Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum
Pengangkutan sedimen merupakan pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui
suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi penggerusan (degradasi),
pengendapan (agradasi), atau mengalami angkutan sedimen (aquilibrium transport).
Keadaan-keadaan yang menentukan pengangkutan :
a. Sifat-sifat aliran air
b. Sifat-sifat sedimen
c. Pengaruh timbal-balik (inter-action)
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu
penampang sungai tetap (Debit sedimen yang masuk sama dengan debit sedimen yang
keluar). Keadaan tersebut disebut dengan Debit Sedimen Seimbang (Qse).
Dalam kasus ini terdapat dua keadaan yaitu Agradasi (pengendapan) dan
Degradasi. Terjadinya agradasi jika sedimen yang masuk (Qs) > (Qse) dalam satu satuan
waktu, ini akan menyebabkan pendangkalan pada sungai, sedangkan degradasi terjadi jika
keadaan debit sedimen yang masuk (Qs) < (Qse) dalam satu satuan waktu. Pada kejadian
degradasi ini menyebabkan terjadinya penurunan elevasi sungai, dan degradasi biasanya
terjadi di daerah hilir bangunan bendung, bendungan, ataupun bangunan pengatur lainnya.

2.2. Karakteristik Sedimen


Proses pengangkutan sedimen dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada
sifat arus tetapi juga pada sifat sedimen itu sendiri.. Sifat yang paling penting itu adalah
mengenai besar dan ukurannya. Untuk mengetahui bentuk rata-rata karakteristik
sedimen secara keseluruhan dapat dilakukan jika bentuk, kepadatan dan distribusi sedimen
tidak terlalu bervariasi dalam regime sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat,
perlu dilakukan penggambaran sedimen yang lebih seksama

7
2.2.1. Klasifikasi Sedimen
Pada dasarnya sedimen yang terangkut oleh aliran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan sumber/asal sedimen :
Angkutan material dasar, dapat dibagi lagi menjadi :
a. bed load, yaitu sedimen yang bergerak didasar secara menggelinding (rolling),
menggeser (sliding), atau meloncat (jumping).
b. suspended load, yaitu sedimen yang bergerak diatas dasar secara melayang
dimana berat partikel dikompensasi oleh turbulensi aliran.
c. Wash load, sedimen yang butirannya sangat halus bergerak melayang di bagian
atas aliran dan tidak mengendap di dasar sungai
2. Berdasarkan mekanisme transpor :
a. Bed load
b. Suspended load
2.2.2. Bentuk dan Ukuran Partikel
Sifat-sifat yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk
dan kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H, ). Bentuk butiran dinyatakan dalam
kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah permukaan yang bulat dengan
volume yang sama dari butiran dengan daerah permukaan partikel.
Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell mengambil
pendekatan untuk menyatakan kebulatan. Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter
suatu lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam keadaan diam dan
ruang terhadap muka yang paling besar kepada diameter yang paling kecil.
Bentuk partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (SF), yaitu :
SF = c/(ab)0.5
Dimana :
a : sumbu terpanjang
b : sumbu menengah
c : sumbu terpendek
Untuk partikel berbentuk bola SF=1, sedangkan untuk pasir alam SF=0,7. Pengaruh bentuk
terhadap karakteristik hidraulis dari partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan)
tergantung pada angka Reynold.
Partikel-partikel sedimen alam memiliki bentuk yang tidak teratur. Oleh karena itu setiap
panjang dan diameter akan memberikan ciri kepada bentuk kelompok butiran. Tabel 2.1
memperlihatkan skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan oleh peraturan geofisika
Amerika (Lane, 1947). Dalam peristilahan sedimen digunakan tiga macam diameter yaitu:
a. Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang saringan dimana suatu partikel dapat
melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari partikel dengan berat spesifik dan
kecepatan jatuh yang sama pada cairan sedimentasi dan temperatur yang sama pula.
c. Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume yang sama
(dimana volume=1/6Dn3).
Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut:
^ boulders : 4000 - 250 mm
^ cobbles : 250 - 64 mm
^ gravel : 64 - 2 mm
^ sand : 2000 - 62 
^ silt : 62 - 4 
^ clay : 4 - 0.24 
Penentuan ukuran boulders, cobbles dan gravel dilakukan dengan pengukuran langsung dari
pada isi atau beberapa diameter. Gravel dan sand dengan analisa mikroskopik atau cara
sedimentasi.
2.2.3. Kerapatan, Berat Spesifik, Konsentrasi dan Kecepatan Endapan
1. Rapat Massa (Density)
Pada umumnya sedimen berasal dari desintegrasi atau dekomposisi dari batu- batuan, baik
yang diakibatkan oleh angin atau air
Rapat massa butiran-butiran sedimen pada umumnya (< 4 mm). Rapat massa rata-rata dapat
diambil s = 2650 kg/m3 hal ini dikarenakan kwarts adalah yang paling banyak terdapat dalam
sedimen alam. Bila dinyatakan sebagai spesific grafity (s), maka besarnya = 2,65. Untuk clay, 
berkisar antara 2500 - 2700 kg/m3.
2. Berat Spesifik (Specific Grafity)
Berat spesifik adalah perbandingan gaya gravitasi antara benda dan air pada volume yang
sama. Simbol berat spesifik adalah s dimana s = /w =  /w.
3. Konsentrasi
Menurut AGU (American Geophysical Union) material pasir mempunyai ukuran butiran
antara 0,062 sampai 2,000 mm. Dari data material dasar sungai serta material suspended yang
terangkut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar material dasar sungai berupa pasir, yaitu
sekitar 80 % dari seluruh material dasar sungai. Material suspended yang terangkut sebagian
besar juga merupakan material pasir, yaitu sekitar 90 %. Dengan demikian material dasar sungai
sebagian besar berupa material pasir. Borland dan Maddock dari USBR telah menyediakan
sebuah tabel untuk memperkirakan besar angkutan bed load dengan berdasarkan besar
konsentrasi suspended load.
4. Kecepatan Endap (Settling Velocity)
Kecepatan endap (w) sangat penting dalam masalah suspensi dan sedimentasi. Kecepatan
arus kritis untuk menggerakkan butiran di dasar serta perkembangan konfigurasi dasar sungai
sering dihubungkan dengan kecepatan endap. Kecepatan ditentukan oleh persamaan
keseimbangan antara berat butir dalam air dan hambatan selama butir mengendap.
1/2
4 g. D
W = .
3 CD[( ) ]
.Δ .................... RumusUmum( Re >1)

