Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM I

“ENZIM’’

Oleh
MIRA YUNITA
NIM. 2020310601
KELOMPOK I

LABORATORIUM PETERNAKAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis untuk proses

biokimia. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih

cepat daripada tanpa menggunakan katalis (Poedjiadi , A. 2006).

Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

suhu, pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim serta keberadaan inhibitor.

Suhu dan pH merupakan faktor utama yang harus diketahui. karena setiap

enzim akan berfungsi secara optimal pada suhu dan pH tertentu (Sari, 2008).

Karakterisasi enzim selulase dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui suhu dan pH optimal pertumbuhan isolat bakteri selulolitik B2S8

dalam menghasilkan enzim selulase (endoglukanase) yaitu isolat potensial

terbaik bakteri selulolitik yang telah melalui tahap uji konfirmasi enzim

selulase spesifik .Oleh karena itu, penentuan kondisi optimal utamanya yaitu

suhu dan pH perlu dikaji lebih lanjut (Irawati, R. 2016).

Suhu campuran reaksi juga berpengaruh terhadap laju reaksi. Jika reaksi

tersebut dilangsungkan dalam berbagai suhu, kurva hubungan tersebut akan

menunjukkan suhu tertentu, yang menghasilkan laju reaksi yang maksimum.

Dengan demikian, dalam hal ini juga ada kondisi optimum yang disebut

sebagai suhu optimum (Novitasari, E. 2015).


Untuk mengetahui pengaruh suhu dan pH terhadap enzim diperlukan

alat dan tehnik yang dapat digunakan pada proses pengujian tersebut. Hal

inilah yang melatarbelakangi praktikum ini dilaksanakan.

B. Tujuan dan Kegunaan Praktikum

Adapun tujuan dan kegunaan dilakukannya praktikum ini adalah untuk

mengetahui pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim.

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh

sel.Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme

dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka

reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga

terganggu.Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh

makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel,

memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan,

pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada

amilum hingga terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α

amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan

pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam

amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian

tengah molekul amilum.

(Fitriani, E. 2003).

Adapun cara kerja enzim ada dua yaitu Teori Gembok - Anak

Kunci dan Teori Induced Fit. Pada teori gembok- anak kunci, Sisi aktif enzim

mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat

saja.Bentuk substrat sesuai dengan sisi aktif, seperti gembok cocok dengan anak

kuncinya.Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang

mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan

membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil


sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya.Jika enzim

mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga

substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang

sama. Sedangkan pada teori induced fit, Reaksi antara substrat denan enzim

berlangsung karena adanya induksi molekul substrat terhadap molekul

enzim.Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat fleksibel dalam menyesuaikan

struktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika substrat akan terinduksi dan

kemudian mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi

aktif yang semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan

substrat oleh enzim, yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk

kemudian dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula, siap untuk

mengikat substrat baru. (Yuningsih, S. 2006)

B. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim

tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja

sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu

ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami

denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu

optimum. Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C.

Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C,

karena terjadi denaturasi. (Suriawiria, U. 2005).

Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, yaitu pada suhu rendah aktivitas

enzim kecil karena tumbukan antar partikel rendah. Sedangkan dengan adanya

peningkatan suhu reaksi enzim yang dikatalis akan meningkat pula. Ketika terjadi

peningkatan suhu yang melampaui batas tertentu, maka enzim menjadi tidak
stabil dan laju reaksi menurun. Setiaap enzim memiliki aktivitas maksimal pada

suhu tertentu. Akibat terjadinya denaturasi, ikatan kimia menjadi putus dan enzim

kehilangan bentuk spesifiknya. (Dennison 2002).

C. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran

aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim

di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0.

Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim

yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang

mempunyai pH optimum 2. pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan

terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat

mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat

berikatan dengan substrat. (Fitriani, E. 2003).

Suhu campuran reaksi juga berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatik.

Jika reaksi tersebut dilangsungkan dalam berbagai suhu, kurva hubungan

tersebut akan menunjukkan suhu tertentu, yang menghasilkan laju reaksi yang

maksimum. Dengan demikian, dalam hal ini juga ada kondisi optimum yang

disebut sebagai suhu optimum.

Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, makin rendah

pula laju reaksinya. Akan tetapi, keadaan yang menyebabkan rendahnya suhu di

luar suhu optimum berbeda antara suhu yang lebih rendah dengan suhu yang

lebih tinggi. Pada suhu yang lebih rendah penyebab kurangnya laju reaksi

enzimatik yaitu kurangnya gerak termodinamik, yang menyebabkan kurangnya

tumbukan antara molekul enzim dengan substrat. Jika kontak antara kedua jenis

molekul itu tidak terjadi, kompleks ES tidak terbentuk. Padahal kompleks ini
sangat penting untuk mengolah S menjadi P. Oleh karena itu, makin rendah

suhu, gerak termodinamik tersebut akan makin berkurang. Pada daerah suhu

yang lebih tinggi gerak termodinamik akan lebih meningkat, sehingga tumbukan

antara molekul akan lebih sering. Akan tetapi laju reaksi tidak terus meningkat,

melainkan malah menurun dengan cara yang lebih kurang sebanding dengan

selisih nilai dan suhu optimum. Dalam peningkatan suhu ini, selain gerak

termodinamik meningkat, molekul protein enzim juga mengalami denaturasi,

sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap. Jika suhu jauh lebih

tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi struktur tiga dimensi

tersebut dan makin sukar bagi substrat untuk menempati secara tepat di bagian

aktif molekul enzim. Akibatnya, kompleks E-S akan sukar terbentuk, sehingga

produk juga makin sedikit. Pada sisi A dari kurva terdapat hubungan tertentu

antara kenaikan suhu dengan laju reaksi. Arrhenius secara empiris telah

mengembangkan suatu rumusan umum antara laju suatu reaksi kimia dengan

suhu mutlak system reaksi tersebut. (Mohamad Sadikin 2002).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Adapun tempat dan waktu pelaksanaan praktikum ini dilakukan,

bertempat di Laboratorium Peternakan, Universitas Muhammadiyah

Bulukumba pada hari sabtu, tanggal 24 April 2021 pukul 09.00-11.30.

B. Materi praktikum

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu gelas kimia,

thermometer digital, tabung reaksi, rak tabung, kaki tiga, Bunsen, kawat kasa,

gegep, pipet tetes, penangas air, stopwatch, korek api, dan pinset.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu urase 1 ml,

ureum, Kristal es, reagen ressler, air, spiritus, asam asetat, iodine, saliva,

NaCl, larutan tapioka, larutan buffer, kertas pH, tissue, dan label.

3. Metode Praktikum \

1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

a. Memasukkan ke 5 tabung reaksi urease , masing-masing sebanyak 1 ml

b. Memberikan perlakuan pada setiap tabung masing-masing sebagai

berikut:

1) Menempatkan tabung I di dalam wadah yang beri Kristal es sampai

benar-benar dingin.
2) Menempatkan tabung II di dalam wadah yang berisi Kristal es yang

benar-benar dingin lalu diangkat dan ditempatkan pada suhu kamar

3) Menempatkan tabung III pada suhu kamar

4) Menempatkan tabung IV di dalam oven suhu 50 derajat C selama 5

menit,lalu diangkat dan ditempatkan pada suhu kamar

5) Menempatkan Tabung V di dalam penangas air yang mendidih selama 5

menit,lalu diangkat dan diletakkan pada suhu kamar

c. Membiarkan seluruh tabung reaksi sampai benar-benar mencapai suhu

kamar ,kecuali tabung I yang terus menerus ditempatkan di dalam wadah

Kristal es

d. Menambahkan kedalam tabung reaksi larutan ureum masing-masing

sebanyak 5 ml ,biarkan selama 15 menit , lalu amati bau yang muncul

pada setiap tabung reaksi

e. Menambahkan masing-masing 3 tetes reagen Nessler ke dalam tabung

reaksi

f. Melakukan pengamatan

1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

a. Memasukkan kesetiap tabung reaksi masing-masing 10 ml larutan buffer

dengan pH yang berbeda

b. Menambahkan pada setiap tabung berturut-turut 5 ml larutan tapioka 1% ,

2 ml NaCl 0,01 M dan 2 ml saliva encer

c. Meletakkan seluruh tabung dalam penangan air suhu 38 derajat C .

Biarkan seluruh tabung reaksi sampai terjadi perubahan isi salah satu

tabung
d. Meneteskan asam asetat pada tabung reaksi pH 5,7 dan 9,sampai

larutannya mencapai pH 4

e. Meneteskan larutan iodine ketiap-tiap tabung reaksi , lalu amati

perubahan warna larutan setiap tabung reaksi (pengamatan dilakukan

selama 30 menit).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.1 pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim


Gambar Keterangan

Tabung I Pada tabung I


terdapat cincin dan
pada bagian
permukaan bawah
berwarna abu-abu
dan menimbulkan
uap air
Tabung II Pada tabung II
terdapat cincin dan
pada bagian
permukaan berwarna
kebiruan ,bagian
bawahnya berwarna
putih bening serta
tidak menimbulkan
uap air
Tabung III Pada tabung III
terdapat cincin dan
pada bagian
permukaan berwarna
abu-abu muda,dan
bagian bawahnya
berwarna putih
bening serta tidak
ada uap air
Tabung IV Pada tabung IV
terdapat cincin,dan
pada bagian
permukaan berwarna
abu-abu,pada bagian
bawah berwarna
putih
Tabung V Pada tabung V
terdapat cincin ,pada
bagian permukaan
berwarna merah dan
bagian bawah
berwarna putih
bening

