Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pratikum Biokimia Umum

Hari, tanggal : Kamis, 22 Oktober 2009 Waktu PJP Asisten : 08.30-11.00 WIB : Waras Nurcholis, M.Si : Hairul Anwar Ahmad Navies Hamami Bakuh Darminto

AMINO DAN PROTEIN II

Kelompok 11

Anita Rahmayanti Elok Puspita Rini Ana Khovifah

B04080184 B04080190 B04080195

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Pendahuluan Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Protein merupakan suatu polipeptida dengan bobot molekul yang sangat bervariasi dari 5000 sampai lebih dari satu juta. Molekul protein yang besar ini menyebabkan protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996). Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992). Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahanperubahan, antara lain: 1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan. 2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman. 3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik. 4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Winarno, 1992). Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992). Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003) Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003). Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. (Anna, P., 1994). Tujuan Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada uji protein dengan uji pengendapan oleh garam, logam, alkohol, uji koagulasi, serta denaturasi protein. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini antara lain adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, penangas air, batang pengaduk, pipet volumetric, bulb, corong plastik, kertas saring dan gelas piala. Bahan yang digunakan untuk percobaan kali ini adalah Pb-asetat 5%, CH 3 COOH 1 M, HgCl 2 2 %, AgNO 3 5%, ( NH 4 ) 2 SO 4 , larutan protein, dan albumin, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M buffer asetat pH 4,7, dan etanol 95%. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi millon dan pereaksi biuret. Prosedur Kerja Percobaan mengenai pengendapan oleh logam diawali dengan ditambahkannya 5 tetes larutan HgCl 2 2 % ke dalam albumin 1 ml. Kemudian

diamati apakah terjadi endapan atau tidak. Kegiatan tersebut diulangi dengan menggunakan larutan yang lain seperti Pb-asetat 5%, dan AgNO 3 5%. Pada percobaan kedua, langkah pertama yang dilakukan adalah larutan protein diambil sebanyak 5 ml dengan menggunkan pipet volumetrik. Kemudian dituangkan tabung reaksi yang selanjutnya ditambahkan secara sedikit demi sedikit garam ( NH 4 ) 2 SO 4 sambil diaduk hingga tercapai titik jenuhnya. Larutan tersebut disaring untuk didapatkan endapan dan filtratnya. Endapan yang pertama digunakan untuk uji coba dengan air dan yang kedua digunkana untuk uji coba dengan pereaksi millon. Filtrat yang didapat digunakan untuk diuji dengan menggunakan pereaksi biuret. Uji koagulasi diawali dengan pencampuran 2 tetes asam asetat kedalam 3 ml larutan protein. Campuran tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian diletakkan ke dalam penangas air selama 5 menit. Endapan dari larutan tersebut di bagi menjadi dua bagian, bagian yang pertama dilarutkan dengan air dan yang kedua dilarutkan dengan menggunakan pereaksi millon. Filtrate larutan tersebut diuji dengan menggunakan pereaksi biuret. Percobaan keempat tentang uji pengendapan alkohol. Prosedur pertama ialah tabung reaksi disiapkan sebnayak tiga buah. Tabung pertama diisi dengan 5 ml larutan albumin, 1 ml HCl 0,1 M dan etanol 6 ml. Tabung kedua berisi 5 ml larutan albumin, 1 ml NaOH 0,1 M, dan etanol 6 ml. Tabung ketiga diisi dengan 5 ml albumin dan 1 ml buffer asetat pH 4,7 dan 6 ml etanol 95%. Kemudian, ketiga tabubg tersebut diamati mana yang larut dan mana yang tidak larut. Uji denaturasi protein dibagi menjadi tiga tabung. Tabung pertama diisi dengan 4 ml larutan albumin, 1 ml HCl 0,1 M. Tabung kedua berisi 9 ml larutan albumin, 1 ml NaOH 0,1 M. Tabung ketiga diisi dengan 4 ml albumin dan 1 ml buffer asetat pH 4,7. Ketiga tabing tersebut dimasukkan kedalam penangas air dan dibiarkan selama 15 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin, tabung pertama dan kedua diberi 10 ml buffer asetat pH 4,7 kemudian ditulis hasilnya. Data dan Hasil Percobaan Tabel 1 Pengendapan Protein oleh Logam Larutan Hasil HgCl2 2% + Pb-Asetat 5% AgNO3 5% ++ Keterangan: + : terjadi endapan : tidak terjadi endapan Pengamatan Keruh Bening Keruh

