1 Sedimen
Berdasarkan sumbernya Barnes (1969) membagi jenis sedimen, yakni sedimen yang
bersumber dari limpasan sungai yang jenisnya banyak mempengaruhi pembentukan morfologi
pantai di sekitar muara sungai (disebut sedimen of inlets) dan sedimen yang bersumber dari darat
yang terangkut ke laut oleh angin dan drainase atau penguraian sisa-sisa organisme (disebut
pyroclastic sediment). Sedangakan menurut Wentworth (1922) dalam CHL (2002)
mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran butirnya (Skala Wentworth) yakni lempung,
lanau, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder).
Krumbein (1934) dalam Dyer (1986) mengembangkan Skala Wentworth dengan
menggunakan unit phi (). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengklasifikasian jika
suatu sampel sedimen mengandung partikel yang berukuran kecil dalam jumlah yang besar.
Skala phi didasarkan pada logaritma negatif berbasis dua dengan bentuk konversi seperti yang
ditunjukkan pada persamaan berikut:
φ=−log 2 d (2.30)
simbol d merupakan diameter partikel dalam unit mm dan tanda negatif digunakan agar partikel
dengan diameter <1 mm memiliki nilai phi yang positif. Untuk mengkonversi unit phi menjadi
milimeter (mm) digunakan persamaan berikut (CHL 2002):
−φ
D=2 (2.31)
Ukuran suatu partikel mencerminkan (1) keberadaan partikel dari jenis yang berbeda, (2)
daya tahan (resistensi) partikel terhadap proses pelapukan (weathering). erosi atau abrasi dan (3)
proses pengangkutan dan pengendapan material, misalnya kemampuan angin atau air untuk
memindahkan partikel (Friedman and Sanders 1978). Selanjutnya Gross (1993) menjelaskan
bahwa ukuran partikel sangat penting dalam menentukan tingkat pengangkutan sedimen dari
ukuran tertentu dan tempat sedimen tersebut terakumulasi di laut.
Parameter statistik besar butir rata-rata (mean grain size), standar deviasi, keponcongan
(skewness) dan kurtosis sering digunakan di dalam menentukan sedimentasi dan arah transpor
sedimen (Folk 1974; Dyer 1986). Besar butir rata-rata merupakan fungsi ukuran butir dari suatu
populasi sedimen atau nilai terbesar butir di mana 50% halus dan sebaliknya kasar. Standar
deviasi adalah metode pemilahan keseragaman distribusi ukuran butir yakni penyortirannya.
Sorting dapat menunjukkan batas ukuran butir, tipe pengendapan, karakteristik arus
pengendapan, dan lamanya waktu pengendapan dari suatu populasi sedimen.
Skewness mencirikan ke arah mana dominan ukuran butir dari suatu populasi tersebut,
mungkin simetri, condong ke arah sedimen berbutir kasar atau condong ke arah berbutir halus.
Sehingga skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi (Folk 1974). Nilai
skewness positif menunjukkan suatu populasi sedimen condong berbutir halus, sebaliknya
skewness negatif menunjukkan condong berukuran kasar. Tabel 2.1. menunjukkan distribusi
kwalitatif dari standar deviasi, skewness dan kurtosisis.
Tabel 2.1 Distribusi kwalitatif sedimen untuk standar deviasi, skewness, dan kurtosis (CHL
2002)
Standar Deviasi Skewness Kurtosis
Very well sorted <0.35 Very coarse-skewed <-0.3 Very platykurtic (flat) <0.65
Well sorted 0.35–0.50 Coarse-skewed - 0.3–0.1 Platykurtic 0.65-0.90
Moderately well sorted 0.50–0.71 Near-symmetrical - 0.1–0.1 Mesokurtic (normal
Moderately sorted 0.71–1.00 Fine-skewed +0.1–0.3 peakedness) 0.90-1.11
Poorly sorted 1.00–2.00 Very fine-skewed >+0.3 Leptokurtic (peaked) 1.11-1.50
Very poorly sorted 2.00–4.00 Very leptokurtic 1.50-3.00
Extremely poorly Extremely leptokurtic >3.00
sorted >4.00
Pergerakan udara dan air umumnya memisahkan partikel dari ukuran aslinya dan
selanjutnya sedimen dari berbagai sumber yang berbeda akan bertemu dan menghasilkan
percampuran antar ukuran yang berbeda-beda pula. Percampuran antar ukuran sering terjadi di
lautan yang kemudian disebut dengan populasi. Percampuran ditetapkan dalam tiga kategori
populasi yaitu kerikil, pasir dan lumpur sekaligus sebagai subyek percampuran. Ketiga kategori
tersebut merupakan subyek dalam percampuran sedimen dengan proporsi masing-masing ukuran
dinyatakan dalam persen (Friedman dan Sanders 1978; Dyer 1986).
Dyer (1986) menyatakan bahwa sedimen dengan ukuran yang lebih halus lebih mudah
berpindah dan cenderung lebih cepat daripada ukuran kasar. Fraksi halus terangkut dalam bentuk
suspensi sedangkan fraksi kasar terangkut pada dekat dasar laut. Selanjutnya partikel yang lebih
besar akan tenggelam lebih cepat daripada yang berukuran kecil. Waktu settling (laju partikel
keluar dari suspensi menuju dasar perairan) partikel disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kecepatan dan waktu settling berdasarkan diameter partikel (Allen 1985)
Diameter partikel Kecepatan settling Waktu settling sejauh Pergerakan secara
horisontal pada arus
(m) (m/det) 4 km (hari)
0,1 m/det (km)
Lempung (1) 9,79 x 10-7 47300 40900
Lanau (10) 9,79 x 10-5 473 409
Pasir (100) 9,79 x 10-3 4,73 4,09
Menurut Sverdrup et al. (1942), material yang tenggelam ke arah dasar tidak langsung
diendapkan pada saat pertama kali mencapai dasar laut, tetapi kemungkinan terangkut pada suatu
jarak yang besar sebelum menjadi endapan yang permanen. Pengangkutan sedimen oleh berbagai
media dapat mempengaruhi bentuk, ukuran dan komposisi partikel tunggal, misalnya
pengendapan kalsium karbonat, tetapi pengangkutan umumnya mengurangi dimensi material
yang sebenarnya. Interaksi antara material terlarut dengan material padat cenderung untuk
mereduksi ukuran dan bentuknya. Selain itu, pengangkutan partikel akan mempengaruhi pola
distribusi sedimen di laut.
Hampir seluruh proses input/kredit sedimen merupakan akibat proses-proses alami kecuali
peremajaan pantai yang merupakan penambahan sedimen ke dalam sistem oleh manusia.
Sedimen yang masuk dapat berasal dari angkutan sejajar pantai (longshore transport), angkutan
sedimen dari sungai (river transport), erosi tebing (sea-cliff erosion), angkutan sedimen ke
pantai (on shore transport), endapan biogenus (biogenous deposition), angkutan angin (wind
transport), endapan hidrogenus (hydrogenous deposition). Sebaliknya sedimen keluar
(output/debit) dapat terjadi akibat angkutan sejajar pantai, angkutan ke lepas pantai (offshore
transport), angkutan angin, pelarutan dan abrasi (solution and abrasion) dan penambangan pasir
(sand mining) (Dirjen P3K DKP 2004).
Proses dinamika pantai dan sistem fisik perairan pantai adalah angkutan sedimen litoral
yang didefinisikan sebagai pergerakan sedimen pada zona perairan pantai oleh gelombang dan
arus. Transpor sedimen pada perairan pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan
meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore
transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak-lurus
garis pantai, sedang transpor sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai (CHL
2002).
Transpor sedimen litoral yang sejajar dengan garis pantai, mempunyai dua kemungkinan
arah pergerakan yaitu ke kanan (Qrt) atau ke kiri (Qlt) relatif terhadap pengamat yang berdiri ke
arah laut. Untuk penyajian laju transpor sedimen menyusur pantai, perlu membedakan antara nett
transport rate, Qn (Qrt – Qlt) dengan gross transport rate Qg (Qrt + Qlt) pada lokasi pantai tertentu.
Arah distribusi tahunan energi gelombang dapat menyebabkan laju angkutan dominan bergerak
dalam satu arah sehingga Qg lebih besar daripada Qn. Pada sisi lain, energi gelombang tahunan
terdistribusi dalam segala arah sehingga diperkirakan sedimen terangkut dalam setiap arah
dengan volume yang sama. Nilai Qn dapat digunakan dalam memprediksi erosi pantai, Qg untuk
memprediksi laju pendangkalan dalam inlet terkontrol, sedangkan nilai O rt dan Qlt dapat
dimanfaatkan sebagai pertimbangan dalam mendesain jetty (Sorensen 1991; CHL 2002).
Angkutan sedimen di pantai terjadi dalam dua bentuk yaitu angkutan dasar (bedload) yang
merupakan pergerakan butiran material secara menggelinding (sliding) melalui dasar sebagai
akibat pergerakan air di atasnya, dan suspended load transport jika pergerakan butiran dilakukan
oleh arus setelah butiran tersebut terangkat dari dasar oleh proses turbulen. Kedua bentuk
angkutan sedimen di atas biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan tetapi sulit ditentukan
tempat berakhirnya angkutan dasar dan permulaan dari angkutan suspensi (van Rijn 1993; Allen
1985). Selanjutnya Heinemann (1999) menjelaskan bahwa angkutan sedimen kohesif sering
diistilahkan dengan suspended load transport karena kebanyakan sifatnya yang melayang dalam
kolom air, sementara angkutan sedimen non-kohesif disebut bed load transport.
Berbagai persamaan yang menjelaskan kondisi suspensi pada kolom air tidak lepas
hubungannya dengan nilai tekanan dasar serta kecepatan shear (u*) dari profil arus vertikal,
sedangkan kecepatan shear digambarkan pada profil arus secara vertikal dalam determinasi
lapisan batas dan pengadukan massa air. Pada daerah pantai kecepatan shear umumnya
diakibatkan oleh aktifitas gelombang dengan amplitudo tinggi dan shear maksimum terjadi pada
daerah pecahnya gelombang (Dake 1985). Di laut dalam, gerak partikel air karena gelombang
jarang mencapai dasar laut. Sedangkan di laut dangkal, partikel air di dekat dasar bergerak maju
dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar naik dengan bertambahnya
tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman, (Triatmodjo 1999).
R R
B Karang B
Rc L
Kara L
O
Gambar 2.5 Budget sedimen di daerah litoral (Horikawa 1988).
Analisis ukuran butir sedimen sesuai ayakan ASTM (American Society for Testing and
Materials) menggunakan metode sieve net untuk ukuran sedimen kerikil dan pasir, dan metode
pipet untuk ukuran lempung dan lanau (Faturahman dan Wahyu 1992). Prosedur analisis fisik
sedimen di atas dianalisis dengan menggunakan software GRADISTAT versi 11.0 (Blot 2000)
dengan keluaran berupa parameter statistik sedimen meliputi ukuran partikel sedimen, sorting,
skewness, kurtosis dan persentase jenis sedimen. Persentase sedimen berdasarkan Segitiga
Shepard dari pengelompokan klasifikasi menurut Skala Wenworth seperti disajikan pada
Gambar 3.9, yakni percampuran kerikil, pasir dan lumpur.
Gambar 3.9 Diagram Segitiga Shepard campuran sedimen (kerikil, pasir dan lumpur)
permukaan dasar laut (Folk 1980 dalam SNI/Standar Nasional Indonesia 1998).
b. Transpor sedimen
Metode fluks energi pertama kali dikembangkan oleh CERC (1984), metode ini hanya
tergantung pada komponen besar fluks energi (power) arus menyusur pantai. Metode CERC
kemudian dimodifikasi oleh CHL (2002) dengan memasukkan komponen empirik (K = 0,2),
densitas air dan sedimen (ρ = 1025 kg/m3 dan ρs = 2650 kg/m3), serta porositas sedimen (n =
0,4).
( )
ρ √g 5
Ql=K 1 H b2 sin ( 2 α b )
16 γ b ( ρs −ρ ) ( 1−n )
2
(3.28)
0,5
' g
u¿ = u
C' (3.33)
5. Menghitung tahapan parameter transpor (T), dengan persamaan:
2
( u'¿ ) −( u¿ , cr )2
T= 2
( u¿ ,cr ) (3.34)
6. Menghitung bed load transport (qb), dengan persamaan:
0,5 1,5 −0,3 2,1
q b =0 , 053 ( Δ g ) D50 D ¿ T (3.35)
Untuk mendapatkan volume transpor sedimen dalama m3/d maka persamaan di atas
menjadi:
Qb =0 , 053 ( Δ g )0,5 D1,5 −0,3 2,1
50 D ¿ T Xb (3.36)
b) Suspended load:
Perhitungan suspended load membutuhkan parameter kecepatan arus menyusur pantai (v
atau u), kedalaman pada saat gelombang pecah (db), lebar daerah hempasan gelombang pecah
(Xb), densitas air dan sedimen (ρ = 1025 kg/m3 dan ρs = 2650 kg/m3), diameter sedimen (D50,
D90), koefisien velositas (v = 10-6 m/s) percepatan gravitasi (g = 9,8 m/s2), konsentrasi volume
maksimum (c0 = 0,65), dan konstanta von Karman (κ = 0,4). Langkah-langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut:
1. Menghitung diameter partikel (D*), dengan persamaan:
1/ 3
D ¿ =D 50
( Δg
v2 ) (3.37)
( )(
0,3
D50
Δ'=0 , 11 1−e−0 . 5T ) ( 25−T ) d b
db
dimana 3.40)
5. Menghitung kosentrasi pada kedalaman reverensi (ca), dengan persamaan:
D 50 T 1,5
c a =0 , 015
a D 0,3
¿ (3.41)
6. Menghitung ukuran partikel sedimen tersuspensi (Ds), dengan persamaan:
Ds
=1+0 , 011 ( σ s−1 ) ( T −25 )
D50 (3.42)
7. Menghitung kecepatan endap dari sedimen tersuspensi (ws), dengan persamaan:
2
1 Δ gDs
w s=
18 v (3.43)
8. Menghitung faktor β, dengan persamaan:
[ ]
2
ws
β=1+2
u¿ (3.44)
9. Menghitung seluruh kecepatan geser pada dasar (u*), dengan persamaan:
u¿ =( gd b tan β ) 0,5
(3.45)
10. Menghitung faktor φ, dengan persamaan:
[ ][ ]
0,8 0,4
ws ca
ϕ=2,5
u¿ c0
(3.46)
11. Menghitung parameter suspensi (Z dan Z’), dengan persamaan:
ws
Z=
β κ u¿ (3.47)
Z '=Z +ϕ (3.48)
12. Menghitung faktor F, dengan persamaan:
[] [ ]
Z' 1,2
a a
−
db db
F=
[ ][
Z'
a
1− 1,2−Z ' ]
db
(3.49)
13. Menghitung transpor sedimen tersuspensi (qs), dengan persamaan:
q s =Fudb c a (3.50)
Untuk mendapatkan volume transpor sedimen dalam m3/d maka persamaan di atas
menjadi:
Q s =Fud b c a X b (3.51)
Volume transpor sedimen totalnya:
Q t =Q b +Qs (3.52)
Analisis ukuran butir sedimen sesuai ayakan ASTM (American Society for Testing and
Materials) menggunakan metode sieve net untuk ukuran sedimen kerikil dan pasir, dan metode
pipet untuk ukuran lempung dan lanau (Faturahman dan Wahyu 1992). Prosedur analisis fisik
sedimen di atas dianalisis dengan menggunakan software GRADISTAT versi 11.0 (Blot 2000)
dengan keluaran berupa parameter statistik sedimen meliputi ukuran partikel sedimen, sorting,
skewness, kurtosis dan persentase jenis sedimen. Persentase sedimen berdasarkan Segitiga
Shepard dari pengelompokan klasifikasi menurut Skala Wenworth seperti disajikan pada
Gambar 3.7, yakni percampuran kerikil, pasir dan lumpur.
Gambar 3.7 Diagram Segitiga Shepard campuran sedimen (kerikil, pasir dan lumpur)
permukaan dasar laut (Folk 1980 dalam Blot 2000).
Data sedimen yang diperoleh di lapangan dianalisis dengan cara ayakan metode sieve net yang
mengikuti prosedur ASTM (American Society for Testing and Material). Kemudian data ukuran
butir sedimen dihitung dengan memplot prosentase berat kumulatif terhadap diameter sedimen
pada kertas semilog. Berdasarkan plot ini, maka dapat ditentukan nilai diameter sedimen.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka jenis sedimen di lokasi penelitian dapat ditentukan
dengan menggunakan Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Klasifikasi ukuran partikel sedimen