Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU DAN

PENGETAHUAN BAHAN

Emulsi

Disusun Oleh:
Harifa Alfiatu Rochmaniyah
H0916043
Kelompok 2

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ACARA III
Emulsi

A. Tujuan
Tujuan praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Acara III Emulsi ini
adalah :
1. Menentukan tipe emulsi suatu bahan pangan
2. Mempelajari pengaruh pemanasan dan penambahan santan terhadap
kestabilan emulsi susu murni, susu UHT, santan murni dan santan kemasan
B. Metodologi
1. Alat
a. Gelas preparat dan gelas penutup
b. Gelas ukur 100 ml
c. Hot plate
d. Mikroskop
e. Pipet tetes
f. Tabung kuvet
g. Tabung reaksi
2. Bahan
a. Larutan methylen blue
b. Margarin
c. Mayones
d. Mentega
e. Santan kemasan
f. Santan murni
g. Susu murni
h. Susu UHT
i. Whipped cream
3. Cara Kerja (Flowchart)
a. Penentuan Tipe emulsi

Margarin , Susu UHT, susu


whipped cream, murni, santan
mayones, kemasan, santan
mentega murni

Penetesan pada Penetesan pada


gelas preparat gelas preparat

1 tetes indikator Penetesan pada gelas preparat


methylen blue

Penutupan dengan gelas penutup

Pengamatan tipe emulsi dengan


mikroskop
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Tipe Emulsi
a. Penentuan Kestabilan Emulsi

