Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN

BLOK BSHB
UJI DAYA AKTIVITAS ENZIM SALIVA

Disusun Oleh :
Kelompok : II
Adhitya Yudha Maulana

G1A007018

Aridhowati

G1A007007

Ersa Masruroh

G1A007049

Fatiha Sri Utami Tamad

G1A007065

Hafidz Aditya

G1A007070

Muhammad Rizki Fadlan

G1A007130

Meilinda Rosa Dewi

G1A007120

Nur Rakhman Pratama

G1A007094

Siska Khairunnisa

G1A007104

Yosinov Nur Hafidz

G1A007112

Yuliana Dwi Jayanti Puspitasari

G1A007002

Asisten

Asnurhazmi H.M

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2008

LEMBAR PENGESAHAN

Oleh :
Kelompok II

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia


Kedokteran Blok BSHB pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu ilmu Kesehatan
Jurusan Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Diterima dan disahkan


Purwokerto,

Maret 2008

Asisten

Asnurhazmi H.M
K1A004081

I.

Judul Praktikum
Uji Daya Aktivitas Enzim Saliva

II.

Tanggal Praktikum
Kamis, 13 Maret 2008

III. Tujuan Praktikum


a. Mengetahui dan menjelaskan manfaat pemeriksaan enzim
b. Mengetahui dan memahami sifat-sifat enzim
IV. Dasar Teori
Reaksi-reaksi yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup
terjadi secara optimal pada suhu 27C (suhu ruang), misalnya di dalam
tubuh hewan-hewan berdarah panas. Pada suhu tersebut proses oksidasi
akan berjalan lambat. Agar reaksi-reaksi berjalan lebih cepat diperlukan
katalisator. Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat
itu sendiri tidak ikut bereaksi. Katalisator di dalam sel makhluk hidup
disebut biokatalisator atau enzim.
Enzim merupakan pangatur suatu reaksi. Bahan tempat enzim
bekerja disebut substrat. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil
reaksi disebut produk. Reraksi dapat berlangsung dua arah (reversible).
Secara kimia enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua
bagian, yaitu bagian protein dan bagian bukan protein. Bagian protein
disebut apoenzim. Bagian protein ini bersifat labil (mudah berubah),
misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan protein
disebut gugus prostetik, yaitu gugusan yang aktif. Gugusa prostetik yang
berasala dari molekul anorganik disebut kofaktor misalnya besi, tembaga,

seng. Gugus prostetik yang terdiri dari senyawa organik kompleks disebut
koenzim misalnya NADH, FADH, koenzim A dan vitamin B.
Ciri-ciri enzim adalah enzim merupakan suatu protein, dengan
demikian sifat-sifat enzim sama dengan protein, yaitu menggumpal pada
suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH. Enzim bekerja secara khusus, artinya
enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, tidak dapat
mempengaruhi reaksi lainnya. Enzim dapat digunakan berulang kali karena
enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Akan tetapi molekul enzim
kadang rusak dan harus diganti. Rusaknya enzim oleh panas disebut
denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu diatas 50C. Jika telah rusak
enzim tidak dapat berfungsi lagi walaupun pada suhu normal. Enzim
diperlukan dalam jumlah sedikit oleh karena enzim berfungsi sebagai
pemercepat reaksi sedangkan dia sendiri tidak ikut bereaksi, maka
jumlahnya tidak perlu banyak. Umumnya, enzim dapat bekerja secara bolakbalik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu persenyawaan
menjadi persenyawaan-persenyawaan yang lain, dan sebaliknya dapat pula
bekerja menyusun persenyawaan-persenyawaan itu menjadi persenyawaan
semula. Zat (substrat) A dapat diuraikan menjadi zat B dan zat C, sebaiknya
zat C dapat direaksikan kambali dengan zat B menjadi zat A seperti semula.
Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang
berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat
penghambat. Enzim bekerja optimal pada suhu 30C atau pada suhu tubuh
dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada
suhu rendah (0C atau dibawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya
kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi,

enzim rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Enzim juga dapat bekerja pada
pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Kerja enzim
dipengaruhi oleh hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyababkan
enzim sulit bertemu dengan substrat. Senakin menumpuk hasil akhir,
semakin lambat kerja enzim. Zat yang dapat menghambat kerja enzim
disebut penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti
enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur
seperti substrat sehingga enzim sdalah masuk ke penghambat tersebut. Hal
itu dapat dijelaskan sebagai berikut: dimisalkan enzim itu anak kunci,
terdapat zat penghambat (inhibitor) yang strukturnya mirip anak kunci
(enzim) sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok
(sustrat); bentuknya mirip gembok, sehingga enzim sebagai anak kunci
keliru masuk ke anak kunci.
V.

Alat dan Bahan


A.

B.

Alat Praktikum
1.

Dua buah tabung reaksi 10 ml

2.

Satu buah tabung erlenmeyer 50 cc

3.

Satu buah penjepit

4.

Satu buah cawan petri

5.

Satu buah gelas ukur

6.

Dua buah pipet tetes

7.

Pembakar bunzen

Bahan Praktikum
1.

Larutan NaCL 0,2% sebanyak 20 cc

2.
3.

Larutan amilum 1%
Larutan iod 0,01 N

VI. Cara Kerja


1. Pengumpulan saliva encer
a.
Probandus berkumur dengan air bersih.
b.
Dimasukkan larutan NaCl 0,2% sebanyak 20 cc ke dalam mulut,
c.

kira-kira 1 menit.
Dimasukan larutan (saliva) yang di dalam mulut ke dalam tabung

Erlenmeyer 50 cc.
d.
Tabung Erlenmeyer ditutup dan digojog.
e.
Disaring untuk menghilangkan sel-sel epitel dan lain-lain.
2. Yod test
Disipkan 2 tabung reaksi kosong, masing-masing diisi dengan saliva 2,5
cc.
Tabung I :
a.
2,5 cc saliva didihkan/dimasak.
b.
Didinginkan di bawah air ledeng.
c.
Ditambahkan 3cc amilum 1%.
d.
Setiap 5 menit ditetesi dengan yod 0,01 N dan amilum 1% ke
e.

dalam cawan petri I.


Diamati perubahan warna yang terjadi.

Tabung II :
a.
2,5 cc saliva ditambah amilum 1%.
b.
Setiap s menit ditetesi dengan yod 0,01 N dan amilum 1% ke
c.

dalam cawan petri II.


Diamati perubahan warna yang terjadi.

VII. Hasil dan Pembahasan


A.

Hasil Praktikum

NaCL 0,2%
sebanyak 20 cc
yang akan
dikumur selama
1 menit oleh
probandus

Hasil kumuran

probandus 50 CC
ditutup & digojog
dimasak 2,5 cc
selama 6 menit

Enzim saliva
yang sudah
dimasak 1 tetes
+ amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes

B.

2,5 cc

amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes

Enzim saliva
yang tidak
dimasak 1 tetes
+ amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes

Pembahasan
Dalam uji saliva, salah satu anggota dari kelompok kami
bersedia menjadi probandus. Sesuai dengan cara kerja, probandus
langsung berkumur-kumur dengan NaCL 0,2% sebanyak 20 cc dan
selama 1 menit. Kemudian hasilnya ada yang dipanaskan sebanyak 2,5
cc selama 6 menit dan ada yang langsung ditaruh dalam tabung reaksi
sebanyak 2,5 cc.
Setelah itu, kami menyiapkan sebuah cawan petri. Cawan
petri tersebut kami bagi menjadi 3 bagian. Bagian 1, kami masukkan 1
tetes enzim saliva yang telah dimasak kemudian 1 tetes amilum 1%

dan yang terakhir 1 tetes iod 0,01 N. Hasilnya perubahan warnanya


tidak terlalu mencolok, warnanya bening dan ada sedikit campuran
warna ungu. Bagian 2, kami masukkan 1 tetes amilum 1% kemudian 1
tetes iod 0,01N. Hasilnya, warna berubah menjadi ungu muda. Bagian
3, kami masukkan 1 tetes enzim saliva yang tidak dimasak kemudian 1
tetes amilum 1% dan yang terakhir 1 tetes iod 0,01 N. Hasilnya, warna
berubah menjadi ungu tua.
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang
berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis. Enzim
berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas yaitu
bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Enzim
bekerja pada suhu optimum 37 C. Enzim akan kehilangan aktivitasnya
akibat panas (suhu), asam atau basa kuat, pelarut organik, atau apa saja
yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim mudah dijadikan
inaktif dengan pemanasan 100 C selama kira-kira 5 menit (Aisjah
,Girindra, 1986).
Enzim merupakan protein yang amat spesifik, dibentuk
oleh sel dari unit-unit sederhana asam amino. Enzim bersifat jauh
lebih efisien dibandingkan dengan katalisator buatan para kimiawan,
karena molekul enzim lebih spesifik, daya katalisatornya lebih
efisien, dan dapat berfungsi pada kondisi suhu dan konsentrasi ion
hidrogen normal. Enzim dapat mengkatalisa dalam waktu beberapa
detik urutan reaksi kompleks yang akan membutuhkan beberapa hari,
minggu atau bulan jika dikerjakan dalam laboratorium kimia. Lebih
jauh lagi, reaksi-reaksi yang dikatalisa oleh enzim berlangsung

sempurna,

dengan

produk

100%,

tanpa

produk

samping.

Kebalikannya, jika para kimiawan organik melangsungkan reaksireaksi di laboratorium, hampir selalu terbentuk satu atau lebih
produk samping karena enzim dapat melangsungkan berbagai reaksi
kimia secara serentak tanpa terhambat oleh adanya produk samping
yang tidak diinginkan (Albert L, Lehninger, 1982).
Saliva (air liur), sekresi yang berkaitan dengan mulut,
diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva utama, yaitu : kelenjar
sublingual, submandibula, dan parotis yang terletak diluar rongga
mulut dan menyalurkan air liur melalui duktus duktus pendek
kedalam mulut. Selain itu, terdapat kelenjar liur minor yakni kelenjar
bukal yang ada pada lapisan mukosa pipi. (Sherwood, 2007)
Saliva terdiri dari 99,5 % H2O serta 0,5 % dan elektrolit.
Protein air liur terpenting yaitu : amilase, mukus dan lisozim.
Fungsi kelenjar saliva adalah :
1. Saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja
amilase liur, suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi
disakarida.
2. Air liur mempermudah proses menelan dengan membasahi
partikel partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu,
serta dengan menghasilkan pelumasan karena adanya mukus,
yang kental dan licin.
3. Air liur memiliki efek anti bakteri melalui efek ganda pertama
oleh lisozim, suatu enzim yang menghancurkan bakteri tertentu

dan kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan


bakteri sebagai sumber makanan.
4. Pelarut bagi molekul molekul yang merangsang papil
pengecap. Hanya molekul dalam larutan yang dapat berreaksi
dengan papil pengecap.
5. Membantu kita bicara dengan mempermudah gerakan bibir dan
lidah. Kita akan sulit bicara bila mulut kita kering.
6. Berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu
menjaga kebersihan mulut dan gigi. Aliran air liur yang terus
menerus membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan
benda asing.
7. Penyangga bikarbonat pada air liur membentuk penyangga
sehingga menetralkan asam yang ada pada makanan dan
bakteri yang ada pada mulut untuk mencegah terjadinya gigi
berlubang.(Sherwood, 2007)
Masalah yang sering ditimbulkan akibat kekurangan sekresi
air liur yaitu keadaan yang dikenal sebagai xerostamia. Keadaan
ketika menjadi sulit mengunyah dan menelan, artikulasi bicara
tidak jelas, dan meningkatkan risiko gigi berlubang.(Sherwood,
2007)
Air liur yang sekresikan secara rata rata mencapai 1-2 Liter
perhari, berkisar dari kecepatan basal spontan yang konstan sebesar
0,5 ml/menit sampai kecepatan maksimal 5 ml/menit sebagai
respon terhadap rangsangan kuat misalnya ketika makan jeruk dan
lemon. (Sherwood, 2007)

Sekresi air liur yang bersifat spontan dan kontinu, bahkan


tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi
konstan tingkat rendah ujung ujung saraf parasimpatis yang
berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga
agr mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.Selain reaksi
yang bersifat konstan dan sedikit tersebut, sekresi air liur dapat
ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda yaitu
refleks saliva yang sederhana (tidak terkordinasi) dan refleks saliva
didapat(terkordinasi). (Sherwood, 2007)
Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran air liur melalui
pengeluaran saraf-saraf otonom yang mempersarafi kelenjar liur.
Tidak seperti sistem saraf otonom lain, respon simpatis dan
parasimpatis di kelenjar liur tidak saling bertentangan. Baik
stimulasi simpatis maupun parasimpatis, keduanya meningkatkan
sekresi air liur, tetapi jumlah, karakteristik dan mekanisme yang
berperan berbeda. (Sherwood, 2007)
Rangsangan parasimpatis yang berperan dominan dalam
sekresi air liur menyebabkan pengeluaran air liur encer dalam
jumlah besar dan kaya enzim .Sementara rangsangan simpatis
menyebakan sekresi air liur lebih sedikit dengan konsistensi kental
dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan
sekresi air liur dalam jumlah lebih sedikit, mulut terasa lebih
kering dari biasanya selam keadaan saat sistem simpatis dominan,
misalnya pada keadaan stres. (Sherwood, 2007)

Sekresi air liur merupakan satu satunya sekresi pencernaan


yang seluruhnya berada dibawah kontrol saraf. Semua reaksi
pencernaan lainnya diatur oleh refleks sistem saraf dan hormon.
(Sherwood, 2007)
Aplikasi klinis
1. Pankreatits kronik
Pankreatitis kronis ditandai oleh destruksi progresif
kelenjar

disertai

penggantian

jaringan

fibrosis

yang

menyebabkan terbentuknya struktur dan kalsifikasi. Faktor


etiologinya sama dengan etiologi pankreatitis akut, fibrosis kritis
merupakan penyebab tersering pada anak. Perjalanan klinis dapat
berupa serangan nyeri akut berulang, masa pancreas fungsional
yang makin berkurang, atau berkembang secara perlahan.
Pankreatitis kronis dapat terjadi setelah pankreatitis akut, tetapi
pada beberapa pasien timbul secara perlahan. Terjadinya
pankreatitis kronik karena :
a. Defisiensi lithostatin
Protein lithostin disekresi oleh pankreas, berguna untuk
mempertahankan kalsium dalam cairan pankreas sehingga
tetep cair. Defisiensi lithostatin ini dibuktikan sebagai
penyebab pembentukan presipitat protein.
b. Penyebab nyeri pada pankreatitis kronik tidak jelas.
Peningkatan tekanan pada sistem saluran pankreas, tegangan
kapsul dan inflamasi perineural berperan pada nyeri tersebut.

c. Alkohol, konsumsi alkohol yang kronis dapat langsung


menimbulkan kerusakan sel asinar pankreas, atau terlebih
dulu

menimbulkan

presipitasi

protein

dan

kalsifikasi

intraduktal pankreas lalu menimbulkan kerusakan sel asinar


pankreas dan hambatan sekresi serta inflamasi.
Diagnosis pankreatitis kronik ditegakkan berdasarkan anamnesis
adanya nyeri perut, diare berlemak, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang adanya kalsifikasi pankreas, kelainan
yang ditemukan pada pemeriksaan canggih. (Sylvia,2006)
2. Gastritif : radang pada lambung
Gastritif

merupakan

suatu

keadaan

peradangan

atau

perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,


difus, atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi
adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis.
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya bersifat jinak dan swasirna merupakan respon mukosa
lambung terhadap berbagai iritan local. Organisme tersebut
melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa
pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gandul. Gastritis
superficial akut biasanya mereda bila agent penyebabnya
dihilangkan. Obat anti muntah dapat membantu menghilangkan
mual dan muntah. Gastritis atrofik kronis ditandai oleh atrofi
progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal. Dinding
lambung menjadi tipis, dan mukosa mempunyai permukaan rata.

Gastritis atrofik kronis dapat mencetuskan terjadinya ulkus


peptikum dan karsinoma. (Sylvia, 2006)
3. Diftetsia fungsional
Dyspepsia non ulkus adalah keadaan kronis berupa rasa
tidak enak pada daerah epigastrum yang sering berhubungan
dengan makanan, gejalanya seperti ulkus tapi pada pemeriksaan
tidak ditemukan adanya ulkus. Dyspepsia fungsional untuk
keluhan tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat
intermiten sedangkan pada pemeriksaan tidak didapatkan
kelainan organis. Gejala-gejala yang sering di keluhkan berupa
rasa penuh di ulu hati sesudah makan, kembung, sering
bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, rasa terbakar pada
daerah ulu hati dan regurgitasi. Dyspepsia fungsional ini
umumnya bersifat kronis dan sering kambuh.
Beberapa factor yang menyebabkan dyspepsia fingsional :
1. Peningkatan asam lambung
2. Dismolitas lambung
3. Gastritis
4. Sters psikososial
5. Faktor lingkungan
d. Galaktosemia
Galaktosemia adalah suatu keadaan kadar glukosa yang
tinggi dalam darah. ( Anonim, 2008 )
Etiologi :
a. kekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil transferase.

b. kelainan bawaan.
Kelainan ini biasanya terdapat pada bayi. Sekitar 1
dari 50000-70000 bayi lahir tanpa adanya enzim ini. Seorang
wanita hamil yang menderita galaktosemia juga harus
menghindari galaktosa. Jika kadar galaktosanya tinggi,
galaktosa dapat melewati plasenta dan sampai ke janin,
menyebabkan

katarak.

Penderita

galaktosemia

harus

menghindari galaktosa seumur hidupnya. (Sediaoetama,


Achmad Djaeni, 2006 )
Signs and symptoms :
a. pada awalnya tampak normal, tetapi beberapa hari atau
beberapa minggu kemudian, nafsu makan akan berkurang,
muntah, tampak kuning (jaundice).
b. pertumbuhan yang normal terhenti.
c. hati membesar.
d. di dalam air kemihnya ditemukan sejumlah besar protein
dan asam amino. Diduga suatu galaktosemia jika pada
pemeriksaan laboratorium, di dalam air kemih ditemukan
galaktosa dan galaktose 1-fostate. Untuk memperkuat
diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah dan sel-sel hati,
yang akan menunjukkan ada tidaknya enzim galaktose 1fosfat uridil transferase.
e. terjadi pembengkakan jaringan dan penimbunan cairan
dalam tubuh.
f. tubuh yang pendek.

g. mengalami keterbelakangan mental.


h. katarak
e.Glikogenosis
Glikogenosis (penyakit penimbunan glikogen) adalah
sekumpulan penyakit keturunan yang disebabkan oleh tidak
adanya satu atau beberapa enzim yang diperlukan untuk
mengubah gula menjadi glikogen atau mengubah glikogen
menjadi glukosa (untuk digunakan sebagai energi). pada
glikogenosis, sejenis atau sejumlah glikogen yang abnormal
diendapkan di dalam jaringan tubuh, terutama di hati. ( Anonim,
2008 )
f. Intoleransi fruktosa
Intoleransi fruktosa herediter adalah suatu penyakit
keturunan di mana tubuh tidak dapat menggunakan fruktosa
karena tidak memiliki enzim
akibatnya,

fruktose

1-fosfatase

fosfofruktaldolase. Sebagai
(yang

merupakan

hasil

pemecahan dari fruktosa) tertimbun di dalam tubuh, menghalangi


pembentukan glikogen dan menghalangi perubahan glikogen
menjadi glukosa sebagai sumber energi.
Signs and symprtoms :
a. Hipoglikemia(kadar gula rendah) disertai keringat dingin.
b. Tremor.
c. Linglung.
d. Muntah.
e. Nyeri perut

f. Kejang
Hasil

pemeriksaan

contoh

jaringan

hati

yang

menunjukkan adanya enzim yang hilang. Selain itu juga


dilakukan pengujian respon tubuh terhadap fruktosa dan glukosa
yang diberikan melalui infus. (Kasper, Braunwald, Fauci, et al,
2005 )
Karier (pembawa gen untuk penyakit ini tetapi tidak
menderita penyakit ini) dapat ditentukan melalui analisa DNA
dan membandingkannya dengan DNA penderita dan DNA orang
normal. ( Kasper, Braunwald, Fauci, et al, 2005 )
Pencegahan dan pengobatan :
a. Menghindari fructosa (biasanya terdapat dalam buah-buahan
yang manis), sukrosa, dan sarbitol (pengganti gula).
b. Pemberian tablet anti glukosa.
c.

Fenilketonuria
Fenilketonuria (fenilalaninemia, fenilpiruvat oligofrenia)
adalah suatu penyakit keturunan di mana tubuh tidak memiliki
enzim pengolah asam amino fenilalanin, sehingga menyebabkan
kadar fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang berbahaya
bagi tubuh. Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi
tirosin dan dibuang dari tubuh. Tanpa enzim tersebut, fenilalanin
akan tertimbun di dalam darah dan merupakan racun bagi otak,
menyebabkan keterbelakangan mental. ( Kasper,
Fauci, et al, 2005 )
Signs and symptoms :

Braunwald,

g. Kejang.
h. Mual dan muntah.
i. Perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
j. Hiperaktif.
k. Gejala psikis.
l. Bau badannya menyerupai tikus karena di dalam air kemih
dan keringatnya mengandung asam fenil asetat (hasil
pemecahan fenilalanin).
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

tinginya

kadar

fenilalanin dan rendahnya kadar tirosin.


Pencegahan dan pengobatan :
a. Pengobatan meliputi pembatasan asupan fenilalanin.
b. Semua sumber protein alami mengandung 4% fenilalanin,
karena itu mustahil untuk mengkonsumsi protein dalam
jumlah yang cukup tanpa melebihi jumlah fenilalanin yang
dapat diterima. Karena itu sebagai pengganti susu dan
daging, penderita harus makan sejumlah makanan sintetis
yang menyediakan asam amino lainnya.
c. Penderita boleh memakan makanan alami rendah protein,
seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan gandum dalam
jumlah tertentu. ( Anonim, 2008 )
d.

Fruktosuria
Fruktosuria

merupakan

suatu

keadaan

yang

tidak

berbahaya, di mana fruktosa dibuang ke dalam air kemih.


Fruktosuria disebabkan oleh kekurangan enzim fruktokinase

yang sifatnya diturunkan. Satu dari 130.000 penduduk menderita


fruktosuria.
Fruktosuria tidak menimbulkan gejala, tetapi kadar fruktosa
yang tinggi di dalam darah dan air kemih dapat menyebabkan
kekeliruan diagnosis dengan Diabetes Mellitas(DM).
e.

Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya,
yang ditandai dengan ditemukannya gula xylulosa di dalam air
kemih karena tubuh tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk
mengolah xylulosa.
Pentosuria hampir selalu hanya ditemukan pada orang
Yahudi. Pentosuria tidak menimbulkan masalah kesehatan, tetapi
adanya xylulosa dalam air kemih bisa menyebabkan kekeliruan
diagnosis dengan Diabetes Mellitas(DM). ( Anonim, 2008 ).

VIII. Kesimpulan
1.

Enzim amilase adalah enzim pencernaan yang diklasifikasikan ke


dalam golongan sakaridase, yaitu enzim yang memecah polisakarida

2.

Enzim amilase terdapat pada saliva dan pankreas yang bekerja


memecah amilum menjadi maltosa dan dekstrin.

3.

Pada percobaan yang valid dan berhasil, saliva pada cawan petri
pertama mengalami perubahan warna hingga nanti mencapai titik
akromiknya.

4.

Pada cawan petri yang kedua iodium tidak mengalami perubahan


warna.

5.

Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah suhu, pH,


dan konsentrasi substrat.

6.

Aplikasi klinis yang berhubungan dengan uji daya amolitis saliva


adalah pankreatitis kronik, gastritis dan dipepsia.

Daftar Pustaka
Anonim. Informasi Penyakit : Kelainan Metabolisme. [16 March 2008 ; 3 screen].
Available from : URL : http://www.medicastore.com
Kasper, Braunwald, Fauci, et al. 2005. Harrisons : Manual of Medicine. USA:
The McGraw-Hill Companies., hal.620-5
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.
Hal : 51-2.
Sherwood, Laurelle. 2007. Sistem Pencernaan. Fisiologi dari Sel ke Sistem.
Jakarta: EGC. Hal : 545-547.
Price and Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC. Hal : 504-505.

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN


BlOK BSHB
UJI KELARUTAN DAN NODA LEMAK

Disusun Oleh :
Kelompok : II

Adhitya Yudha Maulana

G1A007018

Aridhowati

G1A007007

Ersa Masruroh

G1A007049

Fatiha Sri Utami Tamad

G1A007065

Hafidz Aditya

G1A007070

Muhammad Rizki Fadlan

G1A007130

Meilinda Rosa Dewi

G1A007120

Nur Rakhman Pratama

G1A007094

Siska Khairunnisa

G1A007104

Yosinov Nur Hafidz

G1A007112

Yuliana Dwi Jayanti Puspitasari

G1A007002

Asisten

Asnurhazmi H.M

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2008

I. Judul Praktikum
Uji Kelarutan dan Noda Lemak
II. Tanggal Praktikum
Kamis, 13 Maret 2008
III. Tujuan Praktikum
a.Mengetahui dan menjelaskan manfaat pemeriksaan lipid
b. Mengetahui dan memahami sifat-sifat lipid
IV. Dasar Teori
Lipida adalah komponen yang bersifat berminyak dan berlemak, dan tidak
larut dalam air, yang dapat diekstrak dengan pelarut nonpolar. Pelarut lemak

antara lain eter, kloroform, benzene,karbontertraklorida xylena, alcohol, dan


aseton. Beberapa lipida berfungsi sebagai komponen stuktutal membrane dan
yang lain sebagai bentuk penyimpanan bahan baker.
Lipida polar, yang memiliki kepala bersifat polar dan ekor nonpolar,
merupakan komponen utama membran. Yang paling banyak adalah fosfogliserida,
yang mengandung dua molekul asam lemak yang berikatan ester dengan kedua
gugus hidroksil bebas dari gliserol 3-fosfat dan karbon alkohol yang kedua yaitu
gugus, yaitu gugus pada bagian kepalanya, berikatan ester dengan asam fosfat.
Fosfogliserida berbeda dalam struktur gugus kepala. Fosfogliserida yang paling
banyak dijumpai adalah fosfatidiletanolamin dan fosfatidilkotin. Kepala yang
bersifat polar pada fosfogliserida membawa muatan listrik pada pH sekitar 7.
Spingolipid juga merupakan komponan membrane mengandung basa spingosin,
tetapi tidak mengandung gliserol. Golongan spingomielin memiliki dua rantai
karbon panjang selain komponen asam fosfat dan kolinnya. Salah satu rantai
hidrokarbon diberikan oleh asam lemak, dan yang lain oleh spingosin, yaitu,
alcohol-amino alifatik yangh berantai panjang. Kolesterol, suatu senyawa sterol,
merupakan precursor banyak senyawa steroid dan juga merupakan komponen
membrane plasma yang penting.
Semua lipida polar memiliki kepala bersifat polar dan bermuatan listrik, dan
ekor hidrokarbon yang bersifat nonpolar; lipida ini secara spontan membentuk
misel, lapisan tunggal, lapisan ganda, yang distabilkan strukturnya oleh interaksi
hidrifobik. Lapisan ganda lipida polar berfungsi sebagai inti structural dari
membrane sel, yang juga mengandung berbagai jenis protein, beberapa ( protein
ekstrinsik) pada permukaan membran, dan yang lain )protein intrinsic) pada
bagian dalam struktur membrane. Membran sel mempunyai sisi yang berlainan,

dan juga mengandung gugus oligosakarida hidrofilik barasal dari molekul


glikoprotein dan glikolipida pada permukaan luar membrane. Beberapa diantara
gugus oligosakarida ini memegang peranan penting di dalam pengenalan antar sel
dan merekatnya sel-sel tersebut, penggolongan jaringan, dan sisi reseptor bagi
hormon.
.
V.

Alat dan Bahan


A. Alat Praktikum
1. Rak tabung
2. Empat buah tabung reaksi 10 ml
3. Cawan petri
4. Pipet tetes
5. Pipet ukur ukuran 5 ml
6. Kertas saring

B.

Bahan Praktikum
1.
2.
3.
4.
5.

Larutan eter 7 ml
Larutan kloroform 3 ml
Aquades 3 ml
Minyak goreng
Putih telur

VI. Cara Kerja


1. Uji kelarutan
Masing ditambah 1 tetes minyak
a. Disiapkan 3 tabung reaksi, isi dengan aquades, kloroform, dan eter
masing-masing 3 cc.
b. Masing-masing tabung reaksi ditetesi kembali dengan 1 tetes
minyak.
2. Uji noda lemak

a. Dicampurkan 4 cc eter dan 2 tetes putih telur dalam tabung reaksi,


digojok lalu dituang dalam cawan petri.
b. Diangin-anginkan sampai kering dan cawan petri diusap dengan
kertas saring dan diamati yang terjadi pada kertas saring.
VII. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Praktikum
1) Uji Kelarutan
1 tetes minyak

3cc
Eter

1 tetes minyak

3cc
Kloroform

1 tetes minyak

3cc
Aquades

minyak
eter

kloroform

2) Uji Noda Lemak

Cawan petri
Eter 4 cc +
putih telur
2 tetes
Dikering anginkan lalu usap
dengan kertas saring

aquades

B. Pembahasan
Dalam uji coba kelarutan, kami memulai dengan mengisi 3
tabung reaksi dengan eter, kloroform, dan aquades. Kemudian, kami
memberikan 1 tetes minyak goreng ke dalam masing-masing tabung.
Hasilnya, tabung yang berisi larutan eter+minyak goreng berwarna
bening, tabung yang berisi larutan kloroform+minyak goreng berwarna
merah muda, dan tabung yang berisi aquades+minyak gorengnya,
lemaknya tidak larut.
Dalam uji noda lemak, kami mencampurkan 4 cc larutan eter
dengan 2 tetes putih telur. Kemudian, kami tuangkan ke dalam cawan
petri dan langsung kami kering anginkan. Setelah kering dalam
beberapa menit, kami usapkan kertas saring pada cawan petri tersebut.
Hasilnya, kertas saring terdapat noda-noda lemak.
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3).
Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius,
meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di
laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan,
namun mudah menguap.

Struktur triklorometana

Kloroform dapat digunakan sebagai pelarut zat organik dan


mudah menguap seperti lemak. Sebuah kloroform dalam konsentrasi
kecil digunakan sebagai bahan pelarut didalam industri yang
berkenaan dengan bidang farmasi.

Kloroform pada awal tahun 1800 biasa digunakan sebagai


suatu anastesik. Efek kloroform adalah menekan sistem nerves yang
menyebabkan keadaan pingsan dan kelelahan, untuk itu, diperlukan
ventilasi yang baik jika pelarut ini digunakan. Selain itu, kloroform
dicurigai sebagai zat karsinogen (zat dapat menyebabkan kanker) dan
dapat menyebabkan kerusakan hati. Olehkarena itu, sejak tahun 1956
kloroform tidak lagi digunakan untuk anastesi. (Anonymous, 2007).
Eter(C2H5OC2H5) yang diperoleh berupa zat cair yang tidak
berwarna, mudah menguap, dan mudah sekali terbakar. Campuran eter
dengan udara mudah menyebabkan letusan bila kena percikan api.
Mengingat titik didihnya yang rendah (35oC), eter harus disimpan
ditempat yang dingin. (Sugianto, dkk. 1982)
Dalam laboratorium eter banyak digunakan sebagai zat pelarut
lemak dan zat-zat organik lainnya, sedangkan dalam industri antara
lain digunakan sebagai bahan pembuatan sutera tiruan. Dalam ilmu
kedokteran eter murni dipakai sebagai obat bius (narkotikum).
(Sugianto, dkk. 1982)
Air merupakan zat yang polar artinya bahwa pada molekul air
terdapat kutub kutub negative dan positif.Karena adannya kutub
kutub ini,air akan di tarik oleh zat polar pula.Misalnya NaCL di
masukkan ke dalam air.
Lipid diklasifikasikan menjadi sederhana atau kompleks.
Klasifikasi lipid berikut ini merupakan hasil modifikasi klasifikasi
Bloor :
1.

Lipid sederhana : ester alam lemak dengan berbagai alkohol.

a) Lemak : ester asam lemak dengan gliserol. Lemak yang


berada dalam keadaan cair dikenal sebagai minyak.
b) Malam : ester asam lemak dengan alkohol monohidrat
berbobot molekul lebih tinggi.
2.

Lipid kompleks : ester asam lemak yang mengandung gugusgugus lain disamping alkohol dan asam lemak.
a) Fosfolipid : kelompok lipid, yang selain mengandung
asam lemak dan alkohol, juga mengandung residu asam
fosfat.

Lipid

ini

sering

mempunyai

basa

yang

mengandung nitrogen dan substituen lain. Misal, pada


gliserofosfolipid,

alkohol

yang

dimilikinya

adalah

gliserol, dan alkohol pada sfingofosfolipid adalah


sfingosin.
b) Glikolipid (glikosfingolipid) : kelompok lipid yang
mengandung asam lemak, sfingosin dan karbohidrat.
c) Lipid kompleks lain : lipid seperti sulfolipid dan asam
aminolipid. Lipoprotein juga dapat dimasukan ke dalam
kategori ini.
3.

Prekursor dan derivat lipid : kelompok ini mencakup asam


lemak, gliserol, steroid, senyawa alkohol selain gliserol serta
sterol, aldehid lemak dan badan keton, hidrokarbon, vitamin
larut-lemak, serta berbagai hormon. (Murray, 2003)

Aplikasi Klinis
1.

Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteriarteri besar dan sedang di mana lesi lemak yang disebut plak
ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri.
Plak ini dimulai dengan penimbunan kristal kolesterol yang
kecil dalam intima dan otot polos yang terletak di bawahnya.
Dengan berjalannya waktu, kristal berkembang lebih besar
dan bersatu membentuk kristal anyaman seperti kasur yang
besar.
Selain itu, jaringan otot halus dan jaringan fibrosa di
sekitarnya berproliferasi untuk membentuk plak yang makin
lama makin besa. Penimbunan kolesterol ditambah proliferasi
seluler dapat menjadi sangat besar sehingga plak menonjol
jauh ke dalam lumen dang sangat mengurangi aliran darah,
seringkali bahkan menutupi seluruh pembuluh darah.
Bahkan
menimbun

tanpa

jaringan

penyumbatan,

penyambung

padat

fibroblas
yang

plak
sangat

berlebihan sehingga sklerosis menjadi sangat besar dan arteri


menjadi kaku dan keras. Selanjutnya, garam kalsium sering
mengendap bersama dengan kolesterol dan lipid yang lain
dari plak, menimbulkan klasifikasi sekeras tulang yang
membuat arteri kadang-kadang seperti saluran kaku. Kedua
tahap lanjut dari penyakit ini disebut pengerasan dari arteri.
Arteri yang mengalami arteriosklerotik kehilangan
sebagian besar distensibilitasnya dan karena daerah dinding
pembuluh berdegenerasi, pembuluh menjadi mudah ruptur.

Juga tempat di mana plak menonjol ke dalam aliran darah,


sifat kasar dari permukaan plak menyebabkan timbulnya
pembekuan darah, dengan akibat pembentukan trobus dan
embolus sehingga menutupi aliran darah di dalam arteri
dengan tiba-tiba (Djohan, Bahri, 2006).
Prognosis dari penyakit ini buruk, dalam hal ini
penyakit arhteriosklerosis dapat menyebabkan kematian
(Guyton dan Hall, 1997).
2.

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner ( PJK ) merupakan problema
kesehatan utama di negara maju. Di Indonesia telah terjadi
pergeseran kejadian Penyakit Jantung dan pembuluh darah dari
urutan ke-l0 tahun 1980 menjadi urutan ke-8 tahun 1986.
Sedangkan penyebab kematian tetap menduduki peringkat ke-3.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Penyakit Jantung
Koroner sehingga usaha pencegahan harus bentuk multifaktorial
juga (Djohan, Bahri, 2006).
Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin
dengan cara pengendalian faktor faktor resiko PJK dan
merupakan hal yang cukup penting dalam usaha pencegahan
PJK, baik primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih
ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai resiko
tinggi, sedangkan sekunder merupakan upaya memburuknya
penyakit yang secara klinis telah diderita.

Berbagai Penelitian telah dilakukan selama 50 tahun


lebih dimana didapatlah variasi insidens PJK yang berbeda pada
geografis dan keadaan sosial tertentu yang makin meningkat
sejak tahun 1930 dan mulai tahun 1960 merupakan Penyebab
Kematian utama di negara Industri. Mengapa didapatkan variasi
insidens yang berbeda saat itu belum diketahui dengan pasti,
akan tetapi didapatkan jelas terjadi pada keadaan keadaan
tertentu.
Penelitian

epidemiologis

akhirnya

mendapatkan

hubungan yang jelas antara kematian dengan pengaruh keadaan


sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise, dsb yang dapat
dibuktikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
PJK antara lain: umur, kelamin ras, geografis, keadaan sosial,
perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, exercise, diet, perilaku dan kebiasaan lainnya, stress
serta keturunan.
Tabel
1.Five year mortality from CHD in to risk (whitehall civil Servants
Study 18.240 males 40 to 64 yaer). (From Rose Getal, Myocardial
ischaemia, risk factors and death from coronary heart disease,
lancet 1977 : 1 : 150-109).

Baseline

No. Ischaemia

Ischaemia

Overall mortality

1.2%

9.1%

Systolic BP > 160 1.9%

5.9%

mmHg
Serum cholesterol

1.3%

8.4%

1.4%

4.7%

> 6,76 mmol

Smokers

Penelitian Whitehall Civil Servants pads 18-240 laki


antara umur 40-64 tahun mendapatkan hubungan antara
miokard iskemik, faktor resiko dan kematian akibat PJK. Faktor
resiko

PJK

yang

utama

adalah

Hipertensi,

Hiperkolesterolemia, dan merokok.


a. Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab
terjadinya PJK. Penelitian di berbagai tempat di Indonesia
(1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%,
sedang di negara maju mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang
60% penderita Hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui
tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik.
Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika
adalah

Kegagalan

jantung

45%,

Miokard

Infark

35%

cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi


yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasuskasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari

tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan


fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi
penyempitan pembuluh darah.
Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai
miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan
serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap
jantung Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan
Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris dan Miokard Infark.
Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita
Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi.
Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan
karena beberapa faktor, yaitu:
Meningkatnya tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang
berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel
kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan
ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan
menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya
arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan
angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih
sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang
normal. (Djohan, Bahri, 2006).
b. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup


panting karena termasuk faktor resiko utama PJK di samping
Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi
oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh
(diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar
kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, jenis
kelamin, obesitas, stress, dan alkohol. (Djohan, Bahri, 2006).

VIII. Kesimpulan
1. Uji kelarutan lemak membuktikan bahwa lemak tidak bisa larut dalam
air, tetapi lemak bisa larut dalam eter dan klorofom (pelarut nonpolar).
2. Uji noda lemak membuktikan bahwa pada putih telur terdapat kandungan
lemak. Indikatornya adalah adanya noda pada kertas saring yang
digunakan.
3. Salah satu contoh aplikasi klinis yang berhubungan dengan kadar lemak
(khusunya kolesterol) dalam tubuh ialah penyakit hipertensi.
.

Daftar Pustaka
Alexander, Daniel. High Blood Cholesterol And Triglycerides. [6 March 2008].
Available from : URL
Anonymous. Sifat Kloroform. Available from http://www.olimpiade.org accesed at
17 Maret 2008.
Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Djohan, Bahri. 2006. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. [20 March 2008].
Available from : URL : http: // www.usu.ac.id.
Kasper, Braunwald, Fauci, et al. 2005. Harrisons : Manual of Medicine. USA:
The McGraw-Hill Companies : 616-7.
Martini, Frederic H. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Edisi tujuh.
USA : Pearson- Benjamin Cummings : 44-8.
Murray, Robert K. 2003. Lipid yang Memiliki Makna Fisiologis. Dalam :
Biokimia Harper. EGC : 148.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.

Sienko, Michell J. and Robert A. Plane. LIPIDS : FATS, OILS, WAXES, ETC. [16
March

2008].

Available

from

http://www.biology.clc.edu/courses/bio104/lipids.htm

URL

Anda mungkin juga menyukai