Anda di halaman 1dari 30

PERSALINAN MACET

Persalinan macet/ distosia: persalinan yang tidak maju/ persalinan yang sulit
Sebab-sebab persalinan macet dapat dibagi menjadi 3 golongan:
1. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan tenaga/ kelainan his
2. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan janin
3. persalinan macet oleh karena faktor kelainan jalan lahir
1. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan tenaga/ kelainan his
Kontraksi uterus pada persalinan biasa:
a. kontraksi uterus dimulai pada salah satu tanduk uterus, kadang dari sebelah
kanan atau kiri. Dari sini kontraksi menjalar ke seluruh miometrium.
b. Fundus uteri berkontraksi lebih dahulu, lebih lama dan lebih kuat
dibandingkan bagian lain.
c. Tonus otot meningkat pada waktu his dan kembali pada keadaan semula.
Jenis-jenis kelainan his:
1. inersia uteri
Di sini his bersifat biasa, dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu daripada yang lain, dan peranan fundus tetap menonjol.
Kelainannya: kontraksi uterus lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang.
Bila ketuban masih utuh tidak banyak bahaya (kecuali jika persalinan
berlangsung terlalu lama)
a. inersia uteri primer: kalau kelainan his timbul pada permulaan persalinan
b. inersia uteri sekunder: timbulnya setelah berlangsungnya his kuat untuk
waktu yang lama.
Permasalahan: sulit mendiagnosis inersia uteri dalam masa laten, sering salah
dengan false labour.
2. his terlampau kuat
His terlampau kuat tidak menyebabkan distosia, tetapi merupakan salah satu
bentuk kelainan his.
Disebut partus presipitatus: his terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga
persalinan berlangsung cepat (kurang dari 3 jam)
Bahaya partus presipitatus: perlukaan luas dari jalan lahir, perdarahan
intrakranial.

Pada kasus DKP atau kelainan letak: his yang terlampau kuat maka kontraksi
dan retraksi bagian atas uterus berjalan terus sedangkan bagian bawah makin
diregangkan,
3. incoordinate uteri
Dalam keadaan ini, sifat his berubah. His menjadi: tonus otot meningkat (baik di
dalam maupun di luar His), tidak ada sinkronisasi antar bagian-bagian uterus)
Akibatnya:
- his tidak efisien menimbulkan pembukaan dan penurunan kepala
- tonus otot yang meningkat menimblkan nyeri pada ibu
- hipoksia janin
- partus lama
Etiologi
- primigravida, terutama primigravida tua
- bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segment bawah rahim
(misal: kelainan letak janin, DKP, presbo, anencephalus)
- terdapat kelainan benyuk uterus (misal uterus bikornis unikolis)
Penanganan:
Secara umum:
- awasi keadaan umum ibu
- pengawasan DJJ (tiap 30 menit)
- pemberian rehidrasi
- persalinan lama, evaluasi: false labour(?), incoordinate uterine action(?), atau
DKP(?)
Secara khusus:
a) Inersia Uteri:
Dulu, pada saat teknik pembedahan belum semaju sekarang, menunggu
merupakan sikap yang bijaksana dalam menangani inersia uteri. Tapi dengan
teknik pembedahan, anestesi dan obat antibiotik yang baik, maka menunggu
sudah banyak ditinggalkan. Bila dijumpai inersia uteri, dapat dilakukan
augmentasi/stimulasi dengan 5 IU oxytocine dalam Dextrose 5% dimulai
dengan 8 tts/menit naik tiap 15 menit, dengan tetesan maksimal 60
tetes/menit. Diharapkan dengan stimulasi ini maka akan memperbaiki His.
b) Partus precipitatus: ada kecenderungan berulang sehingga pada saat ANC
maupun saat

persalinan perlu ditanyakan

mengenai riwayat persalinan

sebelumnya, tindakan episiotomi dapat dipertimbangkan.

c) Incoordinate uterine action: terapi lebih kearah pengobatan simptomatisnya


yang dikeluhkan oleh penderita.
2. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan janin: kelainan letak dan bentuk
janin
A. Kelainan Letak, presentasi atau posisi
Perlu dibaca lagi mengenai:
1) SIKAP
Hubungan antara bagian-bagian badan fetus satu sama lain
Dikenal:
a) Fleksi: presentasi belakang kepala
b) Defleksi:
Ringan: presentasi puncak kepala
Sedang: presentasi dahi
Maksimal: presentasi muka
2) PRESENTASI
Bagian tubuh fetus yang terdapat di bagian terbawah jalan lahir
Dikenal:
a) Letak memanjang:
i. Presentasi kepala:
a. Presentasi belakang kepala (prebelkep, occiput presentation)
b. Presentasi puncak kepala (sinsiput presentation)
c. Presentasi dahi (Brow presentation)
d. Presentasi muka (face presentation)
ii. Presentasi bokong
a. Presentasi bokong-kaki sempurna/ complete breech
b. Presentasi bokong murni/ frank breech
c. Presentasi kaki (footlink breech / incomplete breech)
b) Letak lintang atau oblik: presentasi bahu (shoulder presentation) atau
punggung.
c) Presentasi majemuk (compund presentation)
a. Kepala dan tangan
b. Kepala dan kaki
3) POSISI
Hubungan antara bagian tertentu fetus dengan bagian kiri, kanan, depan,
belakang, atau lintang, terhadap jalan lahir

4) LETAK
Hubungan antara sumbu fetus dengan sumbu jalan lahir:
a) Letak memanjang: Sumbu fetus searah / sejajar sumbu jalan lahir
b) Letak melintang: Sumbu fetus tegak lurus sumbu jalan lahir
c) Letak oblik: Sumbu fetus dalam sudut tertentu dengan sumbu jalan lahir
POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR PERSISTENS
Pada persalinan normal, kepala janin masuk PAP dengan sutura sagitalis
melintang atau miring. Dengan majunya persalinan maka umumnya UUK akan
memutar ke arah depan dengan kepala janin dalam keadaan fleksi pada wanita
dengan panggul normal. Sehingga bagian kepala janin yang sampai ke Hodge III
adalah oksiput dan akan berada tepat dibawah SOP.
Adakalanya UUK tidak memutar ke depan tetapi tetap di belakang karena
kepala menyesuaikan diri dengan bentuk panggul. Sering terjadi pada panggul
android, multipara (karena otot dasar panggul sudah lembek), bentuk kepala
janin bundar atau agak kecil.
Penanganannya:
a) Pada panggul yang dalam hubungannya dengan kepala janin cukup luas dapt
lahir spontan, meskipun agak lambat. Tetapi menimbulkan regangan vagina dan
perineum cukup besar, sehingga hati-hati terhadap laserasi jalan lahir (karena
kepala janin sudah dalam keadaan fleksi maksimal).
b) Kalau diputuskan mengakhiri persalinan, dengan forcep dan dicoba dahulu
apakah UUK dapat diputar ke depan.
PRESENTASI MUKA
Pada presentasi muka, maka kepala janin dalam keadaan defleksi maksimal.
Diagnosis
Palpasi:

dada

teraba

seperti

punggung,

teraba

kepala

yang

menonjol

bertentangan dengan letak dada. Pada tempat dada teraba bagian kecil janin
dan didengar DJJ paling jelas.
Pemeriksaan dalam: kalau muka sudah masuk panggul, jari pemeriksa dapat
meraba dagu, mulut, hidung dan pinggir orbita. Kadang kaput sussedanum
menyulitkan pemeriksaan sehingga kadang-kadang disangka bokong.
Etiologi