HgCl2

AgNO3

Pb-Asetat Endapan

Gambar 1 Hasil Uji Pengendapan Protein oleh Logam Tabel 2 Pengendapan Protein oleh Garam Uji Kelarutan dengan air Pereaksi Milon Pereaksi Biuret Keterangan: + : terjadi endapan : tidak terjadi endapan
Milon Biuret Endapan Air

Hasil Pengamatan + + +

Gambar 2 Hasil Uji Pengendapan Protein oleh Garam Tabel 3 Pengamatan Koagulasi Protein Uji Kelarutan dengan air Pereaksi Milon Keterangan: + : terjadi endapan : tidak terjadi endapan Hasil Pengamatan +

Air

Milon

Endapan

Gambar 3 Hasil Pengamatan Koagulasi Protein Tabel 4 Pengendapan Protein oleh Alkohol Larutan Hasil HCl 0,1M NaOH 0,1M Buffer Asetat Ph 4,7 + Keterangan: + : terjadi endapan : tidak terjadi endapan
HCl NaOH Buffer Asetat Endapan

Pengamatan Bening Bening Keruh

Gambar 4 Hasil Uji Pengendapan Protein oleh Alkohol Tabel 5 Pengamatan Denaturasi Protein Larutan Hasil HCl 0,1M NaOH 0,1M + Buffer Asetat Ph 4,7 + Keterangan: + : terjadi endapan : tidak terjadi endapan
Buffer Asetat HCl NaOH Endapan

Pengamatan Bening Keruh Keruh

Gambar 5 Hasil Pengamatan Denaturasi Protein Pembahasan Garam logam berat dapat mendenaturasi protein. Garam logam berat umumnya mengandung Hg2+, Pb2+, Ag1+ Tl1+, Cd2+ dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut. Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein. Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida (Ophart, 2003).

(Ophart, 2003) Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan pH larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan pH larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+ dan Pb2+, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat (Poedjiadi, 1994). Diketahui bahwa reaksi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh AgNO3 diikuti HgCl2 dan Pb-asetat. Namun pada hasil percobaan kali ini Pb-asetat memberikan hasil negatif dengan tidak adanya endapan protein. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan praktikan dalam melakukan prosedur kerja. Logam Ag dan Hg lebih reaktif daripada Pb kerena kedua logam tersebut merupakan logam transisi pada sistem periodik unsur. Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Protein juga mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam anorganik mengendapkan protein karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Percobaan pengendapan oleh garam mereaksikan albumin dengan ( NH 4 ) 2 SO 4 yang akan menghasilkan endapan dan filtrat. Hal ini terjadi karena adanya proses salting in dan salting out. Ketika garam ditambahkan ke dalam larutan protein, maka akan terjadi peningkatan kelarutan yang disebut salting in. Peningkatan kelarutan tersebut disebabkan oleh stabilisasi karena adanya penurunan koefisien gugusgugus oraganik. Jika kekuatan ionik ini dtingkatkan terus maka akan mencapai titik maksimum yang diikuti dengan penurunan kelarutan yang disebut salting out. Menurunnya kelarutan protein ini menyebabkan terjadinya pengendapan. Ketika