Dimana :
W = kecepatan jatuh butiran
CD = koefisien hambatan (drag coeffisien)
Δ = (Δs-Δw)/Δw

2.2.4. Distribusi Frekuensi Ukuran Butiran Sedimen


Dari penyaringan atau distribusi ukuran butiran sedimen yang dapat diperoleh biasanya
dinyatakan dengan hubungan distribusi antara persen berat dan ukuran butiran. Distribusi ukuran
butiran kumulatif dari hampir semua sedimen dapat digunakan pendekatan distribusi log normal.
Distribusi log normal akan memberikan garis lurus jika kertas probabilitas logaritma
digunakan. Dari definisi ukuran komulatif dalam bentuk diameter dapat didefinisikan (Breuser,
H.N.C: 1979) :
i
∑ pi Di
D atau Dm =
∑ i pi
Dimana :
Pi = butiran dengan diameter Di
Di = rata-rata geometrik batas ukuran dari butiran yang dapat juga dinyatakan dengan Dp
bila menunjukkan diameter campuran dengan syarat P % lebih kecil Dp
Dm = diameter tengah.
Nilai distribusi rerata geometrik diameter adalah (Breuser, H.N.C: 1979) :
Dg = D84 . D16
2.3. Permulaan Gerak Butiran
2.3.1. Umum
Gaya-gaya hidrodinamik timbul akibat adanya aliran, cenderung menyebabkan butiran
sedimen tersebut bergerak, kondisi tersebut disebut dengan kondisi kritis atau gerak awal butiran
sedimen. Material yang mempunyai kandungan fraksi lanau atau lempung yang cenderung
mempunyai sifat kohesif, gaya yang melawan gaya hidrodinamik lebih disebabkan oleh sifat
kohesifitasnya. Berbeda dengan material yang sifat kohesifnya kecil seperti pasir atau batuan,
gaya perlawanan terhadap gaya hidrodinamik lebih disebabkan oleh gaya berat butiran itu
sendiri.
2. 3. 2 Dasar Teori
Pada awal gerak butiran gaya yang ditumbulkan oleh aliran air adalah seimbang dengan
gaya hambatan dari butiran. Untuk butiran sedimen kohesif, parameter penting didalam
menentukan awal gerak sedimen adalah konsentrasi atau rapat massa dari endapan dasar.
Definisi dari awal gerak sedimen :
1. Bila satu partikel telah bergerak
2. Bila sedikit partkel telah bergerak
3. Bila sebagian partikel telah bergerak
4. Bila  = cr dimana penangkapan sedimen (qb) = 0
Dalam membahas gerak butiran digunakan beberapa dasar teori yang diantaranya adalah :
1. Teori White
White (1940) memberikan perumusan bahwa gaya ganggu (disturbing force) yang
merupakan resultan gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force) akan sebanding dengan
tegangan geser dasar (bottom shear stress) sungai dan luas permukaan partikel (D2), dan gaya
tahan gravitasi sebanding dengan berat partikel di dalam air.

(
ρs −ρ w ).g.D3
partikel akan diam (seimbang) jika :
τ 0 < C ( ρs −ρ w ).g.D3 …………………….(2-5)
dimana :
τ0 =
ρw . g.h. I g = percepatan gravitasi
ρs = kerapatan butiran D = diameter partikel
ρw = kerapatan air H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai C = konstanta
Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan besarnya partikel dan
berbanding terbalik dengan viskositas lapisan aliran yang dirumuskan dengan :

Re* =
( U∗.V D )
U 5.75 log12h
= ¿
U∗¿ ks …………………(2-6)

dimana :
U = kecepatan rata-rata Re* = bilangan Reynold
V = viskositas air D = diameter partikel
U* = kecepatan geser sub-layer h = tinggi air
2. Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan mulai terjadi gerakan.
yang dirumuskan dengan :
¿ 2
( U cr )
ϕalignl¿cr ¿¿¿ =
( )
Δ. g . D …………………..(2-7)
dimana :

ϕalignl¿cr ¿¿¿ = gaya seret kritis


¿
cr
U = kecepatan geser kritis
D = diameter butiran
ρs −ρw
Δ g =
( ρw )
Shield (1936) telah mengadakan penyelidikan yang sistematis terhadap hubungan antara

ϕalignl¿cr ¿¿¿ ,
τ cr , U
¿
cr
dan mendapatkan kesimpulan bahwa :
τ cr
ϕalignl¿cr ¿¿¿ =
( Δ. g. D )
¿ 2
( U cr )
=
( )Δ. g . D
¿
U cr . D
= f
( v )
= f (Re*)…………………..(2-8)

