Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan


lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Adaptasi terbagi atas tiga jenis
yaitu, adaptasi morfologi adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh, adaptasi
Fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh dan adaptasi
tingkah laku adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku.
Organisme Laut berdasarkan tempat hidup dan cara hidupnya dapat
dikelompokan atas tiga kelompok besar yaitu, Plankton, Nekton dan Bentos.
Plankton terdiri atas mikroorganisme laut baik fitoplankton maupun
zooplankton yang mengapung dan hanyut karena arus air, atau hidup diatas
maupun dekat permukaan air.
Habitat alami plankton adalah perairan tawar (sungai, danau, rawa),
estuari dan air laut/pantai. Keberadaan plankton di suatu perairan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu intensitas cahaya, suhu, dan kecerahan suatu
perairan. Intensitas cahaya sangat dibutuhkan terutama bagi fitoplankton untuk
melakukan proses fotosintesis karena fitoplankton sebagai tumbuhan
mengandung pigmen klorofil yang mampu melaksanakan reaksi fotosintesis
dimana air dan karbon dioksida dengan sinar surya dan garam-garam hara dapat
menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Selain phytoplankton,
zooplankton juga berperan dalam rantai makanan, dimana zooplankton ini
merupakan produsen sekunder yang membutuhkan makanan berupa
phytoplankton.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai kehidupan plankton maka akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen direktur
Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition”
yang khusus dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme
laut, berasal dari bahasa Yunani “planktos”, yang berarti menghanyut atau
mengembara. Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam
air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya
selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air. Sebenarnya, plankton memiliki alat
gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan
melakukan gerakan-gerakan tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi
pergerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton
sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Djumanto, 2009).
Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama
yang berfungsi sebagai penyedia energi. Secara luas plankton dianggap sebagai
salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk
kehidupan akuatik. Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan
utama mereka. Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut.
Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak
mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang
menghanyutkannya. Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat
bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk
memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan,
tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya
kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu. Penggerak utama
sistem kehidupan di bumi adalah energi matahari. Energi matahari kemudian
dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang
akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton merupakan
organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses
fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energy
bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki
ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu
menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut (Kasim, 2009).
B. Jenis-Jenis Plankton
Menrut nontji (2008), menyatakan bahwa penggolongn plankton Secara
fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu
fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. Berdasarkan
siklus hidupnya, plankton dapat dikenal sebagai Holoplankton yang seluruh
daur hidupnya bersifat planktonik, mulai dari telur, larva, hingga dewasa.
Contohnya adalah copepod, amfipod, salpa, kaetognat. Dan Meroplankton yang
sebagian hidupnya bersifat sebagai planktonik dimana plankton golongan ini
menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur
hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak
dewasa ia berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang
bebas atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut.
Contohnya yaitu udang, krustacea, moluska, dan ikan.
Plankton juga dapat digolongkan berdasarkan ukurannya sebagai
berikut (Nontji, 2008) :
a. Megaplankton (20-200 cm)
Banyak ubur-ubur termasuk dalam golongan ini.

Gambar 3. Megaplankton, ubur-ubur Cyanea arctica


b. Makroplankton (2-20 cm)
Contohnya adalah eufausid, sergestid, pteropod. Larva ikan banyak pula
termasuk dalam golongan ini.
Gambar 4. Makroplankton, pteropod
c. Mesoplankton (0,2-20 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini seperti copepod,
amfipod, ostrakod, kaetognat.

Gambar 5. Ostrakod
d. Mikroplankton (20-200 µm)
Fitoplankton adalah yang paling umum ditemukan yang termasuk dalam
golongan ini seperti diatom dan dinoflagelat.
e. Nanoplankton (2-20 µm)
Kelompok ini terlalu kecil untuk dapat ditangkap dengan jaring plankton.
Misalnya kokolitoforid dan berbagai mikroflagelat.

Gambar 6. nanoplankton kokolitoford Emiliania huxley


f. Pikoplankton (0,2-2 µm)
Umumnya bakteri termasuk dalam golongan ini, termasuk sianobakteri
yang tidak membentuk filament seperti Synechococcus.

Gambar 7. Pikoplankton sianobakteri Synechoccus


g. Femtoplankton (lebih kecil dari 0,2 µm)
Termasuk dalam golongan ini adalah virus laut (marine virus) yang disebut
juga sebagai virioplankton.
Berdasarkan sebaran horizontalnya, plankton laut baik fitoplankton
maupun zooplankton, dapat dibagi menjadi:
a. Plankton neritik
Plankton neritik hidup di perairan pantai dengan salinitas (kadar garam)
yang relatif rendah.

Gambar 8. Fitoplankton, Noctiluca scintillans


b. Plankton oseanik
Plankton oseanik hidup di perairan lepas pantai hingga ke tengah samudera.
Karena itu plankton oseanik ditemukan pada perairan salinitas tinggi.

Gambar 9. Plankton oseanik, Rhizosolenia robusta

Dilihat dari sebaran vertikalnya plankton dapat dibagi menjadi:


a. Epiplankton
Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai
kedalaman sekitar 100 m.
Gambar 10. Neuston, Trichodesmium thiebauti
b. Mesoplankton
Mesoplankton yakni yang hidup di lapisan tengah, pada kedalaman
sekitar 100-400 meter. Pada lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat
redup sampai gelap. Oleh karena itu, di lapisan ini fitoplankton yang
memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis umumnya sudah tidak
dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi oleh zooplankton.

Gambar 11. Eufausid, Thysanopoda


c. Hipoplankton
Hipoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih
dari 400 m. Termasuk dalam kelompok ini adalah batiplankton yang hidup
pada kedalaman >600 m, dan abisoplankton yang hidup pada lapisan paling
dalam sampaai 3000-4000 m.

Gambar 12. Kaetognat, Eukrohni bathypelagica

Berdasarkan habitatnya, plankton dikelompokkan menjadi (Nontji, 2008) :


a. Haliplankton (Plankton Bahari)
- Plankton oceanic : Plankton yang hidupnya di luar paparan benua
- Plankton neritik : Plankton yang hidupnya diatas paparan benua
(mulut sungai, perairan pantai dan perairan lepas pantai)
- Plankton air payau : Plankton yang hidupnya di perairan yang
bersalinitas rendah (0,5 – 30,00/00)
b. Limnoplankton (Plankton Air tawar)
- Semua jenis plankton yang hidupnya di perairan yang salinitasnya
rendah (<50/00)
Namun, secara garis besar plankton dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu organisme fotosintetik atau fitoplankton, yaitu organisme
plankton yang bersifat tumbuhan dan non fotosintetik atau zooplankton, yaitu
plankton yang bersifat hewan. Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik
berklorofil yang umumnya terdiri atas Bacillariphyceae, Chlorophyceae,
Dinophyceae, dan Haptophyceae. Selain berkhlorofil, fitoplankton juga
memiliki bahan makanan cadangan yang umumnya berupa pati atau lemak,
diding sel yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang beragam.
Zooplankton merupakan kelompok plankter yang mempunyai cara makan
holozoik. Anggota kelompok ini meliputi hewan-hewan dari kelompok
Protozoa, Coelenterata, Ctenophora, Chaetognatha, Annelina, Arthropoda,
Urochordata, Mollusca, dan beberapa larva hewan-hewan vertebrata.
Kelompok zooplankton hampir seluruhnya didominasi oleh Copepoda dengan
nilai sebesar 50--80% (Widyorini, 2009).
Penggerak utama sistem kehidupan di bumi adalah energi matahari.
Energi matahari kemudian dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk
membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora.
Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut.
Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi
sumber energy bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan.
Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi
sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut.
Gambar 1. Contoh fitoplankton campuran (Diatom dan Dinoflagellata)

Phytoplankton merupakan hewan nabati yang berukuran microscopic


dan bergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus, mampu membuat
makanannya sendiri dengan cara proses phosintesis karena mereka
mengandung clorofil dalam selnya. Dengan kemampuan tersebut
phytoplankton menempati urutan pertama dalam rantai makanan sebagai
produser primer pada perairan terbuka. Zooplankton atau plankton hewani
merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-
ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai hewan. Zooplankton
sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat mengadakan
migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan
berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya
gerakan arus itu sendiri. Zooplankton bersifat heterotrofik, yaitu tidak dapat
memproduksi bahan makanannya, tapi sebagai konsumen bahan organik dan
dikenal sebagai produser sekunder maupun konsumer primer. Hal ini
dikarenakan zooplankton merupakan pemangsa pertama terhadap
phytoplankton dalam sistem jaring – jaring makanan. Selanjutnya zooplankton
merupakan mangsa bagi biota – biota laut lain di tropik level diatasnya.
Phytoplankton merupakan salah satu komponen penting dalam suatu
ekosistem karena memiliki kemampuan untuk menyerap langsung energy
matahari melalui proses fotosintesa guna membentuk bahan organik dari
bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai produktivitas primer.
Phytoplankton mampu membuat ikatan- ikatan organik yang komplek
(glukosa) dari ikatan-ikatan anorganik sederhana, karbondioksida (CO2) dan
air (H2O). Energi matahari diabsorbsi oleh klorofil untuk membantu
berlangsungnya reaksi kimia yang terjadi dalam proses fotosintesis tersebut.

Gambar 2. Zooplankton (left to right): Valdiviella sp. and Sapphirina metalina (Copepoda);
Cyphlocaris sp. (Amphipoda); row 2: Clio cuspidate (Pteropoda); Pyrosoma sp. (Thaliacea);
Histioteuthis sp. (Cephalopoda); row 3: Oxygyrus keraudreni (Heteropoda); Conchoecissa
plinthina (Ostracoda), Aglantha sp. (Hydrozoa); row 4: unidentified Chaetognatha with a
copepod; Athorybia rosacea (Siphonophora); Lucicutia sp. (Copepoda). Photograph credits
R.R. Hopcroft and C. Clarke (University of Alaska – Fairbanks) and L.P. Madin (Woods Hole
Oceanographic Institution).
Zooplankton memainkan peran penting sebagai pemangsa yang
mengontrol populasi fitoplankton dan bakteri. Zooplankton dapat
mempengaruhi struktur komunitas secara langsung melalui pemangsaan
selektif atau secara tidak langsung melalui regenerasi nutrient. Berbagai studi
telah menunjukkan penurunan biomassa fitoplankton tergantung dari densitas
dan ukuran zooplankton pemangsa (Evendi, 2011).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton
dengan mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan
terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan
menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Ada hubungan yang sangat erat
antara fitoplankton dengan zooplankton, pada musim panas jumlah fitoplankton
akan melebihi zooplankton sedangkan pada musim penghujan jumlah
fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari sehingga jumlah
zooplankton melebihi fitoplankton (Evendi, 2011).
C. Dimensi Ruang Kehidupan Plankton
Plankton diklasifikasikan dalam lima kategori berdasarkan tempat
hidupnya dan daerah penyebarannya yaitu limnoplankton yaitu plankton yang
dapat hidup di air tawar atau di danau, patamoplankton yaitu plankton yang
hidup di air mengalir, hipalmiroplankton yaitu plankton yang hidup di air payau
atau estuaria, heleoplankton yaitu plankton yang hidup di kolam, haliplankton
yaitu plankton yang hidup di air asin atau laut.
Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuari
didepan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis ingga
ke perairan kutub. Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula
yang hidup di perairan dalam. Adapula yang dapat melakukan migrasi vertikal
harian dari lapisan dalam ke permukaan. Fitoplankton biasanya berkumpul di
zona eufotik yaitu zona dengan intesitas cahaya masih memungkinkan
terjadinya proses fotosintesis.
Pada suatu perairan sering dijumpai kandungan fitoplankton yang
sangat melimpah akan tetapi pada tempat yang lain sangat sedikit. Keadaan ini
disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain angin, arus, nutrien,
variasi kadar garam, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan serta adanya
percampuran massa air. Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan
dengan penyebaran zooplankton, hal ini karena kondisi perairan yang
memungkinkan produksi fitoplankton seperti sifat fototaksis positif yang
dimiliki dan menyenangi sinar dan mendekati cahaya.
D. Pola Adaptasi Plankton
Diperairan Adaptasi merupakan cara bagaimana organisme mengatasi
tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Plankton hidup
mengapung atau melayang dalam laut. Tentu diperlukan strategi yang jitu untuk
itu, agar tidak mudah tenggelam. Melawan gravitasi atau daya tenggelam
merupakan kunci untuk survival bagi plankton. Untuk dapat bertahan hidup
dalam perairan dengan berbagai kondisi perairan dengan berbagai variasinya,
plankton melakukan pola adaptasi baik dalam fungsi hal tubuh maupun
morfologinya. Dalam bentuk morfologinya plankton memiliki tipe pola
adaptasi seperti tipe kantong/gelembung, tipe jarum atau rambut, tipe pita, tipe
bercabang. Adaptasi ini pada plankton diatom ada beberpa tipe:
1) Tipe kantong, yakni berukuran relative besar dengan kandungan cairan
yang ringan dalam selnya. Contohnya adalah Coscinodiscus. Bentuknya
dapat juga mendekati bentuk cakram seperti pada Planktoniella, hingga
kalaupun tenggelam akan membentuk jalur zigzag, tidak langsung terjun ke
dasar laut.
2) Tipe jarum atau rambut, berbentuk ramping atau memanjang seperti pada
Rhizosolenia dan Thallasiothrix. Bentuknya yang demikian menghambat