Umunya adanya hambatan fleksi kepala akan menyebabkan presentasi muka


(misal: tumor di leher bagian depan) selain itu panggul sempit, janin besar,
multi paritas, perut gantung juga dapat merupakan faktor risiko presentasi
muka
Mekanisme Persalinan
Kepala masuk panggul dengan dagu melintang atau miring, muka mencapai
dasar panggul terjadi putar paksi dalam, sehingga dagu memutar ke depan dan
berada di bawah arkus pubis. Dengan daerah ini sebagai hipomoklion, kepala
kemudian lahir dengan gerakan fleksi dengan dahi, UUB dan belakang kepala
lewat perineum.
Kalau dagu berada dibelakang, pada 10% kasus dagu tidak dapat memutar ke
depan tetapi tetap dibelakang (posisi mentoposterior persistens). Dalam
keadaan ini bayi tidak bisa dilahirkan, karena kepala sudah defleksi maksimal.
Prognosis
Prognosis persalinan pada umumnya tanpa kesulitan. Karena kepala masuk
panggul dengan diameter sirkumferensia trakeloparietal tidak jauh berbeda
dengan sirkumferensia suboksipitobregmatika.
Tetapi akan berbeda halnya apabila dagu berada dibelakang, maka janin tidak
dapat dilahirkan per vaginam.
Penanganan
? Pastikan tidak ada DKP
? Bila dagu beraada di depan, tunggu partus sponta.
? Bila dagu berada di belakang, beri kesempatan dagu untuk memutar ke
depan. Apabila pada saat kala II dagu tetap dibelakang (posisi mentoposterior
persistens) maka sebaiknya dilahirkan perabdominal
? Prasat Thorn: kepala bagian belakang dipegang oleh penolong yang
dimasukkan ke vagina lalu tarik ke bawah, sedangkan tangan yang lain dari luar
berusaha meniadakan ekstensi dada. Syarat:
a) Dagu harus berada di belakang
b) Kepala belum jauh masuk panggul
PRESENTASI DAHI

Kepala janin dalam keadaan di antara fleksi dan defleksi. Biasanya presentasi
dahi ini bersifat sementara dan akan berubah menjadi presentasi muka ata
presentasi belakang kepala.
Diagnosis
Pada

permulaan

persalinan

sulit

membuat

diagnosis

presentasi

dahi.

Pemeriksaan luar memberikan gambaran seperti presentasi muka tapi dengan


bagian kepala tidak semenonjol presentasi muka. Pada pemeriksaan dalam
dapat diraba sutura frontalis. Bila diikuti, maka pada ujung salah satu sutura ini
akan teraba UUB dan pada ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran
orbita.
Etiologi
Sebab presentasi dahi pada dasarnya sama dengan presentasi muka.
Prognosis
Kepala

janin

masuk

ke

dalam

rongga

panggul

dengan

sirkumferensia

maksilloparietale yang mempunyai ukuran besar pada saat aterm, yaitu 36 cm.
Pada janin kecil mungkin dapat lahir spontan. Tetapi janin cukup bulan akan
mengalami kesulitan. Karena besarnya ukuran ini, maka kepala janin baru dapat
masuk ke dalam rongga panggul setelah terjadi moulage. Sehingga persalinan
membutuhkan waktu lama (hanya 15% yang berlangsung spontan), angka
mortalitas janin 20% dan sering disertai perlukaan luas pada perineum.
Penanganan
Sikap penolong menghadapi presentasi dahi sama dengan menghadapi
presentasi muka. Jika kepala janin pada akhir kala I belum masuk panggul dapat
dicuba dahulu dengan prasat Thorn. Jika tidak berhasil, dilahirkan dengan seksio
sesarea.
PRESENTASI BOKONG
PENDAHULUAN
Umur kehamilan lebih dari 37 mgg, hanya sekitar 5-7% persalinan dijumpai
dalam keadaan letak sungsang / presentasi bokong. Sedang pada kehamilan
trimester ke 2 (21-24 minggu), presentasi bokong dijumpai pada 33%

kehamilan. Sedangkan pada awal trimester ke 3 (29-32 minggu), presentasi


bokong dijumpai pada 14% dari seluruh kehamilan.
Mortalitas perinatal 13 kali lebih tinggi dari persalinan normal dengan angka
morbiditas perinatal 5-7 kali lebih tinggi (gambaran ini dipengaruhi usia
kehamilan, berat janin dan jenis presentasi bokong).
Sebab utama kematian perinatal: hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan
kelainan kongenital (Kelainan kongenital 6-18% Vs. 2-3%)
Jenis presentasi bokong:
1. Presentasi bokong sempurna (complete breech).
2. Presentasi bokong murni (frank breech).
3. Presentasi kaki (footlink breech / incomplete breech)
Etiologi:
1. Maternal : kelainan uterus (septum, uterus unikornis), tumor ginekologik
(mioma uteri, tumor adneksa)
2. Fetal : kelainan cairan ketuban (poli/oligohidramnion), kelainan fetus
(anensefalus, hidrosefalus, kelainan neuromuskular seperti distrofia miotonik)
Keistimewaan Presentasi Bokong:
? Bagian terbesar janin paling akhir dilahirkan
? Bagian terbawah janin adalah bagian lunak
? Bokong tidak bisa menutup pintu atas panggul
Versi luar
? Dilakukan sebaiknya antara 34 s/d 38 mgg
? Melakukan putaran pada fetus dari dinding abdomen sehingga menjadi
presentasi kepala
Jenis persalinan sungsang
1. Persalinan Pervaginam:
a) Persalinan spontan/ bracht
b) Manual aid atau ekstraksi bokong parsial
? lahirnya bokong s/d umbilikus (spontan)
? lahirnya bahu dan lengan memakai tenaga penolong secara klasik (Deventer),
Mueller atau Lovset.

? lahirnya kepala, dengan cara Mauriceau-Veit-Smellie, Najouk, Wigand MartinWinckel, Prague terbalik, atau dengan cunam Piper
c) Ekstraksi bokong
2. Sectio cesarea
PERTOLONGAN PERSALINAN SPONTAN (BRACHT)
1. lahirnya bokong s/d umbilikus (spontan)
2. fase cepat: umbilikus s/d mulut (batas waktu 8 menit): karena tali pusat
terjepit antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin mengalami hipoksia
sesaat.
3. fase lambat: mulut s/d seluruh kepala (hindari terjadinya perdarahan
intrakranial (ruptura tentorium cerebelli) akibat dekompresi yang mendadak
Teknik : hiperlordosis badan bayi
PROSEDUR MANUAL AID (PARTIAL BREECH EXTRACTION)
1. Tahap pertama : lahirnya bokong sampai umbilikus, spontan
2. Tahap kedua : Melahirkan bahu dan lengan
a) Cara klasik
b) Cara Muller
c) Cara Lovset
3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dengan cara Mauriceau-Veit-Smellie, Najouk,
Wigand Martin-Winckel, Prague terbalik, atau dengan cunam Piper
Ekstraksi pada presentasi bokong (lihat gambar)
1. Teknik ekstraksi kaki (Pinard)
2. Teknik ekstraksi bokong
3. DISTOSIA KARENA KELAINAN PANGGUL
JENIS KELAINAN PANGGUL
Caldwell-Moloy berdasarkan penyelidikan rotgenologik dan anatomik panggulpanggil menurut morfologinya dibagi dalam 4 jenis pokok:

1) tipe gynaecoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips melintang kirikanan, hampir mirip lingkaran. Diameter transversal terbesar terletak di tengah.
Dinding samping panggul lurus. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female
type)
2) tipe anthropoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur
anteroposterior. Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding
samping panggul juga lurus. Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera
(ape type)
3) tipe android : bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter
transversal terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping
panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Merupakan jenis
panggul tipikal pria (male type)
4) tipe platypelloid : bentuk pintu atas panggul seperti kacang atau ginjal.
Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul
membentuk sudut yang makin lebar ke arah bawah.
Berhubung karena pengaruh faktor ras dan sosial-ekonomi maka frekuaensi dan
ukuran jenis panggul berbeda di tiap bangsa demikian juga dengan standar
ukuran normal
Perubahan bentuk panggul (menurut Munro Kerr):
1) Perubahan bentuk panggul karena kelainan pertumbuhan intrauterine:
a. Panggul Naegele: hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum, sehingga
panggul tumbuh sebagai panggul miring
b. Panggul Robert:
c. Split pelvis: penyatuan tulang panggul pada simpisis tidak terjadi sehingga
panggul terbuka di depan
d. Panggul asimilasi:
2) Perubahan bentuk panggul karena penyakit pada tulang panggul dan/ atau
sendinya:
a. Rakitis: dahulu banyak menyerang masyarakat dengan sosek rendah, berupa
kekeurangan vitamin D serta kalsium serta sinar matahari sehingga tulang dan
sendi menjadi lembek. Pada saat duduk maka promontorium bergerak ke
depan. Ciri panggul ini adalah mengecilnya diameter anterioposteror pada PAP
b. Osteomalasia: suatu penyakit karena gangguan gizi hebat dan karena
kekurangan sinar matahari sehingga rongganya menjadi sempit
c. Neoplasma: kesempitan panggul akibat tumor tulang panggul
d. Fraktur

e. Atrofi, karies, nekrosis


f. Penyakit pada artikulasio sakroiliaka dan artikulasi sakrokosigea
3) Perubahan bentuk panggul karena penyakit tulang belakang:
a. Kifosis
b. Skoliosis
c. Spondilolistesis
4) Perubahan bentuk karena penyakit kaki:
a. Koksitis
b. Luksasio koksae
c. Atrofi atau kelumpuhan satu kaki
DIAGNOSIS PANGGUL SEMPIT DAN DISPROPORSI SEFALOPELVIK
1) Pemeriksaan Umum:
a. Bila di dalam anamnesa ditemukan adanya riwayat TBC pada kolumna
vertebralis atau panggul, luksasio koksae kongenital dan poliomielitis
b. Pada pemeriksaan fisik adanya kifosis atau ankilosis pada artikulasio koksae
c. Wanita dengan TB kurang dari ukuran normal
2) Anamnesis tentang riwayat persalinan sebelumnya
3) Pengukuran panggul (pelvimetri)
a. Pelvimetri luar: tidak banyak artinya, kecuali untuk pintu bawah panggul dan
panggul yang miring
b. Pelvimetri dalam: baik untuk menilai panggul secara kasar PAP, PTP dan PBP
sehingga wajib dikerjakan pada primigravida (pada UK>36 mgg)
c. Pelvimetri rontgenologik: diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul
Selain panggul, hal penting yang berhubungan dengan prognosis persalinan:
a. hubungan antara kepala janin dengan luas panggul ibu
b. Kekuatan his
c. Moulage kepala janin
MEKANISME PESALINAN
Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih. Umumnya,
kesempitan panggul tengah juga disertai kesempitan pintu bawah panggul.
1. kesempitan pada PAP
Pintu Atas Panggul (PAP) dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10
cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Dalam keadaan seperti ini,

kepala tertahan di PAP sehingga serviksa uteri kurang mengalami tekanan


kepala. Hal ini akan mengakibatkan:
a. inersia uteri sekunder sehingga pendataran dan pembukaan serviks lamban
b. PAP tidak tertutup sempurna oleh kepala janin sehingga kemungkinan terjadi
KPD atau ketuban pecah pada saat awal persalinan besar
c. Dapt pula terjadi prolapsus funikuli
2. Kesempitan Panggul Tengah
Kesempitan panggul tengah tidak terjadi apabila panggul tersebut memiliki
sakrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi,
foramen ischiadikum mayor cukup luas dan spina iskiadika tidak menonjol ke
dalam sehingga kepala janin dapat melewati panggul.
Ukuran yang terpenting ialah distansia interpinarum yang hanya dapat
ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri rontgenologik. Bila ukuran < 9.5 cm
waspada terhadap kesukaran persalinan.
Pada panggul tengah yang sempit sering kita menemukan posisi oksipitalis
posterior persisten dan letak kepala pada posisi lintang tetap (transverse
arrest).
3. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu Bawah Panggul berbeda dengan PAP maupun PTP karena bukan
merupakan bidang yang datar, tapi terdiri atas segi tiga depan dan segi tiga
belakan yang mempunyai dasar yan sama (distansia tuberum).
Apabila distansia tuberum ini lebih kecil dari normal maka sudut arkus pubis
akan mengecil pula (kurang dari 80 derajat). Pada keadaan ini, kepala supaya
bisa lahir diperlukan ruangan lebih besar pada bagian belakang pintu bawah
panggul (diameter sagitalis posterior cukup panjang).
PROGNOSIS
Prognosis persalinan dengan disproporsi sefalopelvik tanpa ada tindakan yang
tepat dapat menimbulkan bahaya:
1) Pada Ibu:
a. Partus lama. Sering disertai dengan ktuban pecah pada pembukaan awal,
sehingga dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi: prolapsus funikuli,
dry labour, dehidrasi, infeksi intrapartum

b. Ruptur uteri imminen: apabila his makin kuat dan janin tertahan dalam jalan
lahir.
c. Dengan persalinan yang tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, maka
jalan lahir suatu tempat akan mengalami tekanan yang lama anatara kepala
janin dan tulang. Hal ini akan mengganggu sirkulasi daerah tersebut dan terjadi
iskemia dan kemudian menjadi nekrosis pada tempat tersebut. Sehingga
beberapa

hari

postpartum

sering

ditemukan

fistula

(misal

fistula

vesikoservikalis, fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis)


2) Pada janin:
a. Kematian perinatal meningkat (karena partus lama, infeksi intrapartum dan
sebagainya)
b. Prolapsus funikuli
c. Moulage berat, bahkan sampai menyebabkan sobekan pada tentorium
serebelli dan perdarahan intrakranial
d. Fraktor tulang kepala (misal fraktor os parietale)
PENANGANAN
1) Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps. Tujuan membawa
kepala janin yang belum melewati PAP ke dalam rongga panggul dan kemudian
dilahirkan (sudah tidak dikerjakan lagi)
2) Induksi partus prematurus
3) Simfisotomi
4) Kraniotomi
Penanganan no. 1 s/d 4 dulu sebelum tehnik pembedahan dan obat antibiotika
semaju sekarang masih sering dikerjakan. Sekarang tehnik-tehnik diatas sudah
ditinggalkan. Sekarang untuk penanganan DKP dapat dikerjakan:
5) Persalinan percobaaan
Dari hasil pemeriksaan didapatkan ada harapan untuk melakukan persalinan
pervaginam dengan selamat maka kita dapat melakukan persalinan percobaan.
Artinya persalinan merupakan suatu tes terhadap kekuatan his dan daya
akomodasi (termasuk maulage kepala janin).
Pemilihan kasus untuk dilakukan partus percobaan harus dilakukan dengan
cermat.
Bebarapa hal yang perlu diperhatikan pada persalinan percobaan:
a) Tidak ada kontra indikasi persalinan pervaginam
b) Janin presentasi belakang kepala (presbelkep)

c) UK tidak boleh lebih dari 40-42 mg (karena kepala makin besar dan lebih
sukar mengadakan maulage dan kemungkinan fungsi dari plasenta yang sudah
menurun)
d) Pengawasan selama persalinan percobaan:
i. Awasi secara seksama keadaa ibu dan janin (bahaya dehidrasi dan asidosis,
makanan

jangan

diberikan

secara

biasa

tapi

secara

intravena

karena

kemungkinan SC emergency serta tanda-tanda fetal distress)


ii. Kualitas His dan penurunan kepala janin
iii. Dapat dilakukan pemecahan ketuban secara aktif
iv. Lama persalinan antara 12 s/d 24 jam
v. Dapat dipertimbangkan VE apabila kepala sudah turun dan pembukaan
lengkap
6) Seksio sesarea
Sebaiknya dilakukan secara elektif (primer) yakni sebelum tanda-tanda
persalinan muncul. Meskipun juga bisa dilakukan secara emergency (sekunder).
Seksio sesaria elektif dapat dipertimbangkan pada umur kehamilan aterm bila
dengan:
i. Adanya DKP yang nyata
ii. DKP ringan dengan faktor-faktor pemberat misalnya primigravida tua,
kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, riwayat infertil yang lama,
penyakit jantung dan sebagainya.

Distosia
DEFENISI
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan
kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir
Pembagian Distosia Berdasarkan Penyebab
Distosia karena kelainan tenaga

Inersia uteri
Incordinate uterina action
Distosia karena kelainan letak
Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
Presentasi belakang kepala oksiput melintang
Presentasi puncak kepala
Presentasi dahi
Presentasi muka
Presentasi rankap
Letak sungsang
Letak lintang
Presentasi ganda
Kehamilan ganda

Distosia karena kelainan bentuk janin


Pertumbuhan janin berlebih
Hidrosefalus dan anensefalus
Tali pusat terkemuka
Distosia karena kelainan tulang panggul
Kelainan bentuk panggul
Kelainan ukuran panggul
INERSIA UTERI
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia uteri dibagi
menjadi 2 :
1.inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten
2.inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
( Prof. Dr. Rustam mochtar, MPH, sinopsis obstetri, 305)
Etiologi

Multipara, kelainan letak janin , disproporsi sefalovelvik, kehamilan ganda,


hidramnion, utrus bikornis unikolis.
Faktor predesposisi
Anemia , hidromnion, grande multipara, primipara, pasien dengan emosi kurang
baik.

INCOORDINATE UTERINA ACTION


Incoordinate uterina action yaitu kelainan his pada persalinan brupa perubahan
sifat his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan di luar his, serta
tidak ada kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah, sehingga
his tidak efisien mengadakan pembukaan serviks.( Aif mansjoer, kuspuji triyanti,
rakhmi savitri, kapita selekta, edisi ketiga, hal 303 )
Etiologi
Pemberian oksitoksin yang berlebnihan atau ketuban pecah lama yang disertai
infeksi.
Komplikasi
hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter
Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena belum ada obat untuk memperbaikki
kordinasi fungsional antara bagian bagian uterus.
Bila terjadi lingkaran konstriksi pada kala I , lakukan seksio sesar
PRESENTASI PUNCAK KEPALA
Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan kepala janin
ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun ubun besar merupakan bagian
terendah.
PENATALAKSANAAN
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan
PRESENTASI MUKA

Presentasi muka adalah kepala dan kedudukan defleksi maksimal sehingga


oksipu tertekan pada punggun dan muka merupakan bagian terendah.
Etiologi
Keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala, seperti panggul sempit, tumor
di leher, bagian depan atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala,
seperti janin besar, anensefalus.
Faktor predesposisi
Multipara, perut gantung
DIAGNOSIS
Pemeriksaan luar : dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak
berlawanan dengan letak dada, teraba bagian bagian kecil janin dan denyut
jantung janin terdengar lebih jelas pada dada.
LETAK SUNGSANG
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong dibawah bagian cavum uteri

ETIOLOGI
Multiparitas

prematuritas,

kehamilan

ganda,

hidramnion,

hidrosefallus,

anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan


bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri
PENATALAKSANAAN
Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34 38 minggubila syarat versi luar
terpenuhi. Bila pada persalinan masih letak sungsang , singkirkan indikasi
seksio sesar. Lahirkan janin dengan prasat bracht
PROGNOSIS
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dinamding
dengan letak kepala.

DEFINISI
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena
kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak
( letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.
1. DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
a) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi

kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran.
Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
1. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

Penanganan :
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
b) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus,
sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat
uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada
janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus,
misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi,
dan sebagainya.
Penanganan
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi
ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

2. DISTOSIA KARENA KELAINAN LETAK


a) LETAK SUNGSANG
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam Macam Letak Sungsang :
1. Letak bokong murni ( frank breech )

Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.


2. Letak sungsang sempurna (complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi Letak Sungsang :
1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus,
anencefalus, placenta previa, tumor.
2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3. Gemelli
4. Kelainan uterus ; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis Letak Sungsang :
1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.

Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :


1. janin tidak terlalu besar
2. tidak ada suspek CPD
3. tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat
melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
b) PROLAPS TALI PUSAT
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.
Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat
terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada
janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih
berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ;
hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan
letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau
bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat di
samping bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat :
Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.
Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :
Usahakan agar ketuban tidak pecah
Ibu posisi trendelenberg
Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat
Reposisi tali pusat

Penanganan Prolaps Tali Pusat :


Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup
Tunggu partus spontan.
Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap
Vacum ekstraksi, porcef.
Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria
3. DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras /
tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras
Dapat berupa :
1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis
Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.
2. Kelainan ukuran panggul.
Panggul sempit (pelvic contaction)
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada :
1. Kesempitan pintu atas panggul
Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5
cm.
2. Kesempitan midpelvis
Diameter interspinarum 9 cm
Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior
kurang dari 13,5 cm.
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO pelvimetri.
Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah
kepala melewati pintu atas panggul.
3. Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin,
namun dapat menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis
sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.
Ukuran rata-rata panggul wanita normal
1) Pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 22.0 cm.
2) Pintu tengah panggul (midpelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah
rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
3) Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :

Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah ratarata kedua diameter minimal 16.0 cm.
Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut
kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang
menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun
harus normal dan baik, kadang kadang permukaan servik menjadi macet karena ada
kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
Servik kaku (rigid cervix)
Servik gantung (hanging cervix)
Servik konglumer (conglumer cervix)
Edema servik
2) Kelainan selaput dara dan vagina
Selaput dara yang kaku, tebal
Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
Septa vagina
Sirkuler
Anteris posterior
Penanganan :
Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan
Lancar
Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio
Cesaria
3) Kelainan kelainan lainnya
Tumor tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.
Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
Rectum yang penuh skibala atau tumor.
Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut
gantung.
Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.
Kelainan kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus,
uterus arkuatus dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi.
Bandung : Eleman
FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset
Cunningham, F. Gary. 1995. Obstetric Williams. Jakarta : EGC
Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia

Medica
Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo
by Khaidir muhaj di 09:55

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk
melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan
episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria
diagnosa diatas.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia
bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval
waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada

distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu
bervariasi antara 0.6 1.4%.

KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU :


Komplikasi Maternal

Perdarahan pasca persalinan


Fistula Rectovaginal
Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient femoral neuropathy
Robekan perineum derajat III atau IV
Rupture Uteri

Komplikasi Fetal

Brachial plexus palsy


Fraktura Clavicle
Kematian janin
Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
Fraktura humerus

Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu


Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual
sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.
Faktor resiko:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan
dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
Faktor Resiko Distosia Bahu :
1. Maternal

Kelainan anatomi panggul

Diabetes Gestational
Kehamilan postmatur
Riwayat distosia bahu
Tubuh ibu pendek

2. Fetal

Dugaan macrosomia

3. Masalah persalinan

Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)


Protracted active phase pada kala I persalinan
Protracted pada kala II persalinan

Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada
gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk
penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan,
intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik
dengan pasien dan keluarganya.
American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan
dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin
makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya
kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung
oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
PENATALAKSANAAN
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi
curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
3. Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu
anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
1. Tekanan ringan pada suprapubic
2. Maneuver Mc Robert
3. Maneuver Woods

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Persalinan bahu belakang


Maneuver Rubin
Pematahan klavikula
Maneuver Zavanelli
Kleidotomi
Simfsiotomi

1. Tekanan ringan pada suprapubic


Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi
curam bawah pada kepala janin.

Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah
pada kepala janin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc
Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha menempel pada abdomen ibu
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala
maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi
cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat
pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray


Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior
terbebas dari simfisis pubis

3. Maneuver Woods ( Wood crock screw maneuver )


Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screw maka bahu anterior yang
terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.

Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
4. Melahirkan bahu belakang

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan posterior dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada
abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan
kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga
diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis

Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter
bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui SC.
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah
terjadi.
Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
1.
2.
3.
4.

Minta bantuan asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.


Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
Lakukan episiotomi mediolateral luas.
Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan
kepala.
5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila
tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun
tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.
Rujukan
1. American College of Obstetrician and Gynecologist : Shoulder dystocia. Practice
Bulettin No 40, November 2002
2. Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has
minimal utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol
179;1186, 1998
3. Gherman RB,Ouzounian JG,Goodwin TM: Obstetric maneuvers for shoulder
dystocia and associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol 178:1126, 1998
4. Gherman RB,Ouzounian JG,Satin AJ et al: A comparisson of shoulder dystociaassociated transient and permanent brachial plexus palsies . Obstet Gynecol
95:43,2003
5. Hernandez C, Wendell GD: Shoulder dystocia. In Pitki RM (ed) Clinical Obstetrics
and Gynecology Vol XXXIII. Hagerstown Pa,Lippincott 1990, p526
6. Jennet RJ, Tarby TJ: Disuse osteoporosis as evidence of brachial plexus palsy due
to intrauterine fetal maladaptation. Am J Obstet Gyncol 185:236, 2001
7. Jennet RJ, Tarby TJ, Krauss RL : Erbs palsy contrast with Klumpkes and total
palsy: Different mechanisme are involved. Am J Obstet Gyncol 186:1216, 2002

8. Lam MH, Wong GY, Lao TT: Reappraisal of neonatal clavicular fracture :
Relationship between infant size and neonatal morbidity Obstet Gynecol 100:115,
2002
9. Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
10. Spong CY, Beal M,Rodrigues D,et al: An onjective definition of shoulder dystocia :
Prolonged head-to-body delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric
maneuvers. Obstet Gyncol 86;433, 1995

Anda mungkin juga menyukai