Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 6 September 2022

Biokimia Umum Waktu : Pukul 14.30 - 17.00


PJP : Ukhradiya Magharani Safira P, S. M.Si.
Asisten : Mahalia Fatira Br Ginting
Muhammad Marsha A.Hsb
Tiara Fahmawati

UJI PROTEIN

Kelompok 8
Imelya Andira Putri B0401211048
Alifia Tul Fitriani B0401211070
Adiba Fairuz Syakira B0401211071
Ardy Armando Padang B0401211092

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
I PENDAHULUAN

Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L- asam amino dan
dihubungkan dengan ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino
dengan susunan tertentu dan bersifat turunan (Probosari 2019). Protein juga merupakan senyawa
organik kompleks dengan bobot molekul tinggi (Sawitri et al. 2014). Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan terkadang sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Kebanyakan protein merupakan enzim atau
subunit enzim. Protein terlibat pada sistem kekebalan dan sistem kendali dalam bentuk hormon
(Rosmawati 2013).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah
air. Seperlima bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan
tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain, dan cairan tubuh.
Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan
sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai
prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial
untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain,
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Wahyudiati 2016).
Protein mempunyai struktur yang sangat kompleks. Protein ini terbentuk dari urutan asam
amino dengan karakteristik berbeda-beda. Secara hierarki, struktur protein dapat dikelompokkan
menjadi 4 struktur utama yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan struktur
kuartener. Struktur primer merupakan urutan asam amino yang dihasilkan dari ikatan peptida.
Struktur sekunder adalah rangkaian asam amino yang membentuk struktur membelit, melingkar,
dan melipat. Bentuk struktur ini dikelompokkan menjadi struktur alpha-helix (H), beetha-sheet
(B), dan coil (C). Adapun struktur tersier merupakan gabungan dari berbagai struktur sekunder
yang terjadi setelah proses pelipatan (folding) (Haryanto dan Budiman 2015). Praktikum ini
bertujuan menunjukkan sifat dari protein melalui uji-uji kualitatif dan mempelajari beberapa reaksi
uji terhadap protein.

II METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 14.30 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Adapun
tempat pelaksanaan praktikum yaitu di laboratorium biokimia.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain tabung reaksi, pipet tetes, spatula,
kertas saring, penangas air, batang pengaduk, penjepit kayu, vortex dan stopwatch. Adapun
bahan yang digunakan ialah larutan protein, larutan HgCl2 2%, Pb-Asetat 5%, AgNO3 5%,
pereaksi Millon, pereaksi Biuret, (NH4)2SO4, aquades, CH3COOH 1M, larutan albumin,
buffer asetat pH 4.7, HCl 0.1M, NaOH 0.1M, air (H2O), buffer asetat pH 4.7, dan etanol 95%.
2.3 Prosedur Percobaan

A. Sedimentasi Logam

Sebanyak 3 mL larutan albumin ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%. Percobaan


diulangi dengan larutan Pb-Asetat 5% dan AgNO3 5% ditambahkan ke dalam larutan
albumin. Setelah itu, campuran diamati apakah terbentuk endapan atau tidak.

B. Sedimentasi Garam

Sebanyak 10 mL larutan protein dijenuhkan menggunakan (NH4)2SO4 yang


ditambahkan sedikit demi sedikit. Campuran diaduk hingga mencapai titik jenuh dan
disaring. Setelah itu, kelarutan diperiksa menggunakan air, endapan diuji dengan
pereaksi Millon, dan filtratnya diperiksa dengan pereaksi biuret.

C. Uji Koagulasi

Sebanyak 5 mL larutan protein dalam tabung reaksi dimasukkan 2 tetes CH3COOH 1M.
Kemudian, tabung diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit. Sedimen diambil
menggunakan batang pengaduk dan diperiksa kelarutannya dalam air. Setelah itu,
sedimen diperiksa menggunakan reagen Millon.

D. Sedimentasi Alkohol

Sebanyak tiga tabung reaksi disiapkan. Tabung reaksi pertama diisi dengan larutan
albumin 5 mL, larutan HCl 0.1 M 1 mL, dan etanol 95% 6 mL. Tabung kedua diisikan
larutan albumin 5 mL, larutan NaOH 0.1 M 1 mL, dan etanol 95% 6 mL. Tabung
terakhir diisi larutan albumin 5 mL, larutan asam asetat pH 4.7, dan etanol 95% 6 mL.
Ketiga tabung dihomogenkan menggunakan vortex dan didiamkan selama 2 menit.
Setelah itu diamati dan dibandingkan hasilnya.

E. Denaturasi Protein

Sebanyak tiga buah tabung reaksi disiapkan. Tabung pertama diisi dengan campuran 9
mL larutan albumin dan 1 mL larutan HCl 0.1 M, tabung kedua diisi 9 mL larutan
albumin dan 1 mL larutan NaOH 0.1 M, dan tabung terakhir diisi 9 mL larutan albumin
dengan 1 mL larutan buffer asetat pH 4.7. Ketiga tabung tersebut kemudian diletakkan
dalam air mendidih selama 15 menit dan didinginkan dalam suhu kamar. Kemudian
diamati hasilnya. Setelah itu, tabung pertama dan kedua ditambahkan 10 mL buffer asetat
pH 4.7, hasilnya diamati dan dicatat.
III HASIL

Tabel 1. Hasil pengendapan albumin oleh logam berat

Sampel Hasil Pengamatan

Albumin + HgCl 2% ++

Albumin + Pb. Asetat +


5%

Albumin + 𝐴𝑔𝑁𝑜3 5% +++


Tabel 2. Hasil pengendapan oleh garam

Sampel Hasil Pengamatan

Larutan Protein + -
(NH4)2SO4

Tabel 3. Hasil percobaan koagulasi.

Sampel Hasil Pengamatan

Larutan Protein + ++
Asam asetat

Sedimen dalam air +


Sedimen dengan +++
reagen millon

Tabel 4. Hasil pengendapan oleh alcohol

Sampel Hasil Pengamatan

Albumin + Ethanol +++


95% + HCl 0.1 M

Albumin + Ethanol -
95% + NaOH 0.1M

Albumin + Ethanol ++
95% + Asam asetat
pH 4.7
Tabel 5. Hasil denaturasi protein

Sampel Hasil Pengamatan

Albumin + HCl 0.1 M -

Albumin + NaOH 0.1M -

Albumin + Asam asetat +


pH 4.7
IV PEMBAHASAN

Perubahan warna larutan pada saat proses penambahan logam berat ke dalam larutan
albumin menghasilkan endapan berwarna putih, uji ini disebut pengendapan protein. Pengendapan
akan terjadi saat protein berada dalam muatan negatif. Maka pengendapan dapat terjadi ketika
bertemu dengan muatan positif dari logam berat. (Wardani et al.2015). Garam logam berat seperti
Ag, Pb, dan Hg dapat membentuk endapan logam proteinat yang dimasukan ke dalam protein.
Akibat dari ikatan yang terbentuk antara logam berat dan protein merupakan ikatan kuat yang
dapat memutuskan jembatan garam adalah denaturasi. Pada protein terdapat gugus –COOH dan
gugus –NH2 yang dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Pada
molekul sistein ditemukan gugus sulfhidril (-SH) yang dapat bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg2+
(Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Berdasarkan tabel 1, urutan penambahan logam berat dari yang
terkecil adalah AgNO3, HgCl2 dan Pb-asetat. Hal ini dapat terjadi karena logam Ag dan Hg
memiliki sifat reaktif yang lebih besar dibandingkan logam Pb. Logam Ag dan Hg merupakan
logam transisi pada sistem periodik unsur. Sehingga, endapan yang terbentuk pada Ag dan Hg
lebih banyak, disebabkan oleh proses denaturasi albumin (Winarno 2008).
Dengan cara salting out, protein dalam larutan dapat diendapkan. Metode salting out dapat
dilakukan dengan cara menambahkan garam dalam konsentrasi berlebih. Peran metode salting
out dalam mengendapkan protein adalah dengan menciptakan gaya tarik menarik antar protein
yang cukup kuat untuk mengendapkan protein (Rahman et al. 2012). Pengendapan ini terjadi
karena adanya peraduan antara garam dan protein dalam mengikat molekul air. Ion pada
permukaan protein dapat menarik dan mengikat molekul air dengan sangat kuat. Penambahan
amonium sulfat ke dalam larutan protein akan mengakibatkan gaya tarik molekul air oleh ion
garam. Hal ini dapat terjadi karena ion garam mempunyai kerapatan atau massa jenis lebih besar
dari kerapatan muatan ion protein sehingga garam lebih banyak mengikat air. Penurunan jumlah
air di dalam ion protein menimbulkan gaya tarik menarik antara keduanya menjadi semakin kuat
dari pada molekul protein dan air (mempertinggi interaksi hidrofobik). Hal ini mengakibatkan
adanya endapan protein dengan kolom hidrofobik (Nurhidayah et al. 2013). Melalui tahap ini,
endapan yang terbentuk dapat lebih dipekatkan (concentrating), dihilangkan garamnya
(desalting), dan dimurnikan (purifying) (Rahman et al. 2012).
Pengendapan protein melalui salting out sering menggunakan ammonium sulfat dalam
prosesnya karena kekuatan ionnya cukup tinggi, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan protein,
kelarutan tinggi dalam air, relatif murah, ini tidak berbahaya dan memiliki efek menstabilkan pada
beberapa enzim. Setiap protein akan mengendap pada konsentrasi garam yang berbeda. Protein
yang memiliki sifat hidrofobik mengendap pada konsentrasi garam rendah. Di samping itu, protein
hidrofilik membutuhkan konsentrasi garam yang tinggi untuk mengendapkannya. Ketika amonium
sulfat diberikan, banyak endapan terbentuk.
protein dalam bentuk lipase (Su’i dan Suprihana 2013). Peristiwa salting in adalah keadaan
meningkatnya kekuatan ion dalam suatu larutan yang mengakibatkan kelarutan protein menjadi
semakin tinggi (Vu and Le 2008). Garam yang ditambah pada suatu larutan protein akan
mengakibatkan peristiwa salting out maupun salting in, sehingga menghasilkan larutan pekat yang
berisi endapan protein. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang ditunjukkan pada tabel 2.
Filtrat yang diuji dengan uji biuret, menghasilkan warna biru yang menandakan masih
adanya protein dalam larutan yang belum terendapkan sempurna. Hal ini
sesuai dengan percobaan yang dilakukan dalam percobaan, sehingga kesimpulan yang didapat
adalah uji filtrat menggunakan biuret menghasilkan positif artinya terdapat protein. Sementara uji
sedimen dilakukan dengan uji Millon yang artinya tidak terdapat protein pada sedimen karena
tidak berubah warna menjadi merah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa uji sedimen
menggunakan millon adalah negatif. Untuk menentukan keberadaan asam amino tirosin, triptofan,
sistein dan metionin dalam protein terkait peptida, dilakukan uji Millon dan uji biuret. (Suprayitno
dan Sulistiyati 2017).
Denaturasi adalah perubahan atau modifikasi pada struktur protein (Yanti dan Vera 2019).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi denaturasi adalah asam, basa, alkohol (pelarut
organik) serta pemanasan. Denaturasi memiliki arti lain yaitu protein yang kehilangan struktur
tersier dan sekundernya (Aditya et al. 2015). Ketika asam ditambahkan, protein memperoleh donor
proton (H+) yang dapat menghancurkan struktur tersier. Ini karena ikatan elektrostatik yang
terganggu, sehingga protein terdenaturasi yang dapat dikenali dengan adanya endapan. Koloid
putih terbentuk karena konsentrasi protein pada larutan rendah dan konsentrasi protein asam yang
dijadikan encer atau bersifat lemah (Deman 2016). Hasil pengujian millon pada larutan
memperoleh hasil positif dengan dijumpai perubahan warna.
Penambahan buffer asetat (pH 4,7) menghasilkan endapan dan presipitasi. Hal ini sesuai
dengan salah satu asam yang disebutkan oleh Naga (2010), asam tersebut adalah asetat yang
mengganggu stabilitas protein untuk koagulasi terjadi. Kestabilan protein yang terganggu
berhubungan dengan titik isoelektrik. Titik isoelektrik adalah keadaan muatan positif dan negatif
dalam protein yang sama. Proses pengendapan protein dapat terjadi pada pH 4,7, saat
menambahkan HCl 0,1M mengandung endapan tetapi tidak sebanyak buffer asetat pH 4,7. Tidak
ditemukan endapan dan presipitat ketika ditambahkan NaOH 0,1M. Hal ini dipengaruhi oleh
albumin, yang tidak terhidrolisis oleh basa, sehingga hanya larutan dengan beda fase yang
terbentuk (Sanger et al. 2018).
Denaturasi dapat terjadi akibat penambahan buffer asam asetat yang tidak terionisasi
sempurna dengan keelektronegatifannya. Setelah proses pemanasan, penambahan buffer asetat
akan meningkatkan konsentrasi H+ yang bereaksi dengan muatan negatif albumin pada gugus
hidroksil bebas. Penurunan pH berbanding lurus dengan konsentrasi H+ dan mendekati titik
isoelektrik. Sebuah gumpalan terbentuk dari muatan listrik yang berlawanan dan menetralkan satu
sama lain untuk mencapai pH isoelektrik. Jumlah endapan yang dihasilkan berbanding terbalik
dengan pH buffer asetat yang digunakan. Semakin rendah pH, semakin banyak endapan yang
terbentuk (Triyono 2010).
Kekeruhan disebabkan oleh pengikatan ion H+ berlebihan dalam tabung yang ditambahkan
HCl. Keelektronegatifan akan menarik ikatan elektronik yang lebih kuat dari hidrogen sehingga
dapat dengan mudah membentuk ion H+. Perbedaan muatan penyusun protein mempengaruhi pH.
Endapan terbentuk karena proses pemanasan. Namun, pembekuan atau koagulasi hanya terjadi
saat berada di titik isoelektriknya.
V KESIMPULAN

Pengujian protein secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode


sedimentasi logam, sedimentasi garam, uji koagulasi, sedimentasi alkohol, dan denaturasi protein.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa protein dapat diendapkan oleh logam, garam, asam
asetat,dan buffer asetat pH 4,70. Percobaan pengendapan oleh logam menunjukkan bahwa AgNO3
merupakan pengendapan protein yang paling baik, sedangkan percobaan pengendapan oleh garam
menunjukkan bahwa endapan yang terbentuk larut dalam air, dan endapan tersebut mengandung
protein (positif uji Millon) sedangkan filtratnya tidak lagi mengandung protein (negatif uji Biuret).
Percobaan uji koagulasi protein menunjukkan bahwa endapan yang terbentuk tidak larut dalam air
dan endapan tersebut mengandung protein (positif uji Millon), lalu percobaan pengendapan oleh
alkohol menunjukkan bahwa buffer asetat pH 4,70 dapat mengendapkan protein, karena
penambahan asam dan basa dapat meningkatkan kelarutan. Yang terakhir yaitu percobaan
denaturasi protein menunjukkan bahwa penambahan buffer asetat pH 4,70 bertujuan untuk
mencapai titik isolistrik sehingga larutan protein akan lebih cepat mengendapnya.
VI DAFTAR PUSTAKA

Deman JM. 2016. Kimia Makanan edisi Kedua. Bandung (ID) : Penerbit ITB

Haryanto T, Budiman B. 2015. Penggunaan Fitur Kimia Fisik dan Posisi Atom untuk Prediksi Struktur
Sekunder Protein. J Edukasi dan Penelit Inform. 1(2). doi:10.26418/jp.v1i2.11919.

Naga WS, Adiguna B, Retnoningtyas SE, Ayucitra A. 2010. Koagulasi protein dari ekstrak biki kecipir
dengan metode pemanasan. 9(1): 1-11

Probosari E. 2019. Pengaruh protein diet terhadap indeks glikemik. J Nutr Heal. 7(1):33.

Rosmawati R. 2013. Lama perebusan terhadap kandungan protein pada kerang darah (Anadara
granosa). Biol Sci Educ. 2(2):103. doi:10.33477/bs.v2i2.374.

Rahman H, Kartawinata TG, Julianti E. 2012. Uji Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase dalam
Ekstrak Mesokarp Buah Merah (Pandanus conoideus Lamarck) Menggunanakan Densitometri
Citra Elektroforegram. Acta Pharm Indones. 37(2):43–47.

Sanger D, Damngilala LJ, Montolalu LADY, Dotulong V. 2018. Kimia Pangan : Protein. Manado (ID)
: Universitas Sam Ratulangi.

Sawitri KN, Sumaryada T, Ambarsari L. 2014. Analisa Pasangan Jembatan Garam Residu Glu15-Lys4
Pada Kestabilan Termal Protein 1Gb1. J Biofisika. 10(1):68–74. www.rscb.org.

Suprayitno E, Sulistiyati T. 2017. Metabolisme Protein. Malang (ID): UB Press.

Su’i M, Suprihana. 2013. Fraksinasi Enzim Lipase Dari Endosperm Kelapa Dengan Metode Salting
Out. Agritech. 33(4):377–383.

Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada proses isolasi protein
terhadap tepung protein isolat kacang hijau (phaseolus radiatus L.). seminar Rekayasa Kimia dan
Proses.

Vu, T.K.H. & Le, V.V.M. 2008. Biochemical Studies On The Immobilization Of The Enzyme
Invertase (EC.3.2.1.26) In Alginate Gel And Its Kinetic. ASEAN Food Journal, 15(1):73-78

Wahyudiati D. 2016. Buku Biokimia. Volume ke-6. Mataram (ID): Leppim Mataram.

Anda mungkin juga menyukai