sebagian endapan diuji kelarutannya di dalam air, ternyata endapan tersebut tidak larut. Albumin merupakan jenis protein yang larut di dalam air, tetapi setelah direaksikan dengan garam ternyata endapan protein tidak larut dalam air. Hal ini dikarenakan tingkat kejenuhan larutan albumin berubah mendekati titik isolistriknya sehingga kelarutannya menurun. Sisa endapan lainnya diuji dengan pereaksi Millon dan menghasilkan warna merah sementara filtrat hasil saringan diuji dengan pereaksi biuret dan menghasilkan warna biru - ungu. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin, sedangkan pengujian filtrat dengan pereaksi biuret bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya gugus amida pada filtrat yang dihasilkan. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Selain itu pemanasan juga akan membuat kemampuan protein untuk mengikat air menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein, tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, 2003). Hasil koagulasi albumin oleh asam asetat adalah terjadinya pengendapan protein. Sebagian endapannya diuji kelarutannya dengan air dan hasilnya adalah protein tidak larut dalam air. Sebagian lagi diuji dengan pereaksi Millon menghasilkan warna merah, hal ini menunjukkan adanya ikatan peptide (tirosin) dalam endapan tersebut. Senyawa-senyawa asam membawa sejumlah besar muatan negatif yang akan menetralkan muatan positif protein sehingga terbentuk garam tidak larut (endapan). Koagulasi merupakan rangkaian dari proses denaturasi. Proses terdenaturasi cenderung membentuk agregat dan mengendap dari larutan yang dikenal dengan koagulasi. Pada uji koagulasi, endapan albumin yang terjadi setelah penambahan asam asetat, bila direaksikan dengan pereaksi millon memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa endapan tersebut masih bersifat sebagai protein, hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tesier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air. Pada uji pengendapan oleh alkohol, hanya tabung-tabung yang mengandung asam (ber-pH rendah) yang menunjukkan pengendapan protein. Pada protein, ujung C asam amino yang terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukkan oleh adanya endapan yang terbentuk. Protein akan terdenaturasi atau mengendap bila berada pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya. Pada uji denaturasi, protein yang dilarutkan dalam buffer asetat pH 4,7 menunjukkan adanya endapan. Protein yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat dengan volume berlebih, protein pun mengendap hal ini menunjukkan bahwa protein albumin mengendap pada titik isolistriknya, yaitu

sekitar pH 4,7. Uji pengendapan albumin oleh alkohol juga menunjukkan tingkat kelarutan protein. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan asam ( HCl 0,1 M) dan basa (NaOH 0,1M) menyebabkan daya kelarutan meningkat sehingga protein dapat larut dalam alkohol, sedangkan penambahan buffer asetat pH 4,7 menyebabkan penurunan daya larut sehingga terjadi pengendapan. Kelarutan protein tergantung pada pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut, dan temperatur. Pada umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan minimum pada pH isolitriknya. Titik isolitrik adalah pH saat asam amino tidak bermuatan. pH larutan harus dikontrol dengan baik karena protein dapat menjadi 10 kali lebih larut hanya dengan penambahan 1 unit pH dari titik isolitriknya. Di bawah titik isolitriknya, asam amino bermuatan positif, sebaliknya bermuatan negatif di atas titik isolitriknya. Berdasarkan literatur, albumin mempunyai pH isolistrik sebesar 4,6, sedangkan diketahui bahwa buffer asetat mempunyai pH 4,7. Albumin bisa diendapkan (tidak larut) dalam larutan jenuh pada pH mnedekati titik isolitriknya sebagaimana dengan buffer asetat.

(Ophart, C.E., 2003) Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992). Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein, namun struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur tersier protein terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, 2003). Percobaan denaturasi protein membentuk endapan setelah penambahan buffer asetat pH 4,7 sedangkan sebelum penambahan buffer asetat tidak terdapat endapan. Denaturasi dapat bersifat reversible seperti pada khimotripsin yang kehilangan aktivitasnya pada pemanasan dan aktif kembali pada saat pendinginan. Karena denaturasi, protein menjadi kurang larut dan kehilangan aktivitaas biologisnya. Kondisi yang baik adalah ketika konsentrasi suatu protein tinggi, suhu rendah, pH netral, sedangkan dalam percobaan ini, setelah penambahan buffer asetat maka kondisi larutan berubah baik pH maupun suhunya sehingga terjadi denaturasi dan daya larutnya menurun. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya endapan setelah penambahan buffer asetat.

(Ophart, C.E., 2003)

Simpulan Denaturasi protein adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Daftar Pustaka Fardiaz, Srikandi dan F.G Winarno. 1979. Biofermentasi & Biosintesa Protein. Bandung: Angkasa. Hawab, Dr. H. Mansjur, Drh, Ms. 2001. Dasar-dasar Biokimia Umum. Unit Biokimia Jurusan Kimia FMIPA. Bogor Keenan, Charles W, Donald C. Kleinfelter dan Jesse H. Wood. 1992. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga. Ophart C E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College. Poedjiadi Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta Winarno F G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta. ____________. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai