Anda di halaman 1dari 5

Nama : Yunita Patrika Permata Wibisono

PJP : Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si


NIM : B0401201128 Nama Asisten :
Kelompok : ST01.1/7 1. M. Saepul Uyun (G34170038)
Hari / Tanggal : Rabu/ 17 Maret 2021 2. Arda Ardella (A14170058)
3. Yunita Sulityo Putri (A24170006)
4. Novy Fauzia (A24170037)
KONVERSI ENERGI

PENDAHULUAN
Dasar Teori
Fermentasi merupakan proses perubahan kimia dalam suatu substrat organic yang berlangsung
karena adanya katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan dari aktivitas mikroba-
mikroba hidup, seperti Saccharomyces cerevisiae yang biasanya banyak digunakan karena
mikroba ini dapat mengkonversikan glukosa sebagai sumber karbon dengan lebih cepat.
Fermentasi etanol dapat disebut sebagai fermentasi bioethanol atau fermentasi alcohol karena
pada proses peragian terdapat perubahan gula menjadi etanol dan karbondioksida. Seperti pada
reaksi:
𝐶6 𝐻12 𝑂6 → 2𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻 + 2𝐶𝑂2 + 2 𝐴𝑇𝑃
Fermentasi dilakukan secara anaerob atau tidak membutuhkan oksigen dimana pada tahap ini
khamir sudah terbentuk dan enzim yang dihasilkan cukup banyak, sehingga fermentasi akan
terjadi. (Widyanti dan Moehadi 2016)

Seperti yang sudah disebutkan bahwa proses fermentasi akan memecahkan karbohidrat berupa
glukosa menjadi alcohol dan gas karbondioksida. Maka 1 molekul glukosa pada proses
fermentasi dapat dipecahkan oleh Saccharomyces cerevisae menjadi 2 molekul alcohol dan 2
molekul gas karbondioksida. Pada perbandingan stoikiometri fermentasi, gas CO2 memiliki
perbandingan 1:1, walaupun secara teori perbandingan gas dan produksi alcohol adalah 1:1,
kenyataanya hanya 70-80% gas yang dapat diukur. Gas CO2 yang dihasilkan menunjukkan
bahwa gas karbondioksida memiliki kadar yang berbanding terbalik dengan kadar alcohol,
sehingga semakin lama proses fermentasi maka gas CO2 yang dihasilkan akan semakin banyak
mengakibatkan kadar alcohol menurun dan proses fermentasi akan terhambat. Kondisi dengan
keadaan gas karbondioksida yang berlebihan tidak baik untuk proses fermentasi. (Richana
2011).

Fermentasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: keasaman pH, mikroba, suhu,
waktu, dan lain-lain. Keasaman pH bergantung dengan mikroorganisme yang digunakan. Dan
bakteri memiliki tingkat keasaman yang ebrbeda, sehingga bisa jadi pada kondisi asam yang
terlalu tinggi membuat bakteri menjadi inaktif. Jika pada mikroba, semakin banyak mikroba
yang digunakan maka semakin banyak hasil yang didapatkan. Fermentasi juga memerlukan
suhu yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi. dan
dalam proses fermentasi waktu yang dikerjakan juga tidak terlalu lama, karena waktu yang
lama akan menghasilkan gas karbondioksida yang banyak, sehingga pertumbuhan bakteri bisa
menurun atau sampai berhenti. (Azizah N et al. 2012).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati proses konversi energy melalu reaksi fermentasi
dan mengetahui substrat gula terhadap reaksi fermentasi.

HASIL PEMBAHASAN
Video 1
1. Mengapa balon yang dihubungkan dengan botol perlakuan menggelembung? Mengapa
terjadi perbedaan ukuran balon pada masing-masing eksperimen (4 eksperimen, yaitu
0, 1, 2, dan 3 sdt gula?)
Jawab: Berdasarkan video, hubungan antara balon yang menggelembung adalah karena
adanya CO2 sebagai hasil proses fermentasi tersebut, selain itu terjadinya perbedaan
ukuran balon pada eksperimen juga terjadi karena adanya perbedaan dosis gula yang
diberikan. Sehingga ukuran balon pada setiap botol berbeda.

2. Dari hasil pengamatan eskperimen, apa korelasi antara penambahan gula dengan besar
gelembung balon? Apa makna dari peristiwa yang Anda jumpai tersebut?
Jawab: jika dilihat dari hasil pengamatan korelasi penambahan gula dengan besar
gelembung balon adalah konsentrasi gula akan mempengaruhi besar gelembung
tersebut. Sehingga ketika gula yang diberikan semakin banyak maka balon akan
menggelembung semakin besar. Jadi makna yang saya jumpai dalam eksperimen ini
adalah semakin banyak konsentrasi gula maka balon akan menggelembung semakin
besar.

3. Bagaimana mekanisme konversi energy yang terjadi pada sel khamir tersebut? Apa
indikasinya bahwa konversi energy terjadi?
Jawab: mekanisme konversi energy yang terjadi pada sel khamir ini adalah fermentasi
dimana proses fermentasi ini menggunakan respirasi anaerob yang tidak membutuhkan
oksigen, dapat dilihat balon yang berperan sebagai penutup botol agar tidak ada celah
udara yang masuk. Ketika botol ditutup ragi baru akan berproses memecah gula
sehingga menghasilkan gas karbondioksida, sehingga balon tersebut dapat
menggelembung. Dari penggelembungan balon dapat dilihat bahwa gelembung balon
tersebut sebagai indicator bahwa konversi energy ini terjadi.

4. Menurut Anda, apakah yang terjadi apabila anda menggunakan konsentrasi gula yang
lebih tinggi, misalnya 10 dan 30 sendok makan? Jelaskan jawaban Anda!
Jawab: menurut saya ketika konsentrasi gula dinaikkan menjadi lebih tinggi maka balon
juga akan menggelembung semakin besar. Karena adanya ragi yang berfungsi sebagai
pemecah glukosa. Ketika glukosa dipecah maka akan menghasilkan gas
karbondioksida. Tetapi konsentrasi gula yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan
proses fermentasi berjalan lamban bahkan berhenti. Selain itu, dengan konsentrasi gula
yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan dinding sel dan menyebabkan
pertumbuhan sel menjadi terhambat sehingga sel tidak dapat memanfaatkan gula pada
fermentasi dengan optimal. (Putri et al. 2016). Karena itu etanol yang dihasilkan akan
rendah.
5. Jika Anda melakukan eksperimen yang sama, namun gula diganti dengan
 Sukrosa
 Tepung tapioka
 Sagu
Apakah gelembung pada balon eksperimen terjadi? Jelaskan jawaban Anda terkait
konversi energinya untuk masing-masing poin pengganti gula di atas.
Jawab:
- Pada proses fermentasi yang gulanya diganti dengan sukrosa sama sama akan
membuat balon menggelembung karena ketika sukrosa di hidrolisis akan berubah
menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa, sehingga sukrosa
bisa menjadi sumber energy untuk bakteri asam laktat, tetapi dengan kadar sukrosa
yang berlebihan dapat membuat efektivitas kerja bakteri menurun. (Maryana 2014).
- Pada proses fermentasi yang karbohidratnya diganti menjadi tepung tapioka balon
akan menggelembung karena tepung tapioka memiliki pati sebagai sumber energy
untuk bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat ini
biasa disebut sebagai bakteri yang memfrementasikan gula seperti laktosa atau
glukosa untuk menghasilkan sejumlah asam laktat yang besar. (Sari 2012).
- Pada proses fermentasi yang gulanya diganti menjadi sagu balon juga akan
menggelmbung, karena pada sagu terdapat pati. Selain itu pada sagu juga terdapat
pemecahan glukosa dan patu menjadi asam laktat. (Caesy et al. 2018)
Video 2
1. Apakah parameter dari eksperimen pada video 2 yang menunjukkan bahwa terjadi
proses fermentasi pada masing-masing gelas perlakuan?
Jawab: parameter pada video kedua yang menunjukkan adanya proses fermentasi
adalah ketika ragi dimasukkan kedalam gelas dengan kadar suhu air yang berbeda
terjadi pengembangan dan menghasilkan busa serta munculnya gas karbondioksida.

2. Bagaimana perngaruh suhu terhadap proses fermentasi seperti yang ditunjukkan pada
video, fenomena apa yang terjadi pada masing-masing gelas perlakuan?
Jawab: dari video tersebut pengaruh suhu dilihat ketika memasukan air, pada gelas yang
berisikan air dingin menunjukkan pengembangan busa namu tidak setinggi ketika ragi
dilarutkan ke dalam air suhu ruangan terbuka dan tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa
suhu mempengruhi proses fermentasi dapat dilihat juga ketika ragi dilarutkan ke dalam
air yang panas, ragi tersebut tidak mengembang. Hal ini membuktikan bahwa suhu yang
terlalu panas atau dingin bisa jadi akan merusak proses fermentasi, karena
mikroorganisme di dalam ragi tersebut tidak dapat bertahan pada suhu terlalu panas
atau dingin.

3. Melalui penulisan literature, bagaimana suhu dapat mempengaruhi proses konversi


energy pada peristiwa fermentasi? Jelaskan dan sertakan literature yang sahih untuk
menjawab pertanyaan ini.
Jawab: Pengaruh suhu terhadap proses fermentasi secara langsung dapat
mempengaruhi enzim yang dihasilkan dari metabolisme mikroba. Pada proses biologis
(enzimatik) yang lain, laju reaksi fermentasi akan meningkat seiring dengan kenaikan
suhu. Walaupun suhu optimum pada reaksi enzimatik sekitar 27℃ - 32℃, tetapi untuk
ragi tape dan ragi roti memiliki kisaran temperature sendiri sekitar 30℃ - 40℃. Maka
dari itu proses fermentasi menggunakan ragi, agar proses fermentasi optimal
menggunakan suhu ruangan. (Herliati et al. 2018).

4. Bagaimana mekanisme konversi energy yang terjadi pada khamir tersebut? Apa
indikasinya bahwa konversi energy terjadi?
Jawab: mekanisme konversi energy yang terjadi pada khamir tersebut adalah
fermentasi, pada proses fermentasi ini dilihat dari pengaruh suhu terhadap proses
fermentasi itu sendiri. Dalam proses fermentasi menghasilkan busa yang berisi gas
karbondioksida, pada beberapa gelas fermentasi berhasil terjadi sedangkankan pada
satu gelas tidak terjadi fermentasi karena suhu yang terlalu panas. Indicator terjadinya
konversi energy adalah adanya busa yang dihasilkan dari fermentasi.

5. Dari hasil percobaan Anda, apa yang terjadi jika Anda menambah gula sebanyak dua
kali lipat terhadap hasil percobaan di masing-masing gelas?
Jawab: dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu juga berpengaruh pada proses
fermentasi, suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendam membuat fermentasi
menjadi tidak optimal ataupun bisa jadi berhenti. (Kehek 2017), menyatakan bahwa
penambahan gula pada proses fermentasi akan menghambat kerja bakteri untuk
melakukan fermentasi. Ditambah dengan keadaan suhu yang tidak optimal membuat
proses fermentasi terhambat cenderung berhenti.

SIMPULAN
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa fermentasi merupaka proses konversi energy dari
karbohidrat yang menghasilkan etanol dan gas karbondioksida. Proses fermentasi ini juga
menggguna sistem respirasi anaerob dimana proses ini tidak membutuhkan oksigen. Selain itu,
proses fermentasi akan berlangsung dibantu dengan mikroba. Fermentasi juga diperngaruhi
beberapa faktor, seperti kadar gula atau karbohidrat, pH, suhu, dan lain-lain. Ketika proses
fermentasi berlangsung dengan keadaan kadar gula yang tinggi maka proses fermentasi yang
berlangsung akan terhambat, begitu juga dengan suhu yang tinggi maupun rendah fermentasi
akan berjalan dengan tidak optimal dan bisa jadi proses fermentasi akan berhenti.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah N, Al-Barri AN, Mulyani S. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alcohol,
pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioethanol dari whey dengan substitusi
kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1(2): 75-76.
Caesy CP, Sitania CK, Gunawan S, Aparamarta HW. 2018. Pengolahan tepung sagu dengan
fermentasi aerobic menggunakan Rhizopus sp. Jurnal Teknik ITS. 7(1): F132-F134.
Herliati, Sefaniyah, Indri A. 2018. Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai bahan baku
pembuatan bioethanol. Jurnal Teknologi. 6(1): 1-10.
Kehek FS. 2017. Pengaruh variasi konsentrasi gula terhadap kualitas minuman fermentasi
pisang batu (Musa balbisiana Colla)[skripsi]. Yogyakarta(ID): Universitas Sanata
Dharma.
Maryana D. 2014. Pengaruh penambahan sukrosa terhadap jumlah bakteri dan keasaman whey
fermentasi dengan menggunakan kombinasi Lactobacillus plantarum dan
Lactobacillus acidophilus[skripsi]. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin.
Putri SA, Restuhadi F, Rahmayuni. 2016. Hubungan antara kadar gula reduksi, jumlah sel
mikrob dan etanol dalam produksi bioethanol dari fermentasi air kelapa dengan
penambahan urea. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau.
3(2):1-8.
Richana N. 2011. Bioetanol: Bahan Baku, Teknologi, Produksi dan Pengendalian Mutu.
Bandung(ID) : Penerbit Nuansa.
Sari PD. 2012. Pembuatan tapioka asam dengan fermentasi spontan[skripsi]. Bogor(ID): IPB
University.
Widyanti EM, Moehadi BI. 2016. Proses pembuatan etanol dari gula menggunakan
Saccharomyces cerevisae Amobil. METANA. 1(2): 31-38.

Anda mungkin juga menyukai