Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKKIMIA I

ENZIM

Disusun Oleh :

Nama : Mely Agusti


NPM : A1F017019
Kelompok : 2 ( Dua )
Hari, tanggal : Senin, 18 November 2019
Pertemuan ke- : 3 ( Tiga )
Dosen Pengampu : 1. Nadia Amida , M.Pd
2. Dr.Hermansyah Amir,M.Pd
Laboran : Tarmo Sujono, A.Md
Asisten Praktikum :1. Bagus Ariyadi, S.Pd
2. Evando (A1F016006)
3. Yezza Febyani(A1F016009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat rumit sebab di


dalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam. penguraian zat-zat
terdapat pada makanan kita, penggunaan hasil uraian untuk memperoleh
energi, penggabungan kembali hasil uraian untuk membentuk
persediaan makanan dalam tubuh serta banyak macam
reaksi lain apabila dilakukan dalam laboratorium atau in vitro
membutuhkan keahlian khusus serta waktu yang lama, dapat
berlang!ung dengan baik didalam tubuh atau in vitro tanpa memerlukan
suhu yang tinggi dan dapat terjadi dalam waktu yang relatif
singkat.reaksi yang berlangsung dengan baik dalam tubuh ini karena
adanya katalis yang disebut enzim

Enzim merupakan biokatalis,


Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menyediakan jalur
reaksi alternatif yang memerlukan sedikit energi. Enzim adalah protein
yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk
mengkatalisis reaksikimia yang spesifik. Enzim memiliki tenaga katalitik
yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik.
Pesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa
pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional
untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur.
sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan
yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi
metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga
terganggu. berdasarkan penelitian- penelitian selanjutnya, diperoleh
kesimpulan bahwa enzim adalah suatu protein, enzim ada yang hanya
terdiri atas suatu protein saja. ada pula enzim yang terdiri atas
bagian protein dan struktur tambahan yang tersusun dari bahan
nonprotein. bagian yang berupa protein disebut apoenzim yang umumnya
besifat termolabil atau tidak tahan panas. Struktur tambahan berbahan
nonprotein berfungsi untuk meningkatkan kemampuanenzim berikatan
dengan substrat, struktur tersebut dikenal dengan sebutan Kofaktor .

Dalam percobaan ini akan ditinjau mengenai sejauh mana


pengaruh temperatur terhadp aktifitas suatu enzim. untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap keaktifan enzim maka dilakukan percobaan ini
dengan menggunakan enzim amilase yang terdapat pada saliva.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase.
BAB II

METODE

2.1. Waktu : Senin, 18 November 2019

2.2. Tempat : Lantai dasar laboratorium pembelajaran FKIP

2.3. Alat dan Bahan

2.3.1. Alat  Kuvet

 Tabung reaksi 2.3.2. Bahan


 Rak tabung reaksi
 Air liur (amilase)
 Gelas kimia
 Larutan pati
 Hot plate
 Larutan iodium (lugol)
 Pipet tetes
 Aquadest
 Spektrofotometri

2.4. Prosedur Percobaan

5 pasang sampel yang di variasikan suhu nya

1. Disiapkan 5 pasang tabung reaksi


 Pasangan 1 di tempatkan dalam bejana berisi es (0
C)
 Pasangan 2 diletakan pada suhu kamar (25 C)
 Pasangan 3 ditempatkan dalam pengangas air yang
suhu nya di pertahankan teteap 37 C
 Pasangan 4 di tempatkan dalam penangas air yang
suhu nya di pertahankan tetap suhu 60 C
 Pasangan 5 ditempatkan dalam penangas air
mendididh ( 100 C)
2. dipipetkan kedalam tiap-tiap tabung, seperti tabel di bawah
ini:
Larutan Tabung B Tabung U

Larutan pati 10 tetes 10 tetes

Keram pasangan tabung dari setiap suhu paling sedikit 5


menit

Air liur / saliva - 1 ml

Campurkan baik-baik, diamkan tepat 1 menit

Larutan iodium
(lugol) ( untuk
suhu 60 dan 100 10 tetes 10 tetes
C penambahan
dilakukan diluar
penangas )

Air suling 4 ml 4 ml

3. Dimasukan hasil reaksi pada setiap pasangan tabung


reaksi ke dalam kuvet
4. Dimasukan kedalam spektrofotometri dengan panjang
gelombang 680 nm
5. Dilihat serapan (A) pada masing-masing hasil reaksi

∆A1 = 0,516 , ∆A2 = 0,508 , ∆A3 = 0,577 ,


∆A4= 0,475 , ∆A5 = 0,355
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim amilase

Pada percobaan ini di gunakan air liur atau saliva sebagai sumber
enzim amilase. Yang mana dapat di ketahui bahwa air liur terdapat pada
makhluk hidup , air liur ini sangat penting bagi makhluk hidup karena di air
liur terdapat enzim amilase. Enzim amilase digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi molekul karbbohidrat yang lebih sederhana ,
yaitu maltosa dan glukosa (Ningsih , dian riana., undri rastuti., ridlwan
kamaludin. 2012: 3). Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh temperatur terhadap kerja enzim atau aktivitas enzim untuk
dapat memecahkan pati menjadi maltosa dan glukosa yang akan di uji
menggunakan uji lugol. Untuk dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap
temperatur pada aktivitas enzim dilakukan dengan mevariasi temperatur
tau suhu lingkungan dari enzim.

Adapun cara nya yaitu dengan menyiapkan 5 pasang tabung reaksi


yang berarti sebanyak 10 buah unuk larutan blanko dan larutan uji.
Setelah itu, untuk tabung reaksi blanko di masukan larutan pati 10 tetes ,
larutan iodin 10 tetes dan di letakan pad suhu yang berbeda yaitu pada
suhu 0o C, 25o C, 37o C, 60o C, 100o C. Larutan blanko di gunakan untuk
sebagai pembanding dengan larutan uji sehingga dapat diketahui
absorban dari penguji . Variasi suhu ini di gunakan karena kerja enzim
atau aktivitas enzim akan meningkat dengen bertambahnya suhu , sesuai
dengan menurut Noviyanti, tri., puji ardiningsih., winda rahmalia ( 2012:
33) Kenaikan temperatur menyebabkan aktivitas enzim meningkat, karena
temperatur yang semakin tinggi akan meningkatkan energi kinetik yang
mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat,
sehingga menambah intensitas tumbukan antara substrat dan enzim.
Karena pada suhu yang meningkat maka intensitas tumbukan antara
enzim dan subsrta akan semakin intens sehingga banyak terbentuk
kompleks ES nya.

Pada tabung uji sama dengan yang blanko tetapi di tambahkan air
liur atau saliva sebanyak 1 ml dan di letakan pada variasi suhu yang sama
dengan yang blanko nya. Pada saat di masukan larutan iodium atau
larutan blanko pada setiap tabung reaksi terbentuk warna biru kehitaman.
Untuk menentukan suatu larutan mengandung karbohidrat/pati digunakan
pereaksi lugol. Indikasi positif larutan yang ditetesi lugol adalah biru
yang menghitam. Akan tetapi warna biru yang terbentuk memilki tinggal
kepekatan yeng berbeda. Untuk mengetahui tingkat kepekatan dari warna
yang terbentuk maka hasil dari tanung blano dan uji pada stiap temperatur
di masukan ke kuvet untuk dianalisi dengan spektrofotometri untuk
mengetahui absorban nya, dengan panjang gelombang Adapun di dapat
kan data sebagi berikut pada percobaan :

No Suhu A blanko A uji ∆A

1 0C 0,552 0,036 0,516

Suhu
2 ruang 0,611 0,103 0,508
(25 C)

3 37 C 0,635 0,058 0,577

4 60 C 0,613 0,138 0,475

5 100 C 0,457 0,102 0,355

beberapa faktor yang menyebabkan enzim dapat bekerja dengan


optimal dan efisien. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas
enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, senyawa inhibitor dan aktivator,
pH serta temperatur lingkungan (Noviyanti, tri., puji ardiningsih., winda
rahmalia. 2012: 32). Karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kerja enzim seperti pada kutipan diatas . dalam lingkungan asam akan
berubah ,karena sisi aktif enzim yang sebelumnya bermuatan negatif oleh
karena lingkungan asam (melepas H+) menjadi bermuatan positif,
akibatnya merubah sisi aktif enzim tersebut sehingga substrat tidak bisa
menempel maksimal dan aktivitas enzim menjadi turun. Begitu juga ketika
enzim berada dilingkungan basa, sisi aktif enzim yang sebelumnya
bermuatan negatif akan berubah menjadi bermuatan positif sehingga
substrat tidak dapat menempel dan aktivitas enzim menurun
(Nurkhotimah., evy yulianti., anna rakhmawati. 2017:468). pada
percobaan ini yang memepengaruhi kerja enzim yaitu temperatur.
Sehingga akan menghasillkan kepekatan warna yang berbeda seperti
tabel diatas sehingga juga menghasilkan absorban yang berbeda pula.

Pada keadaan 0 C kerja enzim menghasilkan ∆A sebesar 0,516 ,


pada suhu ini kerja enzim atau aktifitas enzim berjalan sangat lambat,
sesuai dengan Noviyanti, tri., puji ardiningsih., winda rahmalia (2012:33)
Pada temperatur rendah, reaksi enzimatis berlangsung lambat, kenaikan
temperatur akan mempercepat reaksi. Pada suhu kamar atau 25 C ∆A
sebesar 0,508 yang lebih kecil dari suhu 0 c , menurut kutipan diatas
kenaikan suhu akan mempercepat reaksi sehingga pati yang terdapat
dalam tabung reaksi tinggal sedikit dan bila di reaksikan dengan lugol
akan menghasilkan warna yang lebih pudar dari warna larutan suhu yang
lebih rendah , akan tetapi pada percobaan ini terjadi sebalik nya. Pada
percobaan dengan suhu ruangan ini terdapat kesalahan yang di duga
berasal dari air liur atau saliva yang di gunakan mungkin terdapat garam –
garam atau zat lain yang terdapat dalam saliva sehingga mempengaruhi
kerja atau aktiviatas enzim sehingga maltosa dan glukosa yang terbentuk
sedkit dan pati yang terkandung dalam larutan lebih banyak sehingga
warna nya lebih pekat.
Pada suhu 37 C menghasilakn ∆A sebesar 0,577 sesuai dengan kutipan
Noviyanti, tri., puji ardiningsih., winda rahmalia (2012:33) Pada temperatur
rendah, reaksi enzimatis berlangsung lambat, kenaikan temperatur akan
mempercepat reaksi. Pada suhu 37 C terjadi peningkatan aktivitas enzim
yang mana dapat dilihat dari ∆A, sehingga dapat dilihat dari ∆A nya bahwa
pati yang terkandung dalam larytan sudah sedikit yang di tandai dengan
warna yang terbentuk lebih pudar yang menandaiakan bahwa pati telah
terurai menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa dan glukosa.
Hal ini bisa terjadi sesuai dengan menurut Pasiribu, ewi., tati nurhayati.,
mala nurilmala ( 2018:3) Faktor suhu memberikan pengaruh terhadap laju
katalisis reaksi enzimatis. Sehingga pati lebih cepat terurai menjadi
molekul yang lebih kecil.

Pada suhu 60 c didapatkan ∆A sebesar 0,475 yang menandakan


bahwa pati masih banyak tekandung di dalam larutan sehingga
memberikan warna yang lebih pekat sehingga didapatkan ∆A yang lebih
kecil. Telah dijelaskan sebelum nya bahwa kenaikan suhu akan membuat
kerja enzim semakin mmeningkat akan teteapi pada percobaan ini
menunujukan sebalik nya. Menurut Ningsih , dian riana., undri rastuti.,
ridlwan kamaludin ( 2012: 39) peningkatan suhu hingga dicapai suhu
optimum dapat meningkatkan aktivitas enzim karena semakin banyak
tumbukan antara enzim dengan subrat membentuk kompleks enzim
subsrat (ES). suhu yang melebihi suhu optimum akan meyebabkan
molekul protein enzim mengalami denaturasi sehingga struktur tiga
dimensi enzim berubah-ubah secara bertahap. Hal tersebut menyebabkan
substrat akan sulit berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga kompleks
ES yang akan terbentuk semakin sedikit. Menurut kutipan diatas aktivitas
enzim akan meningkat bila kenaikan suhu telah emncapai suhu optimum ,
bila melewati suhu maksimuam maka aktivitas enzim akan menurun.
Sehingga kompleks enzim tidak banyak terbentuk , adaapun reaksi umum
enzimatis sebagai berikut:
E + S E-S

( Fessenden, ralph.1982:45 )

Pada suhu 100 C menghasilkan ∆A sebesar 0,355 , hal ini


menunjukan semakin bertambah nya suhu melewati suhu optimum maka
akan semakin menurun kerja enzim sehingga menghasilkan ∆A yang
kecil. Hal ini sesuai menurut Karso., wuryanti. Sriatun ( 2014:54)
temperatur ketika aktivitas enzim cukup besar disebut temperatur
optimum. Pada suhu potimum subsrat akan lebih sering bertumbukan
dengan sisi aktif enzi sehingga pembentukan kompleks enzim sunsrat
optimal, enzim merupakan suatu protein, jika suhu terlalu tinggi dapat
menyebabkan terjadi nya proses denaturasi . jika suatu protein
terdenaturasi, maka susunan tiga dimensi khas dar rantai polipeptida
terganggu dan molekul ini terbuka menjadii struktur acak, tanpa adanya
kerusakan pada strutur kerangka kovalen. Protein yng terdenaturasi dapat
membentuk berbagai bentuk acak yang biasanya tidak aktif. Perubahan
bentuk ini menyebabakan aktivitas enzim menurun, karena sisi aktif
kehilangan kemampuan katalitiknya sehingga produk yang dihasilkan juga
sedikit. Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa semakin tinggi suhu
yang melewati suhu optimum makan akan membuat enzim yang
merupakan protein akan terdenaturasi sehingga sisi aktif dari enzim
kelingan kemampuan untuk mengikat subsrat. untuk aktivitas nya kadang-
kadang enzim itu membutuhkan kofaktor yang bisa berupa senyawa
organik dengan berat molekul cukup tinggi aatau logam. Senyawa organik
itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu kendur maka kofaktor
tadi disebut ko-enzim dan jika terikat erat melelui ikatan kovalen maka
dinamakan gugus prostetis. Pada umum nya dua dua faktor itu tidak
dibedakan dan disebut sebagai koenzim (Mahastohasono,
soekarsono.1990:68). Dari percobaan dapat dilihat bahwa pad suhu 37 C
terdapat ∆A yang besar sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suhu 37
C terjadi aktivitas enzim yang paling tinggi sehingga pati akan terurai lebih
banyak menjadi maltosa dan glukosa, dengan demikian bahwa dapat
dilihat temperatur atau suhu dapat mempengaruhi kerja atau aktivitas
enzim . dari percobaan yang tlah dilakukan di dapatkan grafik hubungan
suhu dan absorbansi sebagai berikut:

Grafik hubungan suhu dan absorbansi


0,7
37; 0,577 Suhu optimum
0,6 0; 0,516
0,5 60; 0,475
25; 0,508 100; 0,355
0,4
∆A

0,3
absorbansi
0,2
0,1
0
0 20 40 60 80 100 120
suhu percobaan
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dengan menggunakan suhu lingkungan yang berbeda dapat dilihat


pengaruh suhu terhadap kerja atau aktivitas enzim, pada percobaan di
dapatkan bahwa suhu mempengaruhi kerja enzim dengan dii dapatkan
nya ∆A yang berbeda-beda yaitu 0,516 , 0,508 , 0,577 , 0,475 dan
0,355. Dari hasil ∆A dapat disimpukan bahwa pada suhu 37 merupakan
suhu optimu dari enzim amilase.

4.2. Saran

hendak nya praktikan menyiapkan bahan praktikum dari malam


nya atapun pagi nya sehingga air liur yang di dapatkan benar0benar yang
masih murni dan tidak tercampur dengan senyawa-senyawa dari makanan
yang di konsumsi
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, ralph.1982. kimia organik jilid 2. Jakarta: Erlangga

Karso., wuryanti. Sriatun. 2014. Isolasi dan karakkterisasi kitinase dan


isolat jamur akuatik kitinolitik KC3 dari kecoa (orthoptera).
Jurnall kimia sains dan aplikasi. Vol 17 (2). Hal 51-57. ISSN :
1410-8917
Mahastohasono, soekarsono.1990. Biokimia I . Yogyakarta:UGAL Press

Ningsih , dian riana., undri rastuti., ridlwan kamaludin. 2012. Karakterisasi


enzim amilase dari bakteri Bacillus amyloliquefaciens.
Prosiding seminar nasional. Hal 39-45. ISBN: 978-979-9204-
0

Noviyanti, tri., puji ardiningsih., winda rahmalia. 2012. Pengaruh


temperatur terhadap aktivitas enzim protease dari daun
sansakng ( pycnarrhena cauliflora diels ). Vol 1 ( 1 ). Hal 31-
34. ISSN:2303-1077

Nurkhotimah., evy yulianti., anna rakhmawati. 2017. Pengaruh suhu dan


ph terhadap aktivitas enzim fofatase bakteri termofilik sungai
gendol pasca erupsi merapi. Jurnal prodi biologi. Vol 6 No 8.
hal 466-471.

Pasiribu, ewi., tati nurhayati., mala nurilmala. 2018. Ekstrakksi dan


karakterisasi enzim pepesin dari lambung ikan tuna ( thunnus
albacares ). JPHPI. Vol 21. No 3 .
LAMPIRAN

Foto Percobaan

Ditambahlan lugol pada tabung Ditambahkan air lir 1 ml pada


reaksi tabung uji

Didiamkan pada suhu ruang Dimasukan 1 ml larutan pati pada


tabung blanko
Foto Alat Dan Bahan

Tabung reaksi Rak tabung reaksi

Gelas kimai Hot plate

Pipet tetes spektrofotometri


kuvet Air liur ( enzim amilase)

Larutan pati
Larutan lugol

aquadest
Perhitungan

1. Pada suhu 0 C
∆A = Ab – Au
= 0,552 – 0,036
= 0,516
2. Pada suhu ruangan 25 C
∆A = Ab – Au
= 0,611 – 0,103
= 0,508
3. Pada suhu 37 C
∆A = Ab – Au
= 0,635 – 0,058
= 0,577
4. Pada suhu 60 C
∆A = Ab – Au
= 0, 613 – 0,138
= 0,475
5. Pada suhu 100 C
∆A = Ab – Au
= 0,457 – 0,102
= 0,355

Anda mungkin juga menyukai