjani B04190075
Septiyan Andi Gunawan B04190078
Rievandi Dwi Ardianto B04190098

LABORATORIUM TOKSIKOLOGI
DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI
SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Logam berat umumnya adalah bahan toksik berbahaya yang dapat menginduksi
stres oksidatif, kerusakan DNA, kanker, hingga kematian sel (Kim et al. 2015).
Penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat berasal dari berbagai sumber
salah satunya adalah logam berat. Logam berat (heavy metal) adalah istilah umum yang
sering digunakan untuk menjelaskan kelompok logam (metals) atau semi logam
(metalloids) yang berasosiasi dengan cemaran (Kurniawan et al. 2019). Toksisitas
logam berat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dosis, jalur paparan, jenis bahan
kimia, dan kondisi organisme yang terpapar logam berat seperti umur, gender, genetik,
dan status nutrisi (Tchounwou et al. 2014). Bentuk ion logam berat turut menentukan
tingkat toksisitasnya. Ion-ion toksik ini yang mengalami transformasi melalui
mekanisme detoksifikasi sehingga menjadi tidak atau kurang berbahaya (Gadd 2010).
Identifikasi keracunan logam berat dan penanganan untuk kondisi keracunan
logam berat penting untuk diketahui dan dipahami oleh mahasiswa kedokteran hewan.
Keracunan logam berat dapat terjadi pada hewan peliharaan melalui pakan. Asupan
kronis yang berlebihan dari logam berat yang tidak diinginkan ini telah dikaitkan
dengan toksisitas pada banyak spesies, termasuk anjing. Paparan arsenik telah menjadi
penyebab dermatitis ulseratif yang diamati pada anjing (Kim et al. 2018). Antidota
untuk menetralisir keracunan dari logam berat pada hewan penting untuk diketahui agar
mengurangi dampak yang diakibatkan atau sebagai terapi (Baimenov et al. 2021).

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk


menetralisir logam berat atau metaloid dalam tubuh (antidota) serta melakukan
identifikasi beberapa jenis logam dengan cara yang mudah dan sederhana.

1.3 Metode

Alat dan Bahan

➢ Antidota Timah Hitam (Pb)


Praktikum ini menggunakan alat diantaranya yaitu 4 tabung reaksi dan
pipet, sementara untuk bahan yang digunakan yaitu seduhan teh kental, larutan Pb
asetat 10%, alkohol, HCl encer dan larutan natrium thiosulfat 2%.
➢ Antidota Perak (Ag)
Praktikum ini menggunakan alat diantaranya yaitu tabung reaksi, corong
gelas dan kertas saring, sementara untuk bahan yang digunakan yaitu argentum
nitrat 1%, natrium klorida 0,9% dan larutan natrium thiosulfat 2%.
➢ Antidota Barium (Ba)
Praktikum ini menggunakan alat diantaranya yaitu tabung reaksi dan pipet,
sementara untuk bahan yang digunakan yaitu natrium sulfat 2%, barium klorida
10% dan HCl 0,1 N.
➢ Antidota Merkuri (Hg)
Praktikum ini menggunakan alat diantaranya yaitu tabung reaksi dan pipet,
sementara untuk bahan yang digunakan yaitu HgCl2 1%, alkohol, HCl encer,
larutan segar albumin, natrium thiosulfat dan kalium iodida.

Prosedur

➢ Antidota Timah Hitam (Pb)


Prosedur awal yang dilakukan pada percobaan ini yaitu menyiapkan 2
cc larutan Pb asetat 10% pada tabung reaksi kemudian dilakukan penambahan
teh pekat ke dalam tabung tersebut sebanyak 4 cc selanjutnya dihomogenisasi.
Kemudian dari campuran yang telah dibuat tersebut dibagi sama rata ke dalam
dua tabung reaksi baru. Tabung reaksi akan berisi sekitar 3 cc campuran
kemudian menambahkan alkohol sebanyak 1 cc pada tabung pertama dan 1 cc
HCl pada tabung kedua. Tabung keempat berisi Pb asetat 10% yang bercampur
dengan natrium thiosulfat 2%, kemudian diamati perubahan yang terjadi.
➢ Antidota Perak (Ag)
Prosedur awal yaitu menyiapkan larutan AgNO3 1% dalam dua tabung
yang berbeda untuk selanjutnya menambahkan NaCl 0,9% pada tabung pertama
dan Na thiosulfat 2% pada tabung kedua. Tabung pertama dan tabung kedua
kemudian melalui proses penyaringan untuk diperoleh filtratnya, selanjutnya
ditambahkan NaCl 0,9%.
➢ Antidota Barium
Prosedur awal yaitu menyiapkan larutan barium klorida 10% dalam
tabung reaksi yang telah disiapkan untuk selanjutnya menambahkan natrium
sulfat 2%. Tabung yang berisi campuran tersebut kemudian dihomogenisasi
hingga tercampur rata untuk selanjutnya menambahkan HCl 0,1 N.
➢ Antidota Merkuri (Hg)
Praktikan menyiapkan larutan HgCl2 1% dalam sebuah tabung reaksi
kemudian menambahkan seduhan teh. Praktikan membagi campuran tersebut
menjadi dua tabung reaksi untuk selanjutnya menambahkan alkohol pada
tabung pertama dan menambahkan HCl encer pada tabung kedua. Praktikan
juga menyiapkan tabung lain berisi HgCl2 1% kemudian menambahkan albumin
segar sebagai pembanding dari seduhan teh.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal (Pb)


Timbal merupakan logam yang sangat beracun dan dapat mempengaruhi setiap
organ dan sistem dalam tubuh manusia (Suryatini et al. 2018). Keracunan timbal yang
juga disebut plumbisme adalah suatu tipe keracunan logam yang berbahaya bagi
manusia dan vertebrata karena dapat mempengaruhi jantung, tulang, perut, ginjal,
sistem reproduksi, dan persarafan sentral (Sembel 2015). Efek toksik utama timbal
adalah sistem hematopoetik dan susunan saraf. Toksisitas timbal menunjukkan gejala
yang berbeda-beda sesuai dengan kadar racun, umur, individu, dan lamanya pajanan.
Efek toksik timbal lainnya adalah potensi untuk menimbulkan karsinogenesis pada
ginjal, mengganggu fungsi reproduksi berupa kemandulan, aborsi, dan kematian
neonatal (Siwiendrayanti et al. 2016).

2.2 Perak (Ag)


Ag (Argentum) atau perak merupakan sebuah metal yang berwarna putih. Ag
didapat pada industri antara lain industri alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin dan
cat rambut. Pada bidang kedokteran, Ag banyak digunakan untuk pengisian gigi ,agen
desinfeksi, antibiotik serta film radiografi. Namun, bila perak masuk kedalam tubuh
akan berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan (Masykuroh dan Puspasari
2020).

2.3 Merkuri (Hg)


Merkuri (Hg) merupakan salah satu unsur yang paling beracun dari logam berat
yang ada dan apabila terpapar pada konsentrasi yang tinggi maka akan mengakibatkan
kerusakan otak secara permanen dan kerusakan ginjal (Masruddin et al. 2021). Merkuri
atau air raksa adalah salah satu bahan berbahaya dan beracun berupa logam berat yang
berbentuk cair, berwarna putih perak, tidak berbau serta mudah menguap pada suhu
normal/ruangan dimana biasanya berbentuk senyawa organik dan anorganik yang
bersifat persisten, bioakumulasi, dan berbahaya bagi kesehatan manusia (gangguan
perkembangan janin, sistem saraf, sistem pencernaan dan kekebalan tubuh, paru-paru,
ginjal, kulit dan mata) dan lingkungan (Permenkes RI 2016). Adapun kadar merkuri
menurut Peraturan Menteri Kesehatan maksimum dalam air sebesar 0,001 mg/L atau
sekitar 1 (μg/L).
2.4 Barium
Barium merupakan logam alkali bumi yang meliputi sebanyak 0,05% kerak
bumi. Ciri-ciri kimianya adalah seakan-akan kalsium (berwarna putih seakan perak).
Oleh karena sifatnya yang reaktif, barium tidak ditemui secara semula jadi dalam
keadaan tulen, sebaliknya dalam keadaan sebatian (Doyan et al. 2015). Barium
merupakan salah satu logam yang banyak menimbulkan keracunan. Barium sulfat
tersusun atas lithopone, pigmen putih yang digunakan dalam cat. Karbonat barium
digunakan dalam produksi dari kaca optik, keramik, tembikar mengkilap dan gelas
khusus.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Antidota Timah Hitam (Pb)

Tabel 1 Hasil Pengamatan Pb

N Reaksi Perubahan yang Terjadi Gambar


o

1 Pb asetat 10% + Tanin Terbentuk gumpalan coklat

2 Pb asetat 10% + Tanin + Terbentuk endapan putih


HCl encer kekuningan

3 Pb asetat 10% + Tanin + Terbentuk endapan coklat


Alkohol
4 Pb asetat 10% + Na2S2O3 Larutan berwarna putih dan
2% terdapat endapan putih

Berdasarkan uji coba yang dilakukan merujuk pada tabel 1 pada percobaan
pertama diperoleh hasil larutan dengan gumpalan berwarna coklat dari pencampuran
Pb asetat 10% + teh. Teh memiliki kandungan senyawa tannin yang berperan sebagai
khelat sehingga logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh (Anggraini et al. 2014).
Komposisi kandungan zat kimia dalam tanin antara lain adalah katekin, epikatekin,
epikatekin galat, epigalo katekin, epigalo katekin galat, dan galokatekin. Katekin
dengan ion Pb dapat membentuk kompleks melalui ikatan kimia koordinasi. Katekin
mempunyai dua atau lebih atom donor yang dapat terikat pada ion logam yang sama,
sehingga membentuk kompleks khelat sehingga pemberian teh dapat digunakan
sebagai pembentuk kompleks dengan logam berat timbal yang dapat mengurangi
konsentrasi ion Pb(II) (Nurhasni et al. 2014)).

Selanjutnya pada percobaan berikutnya dilakukan pencampuran Pb asetat 10%


+ Tanin + HCl encer dan pencampuran Pb asetat 10% + Tanin + Alkohol. Hasil dengan
penambahan HCl encer didapatkan endapan putih kekuningan dengan warna larutan
menjadi kuning jernih sedangkan hasil dengan penambahan alkohol didapatkan
endapan berwarna coklat dan warna larutan yang lebih gelap. Pada suasana asam, tanin
akan lebih cepat mengendapkan timbal dibandingkan pada suasana basa (Permanasari
et al. 2020) Selain itu, HCl merupakan asam kuat sehingga akan lebih mudah bereaksi
dengan senyawa Pb asetat. Selanjutnya dilakukan percobaan dengan pencampuran Pb
asetat 10% + Na2S2O3 2%. Berdasarkan percobaan tersebut diperoleh hasil
terbentuknya endapan putih dan larutan berwarna putih. Hal ini menunjukkan Natrium
tiosulfat dapat menjadi antidota timah hitam dan bekerja baik dalam pelarut organik
(Meillier dan Heller 2015).
3.2 Antidota Perak (Ag)

Tabel 2 Hasil Pengamatan Ag

N Reaksi Perubahan yang Terjadi Gambar


o

1 AgNO3 + NaCl Berwarna putih keruh

(Disaring)

2 AgNO3 +Na2S2O3 2% Berwarna hitam kecoklatan terdapat


endapan hitam
(Disaring)

3 Filtrat (AgNO3 + NaCl) + Berwarna putih keruh, tidak ada


NaCl endapan

4 Filtrat (AgNO3 +Na2S2O3 Berwarna putih bening, tidak ada


2%) + NaCl endapan

Berdasarkan tabel 2 dapat diamati pada pengujian NaCl dan perak nitrat akan
membentuk endapan putih. Endapan tersebut merupakan reaksi pengendapan atau
presipitasi yang juga dapat terjadi melalui titrasi argentometri. Reaksi antara ion klorida
dengan larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk endapan perak klorida (AgCl)
berwarna putih yang sukar larut. Setelah membentuk endapan, larutan disaring dan
filtrat dari campuran AgNO3 + NaCl ditambahkan dengan NaCl sehingga diperoleh
hasil larutan berwarna putih keruh dan tidak ada endapan. Selanjutnya dilakukan
percobaan dengan pencampuran AgNO3 +Na2S2O3 2% yang diperoleh hasil larutan
berwarna hitam kecoklatan terdapat endapan hitam. Setelah membentuk endapan,
larutan disaring dan filtrat dari campuran AgNO3 +Na2S2O3 2% dan ditambahkan
dengan NaCl sehingga diperoleh hasil larutan berwarna putih bening, tidak ada
endapan. Menurut Meillier dan Heller (2015), Natrium tiosulfat dapat menjadi antidota
untuk perak.

3.3 Antidota Barium (Ba)


Pada percobaan antidota barium (Ba), natrium sulfat diuji aktivitas antidotanya
terhadap larutan garam barium. Endapan kristal putih terbentuk setelah penambahan
larutan natrium sulfat 2% ke dalam larutan barium klorida 10% (Tabel 3). Hal ini sesuai
dengan Hein dan Arena (2010) yang menyatakan bahwa ketika barium klorida
dituangkan ke dalam larutan sodium sulfat, akan terbentuk presipitasi berupa endapan
putih barium sulfat. Terbentuknya endapan putih pada reaksi ini terjadi karena ion
barium (Ba+) dari senyawa BaCl2 yang berikatan dengan ion SO4 dari senyawa Na2SO4.
Ketika ikatan sulfat telah diputus, ion Ba+ akan bereaksi dengan ion sulfat dan
menghasilkan endapan barium sulfat (BaSO4) (Handayani dan Agustina 2015).

Tabel 3. Hasil pengamatan barium (Ba)


Pengujian Reaksi Perubahan yang Terjadi Foto Hasil

Penambahan Larutan berwarna putih


lautan natrium BaCl 2 + Na2 SO4 → disertai endapan
tiosulfat 2% BaSO 4 + NaCl
ke dalam
larutan barium
klorida 10%

Setelah Larutan berwarna bening


ditambahkan BaCl2 + HCl →
HCl 0,1 N BaCl2 + H2SO4
Penambahan HCl pada campuran larutan natrium tiosulfat 2% dan barium
klorida 10% menyebabkan reaksi kembali seperti semula yaitu larutan bersifat
homogen yang ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna bening (Tabel 3).
Hasil percobaan ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
2NaCl + BaSO4 + HCl → BaCl2 + Na2SO4 + H+

3.4 Antidota Air Raksa atau Merkuri (Hg)


Pada percobaan antidota air raksa atau merkuri (Hg), tannin dan albumin diuji
aktivitas antidotanya terhadap larutan garam merkuri. Alkohol yang dimasukkan ke
dalam campuran tannin dan larutan HgCl2 1% bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
tannin sehingga tannin akan melapisi dinding usus supaya Hg tidak diabsorpsi oleh vili-
vili usus dan masuk ke dalam pembuluh darah. Hal tersebut ditunjukkan dengan
terbentuknya dua lapisan larutan yang terpisah. Sementara itu, penambahan HCl pada
larutan akan membentuk asam tanat sehingga terjadi reaksi antara HgCl2 dan asam tanat
membentuk larutan homogen. Hal ini disebabkan oleh tannin yang bekerja lebih efektif
pada suasana asam (Permanasari et al. 2020). Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
hasil percobaan yang telah dilakukan (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil pengamatan air raksa atau merkuri (Hg)


Pengujian Reaksi Perubahan yang Terjadi Foto Hasil

Penambahan Tidak terbentuk endapan


alkohol ke HgCl 2 + Tannin + berwarna coklat
dalam C2H5OH →
campuran Hg(OH)2 + C2H5Cl
tannin dan
larutan HgCl2
1%

Penambahan Larutan keruh tanpa


HCl ke dalam HgCl 2 + Tannin + endapan berwarna coklat
campuran HCl
tannin dan
larutan HgCl2
1%
Penambahan HgCl2 + Albumin Terbentuk gumpalan
larutan putih
albumin segar
ke dalam
larutan HgCl2
1%

Salah satu penanganan awal keracunan Hg ialah dengan pemberian antidota


berupa albumin (Djamhuri 2009). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan
albumin dapat mengendapkan Hg menjadi gumpalan putih (Tabel 4). Albumin
merupakan protein yang mampu berikatan dengan berbagai macam logam. Keracunan
merkuri dapat diikat menjadi bentuk gumpalan gelatin. Konsentrasi gumpalan sesuai
dengan jumlah merkuri dan albumin yang berikatan. Semakin tinggi konsentrasi
albumin dan merkuri, maka semakin banyak gumpalan gelatin yang terbentuk.

BAB IV
SIMPULAN

Hasil prakttikum menunjukan beberapa antidota untuk keracunan logam berat


diantaranya Teh, Tanin dalam suasana asam, dan natrium tiosulfat sebagai antidota Pb.
Nattrium sulfat sebagai antidota Ba. Tanin dan albumin sebagai antidota untuk merkuri.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Baimenov AZ, Fakhradiyev IR, Berillo DA, Saliev T, Mikhalovsky SV, Nurgozhin TS,
Inglezakis VJ. 2021. Synthetic amphoteric cryogel as an antidote against
acute heavy metal poisoning. Molecules. 26(24): 7601.

Djamhuri A. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya (ID): Airlangga University Press.
Doyan A, Khalillurrahman, Susilawati. 2015. Sintesis dan uji FTIR barium
m-hexaferrite dengan doping logam Mn. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Teknologi. 1(2):235-238.

Gadd GM. 2010. Metals, minerals, and microbes: geomicrobiology and


bioremediation. Microbiology. 156: 609-643.

Masykuroh A, Puspasari H. 2020. Potensi tanaman keladi sarawak dalam biosintesis


nano partikel perak : analisis surface plasmon resonance sebagai fungsi
mutu. Jurnal Biologi Makassar. 5(2):233-240.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 57 Tahun 2016. Tentang Rencana Aksi Nasional


Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Pajanan Merkuri Tahun 2016 –
2020.

Sembel TD. 2015. Toksikologi Lingkungan: Dampak Pencemaran dari Berbagai


Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari – hari. Yogyakarta: Andi.

Masruddin, Mulasari SA. 2021. Gangguan kesehatan akibat pencemaran merkuri (Hg)
pada penambangan emas ilegal. Jurnal Kesehatan Terpadu. 12(1): 8-15.
Suryatini KY, Rai IGA. 2018. Logam berat timbal (Pb) dan efeknya pada sistem
reproduksi. Emasains. 7(1): 1-6.

Siwiendrayanti A, Pawenang ET, Widowati E. 2016. Buku Ajar Toksikologi. Semarang:


Cipta Prima Nusantara.

Tchounwou PB, Yedjou CG, Patlolla AK, Sutton DJ. 2014. Heavy metals toxicity and
the environment. NIH Public Access. 1-30.
Handayani T, Agustina A. 2015. Penetapan kadar pemanis buatan (Na-Siklamat) pada
minuman serbuk instan dengan metode alkalimetri. Jurnal Farmasi Sains
dan Praktis. 1(1): 1-6.

Hein M, Arena S. 2010. Foundations of College Chemistry. California (US): Wiley.


Permanasari AR, Saputra TR, Nurul’Aina A, Liska S. 2020. Penentuan pelarut terbaik
pada ekstraksi tanin kulit kayu akasia dan pengaruhnya sebagai inhibitor laju
korosi pada baja karbon. Jurnal Teknik Kimia dan Lingkungan. 4(1): 7-16.

Kim HS, Kim YJ, Seo YR. 2015. An overview of carcinogenic heavy metal: molecular
toxicity mechanism and prevention. Journal of Cancer Prevention. 20(4):
232-240.

Kim HT, Loftus JP, Mann S, Wakshlag JJ. 2018. Evaluation of arsenic, cadmium, lead
and mercury contamination in Over-the-Counter available dry dog food with
different animal ingredients (Red meat, poultry, and fish). Frontiers in
Veterinary Science. 5: 264.

Kurniawan A, Mustikasari D. 2019. Review: Mekanisme akumulasi logam berat di


ekosistem pascatambang timah. Jurnal Ilmu Lingkungan. 17(3): 408-415.

Anda mungkin juga menyukai