2.3.3. Analisa Sedimen Non Kohesif


Stabilitas dari partikel non kohesif pada dasar saluran tergantung pada gaya gerak
seperti : submerged weight, drag force dan lift force.
Pada kondisi equilibrium :
Fb = Ga
atau :
CF1/2. ρ . Ub2 . 0,25 π D2 . b = π/6 D2 . (ρs-ρw) . g . a
Ub proportional dengan kecepatan geser U* = (τ0/ρw)1/2
Perbandingan ini tergantung pada kekasaran dan viskositas. Hubungan tersebut dapat
ditulis :
ρw. U 2
ψ= ¿
( ρs−ρw). g . D
dimana Δ tergantung dari bentuk partikel, profil kecepatan dan lain sebagainya.
2.3.4. Stabilitas Sedimen (Butiran Dasar)
Penentuan stabilitas batuan diperlukan dalam perencanaan seperti pembuatan dam,
perlindungan dasar saluran dan lain sebagainya.
Beberapa peneliti memberikan rumus pendekatan untuk menentukan ukuran batuan guna
mencapai kestabilannya, yaitu :
1. Shields
Shields memberi angka keamanan dengan parameter Δ = 0,03 dan ks = 2D yang
memperlihatkan pada kekasaran batuan yang besar (Δ = intensitas pengaliran dan ks=kekasaran
batuan). Dengan kedua parameter tersebut didapatkan hubungan sebagai berikut :
1/2
U cr 6.h
( Δ.g. D)1 /2
=1,0 log ( )
D

dimana :
U cr = kecepatan kritis rata-rata (m/dt) g = percepatan gravitasi (m/dt2)
h = kedalaman aliran (m) Δ = (Δs-Δw)/Δw
D = diameter material (m) Δs = rapat massa material (kg/m3)
Δw = rapat massa air (kg/m3)
2. Goncharov
Goncharov memberikan persamaan sebagai berikut :
U cr 8,8. h
( Δ.g . D)1 /2
=0 ,75 log ( )
D untuk batuan diam
U cr 8,8.h
=1, 07 log (
( Δ.g. D)1 /2 D ) untuk keadaan kritis
3. Levi
Levi memberikan persamaan sebagai berikut :
0,2
U cr h
( Δ. g. D)1 /2
=1, 40 log ()
D

4. Isbach
Isbach (1935) memberikan hubungan empiris dengan mengabaikan harga h/D untuk
stabilitas batuan pada dasar sebagai berikut :
Ucr = 1,2 (2 Δ g D)1/2 = 1,7 (Δ g D)1/2
Sedangkan untuk kecepatan kritis batuan pada puncak dam adalah :
Ucr = 0,86 (2 Δ g D)1/2 = 1,2 (Δ g D)1/2
5. Maynord
Maynord (1978) memberikan persamaan empiris sebagai berikut :
D50 = 0,22 Fr3
Fr = U / (g.h)1/2
2.3.5. Bentuk Dasar Saluran dan Kekasaran Alluvial
Karena pada prinsipnya konfigurasi dasar terbentuk sebagai hasil gesekan pada dasar,
maka akan logis untuk menggunakan kriteria tegangan (kecepatan) gesek sebagai parameter
konfigurasi dasar. Liu (1957) merumuskan suatu parameter untuk presentasi data (yang dikenal
sebagai Liu’s mobility number) :
U∗¿ U∗d
W
=f
D ( )
¿

Liu hanya menyelidiki bentuk konfigurasi dasar ripller menurut Tsubaki, jika :

U∗¿ 5
> ¿
W 3
Maka ada kecenderungan butir akan bergerak dalam bentuk sedimen suspensi-saltari

a. Awal terbentuknya konfigurasi dasar menurut Liu


Grafik 2.2 Grafik Konfigurasi Liu
b. Albertson, Simons dan Richardson (1958), memperluas hubungan tersebut untuk semua
konfigurasi dasar

Grafik 2.3 Grafik konfigurasi Albertson, Simons dan Richardson (1958)


c. Bogurdi membuat hubungan serupa dengan Albertson, dkk dengan parameter :
Grafik 2.4 Grafik Konfiurasi Bogurdi

d. Kurva Konfigurasi dasar gabungan

Grafik 2.5 Grafik konfigurasi gabungan


2.4. Metode Pengukuran dan Perhitungan Angkutan Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended load) serta
menggerakkan partikel-partikel padat sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen (sedimen yield) dari suatu daerah aliran sungai
adalah :
1. Jumlah dan intensitas curah hujan
2. Tipe tanah dan formasi geologi
3. Lapisan tanah
4. Tata guna lahan
5. Topografi
6. Jaringan sungai, yang meliputi kerapatan sungai, kemiringan, bentuk, ukuran dan
jenis saluran.
2.4.1. Metode Pengambilan Sampel Sedimen di Lapangan
Pengambilan sedimen di lapangan baik dilakukan saat kondisi perairan yang akan diteliti
dalam kondisi surut, Sedimen yang diambil sebaiknya pada lapisan permukaan yang
merupakan lapisan oksik sedimen pada kedalaman 0-5 cm. Sedimen yang ada kemudian
sebaiknya disimpan pada tempat seperti kantong plastik atau wadah lain.
2.4.2. Metode Pengukuran Angkutan Sedimen
Sebagaimana diketahui bahwa dalamnya air (h) dan kemiringan dasar sungai akan
menghasilkan tekanan dasar yang dirumuskan dalam bentuk : o = w .ghI. Banyaknya rumus
yang dapat digunakan untuk menghitung angkutan sedimen sejak Du Boys (1879) menyajikan
hubungan gaya seretnya (tractive forcerelation). Pemilihan formula ini tidak dapat secara
langsung dilakukan selama hasil dari beberapa formula yang digunakan. Oleh karena itu,
penetapan rumus yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibandingkan dengan hasil
observasi langsung debit sedimen di sungai yang akan ditinjau.
Untuk perhitungan angkutan sedimen kita harus mengadakan faktor koreksi yang disebut
ripple factor ( μ ) dimana :
3/2
μ=λ '/ λ=(C /C ' )
keterangan :
λ ’ = C’ = intensive friction factor
λ = C = transport friction factor
1. Angkutan material di dasar sungai (bed material transport)
Yang dimaksud bed material yang akan dibahas disini adalah bed load dan suspended
load. Kedua muatan sedimen ini dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Dimana hubungan
antara angkutan sedimen dengan keadaan aliran di dasar sungai adalah tekanan geser dasar (bed
shear test) yang terdiri dari form drag dan roughness drag. Proses pengangkutan dan keadaan
aliran sangat tergantung dari roughness drag, sedang form drag sama sekali tidak berperan.
Kedalaman air (h) dan kemiringan dasar sungai akan menghasilkan tekanan dasar yang
dirumuskan dalam bentuk :
0 = w . g . h .I
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai/saluran adalah
banyaknya sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu (dapat dinyatakan
dalam berat : N/dt atau volume pe rsatuan waktu : m3/dt). Intensitas total dari suatu angkutan
dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan suspended load :
Ttotal = Tb + Ts

Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan factor koreksi yang
disebut Ripple Faktor (), yaitu :
 = ’/ = (C’/C)3/2
dimana :
’ = C’ = friction factor intensif
 = C = friction factor angkutan

2. Bed load
Dalam menghitung angkutan sedimen tidak adanya aturan yang mendasar. Secara umum
intensitas angkutan sedimen dirumuskan sebagai berikut :
 = S/(g..D3)1/2

dimana :
S = volume angkutan teoritis (konversi total volume : S/(1- ∈ ) sebagai hasil akhir)
D = diameter butiran
Δ = (ρs – ρw)/ρw
Dimana :
∈ = porositas
Intensitas pengaliran
 = U*2 / gD

Sebagian besar rumus - rumus menggunakan parameter yang menentukan keadaan batas
dimana tidak terjadi angkutan, misalnya :
1. t0 – t (tegangan super kritis)
2. Q0 – Qc (debit kritis)
3. U0 – Uc (kecepatan kritis)

3. Suspended load
Suspended load dapat dicari dengan mengukur Uz dan Cz (konsentrasi suspended load)
yang dirumuskan berikut :
h
Ss=∫ Cz . Uc . dz
0

dimana :
Cz = konsentrasi suspended load
Uz = kecepatan aliran pada z

2.4.3. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Layang (Suspended load)


Muatan layang (Suspended load), yaitu partikel yang bergerak dalam pusaran aliran yang
cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,1 mm.
(Priyantoro,Dwi:1987)
Transportasi Suspended load dapat digambarkan dengan metode teoritis, didasarkan pada
teori turbulen dan metode yang sangat bagus yang telah ada untuk menghitung distribusi relatif
konsentrasi suspended load yang melebihi kedalaman saluran. Kapasitas suspended load telah
diformulasikan oleh Van Rijn (1984). Secara sederhana rumus Van Rijn diformulasikan sebagai
berikut (Pilarczyk,1995:95) :
2 ,4
 
SS U  UC  D50 
 0,012 .    D 
0,6

U .h  g . D . s  1   h  0
 50 

Untuk parameter partikel karakteristik (D0)


1/ 3
    g
D0  D50  S . 
  
Dalam perhitungan transportasi suspended load oleh Pacheco – Ceballos (1989)
diformulasikan secara empiris sebagai berikut (Pilarczyk,1995 : 97) :
KUI
SS  Q

 s  1
m  a .U b 
K
 s  1 .g .h .bf  U 

 15a 
log 
 D
Ub  U
 15h 
log 
 D untuk a  2D
dengan :
U = kecepatan aliran bf = faktor bentuk dasar saluran
I = slope dasar saluran Ub = kecepatan pada dasar saluran
m = densitas sedimen dalam air (kg/m3)  = kecepatan jatuh (m/s)
 = densitas air k = konstanta Von Karman
as = ketebalan teoritis dari lapisan suspended
Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode
USBR (United State Bureau Reclamation) dimana untuk menghitung angkutan muatan layang,
diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan konsentrasi
sedimen (C) dalam mg/l, yang menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari dihitung dengan
persamaan (Strand, 1982 : 7):
Qs = 0,0864 C.Qw

Dari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen yang merupakan garis regresi antara
angkutan sedimen dan debit air dengan persamaan :
Qs = a.Qwb

Untuk menghitung nilai sedimen muatan layang digunakan metode perhitungan antara
lain :
1. Pendekatan Einstein

U=5,75.U ¿ ¿¿
ks d 65
Δ= =
x x
x = di dapat grafik S23.a

q s =11, 6. U ¿ . C a . a. x¿¿
1 q
C a= . b
11 ,6 a.U ¿
a 2 . d 50
A E= =
D y
Wo
z=
0,4.U ¿
dimana :
z = jarak titik penyelidikan terhadap dasar sungai
Wo = kecepatan endap butiran suspensi
U* = kecepatan geser
Untuk mencari nilai I1 dapat dilihat pada grafik S17.a dan I2 pada grafik S17.b melalui
hubungan nilai AE dan z.
2.4.4. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Dasar (Bed Load)
Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara
berguling, meluncur,dan meloncat. (Priyantoro, Dwi:1987).

K1 K2

1 2
Gambar 2.3 Bed Load atau Muatan Dasar
Sumber : Priyantoro, 1987

bila K1 < K2 ------ Penggerusan


bila K1 = K2 ------ Seimbang
bila K1 > K2 ------ Pengendapan
Muatan dasar keadaannya selalu bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar
sungai selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai “ Alterasi Dasar
Sungai“. Transportasi bed load selalu dihitung dengan rata-rata jumlah yang besar dengan rumus
yang berbeda.
Secara umum intensitas angkutan sediment dirumuskan sbb:
Φ=S/¿
Keterangan :
S = volume angkutan teoritis
D = Diameter butiran
∆ = ( ρs−ρw ) / ρw
Konversi total volume : S/(1−ϵ ) ..... sebagai hasil akhir.
2.4.5. Metode Perhitungan Angkutan Total (Total Load)
Total load adalah jumlah dari bed load dan suspended load. Beberapa rumus pendekatan
yang telah dibuat oleh para ahli adalah sebagai berikut :
1. Engelund dan Hansen
Parameter yang digunakan :
S = Φ (Δ . g . D503)1/2
Φ = 0,1 f-1 ψ 25

ψ ’
= ψ ’
/µ = R . 1/ΔD50
µ = (C/C’)3/2
f = τ /(1/2.ρ.U2) = 2 g /C2

C = U rata-rata / (R.I)1/2

dimana :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U = kecepatan rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
C = koefisien chezy (m1/2/dt)
I = kemiringan dasar sungai
2. Achers dan White
Parameter yang digunakan :
¿ n
S = G gr xU xD 50 x(U /U )
Ggr = C (Fgr / A – 1)m
Fgr = {U*n.(U*’)1-n}/(.g.D50)1/2
U* = (g . R . I)1/2

U*’ =
U /5,64log(10 R/ D50 )
2
Dgr = D50 . {( Δ. g )/υ 2 }

dimana :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m) C =
{2, 86 log 10 Dgr−( log 10 Dgr )2−3 ,53 }
10
U* = kecepatan geser (m/dt) A = 0,23/(Dgr)1/2 + 0,14
U = kecepatan rata-rata (m/dt) m = 9,66/Dgr + 1,34
υ = kekentalan kinematis air (kg/m.dt) n = 1 – 0,56 log10 Dgr
Fgr = tingkat angkutan sedimen tak berdimensi Dgr = angka mobilitas sedimen
C,A,m,n = parameter yang berhubungan dengan harga Dgr
2.5. Waduk
2.5.1 Umum
Pembangunan waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi kebutuhan air.
Persediaan yang ada di waduk antara lain direncanakan untuk berbagai keperluan. Dalam
pembangunan waduk yang paling diperhatikan adalah analisa tentang produksi dan kapasitas.
Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam jangka waktu tertentu.
Untuk keperluan operasi, hubungan antara kapasitas dan produksi diartikan sebagai
besarnya kebutuhan yang dapat dilayani tiap satuan waktu sesuai dengan kapasitas yang ada.
Pengkajian hubungan antara kapasitas dan produksi disebut penelaahan operasi.
Metode simulasi dan kurva massa digunakan untuk mencari kebutuham air serta
melakukan analisis kapasitas waduk.
2.5.2. Kapasitas Tampungan Waduk
Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu
bergantung pada tiga factor (Mc. Mahon 1976), yaitu :
 Unsur-unsur aliran sungai
 Ukuran permintaan
 Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan
Dalam bentuknya yang paling sederhana, masalah yang di tangani dapat digambarkan
sebagai berikut :
Rangkaian aliran

Sungai Q
(t) Rangkaian pelepasan
Terkendali D (t)
Waduk dengan
kapasitas
limpahan
Tamp.aktif C

Gambar 2.4 Idealisasi masalaah kapasitas kemampuan waduk

Rangkaian dalam sungai Q (t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air dengan
kebutuhan yang tertentu D (t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low flow) dari
sungai itu perlu diperbesar.
Bagian-bagian pokok sebagai cirri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut :
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (seyhan, 1979:24), adalah volume
tampungan diantara permukaan genangan normal (Normal Water Level = NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal
selama banjir.
3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan
genagan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.
4. Tampungan debit (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam susunan
tanah pervious dari tebing dan lembah sungai.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum yang
dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila
tampungan dilepaskan pada kondisi normal.
7. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk
selama kurun waktu tertentu.
8. Periode kritis (critical perioedi). Awal periode kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir
periode kritis adalah ketika waduk pertama kali kosong.

Gambar 2.5 Zona-zona Tampungan Waduk


2.5.3. Lengkung Kapasitas Waduk
Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu kurva
yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume (storage
capacity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk ini akan
diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat ditentukan
ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume tampungan pada
suatu elevasi tertentu.Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air
waduk dengan persamaan :
H = Ch . S 0.5……………………………………………………………….(2.1)
dengan :
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total (m3)
Ch = koefisien
Persamaan lengkung kapasitas luasan waduk dapat dinyatakan :
A = Ca . S 0.5……………………………………………………………….(2.2)
dengan :
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total
Ca = koefisien
2.5.4. Klasifikasi Waduk
2.5.4.1. Metode Lara 1962
Tipe Rentang
Klasifikasi H (%) V (%)
waduk (m)
1 1
4.5
2.7826 100
I Lake
1 1
3.5
3.7276 100
Flood-plain
II
Foothill
1 1
3.3096 100
III Hill
1 1
21.5443 100
IV George
1 1
100 100
Untuk mendapatkan persamaan digambar grafik hubungan antara volume waduk sebagai
absisi dan kedalam sungai sebagai ordinat. Grafik penentuan tipe waduk dapat dilihat di
lampiran.
2.5.4.2. Jenis waduk menurut pemakaiannya
a. Waduk konservasi → penampang
b. Waduk non konservasi atau Waduk distribusi
2.5.4.3. Jenis waduk menurut operasinya
a. Waduk jangka pendek → Waduk yang siklusnya kurang dari satu tahun.
b. Waduk jangka panjang → Waduk yang siklusnya lebih adri satu tahun.
2.5.4.4. Jenis waduk menurut kebutuhan pemakai dan Kondisi cuaca
a. Direct Reservoir b. Regulation reservoir
b. Regulation reservoir c. Pumped Storage Reservoir
c. Pumped Storage Reservoir d. Seogonal Reservoir (Depok)
2.5.4.5. Jenis waduk menurut tujuannya
a. Single Purpose (Tunggal guna).
b. Multi Purpose (Multi guna)
2.5.5. Usia Guna Waduk
Jika suatu waduk mempunyai suatu tampungan untuk pengendali banjir dan tidak
diharapkan muka air berada dalam tampungan ini untuk periode waktu yang penting, sebagian
akumulasi sedimen harus diendapkan dalam tampungan ini. Usia guna waduk adalah waktu
dimana waduk dapat dipergunakan untuk menampung air dan mendistribusikannya. Usia guna
waduk ditinjau dari penuhnya dead storage oleh sedimen.
2.6. Sedimentasi Di Waduk
2.6.1 Umum

Gambar 2.6. Distribusi Sedimen di Waduk


Sumber : http://apo.sdsu.edu/cive530_lecture_17b.html
Sedimen yang terangkut masuk ke dalam waduk tidak selalu diendapkan pada dasar
waduk yang paling rendah. Sedimen dengan ukuran butiran yang lebih besar akan terendapkan
pada waduk sebelah hulu dibandingkan dengan sedimen dengan butiran yang lebih kecil. Seperti
pada gambar 2.1 semakin kecil ukuran butiran maka semakin terendapkan jauh ke dalam.
2.6.2. Faktor-Faktor yang Menentukan Hasil Sedimen
Faktor-faktor yang menentukan hasil sedimen (sediment yield) dari suatu daerah aliran
sungai dapat diringkas sebagai berikut :
1. Jumlah dan intensitas curah hujan
1. Tipe tanah dan formasi geologi
2. Lapisan tanah
3. Tata guna lahan
4. Topografi
5. Jaringan sungai, yang meliputi : kerapatan sungai, kemiringan, bentuk, ukuran dan jenis
saluran
2.6.3. Metode Perhitungan Rendaman Jerat (Trap Efisiensi)
Trap effisiensi (efisiensi tangkapan) dari suatu waduk didefinisikan sebagai perbandingan
jumlah sedimen yang mengendap dengan inflow sedimen total dan tergantung pada kecepatan
jatuh partikel sedimen awal di atas dan rata-rata aliran yang lewat waduk. Kecepatan jatuh
partikel dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan komposisi kimia dari air.
Rata-rata aliran melalui waduk ditentukan oleh volume inflow pada tampungan yang tersedia dan
rata-rata outflow.
Metode untuk mengestimasi trap effisiensi waduk secara empiris didasarkan pada
endapan sedimen yang diukur dalam jumlah yang besar terhadap waduk.
2.6.3.1. Metode Brunne
“Gunnar Brune” telah mengemukakan bahwa kurva “envelope” untuk penggunaan
dengan waduk normal yang memakai hubungan kapasitas waduk-waduk inflow dari waduk
(Kurva ini ditunjukkan pada gambar 2.4). Waduk-waduk yang dipakai untuk mengembangkan
hubungan ini merupakan waduk tipe tampungan (storage) dan kurva ini tidak direkomendasikan
untuk menghitung trap efissiensi dari desilting basin, flood retarding structures, atau semi dray
reservoir.
2.6.3.2. Metode Churchill
Dengan memakai data tennese valley authority presentase sedimen dari waduk. Indeks
sedimen didefinisikan sebagai perbandingan dari periode retention dengan rata-rata kecepatan
melalui waduk. Kurva “Churchill” dengan beberapa tambahan data yang ditambahkan oleh
Bureau of Reclamation. Beberapa data ini mewakili desilting basin dan semi dray reservoir, dan
kurva Churchill memperlihatkan bahwa kurva tersebut lebih mampu mendefinisikan trap
effisiensi untuk waduk jenis ini daripada hubungan yang dibuat oleh Brune.
2.6.4. Distribusi Sedimen Pada Waduk
Distribusi sedimen dalam waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berhubungan,
meliputi tekstur sedimen, hubungan inflow-outflow ukuran dan bentuk waduk serta pola operasi
waduk. Untuk itu dipakai beberapa metode untuk memperkirakan distribusi sedimen pada waduk
antara lain :
2.6.4.1. Area Increment Method
Persamaan dasar :
Vs’ = Vo + Ao (H.ho)

Dimana :
Ao = Luas waduk yang baru pada elevasi dasar yang baru (acre)
Vo = Volume sedimen di bawah elevasi dasar yang baru (acer-ft)
Vs = Volume sedimen yang terdistribusi dalam wdauk (acre-ft)
H = Kedalaman maksimum di dekat bendungan pada muka air normal (ft)
ho = Kedalaman waduk setelah terisi sediment (ft)
Langkah-langkah perhitungan :
a. ho ditentukan dengan cara coba-coba.
b. Vs dan H diketahui dari pengukuran.
c. Dari ho diatas, didapat ao dan Vo (dari lengkung kapasitas).
d. Prosedur tersebut dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan Vs’ = Vs.
e. Elevasi dasar waduk yang baru didapatkan dari elevasi awal + ho.
f. Sehingga didapatkan Vs komulatif.
g.Untuk memperoleh volume sediment pada tiap penambahan elevasi digunakan rumus:
Vs = Ao . h

Dimana:
Vs = penambahan volume sedimen (acre-ft)
Ao = faktor koreksi luas (acre)
h = selisih pertambahan elevasi (ft)

2.6.4.2. Emperical Area Reduction Method


Jika jumlah sedimen yang akan mengendap dibawah muka air normal telah ditentukan,
Empirical area reduction method dapat dipakai untuk mengestimasi distribusi setiap saat.
Metode ini dikembangkan dari data yang dikumpulkan dari survei ulang 30 waduk. Bentuk atau
tipe waduk didefinisikan sebagai hubungan kedalaman-kapasitas dan klasifikasi waduk, dan
secara ringkas dapat dijelaskan melalui tabel 2.4. Dimana harga “m” merupakan “lawan
kemiringan kedalaman lawan kapasitas” yang diplot pada kertas logaritmik.
Tabel 2.5. Klasifikasi Waduk
Tipe waduk Klasifikasi Harga m
1. Lake (danau) 3.5-4.5
2. Flood plain-flood hill (banjir kaki) 2.5-3.5
3. bukit 1.5-2.5
4. Hill (bukit) 1.0-1.5
Jurang
Sumber : Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, 1980
Dengan :
m : log C / log D
C : kapasitas tampungan waduk
D : kedalaman waduk
Konversi dari kurva tipe standart terhadap kurva area rencana dirumuskan oleh Moody,
dengan persamaan sebagai berikut :
(Anonymous, capasity survey of storage reservoirs)
Ap = c . Pm (1 – P) n
Dengan :
Ap = luas relatif (0.00 – 2.80)
P = kedalaman relatif
C, m dan n = konstanta karakteristik yang ditentukan atas dasar kelas waduk.
Tabel 2.6. Harga Konstantan c, m dan n
Kelas c M n Sedimen storage near
I 5,047 1,85 0,36 Top
II 2,487 0,57 0,41 Upper midle
III 16,967 1,15 2,32 Lower midle
IV 1,486 -0,25 1,34 Dasar
Sumber : Jurnal Teknik Pengairan, 2012
Luas relatif untuk tiap-tiap kedalaman relatif dapat pula dilihat pada gambar reservoir Area
Design Curvest.
Lebih lanjut prosedur perhitungan area reduction method adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kedalaman relatif pada tiap-tiap pertambahan kedalaman (dalam %)
2. Menentukan luas sedimen relatif (Ap) berdasarkan tipe standar yang sesuai untuk setiap
kedalaman relatif.
3. Memilih elevasi dasar waduk yang baru setelah terjadi sedimen dengan cara coba-coba. Luas
areal di bawah elevasi yang dipilih, dapat dilihat pada lengkung kapasitas waduk. Luas areal
di atas elevasi yang dipilih diperoleh dengan cara mengalikan konstanta K dengan Ap.
Sedangkan konstanta K didapat dari :
K = As/Ap
Dengan :
As = Luas areal pada elevasi yang dipilih
Ap = luas areal relatif pada elevasi yang dipilih
4. Volume sedimen pada tiap-tiap pertambahan elevasi diperoleh dengan cara mengalikan luas
rata-rata diatas elevasi yang dipilih dengan pertambahan elevasi.
Untuk harga K selanjutnya adalah :
K2 = K1 * (S/S`)
Dengan :
S = volume sedimen yang terjerat (m3)
S` = volume sedimen kumulatif (m3)
Prosedur ini (no 1-4) dilakukan berulang-ulang sehingga komulatif yang didapat sama
dengan hasil pengukuran.
Prosedur-prosedur diatas akan digunakan dan dijelaskan pada pokok bahasan data dan
pengolahannya.
2.6.4.4. Moody’s modification
Pada tahun 1962 Moody mengembangkan metode untuk mendapatkan elevasi dasar
waduk yang baru dengan persamaan dasar :
S = ∫ A dy + ∫ K.a dy

Dimana :
S = Total sediment yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
Dy = Tambahan kedalaman
H = Total kedalaman waduk pada permukaan air normal
K = Konstanta bagian untuk memasukkan daerah sedimen relatif ke area
yang sebenarnya untuk waduk.
a = Area sedimen relative
2.6.5. Perubahan Karakter Angkutan Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended sediment) serta
menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load).
Sedimen merupakan hasil akhir dari erosi atau penggerusan muka tanah oleh air, es dan gaya
gravitasi. Proyek pengembangan sumber daya air banyak dipengaruhi oleh sedimen yang
ditransportasi oleh air. Jumlah total erosi (on site sheet) dan erosi alur (gully erotion) pada suatu
daerah aliran sungai diketahui sebagai erosi kotor (gross erotion).
2.6.6. Satuan Berat Endapan Sedimen
Umumnya estimasi inflow sedimen ke waduk di estimasi dalam batas berat per satuan
waktu, seperti ton per hari dan harus di ubah dalam volume ekivalen dalam arti estimasi satuan
berat. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran diusulkan oleh American Geophysical Union yang
dipakai disini.
Tabel 2.7. Klasifikasi Sedimen berdasarkan Ukuran
Tipe sedimen Satuan (mm)
Tanah Lempung <0.004
Endapan Lumpur 0.004-0.0625
Pasir 0.0625-2.000
Sumber : http://sukashareee.blogspot.co.id/2013/02/batuan-sedimen.html
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi satuan berat sedimen yang mengendap di waduk,
beberapa diantaranya mempunyai pengaruh tertentu sebagai berikut :
1. Cara atau pola pengoperasian waduk.
2. Tekstur dan ukuran partikel sedimen.
3. Rata-rata pemadatan dan konsolidasi.
Pengoperasian waduk umumnya merupakan faktor pengaruh yang terbesar, sedimen yang
mengendap di saluran terpengaruh draw down yang diijinkan yang ditunjukkan untuk periode
yang lama dan dibawah konsolidasi yang besar.
Tabel 2.8. Klasifikasi Operasi Waduk
Tipe Operasi Waduk
1 Sedimen selalu terendam atau agak terendam
2 Surut muka air sedang
3 Surut muka air waduk cukup besar
4 Waduk biasanya kosong
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan: Pengoperasian Waduk Tunggal, 2004
Pemilihan tipe waduk biasanya dapat dipakai dari studi operasi yang disiapkan untuk
waduk yang bersangkutan. Jika tipe waduk sudah dipilih, satuan berat endapan sedimen awal
dapat diestimasi memakai persamaan berikut :
W1 = Wc Pc +Wm Pm + Ws Ps
Dimana :
W1 = Berat jenis lb/ft3
Pc, Pm, Ps = Persentase lempung, lumpur dan pasir
Wc, Wm, Ws = Koefisien lempung, lumpur dan pasir (tabel 2.3)
Tabel 2.9. Koefisien Wc, Wm, Ws
Tipe waduk Wc Wm Ws
1 26 70 97
2 35 71 97
3 40 72 97
4 60 73 97
Sumber : https://www.academia.edu/19992108/Deskripsi_Kegiatan_3

Satuan besar endapan sedimen yang tinggal di waduk tiap tahun akan bertambah, dan
dinyatakan sebagai:
W = W1 + K log 10 T
Dimana: K = Konstanta tergantung pada analisis ukuran sedimen, telah dikemukakan untuk
menentukan satuan berat endapan sedimen pada waduk setelah suatu periode operasi
waduk.
Miller mengembangkan pendekatan integral untuk menentukan rata-rata satuan berat
endapan sedimen dalam T tahun operasi sebagai berikut :
Wt = W1 + 0.434 K [(T/(T-1))(logT)-1]
Dimana:
Wt = Rata rata berat jenis setelah T tahun dari operasi waduk
W1 = Berat jenis awal dari material sedimen
K = Konstanta yang tergantung dari operasi waduk dan ukuran sedimen dalam tabel
2.8.
Tabel 2.10. Konstanta K
K
Tipe Waduk Pasir Lumpur Lempung
1 0 5.7 16
2 0 1.8 8.4
3 0 0.0 0.0
4 0 0.0 0.0
Sumber : multisite.itb.ac.id
2.6.7. Akumulasi Endapan Sedimen dan Usia Guna Waduk
Akumulasi sedimen dalam waduk biasanya didistribusikan di bawah puncak
“Conservation fool” atau muka air normal. Akan tetapi, jika suatu waduk mempunyai suatu
tampungan untuk pengendali banjir dan tidak diharapkan muka air waduk berada dalam
tampungan ini untuk periode waktu yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus diendapkan
dalam tampungan ini.
2.6.8. Prediksi Distribusi Pengedapan Sedimen di Waduk
Fenomena lain dari pengendapan sedimen di waduk adalah pembentukan endapan delta
pada daerah head air di waduk. Akibat yang besar dari endapan delta adalah timbulnya elevasi
back water pada saluran di hulu. Kemiringan top side dapat dihitung memakai formula Peter
Meyer Muller untuk transportasi awal.
S = (1/d). 0,19 . (Q/Qb) (ns/D90 x 1/6). D
Dimana semua batasan didefinisikan seperti persamaan formula Schoklitsch untuk transpor yang
bukan bed load sebagai berikut :
S = (0,00021 x D x B/Q)3/4
Dimana :
D = diameter rata-rata material dasar, D50 (mm)
Q = debit aliran (m3/dt)
Persamaan ini akan menghasilkan kemiringan dimana material dasar tidak digerakkan
terlalu jauh, yang penting akan membentuk delta yang benar.
Ini juga akan dicari pada kebanyakan waduk dimana kemiringan top side hampir
mendekati setengah kemiringan asal.
2.7. Permasalahan Sedimentasi di Lapangan
besar waduk-waduk di Indonesia pada umumnya ada pada sedimentasi berlebih.
Kadang-kadang endapannya tidak sesuai saat perencanaan sehingga akan mempengaruhi usia
dari waduk. Dikarenakan kadang-kadang juga dipengaruhi oleh perubahan pola tata guna lahan.
2.8. Pengendalian Permasalahan Sedimentasi di Lapangan
2.8.1 Preventif dan Kolektif di Catchmen Area
Untuk mencegah dan mengurangi sedimentasi pada Catchmen Area dapat dilakukan usaha –
usaha sebagai berikut :
1. Mengurangi tekanan penduduk di hulu terutama dengan mengembangkan aktifitas
ekonomi di sektor non pertanian
2. Memperbaiki catchment area yang tata guna lahannya mengalami perubahan, yakni
melalui konservasi lahan
3. Menanamkan kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan erosi
4. Melaksanakan penghijauan
5. Penggelontoran melalui drawdown culvert yaitu pembuangan lumpur, dilakukan untuk
memperpanjang umur saluran.
Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan
banjir di sekitarnya. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada saluran-saluran irigasi di
Indonesia. Dasar saluran yang sudah dangkal atau tersedimentasi akibat pengendapan harus
dikeruk, diperdalam sementara untuk batas tebing atau tanggul saluran di kanan–kirinya harus
pula diperlebar, selain itu ada juga Teknologi Sabo untuk mencegah bencana sedimen dan
mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan.
2.8.2 Preventif dan Kolektif di Waduk
Untuk mencegah dan mengurangi sedimentasi pada Catchmen Area dapat dilakukan usaha –
usaha sebagai berikut :
1. setiap waduk harus memiliki instrumen dam yaitu alat untuk memonitor perilaku
bendungan secara berkesinambungan misalnya geseran maupun tekanan air pori.
2. Selain itu, perlu kesadaran dari masyarakat untuk menjaga kebersihan agar tidak
mengurangi usia dari waduk itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai