BLOK BSHB
UJI DAYA AKTIVITAS ENZIM SALIVA
Disusun Oleh :
Kelompok : II
Adhitya Yudha Maulana
G1A007018
Aridhowati
G1A007007
Ersa Masruroh
G1A007049
G1A007065
Hafidz Aditya
G1A007070
G1A007130
G1A007120
G1A007094
Siska Khairunnisa
G1A007104
G1A007112
G1A007002
Asisten
Asnurhazmi H.M
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok II
Maret 2008
Asisten
Asnurhazmi H.M
K1A004081
I.
Judul Praktikum
Uji Daya Aktivitas Enzim Saliva
II.
Tanggal Praktikum
Kamis, 13 Maret 2008
seng. Gugus prostetik yang terdiri dari senyawa organik kompleks disebut
koenzim misalnya NADH, FADH, koenzim A dan vitamin B.
Ciri-ciri enzim adalah enzim merupakan suatu protein, dengan
demikian sifat-sifat enzim sama dengan protein, yaitu menggumpal pada
suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH. Enzim bekerja secara khusus, artinya
enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, tidak dapat
mempengaruhi reaksi lainnya. Enzim dapat digunakan berulang kali karena
enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Akan tetapi molekul enzim
kadang rusak dan harus diganti. Rusaknya enzim oleh panas disebut
denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu diatas 50C. Jika telah rusak
enzim tidak dapat berfungsi lagi walaupun pada suhu normal. Enzim
diperlukan dalam jumlah sedikit oleh karena enzim berfungsi sebagai
pemercepat reaksi sedangkan dia sendiri tidak ikut bereaksi, maka
jumlahnya tidak perlu banyak. Umumnya, enzim dapat bekerja secara bolakbalik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu persenyawaan
menjadi persenyawaan-persenyawaan yang lain, dan sebaliknya dapat pula
bekerja menyusun persenyawaan-persenyawaan itu menjadi persenyawaan
semula. Zat (substrat) A dapat diuraikan menjadi zat B dan zat C, sebaiknya
zat C dapat direaksikan kambali dengan zat B menjadi zat A seperti semula.
Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang
berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat
penghambat. Enzim bekerja optimal pada suhu 30C atau pada suhu tubuh
dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada
suhu rendah (0C atau dibawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya
kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi,
enzim rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Enzim juga dapat bekerja pada
pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Kerja enzim
dipengaruhi oleh hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyababkan
enzim sulit bertemu dengan substrat. Senakin menumpuk hasil akhir,
semakin lambat kerja enzim. Zat yang dapat menghambat kerja enzim
disebut penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti
enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur
seperti substrat sehingga enzim sdalah masuk ke penghambat tersebut. Hal
itu dapat dijelaskan sebagai berikut: dimisalkan enzim itu anak kunci,
terdapat zat penghambat (inhibitor) yang strukturnya mirip anak kunci
(enzim) sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok
(sustrat); bentuknya mirip gembok, sehingga enzim sebagai anak kunci
keliru masuk ke anak kunci.
V.
B.
Alat Praktikum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pembakar bunzen
Bahan Praktikum
1.
2.
3.
Larutan amilum 1%
Larutan iod 0,01 N
kira-kira 1 menit.
Dimasukan larutan (saliva) yang di dalam mulut ke dalam tabung
Erlenmeyer 50 cc.
d.
Tabung Erlenmeyer ditutup dan digojog.
e.
Disaring untuk menghilangkan sel-sel epitel dan lain-lain.
2. Yod test
Disipkan 2 tabung reaksi kosong, masing-masing diisi dengan saliva 2,5
cc.
Tabung I :
a.
2,5 cc saliva didihkan/dimasak.
b.
Didinginkan di bawah air ledeng.
c.
Ditambahkan 3cc amilum 1%.
d.
Setiap 5 menit ditetesi dengan yod 0,01 N dan amilum 1% ke
e.
Tabung II :
a.
2,5 cc saliva ditambah amilum 1%.
b.
Setiap s menit ditetesi dengan yod 0,01 N dan amilum 1% ke
c.
Hasil Praktikum
NaCL 0,2%
sebanyak 20 cc
yang akan
dikumur selama
1 menit oleh
probandus
Hasil kumuran
probandus 50 CC
ditutup & digojog
dimasak 2,5 cc
selama 6 menit
Enzim saliva
yang sudah
dimasak 1 tetes
+ amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes
B.
2,5 cc
amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes
Enzim saliva
yang tidak
dimasak 1 tetes
+ amilum 1%
sebanyak 1
tetes + iod 0,01
N sebanyak 1
tetes
Pembahasan
Dalam uji saliva, salah satu anggota dari kelompok kami
bersedia menjadi probandus. Sesuai dengan cara kerja, probandus
langsung berkumur-kumur dengan NaCL 0,2% sebanyak 20 cc dan
selama 1 menit. Kemudian hasilnya ada yang dipanaskan sebanyak 2,5
cc selama 6 menit dan ada yang langsung ditaruh dalam tabung reaksi
sebanyak 2,5 cc.
Setelah itu, kami menyiapkan sebuah cawan petri. Cawan
petri tersebut kami bagi menjadi 3 bagian. Bagian 1, kami masukkan 1
tetes enzim saliva yang telah dimasak kemudian 1 tetes amilum 1%
sempurna,
dengan
produk
100%,
tanpa
produk
samping.
Kebalikannya, jika para kimiawan organik melangsungkan reaksireaksi di laboratorium, hampir selalu terbentuk satu atau lebih
produk samping karena enzim dapat melangsungkan berbagai reaksi
kimia secara serentak tanpa terhambat oleh adanya produk samping
yang tidak diinginkan (Albert L, Lehninger, 1982).
Saliva (air liur), sekresi yang berkaitan dengan mulut,
diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva utama, yaitu : kelenjar
sublingual, submandibula, dan parotis yang terletak diluar rongga
mulut dan menyalurkan air liur melalui duktus duktus pendek
kedalam mulut. Selain itu, terdapat kelenjar liur minor yakni kelenjar
bukal yang ada pada lapisan mukosa pipi. (Sherwood, 2007)
Saliva terdiri dari 99,5 % H2O serta 0,5 % dan elektrolit.
Protein air liur terpenting yaitu : amilase, mukus dan lisozim.
Fungsi kelenjar saliva adalah :
1. Saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja
amilase liur, suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi
disakarida.
2. Air liur mempermudah proses menelan dengan membasahi
partikel partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu,
serta dengan menghasilkan pelumasan karena adanya mukus,
yang kental dan licin.
3. Air liur memiliki efek anti bakteri melalui efek ganda pertama
oleh lisozim, suatu enzim yang menghancurkan bakteri tertentu
disertai
penggantian
jaringan
fibrosis
yang
menimbulkan
presipitasi
protein
dan
kalsifikasi
merupakan
suatu
keadaan
peradangan
atau
b. kelainan bawaan.
Kelainan ini biasanya terdapat pada bayi. Sekitar 1
dari 50000-70000 bayi lahir tanpa adanya enzim ini. Seorang
wanita hamil yang menderita galaktosemia juga harus
menghindari galaktosa. Jika kadar galaktosanya tinggi,
galaktosa dapat melewati plasenta dan sampai ke janin,
menyebabkan
katarak.
Penderita
galaktosemia
harus
fruktose
1-fosfatase
fosfofruktaldolase. Sebagai
(yang
merupakan
hasil
f. Kejang
Hasil
pemeriksaan
contoh
jaringan
hati
yang
Fenilketonuria
Fenilketonuria (fenilalaninemia, fenilpiruvat oligofrenia)
adalah suatu penyakit keturunan di mana tubuh tidak memiliki
enzim pengolah asam amino fenilalanin, sehingga menyebabkan
kadar fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang berbahaya
bagi tubuh. Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi
tirosin dan dibuang dari tubuh. Tanpa enzim tersebut, fenilalanin
akan tertimbun di dalam darah dan merupakan racun bagi otak,
menyebabkan keterbelakangan mental. ( Kasper,
Fauci, et al, 2005 )
Signs and symptoms :
Braunwald,
g. Kejang.
h. Mual dan muntah.
i. Perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
j. Hiperaktif.
k. Gejala psikis.
l. Bau badannya menyerupai tikus karena di dalam air kemih
dan keringatnya mengandung asam fenil asetat (hasil
pemecahan fenilalanin).
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
tinginya
kadar
Fruktosuria
Fruktosuria
merupakan
suatu
keadaan
yang
tidak
Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya,
yang ditandai dengan ditemukannya gula xylulosa di dalam air
kemih karena tubuh tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk
mengolah xylulosa.
Pentosuria hampir selalu hanya ditemukan pada orang
Yahudi. Pentosuria tidak menimbulkan masalah kesehatan, tetapi
adanya xylulosa dalam air kemih bisa menyebabkan kekeliruan
diagnosis dengan Diabetes Mellitas(DM). ( Anonim, 2008 ).
VIII. Kesimpulan
1.
2.
3.
Pada percobaan yang valid dan berhasil, saliva pada cawan petri
pertama mengalami perubahan warna hingga nanti mencapai titik
akromiknya.
4.
5.
6.
Daftar Pustaka
Anonim. Informasi Penyakit : Kelainan Metabolisme. [16 March 2008 ; 3 screen].
Available from : URL : http://www.medicastore.com
Kasper, Braunwald, Fauci, et al. 2005. Harrisons : Manual of Medicine. USA:
The McGraw-Hill Companies., hal.620-5
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.
Hal : 51-2.
Sherwood, Laurelle. 2007. Sistem Pencernaan. Fisiologi dari Sel ke Sistem.
Jakarta: EGC. Hal : 545-547.
Price and Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC. Hal : 504-505.
Disusun Oleh :
Kelompok : II
G1A007018
Aridhowati
G1A007007
Ersa Masruroh
G1A007049
G1A007065
Hafidz Aditya
G1A007070
G1A007130
G1A007120
G1A007094
Siska Khairunnisa
G1A007104
G1A007112
G1A007002
Asisten
Asnurhazmi H.M
I. Judul Praktikum
Uji Kelarutan dan Noda Lemak
II. Tanggal Praktikum
Kamis, 13 Maret 2008
III. Tujuan Praktikum
a.Mengetahui dan menjelaskan manfaat pemeriksaan lipid
b. Mengetahui dan memahami sifat-sifat lipid
IV. Dasar Teori
Lipida adalah komponen yang bersifat berminyak dan berlemak, dan tidak
larut dalam air, yang dapat diekstrak dengan pelarut nonpolar. Pelarut lemak
B.
Bahan Praktikum
1.
2.
3.
4.
5.
Larutan eter 7 ml
Larutan kloroform 3 ml
Aquades 3 ml
Minyak goreng
Putih telur
3cc
Eter
1 tetes minyak
3cc
Kloroform
1 tetes minyak
3cc
Aquades
minyak
eter
kloroform
Cawan petri
Eter 4 cc +
putih telur
2 tetes
Dikering anginkan lalu usap
dengan kertas saring
aquades
B. Pembahasan
Dalam uji coba kelarutan, kami memulai dengan mengisi 3
tabung reaksi dengan eter, kloroform, dan aquades. Kemudian, kami
memberikan 1 tetes minyak goreng ke dalam masing-masing tabung.
Hasilnya, tabung yang berisi larutan eter+minyak goreng berwarna
bening, tabung yang berisi larutan kloroform+minyak goreng berwarna
merah muda, dan tabung yang berisi aquades+minyak gorengnya,
lemaknya tidak larut.
Dalam uji noda lemak, kami mencampurkan 4 cc larutan eter
dengan 2 tetes putih telur. Kemudian, kami tuangkan ke dalam cawan
petri dan langsung kami kering anginkan. Setelah kering dalam
beberapa menit, kami usapkan kertas saring pada cawan petri tersebut.
Hasilnya, kertas saring terdapat noda-noda lemak.
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3).
Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius,
meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di
laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan,
namun mudah menguap.
Struktur triklorometana
Lipid kompleks : ester asam lemak yang mengandung gugusgugus lain disamping alkohol dan asam lemak.
a) Fosfolipid : kelompok lipid, yang selain mengandung
asam lemak dan alkohol, juga mengandung residu asam
fosfat.
Lipid
ini
sering
mempunyai
basa
yang
alkohol
yang
dimilikinya
adalah
Aplikasi Klinis
1.
Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteriarteri besar dan sedang di mana lesi lemak yang disebut plak
ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri.
Plak ini dimulai dengan penimbunan kristal kolesterol yang
kecil dalam intima dan otot polos yang terletak di bawahnya.
Dengan berjalannya waktu, kristal berkembang lebih besar
dan bersatu membentuk kristal anyaman seperti kasur yang
besar.
Selain itu, jaringan otot halus dan jaringan fibrosa di
sekitarnya berproliferasi untuk membentuk plak yang makin
lama makin besa. Penimbunan kolesterol ditambah proliferasi
seluler dapat menjadi sangat besar sehingga plak menonjol
jauh ke dalam lumen dang sangat mengurangi aliran darah,
seringkali bahkan menutupi seluruh pembuluh darah.
Bahkan
menimbun
tanpa
jaringan
penyumbatan,
penyambung
padat
fibroblas
yang
plak
sangat
epidemiologis
akhirnya
mendapatkan
Baseline
No. Ischaemia
Ischaemia
Overall mortality
1.2%
9.1%
5.9%
mmHg
Serum cholesterol
1.3%
8.4%
1.4%
4.7%
Smokers
PJK
yang
utama
adalah
Hipertensi,
Kegagalan
jantung
45%,
Miokard
Infark
35%
VIII. Kesimpulan
1. Uji kelarutan lemak membuktikan bahwa lemak tidak bisa larut dalam
air, tetapi lemak bisa larut dalam eter dan klorofom (pelarut nonpolar).
2. Uji noda lemak membuktikan bahwa pada putih telur terdapat kandungan
lemak. Indikatornya adalah adanya noda pada kertas saring yang
digunakan.
3. Salah satu contoh aplikasi klinis yang berhubungan dengan kadar lemak
(khusunya kolesterol) dalam tubuh ialah penyakit hipertensi.
.
Daftar Pustaka
Alexander, Daniel. High Blood Cholesterol And Triglycerides. [6 March 2008].
Available from : URL
Anonymous. Sifat Kloroform. Available from http://www.olimpiade.org accesed at
17 Maret 2008.
Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Djohan, Bahri. 2006. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. [20 March 2008].
Available from : URL : http: // www.usu.ac.id.
Kasper, Braunwald, Fauci, et al. 2005. Harrisons : Manual of Medicine. USA:
The McGraw-Hill Companies : 616-7.
Martini, Frederic H. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Edisi tujuh.
USA : Pearson- Benjamin Cummings : 44-8.
Murray, Robert K. 2003. Lipid yang Memiliki Makna Fisiologis. Dalam :
Biokimia Harper. EGC : 148.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.
Sienko, Michell J. and Robert A. Plane. LIPIDS : FATS, OILS, WAXES, ETC. [16
March
2008].
Available
from
http://www.biology.clc.edu/courses/bio104/lipids.htm
URL