Sumber : Data Hasil praktikum biokimia tahun 2021

2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.2 pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

Gambar Keterangan
Tabung I Pada tabung I pH 5
terdapat gumpalan
berwarna biru tua
(biru pekat)setelah
didiamkan selama 30
menit terjadi
perubahan warna
menjadi biru
Tabung II Pada II terdapat
sedikit gumpalan
berwarna biru tua ,
setelah didiamkan
selama 30 menit
terjadi perubahan
warna biru
transparan serta
menyatu dengan
cepat

Pada tabung III


Tabung III terdapat warna biru
dan hijau
kecoklatan , setelah
didiamkan selama 30
menit terjadi
perubahan biru
kecoklatan
Sumber : Data Hasil praktikum biokimia tahun 2021

B. Pembahasan

Pada pengamatan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dimana

terdapat 5 tabung reaksi dimana masing-masing tabung tersebut diisi

sebanyak 1 ml urease dan diberi perlakuan ,tabung I yang ditempatkan

dalam wadah Kristal es secara terus menerus dan sudah ditetesi dengan

larutan ureum dan setelah 15 menit didiamkan tidak terdapat bau pada

larutan tersebut dan setelah ditambahkan lagi 3 tetes reagen Nessler , pada

larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian permukaannya berwarna

biru,pada bagian bawah berwarna abu-abu dan menimbulkan uap air. Sesuai

dengan pendapat. Poedjiadi, A. (2006), Berdasarkan data yang telah

dihasilkan pada perlakuan sebelumnya, didapatkan hasil Vol. 7, No. 2, Juni

2019 Optimasi Suhu dan pH terhadap Aktivitas Enzim 249 pH optimal dari

ekstrak kasar enzim selulase isolat B2S8. Dimana pada hasil perlakuan ini

pada larutan terdapat cincin yang pada bagian permukaannya berwarna biru

dan menimbulkan uang air.

Tabung II yang ditempatkan dalam wadah Kristal es dan sudah ditetesi

dengan larutan ureum dan setelah 15 menit didiamkan larutan tersebut

sedikit berbau tapi tidak terlalu dan setelah ditambahkan lagi 3 tetes reagen
Nessler , pada larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian

permukaannya berwarna kebiruan ,bagian bawah berwarna putih bening dan

tidak menimbulkan uap air. Sesuai dengan pendapat Sari, R. F (2010) bahwa

hasil dari percobaannya , larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian

permukaannya berwarna kebiruan dan tidak menimbulkan uap air.

Tabung III yang ditempatkan pada suhu kamar dan sudah ditetesi

dengan larutan ureum dan setelah 15 menit didiamkan larutan tersebut

baunya menyengat dan setelah ditambahkan lagi 3 tetes reagen Nessler ,

pada larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian permukaannya

berwarna abu-abu muda ,bagian bawahnya berwarna putih bening serta tidak

menimbulkan uap air. Sesuai dengan pendapat Irawati, R. (2016) ) bahwa

hasil dari percobaannya , larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian

permukaannya berwarna abu-abu muda dan tidak menimbulkan uap air.

Tabung IV yang sudah ditempatkan di dalam oven suhu 50 derajat C

selama 5 menit dan ditempatkan lagi pada suhu kamar dan sudah ditetesi

dengan larutan ureum dan setelah 15 menit didiamkan larutan tersebut tidak

ada baunya sama sekali menyengat dan setelah ditambahkan lagi 3 tetes

reagen Nessler , pada larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian

permukaannya berwarna abu-abu, pada bagian bawah berwarna putih.

Sesuai dengan pendapat Novitasari, E. (2015), bahwa pada percobaannya ,

larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian permukaannya berwarna

abu-abu dan pada bagian bawahnya berwarna putih.

Tabung V yang sudah ditempatkan di dalam penangas air yang mendidih

selama 5 menit dan ditempatkan lagi pada suhu kamar lalu ditetesi dengan
larutan ureum dan setelah 15 menit didiamkan larutan tersebut baunya

sangat menyengat , ureum dan setelah 15 menit didiamkan larutan tersebut

tidak ada baunya sama sekali menyengat dan setelah ditambahkan lagi 3

tetes reagen Nessler , pada larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian

permukaannya berwarna merah ,bagian bawahnya berwarna putih bening.

Sesuai dengan pendapat dari Fitriani, E. (2003), bahwa pada percobaannya ,

larutan tersebut terdapat cincin dan pada bagian permukaannya berwarna

merah dan pada bagian bawahnya berwarna putih bening dan mengeluarkan

bau yang sangat menyengat.

