LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Pengangkutan sedimen merupakan pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui
suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi penggerusan (degradasi),
pengendapan (agradasi), atau mengalami angkutan sedimen (aquilibrium transport).
Keadaan-keadaan yang menentukan pengangkutan :
a. Sifat-sifat aliran air
b. Sifat-sifat sedimen
c. Pengaruh timbal-balik (inter-action)
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu
penampang sungai tetap (Debit sedimen yang masuk sama dengan debit sedimen yang
keluar). Keadaan tersebut disebut dengan Debit Sedimen Seimbang (Qse).
Dalam kasus ini terdapat dua keadaan yaitu Agradasi (pengendapan) dan
Degradasi. Terjadinya agradasi jika sedimen yang masuk (Qs) > (Qse) dalam satu satuan
waktu, ini akan menyebabkan pendangkalan pada sungai, sedangkan degradasi terjadi jika
keadaan debit sedimen yang masuk (Qs) < (Qse) dalam satu satuan waktu. Pada kejadian
degradasi ini menyebabkan terjadinya penurunan elevasi sungai, dan degradasi biasanya
terjadi di daerah hilir bangunan bendung, bendungan, ataupun bangunan pengatur lainnya.
7
2.2.1. Klasifikasi Sedimen
Pada dasarnya sedimen yang terangkut oleh aliran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan sumber/asal sedimen :
Angkutan material dasar, dapat dibagi lagi menjadi :
a. bed load, yaitu sedimen yang bergerak didasar secara menggelinding (rolling),
menggeser (sliding), atau meloncat (jumping).
b. suspended load, yaitu sedimen yang bergerak diatas dasar secara melayang
dimana berat partikel dikompensasi oleh turbulensi aliran.
c. Wash load, sedimen yang butirannya sangat halus bergerak melayang di bagian
atas aliran dan tidak mengendap di dasar sungai
2. Berdasarkan mekanisme transpor :
a. Bed load
b. Suspended load
2.2.2. Bentuk dan Ukuran Partikel
Sifat-sifat yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk
dan kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H, ). Bentuk butiran dinyatakan dalam
kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah permukaan yang bulat dengan
volume yang sama dari butiran dengan daerah permukaan partikel.
Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell mengambil
pendekatan untuk menyatakan kebulatan. Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter
suatu lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam keadaan diam dan
ruang terhadap muka yang paling besar kepada diameter yang paling kecil.
Bentuk partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (SF), yaitu :
SF = c/(ab)0.5
Dimana :
a : sumbu terpanjang
b : sumbu menengah
c : sumbu terpendek
Untuk partikel berbentuk bola SF=1, sedangkan untuk pasir alam SF=0,7. Pengaruh bentuk
terhadap karakteristik hidraulis dari partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan)
tergantung pada angka Reynold.
Partikel-partikel sedimen alam memiliki bentuk yang tidak teratur. Oleh karena itu setiap
panjang dan diameter akan memberikan ciri kepada bentuk kelompok butiran. Tabel 2.1
memperlihatkan skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan oleh peraturan geofisika
Amerika (Lane, 1947). Dalam peristilahan sedimen digunakan tiga macam diameter yaitu:
a. Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang saringan dimana suatu partikel dapat
melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari partikel dengan berat spesifik dan
kecepatan jatuh yang sama pada cairan sedimentasi dan temperatur yang sama pula.
c. Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume yang sama
(dimana volume=1/6Dn3).
Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut:
^ boulders : 4000 - 250 mm
^ cobbles : 250 - 64 mm
^ gravel : 64 - 2 mm
^ sand : 2000 - 62
^ silt : 62 - 4
^ clay : 4 - 0.24
Penentuan ukuran boulders, cobbles dan gravel dilakukan dengan pengukuran langsung dari
pada isi atau beberapa diameter. Gravel dan sand dengan analisa mikroskopik atau cara
sedimentasi.
2.2.3. Kerapatan, Berat Spesifik, Konsentrasi dan Kecepatan Endapan
1. Rapat Massa (Density)
Pada umumnya sedimen berasal dari desintegrasi atau dekomposisi dari batu- batuan, baik
yang diakibatkan oleh angin atau air
Rapat massa butiran-butiran sedimen pada umumnya (< 4 mm). Rapat massa rata-rata dapat
diambil s = 2650 kg/m3 hal ini dikarenakan kwarts adalah yang paling banyak terdapat dalam
sedimen alam. Bila dinyatakan sebagai spesific grafity (s), maka besarnya = 2,65. Untuk clay,
berkisar antara 2500 - 2700 kg/m3.
2. Berat Spesifik (Specific Grafity)
Berat spesifik adalah perbandingan gaya gravitasi antara benda dan air pada volume yang
sama. Simbol berat spesifik adalah s dimana s = /w = /w.
3. Konsentrasi
Menurut AGU (American Geophysical Union) material pasir mempunyai ukuran butiran
antara 0,062 sampai 2,000 mm. Dari data material dasar sungai serta material suspended yang
terangkut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar material dasar sungai berupa pasir, yaitu
sekitar 80 % dari seluruh material dasar sungai. Material suspended yang terangkut sebagian
besar juga merupakan material pasir, yaitu sekitar 90 %. Dengan demikian material dasar sungai
sebagian besar berupa material pasir. Borland dan Maddock dari USBR telah menyediakan
sebuah tabel untuk memperkirakan besar angkutan bed load dengan berdasarkan besar
konsentrasi suspended load.
4. Kecepatan Endap (Settling Velocity)
Kecepatan endap (w) sangat penting dalam masalah suspensi dan sedimentasi. Kecepatan
arus kritis untuk menggerakkan butiran di dasar serta perkembangan konfigurasi dasar sungai
sering dihubungkan dengan kecepatan endap. Kecepatan ditentukan oleh persamaan
keseimbangan antara berat butir dalam air dan hambatan selama butir mengendap.
1/2
4 g. D
W = .
3 CD[( ) ]
.Δ .................... RumusUmum( Re >1)
Dimana :
W = kecepatan jatuh butiran
CD = koefisien hambatan (drag coeffisien)
Δ = (Δs-Δw)/Δw
(
ρs −ρ w ).g.D3
partikel akan diam (seimbang) jika :
τ 0 < C ( ρs −ρ w ).g.D3 …………………….(2-5)
dimana :
τ0 =
ρw . g.h. I g = percepatan gravitasi
ρs = kerapatan butiran D = diameter partikel
ρw = kerapatan air H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai C = konstanta
Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan besarnya partikel dan
berbanding terbalik dengan viskositas lapisan aliran yang dirumuskan dengan :
Re* =
( U∗.V D )
U 5.75 log12h
= ¿
U∗¿ ks …………………(2-6)
dimana :
U = kecepatan rata-rata Re* = bilangan Reynold
V = viskositas air D = diameter partikel
U* = kecepatan geser sub-layer h = tinggi air
2. Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan mulai terjadi gerakan.
yang dirumuskan dengan :
¿ 2
( U cr )
ϕalignl¿cr ¿¿¿ =
( )
Δ. g . D …………………..(2-7)
dimana :
ϕalignl¿cr ¿¿¿ ,
τ cr , U
¿
cr
dan mendapatkan kesimpulan bahwa :
τ cr
ϕalignl¿cr ¿¿¿ =
( Δ. g. D )
¿ 2
( U cr )
=
( )Δ. g . D
¿
U cr . D
= f
( v )
= f (Re*)…………………..(2-8)
dimana :
U cr = kecepatan kritis rata-rata (m/dt) g = percepatan gravitasi (m/dt2)
h = kedalaman aliran (m) Δ = (Δs-Δw)/Δw
D = diameter material (m) Δs = rapat massa material (kg/m3)
Δw = rapat massa air (kg/m3)
2. Goncharov
Goncharov memberikan persamaan sebagai berikut :
U cr 8,8. h
( Δ.g . D)1 /2
=0 ,75 log ( )
D untuk batuan diam
U cr 8,8.h
=1, 07 log (
( Δ.g. D)1 /2 D ) untuk keadaan kritis
3. Levi
Levi memberikan persamaan sebagai berikut :
0,2
U cr h
( Δ. g. D)1 /2
=1, 40 log ()
D
4. Isbach
Isbach (1935) memberikan hubungan empiris dengan mengabaikan harga h/D untuk
stabilitas batuan pada dasar sebagai berikut :
Ucr = 1,2 (2 Δ g D)1/2 = 1,7 (Δ g D)1/2
Sedangkan untuk kecepatan kritis batuan pada puncak dam adalah :
Ucr = 0,86 (2 Δ g D)1/2 = 1,2 (Δ g D)1/2
5. Maynord
Maynord (1978) memberikan persamaan empiris sebagai berikut :
D50 = 0,22 Fr3
Fr = U / (g.h)1/2
2.3.5. Bentuk Dasar Saluran dan Kekasaran Alluvial
Karena pada prinsipnya konfigurasi dasar terbentuk sebagai hasil gesekan pada dasar,
maka akan logis untuk menggunakan kriteria tegangan (kecepatan) gesek sebagai parameter
konfigurasi dasar. Liu (1957) merumuskan suatu parameter untuk presentasi data (yang dikenal
sebagai Liu’s mobility number) :
U∗¿ U∗d
W
=f
D ( )
¿
Liu hanya menyelidiki bentuk konfigurasi dasar ripller menurut Tsubaki, jika :
U∗¿ 5
> ¿
W 3
Maka ada kecenderungan butir akan bergerak dalam bentuk sedimen suspensi-saltari
Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan factor koreksi yang
disebut Ripple Faktor (), yaitu :
= ’/ = (C’/C)3/2
dimana :
’ = C’ = friction factor intensif
= C = friction factor angkutan
2. Bed load
Dalam menghitung angkutan sedimen tidak adanya aturan yang mendasar. Secara umum
intensitas angkutan sedimen dirumuskan sebagai berikut :
= S/(g..D3)1/2
dimana :
S = volume angkutan teoritis (konversi total volume : S/(1- ∈ ) sebagai hasil akhir)
D = diameter butiran
Δ = (ρs – ρw)/ρw
Dimana :
∈ = porositas
Intensitas pengaliran
= U*2 / gD
Sebagian besar rumus - rumus menggunakan parameter yang menentukan keadaan batas
dimana tidak terjadi angkutan, misalnya :
1. t0 – t (tegangan super kritis)
2. Q0 – Qc (debit kritis)
3. U0 – Uc (kecepatan kritis)
3. Suspended load
Suspended load dapat dicari dengan mengukur Uz dan Cz (konsentrasi suspended load)
yang dirumuskan berikut :
h
Ss=∫ Cz . Uc . dz
0
dimana :
Cz = konsentrasi suspended load
Uz = kecepatan aliran pada z
15a
log
D
Ub U
15h
log
D untuk a 2D
dengan :
U = kecepatan aliran bf = faktor bentuk dasar saluran
I = slope dasar saluran Ub = kecepatan pada dasar saluran
m = densitas sedimen dalam air (kg/m3) = kecepatan jatuh (m/s)
= densitas air k = konstanta Von Karman
as = ketebalan teoritis dari lapisan suspended
Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode
USBR (United State Bureau Reclamation) dimana untuk menghitung angkutan muatan layang,
diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan konsentrasi
sedimen (C) dalam mg/l, yang menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari dihitung dengan
persamaan (Strand, 1982 : 7):
Qs = 0,0864 C.Qw
Dari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen yang merupakan garis regresi antara
angkutan sedimen dan debit air dengan persamaan :
Qs = a.Qwb
Untuk menghitung nilai sedimen muatan layang digunakan metode perhitungan antara
lain :
1. Pendekatan Einstein
U=5,75.U ¿ ¿¿
ks d 65
Δ= =
x x
x = di dapat grafik S23.a
q s =11, 6. U ¿ . C a . a. x¿¿
1 q
C a= . b
11 ,6 a.U ¿
a 2 . d 50
A E= =
D y
Wo
z=
0,4.U ¿
dimana :
z = jarak titik penyelidikan terhadap dasar sungai
Wo = kecepatan endap butiran suspensi
U* = kecepatan geser
Untuk mencari nilai I1 dapat dilihat pada grafik S17.a dan I2 pada grafik S17.b melalui
hubungan nilai AE dan z.
2.4.4. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Dasar (Bed Load)
Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara
berguling, meluncur,dan meloncat. (Priyantoro, Dwi:1987).
K1 K2
1 2
Gambar 2.3 Bed Load atau Muatan Dasar
Sumber : Priyantoro, 1987
ψ ’
= ψ ’
/µ = R . 1/ΔD50
µ = (C/C’)3/2
f = τ /(1/2.ρ.U2) = 2 g /C2
C = U rata-rata / (R.I)1/2
dimana :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U = kecepatan rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
C = koefisien chezy (m1/2/dt)
I = kemiringan dasar sungai
2. Achers dan White
Parameter yang digunakan :
¿ n
S = G gr xU xD 50 x(U /U )
Ggr = C (Fgr / A – 1)m
Fgr = {U*n.(U*’)1-n}/(.g.D50)1/2
U* = (g . R . I)1/2
U*’ =
U /5,64log(10 R/ D50 )
2
Dgr = D50 . {( Δ. g )/υ 2 }
dimana :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m) C =
{2, 86 log 10 Dgr−( log 10 Dgr )2−3 ,53 }
10
U* = kecepatan geser (m/dt) A = 0,23/(Dgr)1/2 + 0,14
U = kecepatan rata-rata (m/dt) m = 9,66/Dgr + 1,34
υ = kekentalan kinematis air (kg/m.dt) n = 1 – 0,56 log10 Dgr
Fgr = tingkat angkutan sedimen tak berdimensi Dgr = angka mobilitas sedimen
C,A,m,n = parameter yang berhubungan dengan harga Dgr
2.5. Waduk
2.5.1 Umum
Pembangunan waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi kebutuhan air.
Persediaan yang ada di waduk antara lain direncanakan untuk berbagai keperluan. Dalam
pembangunan waduk yang paling diperhatikan adalah analisa tentang produksi dan kapasitas.
Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam jangka waktu tertentu.
Untuk keperluan operasi, hubungan antara kapasitas dan produksi diartikan sebagai
besarnya kebutuhan yang dapat dilayani tiap satuan waktu sesuai dengan kapasitas yang ada.
Pengkajian hubungan antara kapasitas dan produksi disebut penelaahan operasi.
Metode simulasi dan kurva massa digunakan untuk mencari kebutuham air serta
melakukan analisis kapasitas waduk.
2.5.2. Kapasitas Tampungan Waduk
Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu
bergantung pada tiga factor (Mc. Mahon 1976), yaitu :
Unsur-unsur aliran sungai
Ukuran permintaan
Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan
Dalam bentuknya yang paling sederhana, masalah yang di tangani dapat digambarkan
sebagai berikut :
Rangkaian aliran
Sungai Q
(t) Rangkaian pelepasan
Terkendali D (t)
Waduk dengan
kapasitas
limpahan
Tamp.aktif C
Rangkaian dalam sungai Q (t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air dengan
kebutuhan yang tertentu D (t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low flow) dari
sungai itu perlu diperbesar.
Bagian-bagian pokok sebagai cirri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut :
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (seyhan, 1979:24), adalah volume
tampungan diantara permukaan genangan normal (Normal Water Level = NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal
selama banjir.
3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan
genagan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.
4. Tampungan debit (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam susunan
tanah pervious dari tebing dan lembah sungai.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum yang
dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila
tampungan dilepaskan pada kondisi normal.
7. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk
selama kurun waktu tertentu.
8. Periode kritis (critical perioedi). Awal periode kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir
periode kritis adalah ketika waduk pertama kali kosong.
Dimana :
Ao = Luas waduk yang baru pada elevasi dasar yang baru (acre)
Vo = Volume sedimen di bawah elevasi dasar yang baru (acer-ft)
Vs = Volume sedimen yang terdistribusi dalam wdauk (acre-ft)
H = Kedalaman maksimum di dekat bendungan pada muka air normal (ft)
ho = Kedalaman waduk setelah terisi sediment (ft)
Langkah-langkah perhitungan :
a. ho ditentukan dengan cara coba-coba.
b. Vs dan H diketahui dari pengukuran.
c. Dari ho diatas, didapat ao dan Vo (dari lengkung kapasitas).
d. Prosedur tersebut dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan Vs’ = Vs.
e. Elevasi dasar waduk yang baru didapatkan dari elevasi awal + ho.
f. Sehingga didapatkan Vs komulatif.
g.Untuk memperoleh volume sediment pada tiap penambahan elevasi digunakan rumus:
Vs = Ao . h
Dimana:
Vs = penambahan volume sedimen (acre-ft)
Ao = faktor koreksi luas (acre)
h = selisih pertambahan elevasi (ft)
Dimana :
S = Total sediment yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
Dy = Tambahan kedalaman
H = Total kedalaman waduk pada permukaan air normal
K = Konstanta bagian untuk memasukkan daerah sedimen relatif ke area
yang sebenarnya untuk waduk.
a = Area sedimen relative
2.6.5. Perubahan Karakter Angkutan Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended sediment) serta
menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load).
Sedimen merupakan hasil akhir dari erosi atau penggerusan muka tanah oleh air, es dan gaya
gravitasi. Proyek pengembangan sumber daya air banyak dipengaruhi oleh sedimen yang
ditransportasi oleh air. Jumlah total erosi (on site sheet) dan erosi alur (gully erotion) pada suatu
daerah aliran sungai diketahui sebagai erosi kotor (gross erotion).
2.6.6. Satuan Berat Endapan Sedimen
Umumnya estimasi inflow sedimen ke waduk di estimasi dalam batas berat per satuan
waktu, seperti ton per hari dan harus di ubah dalam volume ekivalen dalam arti estimasi satuan
berat. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran diusulkan oleh American Geophysical Union yang
dipakai disini.
Tabel 2.7. Klasifikasi Sedimen berdasarkan Ukuran
Tipe sedimen Satuan (mm)
Tanah Lempung <0.004
Endapan Lumpur 0.004-0.0625
Pasir 0.0625-2.000
Sumber : http://sukashareee.blogspot.co.id/2013/02/batuan-sedimen.html
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi satuan berat sedimen yang mengendap di waduk,
beberapa diantaranya mempunyai pengaruh tertentu sebagai berikut :
1. Cara atau pola pengoperasian waduk.
2. Tekstur dan ukuran partikel sedimen.
3. Rata-rata pemadatan dan konsolidasi.
Pengoperasian waduk umumnya merupakan faktor pengaruh yang terbesar, sedimen yang
mengendap di saluran terpengaruh draw down yang diijinkan yang ditunjukkan untuk periode
yang lama dan dibawah konsolidasi yang besar.
Tabel 2.8. Klasifikasi Operasi Waduk
Tipe Operasi Waduk
1 Sedimen selalu terendam atau agak terendam
2 Surut muka air sedang
3 Surut muka air waduk cukup besar
4 Waduk biasanya kosong
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan: Pengoperasian Waduk Tunggal, 2004
Pemilihan tipe waduk biasanya dapat dipakai dari studi operasi yang disiapkan untuk
waduk yang bersangkutan. Jika tipe waduk sudah dipilih, satuan berat endapan sedimen awal
dapat diestimasi memakai persamaan berikut :
W1 = Wc Pc +Wm Pm + Ws Ps
Dimana :
W1 = Berat jenis lb/ft3
Pc, Pm, Ps = Persentase lempung, lumpur dan pasir
Wc, Wm, Ws = Koefisien lempung, lumpur dan pasir (tabel 2.3)
Tabel 2.9. Koefisien Wc, Wm, Ws
Tipe waduk Wc Wm Ws
1 26 70 97
2 35 71 97
3 40 72 97
4 60 73 97
Sumber : https://www.academia.edu/19992108/Deskripsi_Kegiatan_3
Satuan besar endapan sedimen yang tinggal di waduk tiap tahun akan bertambah, dan
dinyatakan sebagai:
W = W1 + K log 10 T
Dimana: K = Konstanta tergantung pada analisis ukuran sedimen, telah dikemukakan untuk
menentukan satuan berat endapan sedimen pada waduk setelah suatu periode operasi
waduk.
Miller mengembangkan pendekatan integral untuk menentukan rata-rata satuan berat
endapan sedimen dalam T tahun operasi sebagai berikut :
Wt = W1 + 0.434 K [(T/(T-1))(logT)-1]
Dimana:
Wt = Rata rata berat jenis setelah T tahun dari operasi waduk
W1 = Berat jenis awal dari material sedimen
K = Konstanta yang tergantung dari operasi waduk dan ukuran sedimen dalam tabel
2.8.
Tabel 2.10. Konstanta K
K
Tipe Waduk Pasir Lumpur Lempung
1 0 5.7 16
2 0 1.8 8.4
3 0 0.0 0.0
4 0 0.0 0.0
Sumber : multisite.itb.ac.id
2.6.7. Akumulasi Endapan Sedimen dan Usia Guna Waduk
Akumulasi sedimen dalam waduk biasanya didistribusikan di bawah puncak
“Conservation fool” atau muka air normal. Akan tetapi, jika suatu waduk mempunyai suatu
tampungan untuk pengendali banjir dan tidak diharapkan muka air waduk berada dalam
tampungan ini untuk periode waktu yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus diendapkan
dalam tampungan ini.
2.6.8. Prediksi Distribusi Pengedapan Sedimen di Waduk
Fenomena lain dari pengendapan sedimen di waduk adalah pembentukan endapan delta
pada daerah head air di waduk. Akibat yang besar dari endapan delta adalah timbulnya elevasi
back water pada saluran di hulu. Kemiringan top side dapat dihitung memakai formula Peter
Meyer Muller untuk transportasi awal.
S = (1/d). 0,19 . (Q/Qb) (ns/D90 x 1/6). D
Dimana semua batasan didefinisikan seperti persamaan formula Schoklitsch untuk transpor yang
bukan bed load sebagai berikut :
S = (0,00021 x D x B/Q)3/4
Dimana :
D = diameter rata-rata material dasar, D50 (mm)
Q = debit aliran (m3/dt)
Persamaan ini akan menghasilkan kemiringan dimana material dasar tidak digerakkan
terlalu jauh, yang penting akan membentuk delta yang benar.
Ini juga akan dicari pada kebanyakan waduk dimana kemiringan top side hampir
mendekati setengah kemiringan asal.
2.7. Permasalahan Sedimentasi di Lapangan
besar waduk-waduk di Indonesia pada umumnya ada pada sedimentasi berlebih.
Kadang-kadang endapannya tidak sesuai saat perencanaan sehingga akan mempengaruhi usia
dari waduk. Dikarenakan kadang-kadang juga dipengaruhi oleh perubahan pola tata guna lahan.
2.8. Pengendalian Permasalahan Sedimentasi di Lapangan
2.8.1 Preventif dan Kolektif di Catchmen Area
Untuk mencegah dan mengurangi sedimentasi pada Catchmen Area dapat dilakukan usaha –
usaha sebagai berikut :
1. Mengurangi tekanan penduduk di hulu terutama dengan mengembangkan aktifitas
ekonomi di sektor non pertanian
2. Memperbaiki catchment area yang tata guna lahannya mengalami perubahan, yakni
melalui konservasi lahan
3. Menanamkan kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan erosi
4. Melaksanakan penghijauan
5. Penggelontoran melalui drawdown culvert yaitu pembuangan lumpur, dilakukan untuk
memperpanjang umur saluran.
Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan
banjir di sekitarnya. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada saluran-saluran irigasi di
Indonesia. Dasar saluran yang sudah dangkal atau tersedimentasi akibat pengendapan harus
dikeruk, diperdalam sementara untuk batas tebing atau tanggul saluran di kanan–kirinya harus
pula diperlebar, selain itu ada juga Teknologi Sabo untuk mencegah bencana sedimen dan
mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan.
2.8.2 Preventif dan Kolektif di Waduk
Untuk mencegah dan mengurangi sedimentasi pada Catchmen Area dapat dilakukan usaha –
usaha sebagai berikut :
1. setiap waduk harus memiliki instrumen dam yaitu alat untuk memonitor perilaku
bendungan secara berkesinambungan misalnya geseran maupun tekanan air pori.
2. Selain itu, perlu kesadaran dari masyarakat untuk menjaga kebersihan agar tidak
mengurangi usia dari waduk itu sendiri.