Susu murni, Susu UHT, Santan Murni


dan Santan Kemasan

10 ml susu / Pemasukan ke dalam tabung reaksi


santan

Tanpa Pemanasan Pemanasan

Pengamatan waktu pemisahan setiap 15


menit selama 90 menit

Penentuan kestabilan emulsi


Gambar 3.2 Diagram Kestabilan Emulsi Susu Murni, Susu
UHT dan Santan Kemasan
B. Hasil dan Pembahasan
Emulsi merupakan koloid liofobik (tidak suka akan cairan). Pada
koloid liofobik, tarik-menarik antara partikel fase terdispersi dan molekul
fase kontinyu sangat lemah. Bila fase kontinyunya air maka koloid tersebut
disebut koloid hidrofobik. Bila minyak dan air digojog bersama dan
didiamkan sebentar, maka kedua cairan tersebut akan terpisah, minyak
membentuk suatu lapisan diatas air. Dua cairan yang secara normal tidak
dapat bercampur disebut sebagai nirbaur. Emulsi terdiri dari dua cairan
nirbaur yang berada dalam kondisi koloid yang stabil oleh peran substansi
ketiga, yang terdapat dalam jumlah kecil, dikenal sebagai agensia
pengemulsi. Dalam emulsi, salah satu cairan (fase terdispersi) terpecah
kecil-kecil dan tersuspensi dalam cairan kedua (fase kontinyu) sebagai
tetesan-tetesan yang lembut (Gaman, 1993).
Menurut Sumardjo (2009) Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem
koloid yang fase terdispersi dan medium pendispersinya berupa cairan yang
tidak dapat bercampur. Misalnya benzena dalam air, minyak dalam air, dan
air susu. Mengingat kedua fase tidak dapat bercampur, keduanya akan
segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi tersebut mantap atau stabil,
perlu ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi
(emulsifying agent). Beberapa bahan kimia alami dapat digunakan sebagai
emulgator, seperti gelatin, pectin, kuning telur, pasta kanji, kasein, albumin,
gom arab, dan madu alam. Bahan kimia sintesis, seperti sabun, deterjem,
kalsium butirat, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), metil selulosa, dan
etanolamin juga dapat dipakai untuk maksud yang sama.
Emulsi dapat berupa tipe tunggal maupun ganda. Tipe emulsi
tunggal antara lain emulsi minyak dalam air (m/a) dan emulsi air dalam
minyak (a/m), emulsi ganda antara lain emulsi air dalam minyak dalam air
(a/m/a) dan emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m). Emulsi ganda
a/m/a lebih banyak digunakan dalam sediaan farmasi daripada m/a/m.
Emulsi ganda biasanya stabil bila menggunakan kombinasi surfaktan
hidrofilik dan surfaktan hidrofobik. Perbandingan jumlah surfaktan yang
digunakan sangat penting untuk mencapai emulsi ganda yang stabil
(Syukri, 2008).
Pada percobaan kali ini digunakan zat warna yaitu methylen blue.
Tujuan penambahan larutan methylen blue yaitu untuk memberi warna biru
pada emulsi tipe o/w karena metilen blue larut dalam air. Penentuan tipe
emulsi dilakukan terhadap sediaan emulsi dengan menggunakan metode
pengenceran dan metode zat warna. Hasil pengamatan dengan metode
pengenceran menunjukkan bahwa semua formula larut dalam air namun
tidak larut dalam minyak, serta emulsi berwarna biru saat dilakukan
pengujian dengan metode metilen blue (Hadning, 2011).
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Berbagai Tipe Emulsi Berbagai Jenis Bahan
Kelom Tipe
Sampel Gambar Keterangan
pok Emulsi
1 = oil (globula
Oil in
Susu lemak pada susu
1 water
UHT UHT)
(o/w)
Perbesaran 40 x 10 2 = water
1 = oil (globula
Oil in
Santan lemak pada santan
2 water
Kemasan kemasan)
(o/w)
Perbesaran 40 x 10 2 = water
1 = oil (globula
Oil in
Santan lemak pada santan
3 water
Murni murni)
(o/w)
Perbesaran 40 x 10 2 = water
1 = oil (globula
Oil in
Susu lemak pada susu
4 water
Murni murni)
(o/w)
Perbesaran 10 x 10 2 = water
1 = water
Water
2 = oil (globula
5 Margarin in oil
lemak pada
(w/o)
Perbesaran 40 x 10 margarin)
1 = water
Water
2 = oil (globula
6 Mentega in oil
lemak pada
(w/o)
Perbesaran 40 x 10 mentega)

1 = oil (globula
Oil in
Whipped lemak pada susu
7 water
Cream UHT)
(o/w)
Pebesaran 40 x 10 2 = water

1 = water
Water
2 = oil (globula
8 Mayones in oil
lemak pada
(w/o)
Perbesaran 40 x 10 mayones)

1 = oil (globula
Oil in
Susu lemak pada susu
9 water
UHT UHT)
(o/w)
2 = water
Perbesaran 40 x 10
1 = oil (globula
Oil in
Santan lemak pada santan
10 water
Kemasan kemasan)
(o/w)
Perbesaran 40 x 10 2 = water

Oil in 1 = oil (globula


Susu
11,12 water lemak pada susu
Murni
(o/w) murni) 2 = water
Perbesaran 40 x 10
1 = oil (globula
Oil in
lemak pada
13 Margarin water
margarin)
(o/w)
2 = water
Perbesaran 40 x 10

1 = oil (globula
Oil in
lemak pada
14 Mentega water
mentega)
(o/w)
2 = water
Perbesaran 40 x 10

1 = oil (globula
Oil in
Whipped lemak pada
15 water
Cream whipped cream)
(o/w)
2 = water
Perbesaran 40 x 10

1 = water
Water
2 = oil (globula
16 Mayones in oil
lemak pada
(w/o)
mayones)
Perbesaran 40 x 10
Sumber: Laporan Sementara
Pada percobaan kali ini dilakukan pengamatan tipe emulsi berbagai
jenis bahan. Bahan yang digunakan yaitu margarin, mayones, mentega,
whipped cream, susu UHT, susu murni, santan kemasan dan santan murni.
Bahan-bahan tersebut diteteskan satu per satu pada gelas preparat kemudian
diberi 1 tetes indikator methylen blue dan ditutup dengan gelas penutup
kemudian diamati tipe emulsinya dengan mikroskop.
Menurut Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Berbagai Tipe Emulsi
Berbagai Jenis Bahan ini sampel whipped cream, susu UHT, susu murni,
santan kemasan, mayones shift 2 dan santan murni memiliki tipe emulsi oil
in water (o/w) yang ditandai dengan adanya globula-globula minyak berada
di dalam medium air, di mana globula lemak merupakan fase diskontinyu
sedangkan medium air merupakan medium pendispersi. Pada mikroskop
diperoleh hasil bahwa globula minyak berwarna putih transparan sedangkan
air berwarna biru. Hal ini telah sesuai dengan teori Rybak (2013) dimana
susu dan krim adalah emulsi minyak dalam air yang paling terkenal, di yang
globular lemak susu terdispersi dalam fase air yang mengandung protein
susu, laktosa, garam dan mineral. Gelembung lemak distabilkan oleh
surfaktan alami yaitu lipoprotein membran, fosfolipid dan kasein
teradsorpsi. Emulsi O / W makanan lain adalah kopi whiteners, mayones,
whipped cream dan salad dressing. Menurut Tangsuphoom (2009), santan
adalah emulsi minyak dalam air yang terbentuk dari ekstrak air endosperma
padat kelapa. Emulsi itu relatif tidak stabil karena ukuran tetesan besar dan
sifat pengemulsi kelapa yang buruk protein yang teradsorpsi pada
antarmuka air-minyak
Menurut Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Berbagai Tipe Emulsi
Berbagai Jenis Bahan ini Sampel margarin, mayones shift 1 dan mentega
memiliki tipe emulsi water in oil (w/o). Hal ini ditandai dengan adannya
globula-globula air yang berada dalam minyak, di mana air merupakan fase
diskontinyu, sedangkan medium minyak merupakan medium pendispersi.
Pada sampel margarin, setelah diamati ternyata globula minyak berwarna
bening dan medium air berwarna biru dengan tekstur kasar. Hal ini telah
sesuai dengan teori dimana mentega danmargarin adalah tipe emulsi water
in oil, berada pada fasa aqueous yang terdiri dari protein susu, fosfolipid,
gula dan garam, didispersi dalam krim lemak atau minyak. Sedangkan disini
terjadi penyimpangan dimana mayones merupakan oil in water bukan
termasuk water in oil (Rybak, 2013). Kesalahan mayones ini bisa jadi
karena kesalahan praktikan dalam mengamati tipe emulsi.
Pinsip dasar kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya
tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam
sistem emulsi. Kestabilan berhubungan dengan keseragaman ukuran
molekul fase pendispersi dan fase terdispersinya dengan konfigurasi
terbaik. Apabila gaya tarik menarik dan tolak menolak antar fase dalam
sistem emulsi dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol dan
jika kerapatan antara dua fase tinggi, maka partikel-partikel dalam sistem
emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung sehingga stabilitas
sistem emulsi semakin baik (Sarungallo,2014).
Kestabilan emulsi menunjukan kualitas produk makanan atau
minuman berbasis emulsi dan menunjukkan kemampuan suatu emulsi untuk
melawan terjadinya perubahan sifat dari waktu ke waktu: semakin stabil
emulsi, maka semakin lambat sifat-sifatnya berubah. Ketidakstabilan
emulsi dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya : tidak sesuainya rasio
antara fase minyak dan air; konsentrasi dan pemilihan emulsifier yang salah;
nilai HLB emulsifier yang tidak tepat; ketidakmurnian di dalam fase air,
minyak atau emulsifier; pemanasan yang berlebihan; pembekuan serta
waktu dan kecepatan pencampuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas emulsi adalah : 1) Perbedaan berat jenis antara kedua fase, 2)
kohesifase terdispersi, 3) persentase padatan didalam emulsi. 4) temperatur
luar yang ekstrim, 5) ukuran butiran fase terdispersi, 6) viskositas fase
kontinyu 7) muatan fase terdispersi, 8) distribusi ukuran butiran fase
terdispersi. 9) tegangan interfasial antara kedua fase (Wulandari, 2015).
Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe M/A
menjadi A/M atau sebliknya. Inversi dapat dipengaruhi oleh suhu, atau
inversi merupakan fungsi suhu. Faktor-faktor yang dapat memecah emulsi
digolongkan dalam pemecahan emulsi secara kimia, contohnya
penambahan zat yang dapat menarik air seperti CaCl, eksikatus dan CaO2.
Sedangkan pecahnya emulsi secara fisika, yaitu kenaikan suhu, dapat
menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan
menaikkan benturan butir-butir tetesan. Pendingin juga menyebabkan
terpisahnya air dari sistem emulsi, penambahan ganul kasar dan
pengenceran emulsi yang berlebihan (Meybodi, 2014).
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Kestabilan Emulsi Susu Murni, Susu UHT,
Santan Murni dan Santan Kemasan
Menit ke-
No Sampel Shift Perlakuan
0 15 30 45 60 75 90
1 Susu Murni - + + + ++ ++ ++

2 Susu UHT Tanpa - - - - - - +

3 Santan Murni pemanasan - - - - - + ++

4 Santan Kemasan - - - - - - +
1
5 Susu Murni - - - + + ++ ++

6 Susu UHT - - - - + ++ ++
Pamanasan
7 Santan Murni - - - + ++ ++ +++

8 Santan Kemasan - - + + ++ ++ +++

9 Susu Murni - - - - + ++ ++

10 Susu UHT Tanpa - - - - + ++ ++

11 Santan Murni pemanasan - - - + ++ ++ +++

12 Santan Kemasan - - - - - - +
2
13 Susu Murni - - - + + + +

14 Susu UHT - - - - + + +
Pemanasan
15 Santan Murni - + ++ +++ +++ +++ +++

16 Santan Kemasan - - + + ++ ++ ++

Sumber: Laporan Sementara


Keterangan :
- : Belum terjadi pemisahan
+ : Mulai terjadi pemisahan
++ : Intensitas pemisahan kecil
+++ : Intensitas pemisahan sedang
++++ : Intensitas pemisahan besar
Pada sampel susu murni dilakukan dengan perlakuan pemanasan
dan tanpa pemanasan. Perlakuan tanpa pemanasan pada susu murni selama
90 menit pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah 15 menit dan pada
shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 60 menit sedangkan pada
perlakuan dengan pemanasan pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah
45 menit dan pada shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 45 menit.
Pada sampel susu UHT dilakukan dengan perlakuan pemanasan dan tanpa
pemanasan. Perlakuan tanpa pemanasan pada susu murni selama 90 menit
pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah 90 menit dan pada shift 2 mulai
terjadi pemisahan pada setelah 60 menit sedangkan pada perlakuan dengan
pemanasan pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah 60 menit dan pada
shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 60 menit.
Dampak dari pemanasan pada struktur protein susu terutama
menyangkut protein whey, sedangkan kasein memiliki efek perlindungan
melawan denaturasi protein serum. Perlakuan pemanasan pada susu
sebelum pembentukan emulsi juga terbukti bisa mengurangi kemampuan
protein untuk membentuk partikel kasar yang stabil, bila protein whey
terlibat dalam proses tersebut. Dalam sistem protein whey, pemanasan
memiliki efek buruk pada stabilitas emulsi, yang mungkin timbul dari
flokulasi tetesan akibat interaksi protein-protein. Terlepas dari kenyataan itu
kasein yang stabil panas mendominasi pada antarmuka minyak-dalam-air
Selama pembentukan emulsi, pemanasaa memiliki nilai negatif berdampak
pada sistem protein campuran (Raikos, 2010).
Pada sampel santan murni dilakukan dengan perlakuan pemanasan
dan tanpa pemanasan. Perlakuan tanpa pemanasan pada susu murni selama
90 menit pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah 75 menit dan pada
shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 45 menit sedangkan pada
perlakuan dengan pemanasan pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah
15 menit dan pada shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 15 menit.
Pada sampel santan kemasan dilakukan dengan perlakuan pemanasan dan