Pada pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim dimana

terdapat 3 tabung reaksi yang masing-masing berisi 10 ml larutan buffer

dengan pH yang berbeda,pada tabung I pH 5 yang telah ditambahkan

dengan 5 ml larutan tapioka 1%,2 ml NaCl dan 2 ml saliva encer dan

diletakkan dalam penangan air suhu 38 derajat C dan diteteskan lagi dengan

asam asetat sampai mencapai pH 4 lalu diteteskan lagi dengan larutan iodine

,pada tabung tersebut terdapat gumpalan berwarna biru tua (biru pekat)

setelah di diamkan selama 30 menit terjadi perubahan warna menjadi biru.

Sesuai dengan pendapat dari Suriawiria, U. (2005), bahwa pada tabung pH 5

yang berisi buffer, tapioka 1% dan saliva encer yang diletakkan dalam

penangan air yang kemudian ditetskan dengan asam asetat dan iodine, pada

tabung tersebut akan muncul gumpalan berwarna biru pekat, dan apabila

didiamkan larutan tersebut akan berubah menjadi warna biru.

Pada tabung II pH 7 yang telah ditambahkan dengan 5 ml larutan tapioka

1%,2 ml NaCl dan 2 ml saliva encer dan diletakkan dalam penangan air suhu

38 derajat C dan diteteskan lagi dengan asam asetat sampai mencapai pH 4


lalu diteteskan lagi dengan larutan iodine , pada tabung tersebut terdapat

sedikit gumpalan berwarna biru tua ,setelah didiamkan selama 30 menit

terjadi perubahan warna menjadi warna biru transparan serta menyatu

dengan cepat. Sesuai dengan pendapat Meryandini A. (2010), bahwa pada

tabung pH 7 yang berisi buffer, tapioka 1% dan saliva encer yang diletakkan

dalam penangan air yang kemudian ditetskan dengan asam asetat dan

iodine, pada tabung tersebut akan muncul sedikit gumpalan berwarna biru ,

dan apabila didiamkan larutan tersebut akan berubah menjadi warna biru

yang agak sedikit transparan.

Pada tabung III pH 9 7 yang telah ditambahkan dengan 5 ml larutan

tapioka 1%,2 ml NaCl dan 2 ml saliva encer dan diletakkan dalam penangan

air suhu 38 derajat C dan diteteskan lagi dengan asam asetat sampai

mencapai pH 4 lalu diteteskan lagi dengan larutan iodine , pada tabung

tersebut terlihat warna biru dan hijau kecoklatan , setelah didiamkan selama

30 menit terjadi perubahan menjadi biru kecoklatan. Sesuai dengan pendapat

Immanual, A. (2006), bahwa pada tabung pH 9 yang berisi buffer, tapioka 1%

dan saliva encer yang diletakkan dalam penangan air yang kemudian

ditetskan dengan asam asetat dan iodine, pada tabung tersebut akan muncul

warna biru kecoklatan dan hijau kecoklatan, dan apabila didiamkan larutan

tersebut akan berubah menjadi warna biru kecoklatan.


BAB V

KESIMPULAN

kesimpulan dari praktikum ini yaitu pengaruh suhu terhadap aktivitas

enzim, Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim

tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja

sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu

ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami

denaturasi. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim. Enzim bekerja pada kisaran

pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam

pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan

aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik

mencapai puncaknya pada pH optimum.


DAFTAR PUSTAKA

Dennison (2002). Pengaruh Suhu Pada Protease dari Bacillus subtilis, Fakultas
MIPA ITS, Surabaya.

Fitriani, E. 2003. Aktivitas Enzim Karboksimetil Selulase Bacillus pumilus Galur


55 Berbagai Suhu Inkubasi. Bogor: Kimia FMIPA IPB.

Irawati, R. 2016. Karakterisasi pH, Suhu dan Konsentrasi Substrat pada Enzim
Selulase Kasar yang Diproduksi oleh Bacillus circulans. Skripsi. Malang:
Maulana Malik Ibrahim Malang.

Immanual, A. 2006. Effect Of Different Growth Parameters On Endoglucanase


Enzyme Activity Ny Bacteria Isolated From Coir Retting Effluents Of
Estuarine. Environment. Journal Environment Science And Technology.
6(2): 25-34.

Meryandini A. 2010. Isolasi Bakteri Selulolitik Dan Karakterisasi Enzimnya. Jurnal


Sains, 13(1):33–38.

Novitasari, E. 2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Sakarifikasi Terhadap Proses


Hidrolisis Bekatul Menjadi Glukosa Menggunakan Enzim Glukoamilase.
Skripsi. Malang: UIN Malang.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.

Sari, R. F. 2010. Optimasi Aktivitas Selulase Ekstraseluler dari Isolat Bakteri RF-
10. Skripsi.Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.

Suriawiria, U. (2005). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti.

Yuningsih, S. (2006) Isolasi Dan Pencirian Protease Dari Bakteri Isolat Natto,
Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai