PLANKTON
OLEH :
KELOMPOK 5
ANUGRAH (402220009)
MOH RIFKY S RASYID (402220010)
A. Pengertian
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen direktur
Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition”
yang khusus dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme
laut, berasal dari bahasa Yunani “planktos”, yang berarti menghanyut atau
mengembara. Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam
air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya
selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air. Sebenarnya, plankton memiliki alat
gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan
melakukan gerakan-gerakan tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi
pergerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton
sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Djumanto, 2009).
Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama
yang berfungsi sebagai penyedia energi. Secara luas plankton dianggap sebagai
salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk
kehidupan akuatik. Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan
utama mereka. Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut.
Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak
mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang
menghanyutkannya. Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat
bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk
memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan,
tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya
kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu. Penggerak utama
sistem kehidupan di bumi adalah energi matahari. Energi matahari kemudian
dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang
akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton merupakan
organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses
fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energy
bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki
ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu
menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut (Kasim, 2009).
B. Jenis-Jenis Plankton
Menrut nontji (2008), menyatakan bahwa penggolongn plankton Secara
fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu
fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. Berdasarkan
siklus hidupnya, plankton dapat dikenal sebagai Holoplankton yang seluruh
daur hidupnya bersifat planktonik, mulai dari telur, larva, hingga dewasa.
Contohnya adalah copepod, amfipod, salpa, kaetognat. Dan Meroplankton yang
sebagian hidupnya bersifat sebagai planktonik dimana plankton golongan ini
menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur
hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak
dewasa ia berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang
bebas atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut.
Contohnya yaitu udang, krustacea, moluska, dan ikan.
Plankton juga dapat digolongkan berdasarkan ukurannya sebagai
berikut (Nontji, 2008) :
a. Megaplankton (20-200 cm)
Banyak ubur-ubur termasuk dalam golongan ini.
Gambar 5. Ostrakod
d. Mikroplankton (20-200 µm)
Fitoplankton adalah yang paling umum ditemukan yang termasuk dalam
golongan ini seperti diatom dan dinoflagelat.
e. Nanoplankton (2-20 µm)
Kelompok ini terlalu kecil untuk dapat ditangkap dengan jaring plankton.
Misalnya kokolitoforid dan berbagai mikroflagelat.
Gambar 2. Zooplankton (left to right): Valdiviella sp. and Sapphirina metalina (Copepoda);
Cyphlocaris sp. (Amphipoda); row 2: Clio cuspidate (Pteropoda); Pyrosoma sp. (Thaliacea);
Histioteuthis sp. (Cephalopoda); row 3: Oxygyrus keraudreni (Heteropoda); Conchoecissa
plinthina (Ostracoda), Aglantha sp. (Hydrozoa); row 4: unidentified Chaetognatha with a
copepod; Athorybia rosacea (Siphonophora); Lucicutia sp. (Copepoda). Photograph credits
R.R. Hopcroft and C. Clarke (University of Alaska – Fairbanks) and L.P. Madin (Woods Hole
Oceanographic Institution).
Zooplankton memainkan peran penting sebagai pemangsa yang
mengontrol populasi fitoplankton dan bakteri. Zooplankton dapat
mempengaruhi struktur komunitas secara langsung melalui pemangsaan
selektif atau secara tidak langsung melalui regenerasi nutrient. Berbagai studi
telah menunjukkan penurunan biomassa fitoplankton tergantung dari densitas
dan ukuran zooplankton pemangsa (Evendi, 2011).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton
dengan mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan
terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan
menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Ada hubungan yang sangat erat
antara fitoplankton dengan zooplankton, pada musim panas jumlah fitoplankton
akan melebihi zooplankton sedangkan pada musim penghujan jumlah
fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari sehingga jumlah
zooplankton melebihi fitoplankton (Evendi, 2011).
C. Dimensi Ruang Kehidupan Plankton
Plankton diklasifikasikan dalam lima kategori berdasarkan tempat
hidupnya dan daerah penyebarannya yaitu limnoplankton yaitu plankton yang
dapat hidup di air tawar atau di danau, patamoplankton yaitu plankton yang
hidup di air mengalir, hipalmiroplankton yaitu plankton yang hidup di air payau
atau estuaria, heleoplankton yaitu plankton yang hidup di kolam, haliplankton
yaitu plankton yang hidup di air asin atau laut.
Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuari
didepan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis ingga
ke perairan kutub. Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula
yang hidup di perairan dalam. Adapula yang dapat melakukan migrasi vertikal
harian dari lapisan dalam ke permukaan. Fitoplankton biasanya berkumpul di
zona eufotik yaitu zona dengan intesitas cahaya masih memungkinkan
terjadinya proses fotosintesis.
Pada suatu perairan sering dijumpai kandungan fitoplankton yang
sangat melimpah akan tetapi pada tempat yang lain sangat sedikit. Keadaan ini
disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain angin, arus, nutrien,
variasi kadar garam, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan serta adanya
percampuran massa air. Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan
dengan penyebaran zooplankton, hal ini karena kondisi perairan yang
memungkinkan produksi fitoplankton seperti sifat fototaksis positif yang
dimiliki dan menyenangi sinar dan mendekati cahaya.
D. Pola Adaptasi Plankton
Diperairan Adaptasi merupakan cara bagaimana organisme mengatasi
tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Plankton hidup
mengapung atau melayang dalam laut. Tentu diperlukan strategi yang jitu untuk
itu, agar tidak mudah tenggelam. Melawan gravitasi atau daya tenggelam
merupakan kunci untuk survival bagi plankton. Untuk dapat bertahan hidup
dalam perairan dengan berbagai kondisi perairan dengan berbagai variasinya,
plankton melakukan pola adaptasi baik dalam fungsi hal tubuh maupun
morfologinya. Dalam bentuk morfologinya plankton memiliki tipe pola
adaptasi seperti tipe kantong/gelembung, tipe jarum atau rambut, tipe pita, tipe
bercabang. Adaptasi ini pada plankton diatom ada beberpa tipe:
1) Tipe kantong, yakni berukuran relative besar dengan kandungan cairan
yang ringan dalam selnya. Contohnya adalah Coscinodiscus. Bentuknya
dapat juga mendekati bentuk cakram seperti pada Planktoniella, hingga
kalaupun tenggelam akan membentuk jalur zigzag, tidak langsung terjun ke
dasar laut.
2) Tipe jarum atau rambut, berbentuk ramping atau memanjang seperti pada
Rhizosolenia dan Thallasiothrix. Bentuknya yang demikian menghambat
untuk tenggelam pada posisi melintang. Dapat juga berupa rantai yang
saling bertautan panjang seperti pada Nizschia seriata.
3) Tipe pita, seperti terdapat pada Fragillaria dan Climacodium. Sel-selnya
melebar pipih, saling bertautan membentuk pita.
4) Tipe bercabang seperti terdapat pada Chaetoceros dan Corethron. Di sini
cabang-cabangnya banyak, kadang-kadang membentuk rantai bentuk spiral
untuk menghambat penenggelaman.
Selain itu plankton dapat dijumpai pada siang hari jenis phyto dan
temperature berkisar antara 24-34oC plankton dapat bertahan dengan
temperature 28-34o C.
Selain adaptasi morfologi bebrapa jenis plankton ada juga yang
memiliki kandungan minyak (fatty oil) yang ringan di dalam selnya, hingga
akan mengurangi berat jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini,
lebih kecil dari berat jenis air laut merupakan produk dari fotosintesis.
Viskosisitas air laut juga berpengaruh terhadap. penenggelaman plankton
(bergantung pada suhu dan salinitas). Sedangkan pola adaptasi secara fisiologi
yaitu dengan mengurangi berat lebih; Membentuk pelampung-pelampung yang
berisi gas, karena kerapatan gas jauh lebih kecil daripada air, maka terjadi
kemampuan mengapung; mengubah hambatan permukaan; mengubah bentuk
tubuh; pembentukan bermacam duri atau tonjolan.
Zooplankton melakukan adaptasi berupa migrasi vertikal, migrasi
vertikal merupakan migrasi harian yang dilakukan oleh organisme tertentu ke
arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari.
Zooplankton melakukan migrasi vertikal bertujuan untuk menghindari
pemangsaan oleh para predator yang mndeteksi mengsa secara verikal dan
menyesuaikan dengan lingkungan akibat perubahan suhu yang beruba-
ruba(Evendi, 2011).
Jarak yang ditempuh zooplankton pada migrasi ini berkisar antara 100 -
400 m. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal
harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif
bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas
cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah
permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun. Pola yang umum
tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada
malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka
bergerak lebih ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang
pagi hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan
biasanya mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya
tertentu (Evendi, 2011).
Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal,
zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala intensitas
cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak
kearah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam
dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba. Pola migrasi vertical
zooplankton dibagi menjadi 3 pola berdasarkan factor lingkungan seperti
kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar
perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi sebagai berikut (Evendi,
2011) :
1) Migrasi Nokturnal
Migrasi ini paling umum terjadi, dimana pola migrasi ke arah
permukaan pada waktu petang dan sebelum fajar bermigrasi ke lapisan
yang lebih dalam. Organisme yang memiliki pola migrasi nokturnal
maupun twilight berlindung di perairan yang lebih dalam dari predator
karena pengaruh cahaya matahari, aktif pada malam hari di daerah
permukaan yang kaya akan makanan.
2) Migrasi Twilight
Adalah pola migrasi ke arah permukaan menjelang petang dan
bermigrasi ke perairan yang lebih dalam saat tengah malam, diikuti
migrasi kembali ke arah permukaan kemudian kembali bermigrasi
perairan yang lebih dalam pada saat fajar. Saat tengah malam sebagian
dari hewan tersebut bergerak ke arah yang lebih dalam, disebabkan oleh
komposisi zooplankton lebih padat dari pada air maka ketika aktivitas
berkurang, menyebabkan cenderung tenggelam.
3) Migrasi Reverse
Migrasi ini merupakan kebalikan dari migrasi nokturnal, yaitu
bermigrasi ke arah permukaan pada siang hari dan ke arah yang lebih
dalam pada malam hari. Migrasi ini dapat dicirikan oleh spesies
kopepoda dengan ukuran yang besar.
Terdapat dua hipotesis penyebab pola migrasi. Yang pertama adalah
factor metabolisme. Hipotesis ini mengasumsi bahwa suhu rendah membuat
suatu organism mengalami pertumbuhan yang maksimal (tidak dapat
berkembang lagi) ini berkenaan dengan kesuburan dalam hal reproduksi. Yang
kedua adalah untuk menghindari predator. Hipotesis yang kedua ini lebih
banyak di gunakan karena lebih berdasar, dimana faktor yang mempengaruhi
migrasi vertikal adalah cahaya, suhu dan untuk menghindari predator.
Pola migrasi vertical ini dapat berubah-ubah baik antar maupun intra
spesies, dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan. Perbedaan pola
migrasi intra spesies disebabkan oleh faktor ukuran, umur dan jenis kelamin.
Setiap spesies memiliki pola kedalaman migrasi tersendiri yang akan berubah
setara dengan pertumbuhan, masa reproduksi dan waktu setiap tahun.
Sedangkan factor lingkungan yang mempengaruhi seperti kesedian makanan,
kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan
menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi.
Sebaran biomas fitoplankton menunjukkan kelimpahan yang
homogen, tinggi disebelah utara kemudian menurun kearah selatan,
sedangkan zooplankton menunjukkan sebaran yang acak. Sebaran biomas
fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena
pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara.
Fitoplankton tidak memiliki alat gerak seperti halnya pada zooplankton
sehingga kemampuan gerakannya relatif terbatas dengan melakukan berbagai
adaptasi untuk mempertahankan kedudukannya pada kolom air.
Perubahan jumlah kelimpahan populasi plankton disebabkan curah
hujan dan arus. Curah hujan menyebabkan terjadinya pengenceran air dan
penurunan salinitas, serta meningkatkan masukan unsur hara dari daratan
yang terbawa oleh luapan air sungai. Pada musim penghujan pertumbuhan
populasi fitoplankton cenderung tinggi dan melimpah, menyebabkan biota air
lainnya, misalnya ikan, melakukan perkembangbiakan karena tersedia cukup
makanan. Pertumbuhan fitoplankton secara kasar dapat digolongkan menjadi
dua tipe, yaitu singkat, produktivitasnya meledak sangat pesat panjang dan
masa pertumbuhan sangat lambat. Kondisi cuaca yang relatif tenang dan
perairan yang dangkal menyebabkan tidak terjadi stratifikasi suhu, populasi
fitoplankton tumbuh dengan cepat di lapisan epilimnion yang tersedia cukup
unsur hara dan sinar matahari.
E. Peranan Plankton
Fitoplankton menempati tempat yang terendah sebagai produser primer.
Rantai makanan grazing di laut dimulai dari fitoplankton sebagai produser dan
zooplankton sebagai konsumer (grazer). Apabila terjadi kematian baik
fitoplankton maupun zooplankton maka akan menjadi mata rantai pertama
dalam rantai makan detritus (detritus food chain). Kedua rantai makanan
tersebut menjadi siklus dasar dalam produksi di laut (Kasim, 2009).
Dalam bidang perikanan, dijadikan sebagai makanan larva ikan,
dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesis tertentu, misalnya
Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha
pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan. Industri farmasi dan
makanan suplemen, fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang
tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan
pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar
dari jenis Chlorella.
Selain adaptasi morfologi, fitoplankton diatom juga dapat mengandung
minyak (fatty oils) yang ringan dalam selnya, hingga akan mengurangi berat
jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini yang tidak larut dalam air
dan berat jenisnya lebih kecil dari air laut, merupakan produk dari fotosintesis.
Tidak seperti fitoplankton, zooplankton umumnya mempunyai
kemampuan bergerak atau berenang meskipun terbatas. Zooplankton seperti
copepod dan eufausid diperlengkapi dengan umbai-umbai yang digunakan
sebagai kaki renang. Dengan kemampuan itu mereka dapat melakukan migrasi
vertical.
Ada faktor lingkungan yang juga ikut mempengaruhi daya apung
plankton, yakni viskositas atau kekentalan air laut yang bergantung dari suhu
dan salinitas (kadar garam). Makin tinggi suhu air atau makin rendah salinitas
akan menyebabkan viskositas menurun dan menyebabkan plankton lebih
mudah tenggelam.