untuk tenggelam pada posisi melintang. Dapat juga berupa rantai yang
saling bertautan panjang seperti pada Nizschia seriata.
3) Tipe pita, seperti terdapat pada Fragillaria dan Climacodium. Sel-selnya
melebar pipih, saling bertautan membentuk pita.
4) Tipe bercabang seperti terdapat pada Chaetoceros dan Corethron. Di sini
cabang-cabangnya banyak, kadang-kadang membentuk rantai bentuk spiral
untuk menghambat penenggelaman.
Selain itu plankton dapat dijumpai pada siang hari jenis phyto dan
temperature berkisar antara 24-34oC plankton dapat bertahan dengan
temperature 28-34o C.
Selain adaptasi morfologi bebrapa jenis plankton ada juga yang
memiliki kandungan minyak (fatty oil) yang ringan di dalam selnya, hingga
akan mengurangi berat jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini,
lebih kecil dari berat jenis air laut merupakan produk dari fotosintesis.
Viskosisitas air laut juga berpengaruh terhadap. penenggelaman plankton
(bergantung pada suhu dan salinitas). Sedangkan pola adaptasi secara fisiologi
yaitu dengan mengurangi berat lebih; Membentuk pelampung-pelampung yang
berisi gas, karena kerapatan gas jauh lebih kecil daripada air, maka terjadi
kemampuan mengapung; mengubah hambatan permukaan; mengubah bentuk
tubuh; pembentukan bermacam duri atau tonjolan.
Zooplankton melakukan adaptasi berupa migrasi vertikal, migrasi
vertikal merupakan migrasi harian yang dilakukan oleh organisme tertentu ke
arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari.
Zooplankton melakukan migrasi vertikal bertujuan untuk menghindari
pemangsaan oleh para predator yang mndeteksi mengsa secara verikal dan
menyesuaikan dengan lingkungan akibat perubahan suhu yang beruba-
ruba(Evendi, 2011).
Jarak yang ditempuh zooplankton pada migrasi ini berkisar antara 100 -
400 m. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal
harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif
bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas
cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah
permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun. Pola yang umum
tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada
malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka
bergerak lebih ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang
pagi hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan
biasanya mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya
tertentu (Evendi, 2011).
Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal,
zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala intensitas
cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak
kearah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam
dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba. Pola migrasi vertical
zooplankton dibagi menjadi 3 pola berdasarkan factor lingkungan seperti
kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar
perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi sebagai berikut (Evendi,
2011) :
1) Migrasi Nokturnal
Migrasi ini paling umum terjadi, dimana pola migrasi ke arah
permukaan pada waktu petang dan sebelum fajar bermigrasi ke lapisan
yang lebih dalam. Organisme yang memiliki pola migrasi nokturnal
maupun twilight berlindung di perairan yang lebih dalam dari predator
karena pengaruh cahaya matahari, aktif pada malam hari di daerah
permukaan yang kaya akan makanan.
2) Migrasi Twilight
Adalah pola migrasi ke arah permukaan menjelang petang dan
bermigrasi ke perairan yang lebih dalam saat tengah malam, diikuti
migrasi kembali ke arah permukaan kemudian kembali bermigrasi
perairan yang lebih dalam pada saat fajar. Saat tengah malam sebagian
dari hewan tersebut bergerak ke arah yang lebih dalam, disebabkan oleh
komposisi zooplankton lebih padat dari pada air maka ketika aktivitas
berkurang, menyebabkan cenderung tenggelam.
3) Migrasi Reverse
Migrasi ini merupakan kebalikan dari migrasi nokturnal, yaitu
bermigrasi ke arah permukaan pada siang hari dan ke arah yang lebih
dalam pada malam hari. Migrasi ini dapat dicirikan oleh spesies
kopepoda dengan ukuran yang besar.
Terdapat dua hipotesis penyebab pola migrasi. Yang pertama adalah
factor metabolisme. Hipotesis ini mengasumsi bahwa suhu rendah membuat
suatu organism mengalami pertumbuhan yang maksimal (tidak dapat
berkembang lagi) ini berkenaan dengan kesuburan dalam hal reproduksi. Yang
kedua adalah untuk menghindari predator. Hipotesis yang kedua ini lebih
banyak di gunakan karena lebih berdasar, dimana faktor yang mempengaruhi
migrasi vertikal adalah cahaya, suhu dan untuk menghindari predator.
Pola migrasi vertical ini dapat berubah-ubah baik antar maupun intra
spesies, dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan. Perbedaan pola
migrasi intra spesies disebabkan oleh faktor ukuran, umur dan jenis kelamin.
Setiap spesies memiliki pola kedalaman migrasi tersendiri yang akan berubah
setara dengan pertumbuhan, masa reproduksi dan waktu setiap tahun.
Sedangkan factor lingkungan yang mempengaruhi seperti kesedian makanan,
kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan
menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi.
Sebaran biomas fitoplankton menunjukkan kelimpahan yang
homogen, tinggi disebelah utara kemudian menurun kearah selatan,
sedangkan zooplankton menunjukkan sebaran yang acak. Sebaran biomas
fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena
pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara.
Fitoplankton tidak memiliki alat gerak seperti halnya pada zooplankton
sehingga kemampuan gerakannya relatif terbatas dengan melakukan berbagai
adaptasi untuk mempertahankan kedudukannya pada kolom air.
Perubahan jumlah kelimpahan populasi plankton disebabkan curah
hujan dan arus. Curah hujan menyebabkan terjadinya pengenceran air dan
penurunan salinitas, serta meningkatkan masukan unsur hara dari daratan yang
terbawa oleh luapan air sungai. Pada musim penghujan pertumbuhan populasi
fitoplankton cenderung tinggi dan melimpah, menyebabkan biota air lainnya,
misalnya ikan, melakukan perkembangbiakan karena tersedia cukup
makanan. Pertumbuhan fitoplankton secara kasar dapat digolongkan menjadi
dua tipe, yaitu singkat, produktivitasnya meledak sangat pesat panjang dan
masa pertumbuhan sangat lambat. Kondisi cuaca yang relatif tenang dan
perairan yang dangkal menyebabkan tidak terjadi stratifikasi suhu, populasi
fitoplankton tumbuh dengan cepat di lapisan epilimnion yang tersedia cukup
unsur hara dan sinar matahari.
E. Peranan Plankton
Fitoplankton menempati tempat yang terendah sebagai produser primer.
Rantai makanan grazing di laut dimulai dari fitoplankton sebagai produser dan
zooplankton sebagai konsumer (grazer). Apabila terjadi kematian baik
fitoplankton maupun zooplankton maka akan menjadi mata rantai pertama
dalam rantai makan detritus (detritus food chain). Kedua rantai makanan
tersebut menjadi siklus dasar dalam produksi di laut (Kasim, 2009).
Dalam bidang perikanan, dijadikan sebagai makanan larva ikan,
dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesis tertentu, misalnya
Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha
pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan. Industri farmasi dan
makanan suplemen, fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang
tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan
pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar
dari jenis Chlorella.
Selain adaptasi morfologi, fitoplankton diatom juga dapat mengandung
minyak (fatty oils) yang ringan dalam selnya, hingga akan mengurangi berat
jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini yang tidak larut dalam air
dan berat jenisnya lebih kecil dari air laut, merupakan produk dari fotosintesis.
Tidak seperti fitoplankton, zooplankton umumnya mempunyai
kemampuan bergerak atau berenang meskipun terbatas. Zooplankton seperti
copepod dan eufausid diperlengkapi dengan umbai-umbai yang digunakan
sebagai kaki renang. Dengan kemampuan itu mereka dapat melakukan migrasi
vertical.
Ada faktor lingkungan yang juga ikut mempengaruhi daya apung
plankton, yakni viskositas atau kekentalan air laut yang bergantung dari suhu
dan salinitas (kadar garam). Makin tinggi suhu air atau makin rendah salinitas
akan menyebabkan viskositas menurun dan menyebabkan plankton lebih
mudah tenggelam.

Gambar Bentuk-bentuk plankton


Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton dibagi dalam dua kelompok,
yaitu : faktor fisik dan faktor kimia (Sunarto, 2008).
1. Faktor fisik : cahaya, temperatur air, kekeruhan/kecerahan, pergerakan air.
2. Faktor kimia : oksigen terlarut, ph, salinitas, nutrisi
a. Cahaya
Ketersediaan cahaya di perairan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif sangat tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat
(kedalaman, letak geografis), kondisi prevalen di atas permukaan perairan
(penutupan awan), atau dalam perairan (absorpsi oleh air dan material-material
terlarut, serta penghamburan oleh partikel-partikel tersuspensi). Bagi hewan
laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai
sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi
tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga
merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi
hewan laut. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut ini banyak
dipelajari, terutama pada plankton hewan. Laju pertumbuhan fitoplankton
sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam perairan. Menurut
heyman dan lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan
mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya
yang rendah.
b. Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun
biologi, antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta
menaikkan daya toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi
kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin
kurang kandungan oksigen terlarut. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar
terhadap proses pertukaran zat atau metabolism dari makhluk hidup dan suhu
juga mempengaruhi pertumbuhan plankton. Perkembangan plankton optimal
terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc-30oc.
c. Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila
kekeruhan tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan
menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis.
d. Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organism perairan dan juga
meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu
penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu
menyuplai bahan makanan yang dibutuhkan plankton.
e. Derajat Keasaman (ph)
Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh-
tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila derajat
keasaman tinggi apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis pada
plankton terganggu.
f. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air
untuk bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan
adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan
unsur hara tetap tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan
air, plankton dan perifiton.
h. Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya
distribusi biota akuatik. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah
pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas
tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi
terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.
i. Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi
yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 )
phytoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen
dari nitrat, ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung
mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang
banyak mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa
diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur
penting untuk pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya.
E. Peranan Plankton
Fitoplankton menempati tempat yang terendah sebagai produser primer.
Rantai makanan grazing di laut dimulai dari fitoplankton sebagai produser dan
zooplankton sebagai konsumer (grazer). Apabila terjadi kematian baik
fitoplankton maupun zooplankton maka akan menjadi mata rantai pertama
dalam rantai makan detritus (detritus food chain). Kedua rantai makanan
tersebut menjadi siklus dasar dalam produksi di laut.
Zooplankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam
rantai makanan dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi
dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam tropik
ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan terbesar dilaut seperti
halnya paus pemakan zooplankton. Selain itu zooplankton juga berguna dalam
regenerasi nitrogen dilautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna
bagi bakteri dan produktivitas phytoplankton dilaut. Peranan lainnya yang tidak
kalah penting adalah memfasilitasi penyerapan Karbondioksida (CO2) dilaut.
Zooplankton memakan phytoplankton yang menyerap CO2 dan
kemudian setiap harinya turun ke bagian dasar laut untuk menghindari
pemangsa di permukaan seperti ikan predator, sehingga carbon yang berada di
dalam zooplankton tersebut dapat terendapkan di sedimen yang kemudian
terendapkan dan terdegradasi. Oleh karena itu zooplankton memegang peranan
dalam pendistribusian CO2 dari permukaan ke dalam sedimen didasar laut.
Dalam bidang perikanan, dijadikan sebagai makanan larva ikan,
dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesis tertentu, misalnya
Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha
pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan. Industri farmasi dan
makanan suplemen, fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang
tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan
pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar
dari jenis Chlorella.
BAB III
PENUTUP

Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air atau


mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu
dipengaruhi oleh gerakan masa air. Plankton merupakan organisme perairan
pada tingkat trofik pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. secara
garis besar plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu organisme
fotosintetik atau fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan
dan non fotosintetik atau zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan.
Dalam bentuk morfologinya plankton memiliki tipe pola adaptasi
seperti tipe kantong/gelembung, tipe jarum atau rambut, tipe pita, tipe
bercabang. Selain adaptasi morfologi bebrapa jenis plankton ada juga yang
memiliki kandungan minyak (fatty oil) yang ringan di dalam selnya, hingga
akan mengurangi berat jenisnya atau menambah daya apungnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djumanto., Sidabutar, T., Pontororing, H., Leipary, R. 2009. Pola Sebaran


Horizontal dan Kerapatan Plankton di Perairan Bawean. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. 13 Hal.
Evendi, E. 2011. Pemodelan Peran Zooplankton dalam Siklus Nitrogen Di
Teluk Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 14 Hal.
Kasim, M., Wanurgaya. 2009. Penuntun Praktikum Planktonology. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari. 30 Hal.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Jakarta.
Sunarto. 2008. Karakteristik Biologi dan Peranan Plankton bagi Ekosistem
Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.
Jatinangor. 41 Hal.
Widyorini, N. 2009. The Community Structure Of Phytoplankton Based On
Pigment Content in Jepara Estuary. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang. Jurnal Saintek Perikanan.
(2). 69–75.

Anda mungkin juga menyukai