Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA PANGAN

PROTEIN II
Uji Salting Out

Diajukan untuk memenuhi salah satu persaratan Praktikum


Biokimia Pangan

Oleh :

Nama : Rofiyanti Amini Wibowo


NRP : 113020064
No. Meja : 6 (enam)
Kelompok :C
Assisten : Henny Puspita Wulandari
Tanggal Percobaan : 30 April 2013

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2013
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN
PROTEIN II
UJI SALTING OUT

Rofiyanti Amini Wibowo :113020064


Yulien Arniansyah : 113020065
INTISARI

Tujuan dari percobaan Uji Salting Out adalah adalah untuk


mengetahui suatu senyawa yang mengandung protein yang diketahui
dengan adanya endapan garam amonium sulfat dan untuk
mengendapkan protein dengan garam netral
Prinsip percobaan Uji Salting Out adalah berdasarkan garam
amonium sulfat bersifat dapat menarik air. Mineral air dari protein ditarik
sehingga kestabilan protein terganggu dan mengendap.
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil
bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami salting out
dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat cincin ungu pada
larutan setelah dilakukan uji biuret.

I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai: (1)Latar Belakang


Percobaan, (2)Tujuan Percobaan, (3)Prinsip Percobaan, dan
(4)Reaksi Percobaan
1.1. Latar Belakang Percobaan
Protein (protos yang berarti “paling utama”) adalah senyawa
organic kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer – monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Peptida dan
protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan
penghilang unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika
bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya
digolongkan sebagai peptida. Protein banyak terkandung didalam
makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia. Seperti
pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya secara umum
sumber dari protein adalah dari sumber nabati dan hewani.
Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya
( Trie, 2012).
Oleh karena itu perlu dilakukanya percobaan ini mengingat
pentingnya menghindari kerusakan protein dalam bahan pangan.
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan Uji Salting Out adalah untuk mengetahui
suatu senyawa yang mengandung protein yang diketahui dengan
adanya endapan garam amonium sulfat dan untuk
mengendapkan protein dengan garam netral
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan Uji Salting Out adalah garam amonium
sulfat bersifat dapat menarik air. Mineral air dari protein ditarik
sehingga kestabilan protein terganggu dan mengendap.
1.4. Reaksi Percobaan

Gambar 98. Reaksi Uji Salting Out

II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai, (1)Pengendapan Protein


dengan Penambahan Garam
2.1. Pengendapan Protein dengan Penambahan Garam
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam
didasarkan pada pengaruh yang berbeda daripada penambahan
garam tersebut pada kelarutan protein globuler. Pada umunya
dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin
besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru
akan semakin menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein
yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya
interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan protein akan
menurun. Jenis garam netal yang biasa digunakan untuk
pengendapan protein adalah magnesium klorida, magnesium
sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat. Titik isoelektrik
adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah dan
mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan). Berbagai
protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di
dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH,
kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut dan temperature. Setiap
protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik
tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang
minimum. Perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus
fungsional protein, yang berarti pula mengubah muatan protein.
Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik yang
menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga
interaksi antar protein menjadi maksimum. Seperti asam amino,
protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang
mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam
suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik
protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama,
sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif
apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein
mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik
protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika
dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di
atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah
titik isolistrik, protein bermuatan positif. Adanya gugus amino dan
karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein,
menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit)
dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun
basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan
basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino
dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah),
gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan
positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein
akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH
isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling
menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Ayuani, 2012)

III BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan Yang


digunakan, (2) Alat-alat yang Digunakan, dan (3) Metode
Percobaan
3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan Uji Salting Out ini
adalah Sampel A (Terasi), G (Vitamin B IPI), F (Teh Tarik), L
(sosis) dan B (Nugget). Pereaksi yang digunakan adalah
(NH4)2SO4, NaOH 2N, dan CuSO4 1%.
3.2. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan Uji Salting Out ini
diantaranya rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes,
erlenmeyer,corong dan gelas kimia.
3.3. Metode Percobaan

Gambar 98. Metode Percobaan Uji Salting Out


IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan mengenai, (1) Hasil Pengamatan
dan (2) Pembahasan.
4.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan Uji Salting Out diperoleh hasil
sebagai berikut.

Gambar 99. Hasil Pengamatan Uji Salting Out


Tabel 26. Hasil Pengamatan Uji Salting Out
Perea Ha
Bahan Warna Ket
ksi sil
D Lapisan atas biru - Tidak
Susu lapisan bawah putih Mengandung
(NH4)2SO4 + NaOH 2N, dan

Kental ikatan Peptida


Manis
L Lapisan atas biru + Mengandung
CuSO4 1%.

Sosis lapisan bawah putih ikatan Peptida


E Lapisan atas + Mengandung
Pepton bening lapisan ikatan Peptida
bawah biru
A Lapisan atas biru - Tidak
Terasi lapisan bawah Mengandung
bening ikatan Peptida
J Lapisan atas ungu + Mengandung
Kopi lapisan bawah putih ikatan Peptida
(Sumber: Rofiyanti Amini Wibowo dan Yulien Arniansyah, Meja 6,
Kelompok C, 2013)
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil
bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami
salting out dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat
cincin ungu pada larutan setelah dilakukan uji biuret.
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang
mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan
menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak
atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan
larutan NaCl jenuh. Pengendapan pada metode salting-out terjadi
karena proses persaingan antara garam dan protein untuk
mengikat air. Grup ion pada permukaan protein menarik banyak
molekul air dan berikatan dengan sangat kuat. Contohnya
Amonium sulfat yang ditambahkan ke dalam larutan protein akan
menyebabkan tertariknya molekul air oleh ion garam. Hal tersebut
disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar
dibandingkan protein. Kekuatan ionik garam pada konsentrasi
tinggi semakin kuat sehingga garam dapat lebih mengikat
molekul air. Menurunnya jumlah air yang terikat pada protein
menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih
kuat bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik anatara
molekul protein dan air (mempertinggi interaksi hidrofobik),
sehingga protein akan mengendap dari larutan atau berikatan
dengan kolom hidrofobik. Selama proses salting-out, konsentrasi
garam harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan
sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara
protein yang ingin dimurnikan dan protein yang tidak diinginkan.
Bila suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut
protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Peristiwa ini disebut salting out. (NH 4)2SO4 dalam
percobaan ini berperan sebagai garam yang akan
mengendapkan protein. Pepton juga larut dalam air, tak
terkoagulasikan oleh panas dan tidak mengalami salting out
dengan amonium sulfat, tetapi mengendap oleh pereaksi alkoloid
seperti asam fosfo tungstat (Ayuani,2012).
Uji salting out, kebanyakan protein tidak larut dalam larutan
garam yang pekat dan mengendap atau didesak ke luar dari
larutan dalam keadaan tidak berubah. Prinsip ini digunakan untuk
memisahkan protein dari campuran senyawa lain. Campuran
tersebut dilarutkan dalam larutan garam yang pekat seperti
garam dapur, natrium sulfat, dan amonium sulfat. Proteinnya
mengendap dan dapat dipisah dengan menyaring. Kemudian
proteinnya dimurnikan dengan cara dialysis (Tarigan, 1986).
Pada Uji Salting Out dilakukan penambahan (NH 4)2SO4
karena amonium sulfat merupakan garam netral yang tidak
mempengaruhi konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion
dalam larutan protein. (NH4)2SO4 bisa diganti menggunakan NaCl
tanpa iodium.
Salting Out dapat dipakai untuk memisahkan protein dalam
campuran, karena tiap jenis protein mempunyai respons yang
berbeda pula terhadap konsentrasi garam netral. Temperatur,
dalam batas-batas tertentu mempengaruhi kelarutan protein
(Wirahadikusumah, 1989).
Bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan tersebut
dinaikkan terus, maka kelarutan protein menjadi berkurang,
sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi, protein yang
akan mengalami pengendapan, (Wirahadikusumah, 1989).
Bila dalam suatu protein ditambah garam, daya larut protein
berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.
Casein, putih telur dan susu merupakan muko protein di mana
mukoprotein ini terdiri dari karbohidrat dan protein. Kekentalan
senyawa produksi kelenjar disebabkan oleh senyawa protein
polisakarida yang disebut musin (mucin). Senyawa seperti itu
terdapat juga dalam cairan bola mata, dalam putih telur dan
jaringan pengikat. Senyawa-senyawa serupa musin tersebut
secara berkelompok disebut senyawa mukoid. Baik musin
maupun mukoid mengandung senyawa mukopolisakarida
sebagai prostetik. Titik isoelektrik musin dan mukoid terletak
antara pH 2-4. Pada pH 7 kelompok protein komplek ini berada
sebagai garam alkali dan tak terkoagulasi oleh panas.
Pengetahuan ini dipakai sebagai dasar pemisahan musin dan
mukoid yaitu pada pH 7 tersebut protein lain dapat
dikoagulasikan dengan pemanasan dan dipisahkan. Mukoprotein
yang tertinggal kemudian dapat diendapkan dengan cara
pengasaman atau salting out. Garam-garam logam berat dan
asam-asam mineral kuat ternyata baik digunakan untuk
mengendapkan protein (Sudarmadji, 1996).
Protein yang mengandung senyawa lain yang non protein
disebut protein konyugasi, sedangkan protein yang tidak
mengandung senyawa nonprotein disebut protein sederhana.
Ada bermacam-macam protein konyugasi, yang perbedaannya
terletak pada senyawa nonprotein yang bergabung dengan
molekul proteinnya (Winarno, 1991).
Senyawa warna ungu yang terbentuk pada Uji Salting Out
disebabkan karena endapan yang telah dilarutkan oleh aquadest
bereaksi dengan larutan biuret (NaOH dan CuSO 4) sehingga
larutan protein menjadi bersifat basa (bermuatan negatif) dan
bereaksi dengan ion Cu2+ membentuk kompleks.
Pada Uji Salting Out dilakukan penambahan (NH 4)2SO4
karena amonium sulfat merupakan garam netral yang tidak
mempengaruhi konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion
dalam larutan protein.
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam
didasarkan pada pengaruh yang berbeda-beda daripada
penambahan garam tersebut pada kelarutan beberapa protein
globular. Bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan
tersebut dinaikkan terus, maka kelarutan protein menjdi
berkurang; sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi,
protein akan mengalami pengendapan. Efek ini disebut
salting-out (Wirahadikusumah, 1989).
Proses kristalisasi protein sering dilakukan dengan jalan
penambahan garam amoniumsulfat atau NaCl pada larutan
dengan pengaturan pH pada titik isolistriknya. Kadang-kadang
dilakukan pula penambahan aseton atau alkohol dalam jumlah
tertentu. Pada dasarnya semua usaha yang dilakukan itu
dimaksudkan untuk menurunkan kelarutan protein dan ternyata
pada titik isolistrik kelarutan protein paling kecil, sehingga mudah
dapat dikristalkan dengan baik (Poedjiadi, 1994).
Pada Uji Salting Out ini dilakukan Uji Biuret. Hal ini dilakukan
untuk membuktikan dan memperjelas bahwa ada senyawa
protein dalam suatu bahan (ikatan peptida) yang akan
membentuk senyawa ungu dengan ion positif dari larutan biuret.
Aplikasi dari uji salting out ini dalam bidang pangan adalah
isolasi enzim.
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut
sebagai Water Holding Capacity(WHC), didefinisikan sebagai
kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan.
Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara
spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water
absorption) (Effendi, 2009)
Perbedaan antara salting out dan salting in adalah salting Out
adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan
penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan
karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri
dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan
larutan NaCl jenuh.sedangkan salting in adalah adanya zat
terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak
larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung
Nicotinamida (Ardi, 2011).
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil
bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami
salting out dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat
cincin ungu pada larutan setelah dilakukan uji biuret
5.2 Saran
Disarankan pada semua praktikan harus teliti dalam melihat
hasil dari tiap percobaan supaya tidak terjadi kesalahan
identifikasi kandungan dari suatu sampel.
Keakuratan hasil percobaan, sebaiknya peralatan yang akan
digunakan terlebih dahulu dicuci, dan dikeringkan. Sedangkan
untuk sampel yang disediakan sebaiknya tidak disimpan dalam
waktu yang lama, karena secara tidak langsung sampel akan
terkontaminasi dan berpengaruh pada hasil pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ardi. (2011). Salting in.http://tokekbiru.blogspot.com/2011/


05/presipitasi-protein-salting-in-dan.html. Diakses: 7/05/13
Ayuani, (2012). Uji identifikasi Protein http://ayuani18. Blogs
pot. co m/20 12/0 5/uji –i dent ifik asi-prot ein.h tml Diakses:
4/05/13
Slamet Sudarmadji, (1996), Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian, Liberty, Yogyakarta.
Tarigan Ponis, (1986), Kimia Organik Bahan Makanan, Alumni,
Bandung.
Trie, ita (2012). Ikatan Peptida . http://itatrie.blogspot.com /20
12/10/ laporan – kimia - dasar - ii- ikatan- peptida. html.
Diakses: 2 Mei 2013.
Winarno, F.G., (1991), Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusumah, (1989), Biokimia Protein Enzim dan Asam
Nukleat, Cetakan keempat, Penerbit ITB.

Lampiran Internet
http://ayuani18.blogspot.com/2012/05/uji-identifikasi-
protein.html
Uji Identifikasi Protein

Salting Out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang
mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan
menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan
karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air
akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan
antara garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan
protein menarik banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat.
Contohnya Amonium sulfat yang ditambahkan ke dalam larutan protein
akan menyebabkan tertariknya molekul air oleh ion garam. Hal tersebut
disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar
dibandingkan protein. Kekuatan ionic garam pada konsentrasi tinggi
semakin kuat sehingga garam dapat lebih mengikat molekul air.
Menurunnya jumlah air yang terikat pada protein menyebabkan gaya
tarik menarik antara molekul protein lebih kuat bila dibandingkan
dengan gaya tarik menarik anatara molekul protein dan air
(mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap
dari larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses
salting-out, konsentrasi garam harus tetap dijaga agar tidak menurun
dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan
antara protein yang ingin dimumikan dan protein yang tidak diinginkan.
Pengendapan protein dengan penambahan garam

Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada


pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada
kelarutan protein globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut
Thena wijaya (1987) menjelaskan bahwa pada umunya dengan
meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin besar, tetapi
setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin
menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi
dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein,
dan akibatnya kelarutan protein akan menurun. Jenis garam netal yang
biasa digunakan untuk pengendapan protein adalah magnesium klorida,
magnesium sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat.
titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah
dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan (Sudarmadji,
1996). Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang
berbeda di dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah
pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut dan temperature. Setiap
protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik tersebut
molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum.
Thenawijaya (1987) menjelaskan bahwa perubahan pH akan mengubah
ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula mengubah muatan
protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik
yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga
interaksi antar protein menjadi maksimum.

Masukkan 100 cc susu ke dalam gelas kimia, lalu campurkan 100 cc air.
Diaduk terus-menerus sambil diteteskan larutan HCl 10% hingga terlihat
keping-keping dalam cairan itu, yaitu kasein yang mengendap pada titik
-isoelektrik pH 4,7. Tambahkan asam yang berlebih, kasein larut
kembali. Biarkan air tersebut selama 10 menit. Lalu tuangkan cairan itu
ke dalam gelas kimia lainnya, sehingga sisanya yang masih ada disaring
( kasein dan cairan ).
Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi,
1994).
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion
yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana
basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein
mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak
bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan
di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik
yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting
karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan
pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan
negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai
molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan
(polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam
maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan
basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan
karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino
bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya,
dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai
asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino
dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul
bermuatan nol (Winarno, 2002).

Anda mungkin juga menyukai