tanpa pemanasan. Perlakuan tanpa pemanasan pada susu murni selama 90
menit pada shift 1 tidak terjadi pemisahan dan pada shift 2 mulai terjadi
pemisahan pada setelah 90 menit sedangkan pada perlakuan dengan
pemanasan pada shift 1 mulai terjadi pemisahan setelah 30 menit dan pada
shift 2 mulai terjadi pemisahan pada setelah 30 menit.
Di dalam santan zat emulsifiernya adalah protein. Protein
mempunyai struktur dasar yaitu struktur primer, skunder, tertier dan
kuartener. Pada struktur primer, hanya terdapat ikatan peptide diantara asam
aminonya. Pada struktur sekunder, terdapat ikatan peptide dan ikatan
hidrogen. Pada struktur tersier, rantai polipeptidanya cendrung membelit
atau melipat membentuk struktur dan kompleks yang tergantung pada gugus
R setiap asam aminonya serta distabilkan oleh ikatan hidrofen, ikatan
sulfide, interaksi hidrofobik dan interaksi dipole-dipolnya. Pada struktur
kuartener, molekul proteinnya terbentuk dari beberapa bentuk tersier. Ikatan
dalam suatu polipeptida yang mempertahankan struktur sekunder, tersier,
dan kuartener mudah sekali rusak sehingga berakibat akan rusak oleh
penambahan asam atau basa kuat, pelarut organic dan pemanasan dalam
temperature kamar. Secara fisik, danaturasi protein dapat dipandang sebagai
suatu penambahan konformasi rantai polipeptida yang tidak mempengaruhi
struktur primernya. Protein telah mengalami denaturasi dengan pemanasan
pada temperature kamar sehingga santan dapat dipisahkan menjadi fase
terdispersi, pendispersi dan emulsifier (Fachry, 2007).
Emulsifier akan mempertahankan kestabilan emulsi dalam
pemanasan. Emulsifier memiliki peran dalam mencegah terpisahnya dua
cairan yang berbeda. Emulsifier memiliki fungsi yang dikelompokan
menjadi tiga yaitu 1) Mengurangi tegangan permukaan minyak dan air
sehingga mendorong terbentuknya emulsi dan keseimbangan antara fase
minyak, air, dan pengemulsi. Keseimbangan ini akan memantapkan emulsi
2) Mengubah sifat-sifat tekstur awetan dan sifat-sifat reologi bahan pangan,
melalui pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati
dan protein 3) Memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya
lemak, dan mengendalikan polimer lemak (Saparinto, 2006).
Fungsi mengetahui kestabilan emulsi pada pangan yaitu agar dapat
menentukan karakteristik utama pengemulsi yang digunakan. Pemilihan
emulsi didasarkan pada karakteristik produk akhir, metodologi preparasi
emulsi, jumlah pengemulsi yang ditambahkan, karakteristik kimia dan
fisika masing-masing fasa, dan adanya komponen fungsional lainnya dalam
emulsi. Pengemulsi makanan memiliki berbagai fungsi. Yang paling jelas
adalah untuk membantu stabilisasi dan pembentukan emulsi dengan
mengurangi tegangan permukaan pada antarmuka air-minyak, untuk
mengubah sifat fungsional komponen makanan lainnya dan fungsi ketiga
adalah memodifikasi kristalisasi lemak (Usaid, 2014).

C. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara III emulsi
yaitu:
1. Tipe emulsi bahan pangan sampel margarin, mayones, mentega, dan
whipped cream adalah water in oil (w/o) sedangkan susu murni, susu
UHT, susu murni, santan kemasan adalah oil in water (o/w)
2. Sampel yang memiliki stabilitas emulsi tertinggi yaitu pada sampel susu
UHT dan santan instan tanpa pemanasan. Sedangkan sampel yang
memiliki stabilitas emulsi paling rendah adalah pada bahan susu murni
tanpa pemanasan dan santan murni dengan pemanasan dan santan murni
tanpa pemanasan. Pengaruh pemanasan terhadap kestabilan emulsi
adalah semakin lama pemanasan maka emulsi semakin tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Fachry,H.A.R., Serlis Arta Dan Fadma Dewi. 2007. Pengaruh Pemanasan Dan
Derajat Keasaaman Emulsi Pada Pembuatan Minyak Kelapa. Jurnal Teknik
Kimia. 11(1) : 9-16.
Gaman, P.M Dan K.B.Sherrington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi Dan Mikrobiologi. Gadjah Mada Univesrity Press. Yogyakarta.
Hadning, Ingenida. 2011. Formulasi Dan Uji Stabilita Fisik Sediaan Oral Emulsi
Virgin Coconut Oil. Artikel Penelitian Mutiara Medika. 11(2) : 88-100.
Meybodi, N. Mollakhalili, M.A. Mohammadifar, A.R. Naseri. 2014. Effective
Factors on the Stability of Oil-in-Water Emulsion Based Beverage: A
Review. Journal of Food Quality and Hazards Control. 1(1) 67-71.
Raikos, Vassilios. 2010. Effects Of Heat Treatment On Milk Protein Functionality
At Emulsion Interfaces. Journal Of Food Hidrocolloids. 24 (4) : 259-265
Rybak, Olga. 2013. Some Aspects Of The Formation Of Emulsions And Foams In
Food Industry Ukrainian Journal Of Food Science. 1(1) : 41-49.
Saparinto, Cahyo Dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta
Sarungallo, Zita Letviany., Murtiningrum., Harry Triely Uhi., Mathelda Kurniaty
Roren Dan Aprida Pongsibidang. 2014. Sifat Organoleptik, Sifat Fisik,
Serta Kadar -Karoten Dan -Tokoferol Emulsi Buah Merah (Pandanus
Conoideus). Jurnal Agritech. 34 (2) : 177-183.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Kedokteran.
EGC. Jakarta.
Syukri, Yandi., Freftina Sari Dan Siti Zahliyatul. 2008. Stabilitas Fisik Emulsi
Ganda Virgin Coconut Oil (Vco) Menggunakan Emulgator Span 80 Dan
Tween 40. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5 (1) : 33-41.
Tangsuphoom, Nattapol Dan John N. Coupland. 2008. Effect Of Thermal
Treatments On The Properties Of Coconut Milk Emulsions Prepared With
Surface-Active Stabilizers. Journal Of Food Hidrocolloids. 23(1) ; 1792-
1800
Usaid, Adheeb A.S et al. 2014. Emulsion and its Applications in Food Processing
A Review. International Journal of Engineering Research and
Applications. 4(4) : 241-248.
Wulandari, Sri., Budiyanto Dan Evanila Silvia. 2015. Karakteristik Emulsi Minyak
Sawit Merah Dan Aplikasi Quality Function Deployment (Qfd) Untuk
Pengembangan Produk. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 25(2): 136-
142.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 3.3 Alat dan Bahan Acara Emulsi Gambar 3.4 Susu UHT setelah
pendiaman 90 menit

Gambar 3.5 Susu UHT 0 menit Gambar 3.6 Emulsi Whipped Cream

Gambar 3.7 Emulsi mayones Gambar 3.8 Emulsi Santan


Kemasan

Anda mungkin juga menyukai