Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FISIOLOGI TANAMAN

Phytochrome and Light Control of Plant Development

Oleh:
KELOMPOK 3
Alda Dwi Aprilia 175040201111042
Ivena Hafshah Khairunnisa 175040201111079
Hana Kusumawati 175040207111008
Dekan Rahmat Wahyudiyanto 175040207111009
Winda M.R. Marpaung 175040207111029
Ngakan Nyoman Raihan Akbar 175040207111030
Sallygresya Theodora Dwifelita .M 175040207111038

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah fisiologi tanaman yang berjudul “Phytochrome and Light Control of Plant
Developmen” sesuai yang diharapkan.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas makalah
fisiologi tanaman. Tak lupa rasa terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata
kuliah fisiologi tanaman ibu Ir.koesriharti,MS yang telah memberi penjelasan dalam
mengerjakan tugas makalah ini. Makalah yang kami buat memang jauh dari
sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam
pembuatan laporan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
proses pembelajaran.
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ........................................................................................................... I
1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................... 1
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 2
2.1 Definisi Fitokrom .......................................................................................... 2
2.2 Fungsi Fitokrom ........................................................................................... 2
2.3 Cahaya Yang Dibutuhkan Tanaman ............................................................ 3
2.4 Mekanisme Penyerapan Cahaya oleh Fitokrom .......................................... 4
2.5 Jam Biologis ................................................................................................ 5
2.6 Mekanisme Membuka dan Menutup Stomta ............................................... 6
3. PENUTUP ......................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 9
1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Suatu tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik, apabila faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut mendukung untuk
berjalannya pertumbuhan tanaman tersebut. Sehingga akan memberikan
dampak positif terhadap hasil yang akan diberikan suatu tanaman.

Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,


diantarannya adalah fitokromdan ketersediaan cahaya. Fitokrom merupakan
suatu reseptor cahaya pada tanaman. Fitokromini dapat menyerap cahaya
tertentu yang dipancarkan oleh matahari. Selain itu, fitokrom juga bertanggung
jawab pada mekanisme pembungaan pada tanaman.

Dalam makalah ini akan membahas kebutuhan tanaman akan cahaya untuk
pertumbuhan tanaman dan kaitannnya dengan keberadaan fitokrom dalam
proses arsobsi beberapa jenis cahaya.
1.2 Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui dan mengkaji tentang jenis dan mekanisme


cahaya yang dibutuhkan atau diserap oleh tanaman dan juga mengetahui
dan mengkaji tentang fitokrom beserta fungsi dan mekanismenya.
2

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Fitokrom

Fitokrom adalah sejenis protein yang mampu menyerap cahaya. Cahaya


berperan utama dalam proses fotosintesis melalui fitokrom. Fitokrom
merupakan penerima cahaya yang paling efektif dalam mengendalikan proses
morfogenesis tanaman dibandingkan dengan pigmen cahaya yang lain.
Fitokrom ini dapat mendeteksi gelombang cahaya dari 300-800 nm dengan
sensitifitas maksimum pada cahaya merah (R, 600-700 nm dengan puncak
penyerapan pada 660 nm) dan merah jauh (FR, 700-800 nm dengan puncak
penyerapan pada 730 nm). Fitokrom sangat respon terhadap perubahan
panjang gelombang merah (R) dan merah jauh (FR) dari spektrum cahaya
tersebut. Fitokrom berada pada dua bentuk cahaya yang dapat berubah yaitu
FR aktif dan R yang tidak aktif. Sinar merah jauh (FR) tidak efisien untuk
fotosintesis, sehingga membutuhkan penambahan cahaya dengan panjang
gelombang yang lebih rendah agar lebih efisien (Syafriyudin dan Ledhe, 2015).

Dua bentuk fitokrom, yaitu fitokrom inframerah (sinar merah jauh (FR))
dan fitokrom merah masing-masing dapat mengalami perubahan. Menurut
Setiowati dan Furqonita (2007), fitokrom inframerah berubah menjadi fitokrom
merah dalam keadaan gelap atau saat matahari tenggelam. Sebaliknya,
fitokrom merah berubah menjadi fitokrom inframerah pada saat matahari terbit.
Fitokrom dapat dijumpai pada tumbuhan Spermatophyta, tumbuhan lumut,
tumbuhan paku, serta beberapa jenis ganggang hijau, ganggang merah, dan
ganggang cokelat.

2.2 Fungsi Fitokrom

Fitokrom berfungsi sebagai fotodetektor yang memberitahukan


tumbuhan ada atau tidaknya cahaya. Fitokrom juga berfungsi member
informasi pada tumbuhan mengenai kualitas cahaya. Saat proses
perkecambahan, fitokrom memacu perkembangan akar. Cahaya merah yang
ditangkap oleh fitokrom memiliki banyak fungsi yaitu dapat memacu
perkembangan perkecambahan biji cahaya biru atau merah jauh dapat
menghambat perkecambahan. Pemberian perlakuan cahaya merah jauh
setelah perlakuan cahaya merah tidak terjadi perkembangan ataupun
3

perkecambahan. Namun pemberian cahaya merah (Pr) setelah cahaya merah


jauh (Prf) akan membentuk kecambah sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberian cahaya akhirlah yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji
(Stirling, et al., 2002)

2.3 Cahaya Yang Dibutuhkan Tanaman

Radiasi cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk


melakukan proses fotosintesis. Cahaya matahari merupakan energy yang
dibutuhkan tanaman untuk menghasilkan karbohidrat. Kualitas cahaya
matahari yang baik akan meningkatkan laju fotosintesis dan dapat
mempercepat pembungaan dan pembuahan (Tjasjono, 1995).

Cahaya matahari yang diterima oleh tanaman berbentuk panjang


gelombang elektromagnetik yang panjangnya bervariasi. Cahaya dengan
panjang gelombang 390-760nm adalah panjag gelombang yang dapat dilihat
bagi manusia. Sedangkan tanaman banyak meyerap cahaya berwarna biru
dengan panjang gelombang antara 440-470nm dan cahaya merah dengan
panjang gelombang antara 640-660nm. Spektrum inilah yang banyak diserap
oleh tanaman karena cahaya warna ungu dan biru memilihi foton yang
berenergi dibandingkan warna jingga atau merah.

Warna-warna yang kita lihat dari suatu benda adalah hasil pantulan
warna yang tidak diserap oleh benda tersebut. Daun berwarna hijau akibat
warna-warna lain banyak diserap oleh tanaman, namun warna hijau hanya
terserap sedikit dan lebih banyak dipantulkan. Tanaman berdaun hijau tua
memiliki banyak klorofil yang membuat cahaya akan dipakai secara maksimal
meskipun kondisi cahayanya rendah. Tanaman berdaun muda memiliki klorofil
yang sedikit sehingga kurang efektif dalam melakukan fotosintesis, maka dari
itu diperlukan cahaya yang terang untuk mencapai fotosintesis yang maksimal.
Pada tanaman berdaun merah, cahaya yang dipantulkan adalah spectrum
berwarna merah sehingga tanaman berdaun merah membutuhkan spectrum
warna hijau yang lebih banyak untuk melakukan fotosintesis. Pada tanaman
berwarna merah, kekurangan cahaya dapat mengubah warna daun menjadi
warna hijau.
4

Tanaman memiliki gelombang cahaya yang bervariasi tergantung


kebutuhan dari tanaman itu sendiri. Tanaman yang berada di dalam air akan
membutuhkan gelombang cahaya yang lebih energik agar tidak hilang terserap
oleh air. Cahaya dengan panjang gelombang pendek lebih energik dari
gelombang cahaya panjang sehingga pada tanaman air dalam aquarium
biasanya dipilih cahaya dengan warna biru agar dapat terserap dengan baik
oleh tanaman.

2.4 Mekanisme Penyerapan Cahaya oleh Fitokrom

a. Mekanisme penyerapan cahaya


Dalam kontrol fotoperiodik perbungaan dan banyak respon tumbuhan
lain terhadap pencahayaan, fitokrom berfungsi sebagai fotodetektor yang
memberitahukan tumbuhan apakah ada cahaya atau tidak. Secara kimia
fitoktom mempunyai dua bentuk yaitu merah (Pr) dan merah jauh (Prf).
Tumbuhan mensitetis fotokrom menjadi Pr, dan jika tumbuhan dipelihara dalam
keadaan gelap pigmen tersebut akan tetap berada dalam keadaan tersebut.
Kemudian jika fitokrom tersebut disinari dengan cahaya matahari, pertama-
tama beberapa Pr diubah menjadi Pfr karena pigmen tersebut terpapar ke
cahaya merah (bersama dengan semua panjang gelombang lain dalam
cahaya matahari). Penampakan Pfr ini merupakan salah satu cara tumbuhan
mendeteksi cahaya matahari. Pfr adalah bentuk fitokrom yang memicu banyak
respons perkembangan tumbuhan terhadap cahaya, seperti perkecambahan
biji yang memerlukan cahaya untuk mengakhiri dormansi. Pada percobaan
mengenai kontrol fotoperiode pada pembungaan , sinar merah dengan
panjang gelombang 660 nm adalah sinar yang paling efektif untuk
mengintrupsi panjang malam.

Sistem fitokrom juga memberikan informasi tentang kualitas cahaya.


Cahaya matahari meliputi cahaya merah dan cahaya merah jauh. Dengan
demikian, selama siang hari fotoreversi Pr menjadi Prf mencapai suatu
keseimbangan dinamis, dengan rasio kedua bentuk fitokrom tersebut
menunjukkan jumlah relatif cahaya merah dan cahaya merah jauh. Mekanisme
penginderaan ini memungkinkan tumbuhan menyesuaikan diri dengan
perubahan cahaya. Sel-sel tumbuhan sebenarnya hanya memiliki sedikit
fitokrom, namun fotoresepsi oleh pigmen ini memiliki pengaruh yang sangat
5

besar bagi keseluruhan tumbuhan. Hal ini mengimplikasikan bahwa


fotokonversi fitokrom dari Pr ke Prf merupakan suatu sinyal yang diperkuat
melalui jalur transduksi sinyal yang menyebabkan tumbuhan merespon
terhadap cahaya (Campbell, Jane, dan Lawrence, 2003).

b. Fitokrom dapat mempengaruhi jam biologis


Panjang malam tidak diukur oleh fitokrom melainkan oleh jam biologis.
Peranan fitokrom dalam fotoperiodisme mungkin untuk menyelaraskan waktu
dengan lingkungan dengan memberitahukan kapan matahari terbenam dan
terbit. Jika kebutuhan fotoperiodik untuk perbungaan telah dipenuhi, jam
tersebut akan memicu beberapa jenis alarm yang menyebabkan daun
mengirimkan suatu stimulus (kemungkinan suatu hormon) perbungaan ke
tunas. Panjang malam diukur dengan sangat tepat. Beberapa tumbuhan hari
pendek tidak berbunga jika malam lebih pendek satu menit sekalipun
dibandingkan dengan panjang kritisnya. Beberapa spesies tumbuhan selalu
berbunga pada hari yang sama setiap tahun. Tumbuhan memberitahukan
musim pada tahun tersebut dengan menggunakan jam, yang nyatanya
dikendalikan oleh fitokrom untuk mengikuti fotoperiode (Campbell, Jane, dan
Lawrence, 2003).

2.5 Jam Biologis

Jam biologis adalah fluktuasi periodik dalam biologi organisme yang


sesuai untuk menanggapi terjadinya perubahan secara periodic (Sutoyo,
2011). Jam biologi akan memonitor fotoperiode agar sinkron dengan panjang
hari yang actual. Jam biologis ditetapkan melalui sinyal seperti cahaya,
temperature, dan ketersediaan hara, sehingga waktu internal sesuai dengan
waktu setempat. Ada dua teori mengenai mekanisme jam biologi yaitu:

1. Hipotesis waktu endogen, dimana jam atau waktu harian yang telah
terprogram oleh tubuh organisme dan dapat mengukur tanpa adanya
petunjuk lingkungan.

2. Hipotesis waktu eksternal, dimana jam atau waktu harian dalam tubuh
organisme yang kerjanya diatur oleh tanda-tanda dari lingkungan.

Tumbuhan memiliki jam biologi tertentu. Siklus biologi di dalam tubuh


tumbuhan berlangsug selama 24 jam atau yang disebut dengan ritme
6

circadian. Sebagai contoh yaitu proses membuka dan menutupnya stomata,


dan gerak tidur pada putri malu. Ritme circadian akan tetap berlangsung
walaupun tidak mendapat sinyal dari lingkungan seperti matahari terbit atau
tenggelam.

2.6 Mekanisme Membuka dan Menutup Stomta

Pada mekanisme membukanya stomata yaitu stomata tumbuhan pada


umumnya membuka pada saat hari terang, sehingga memungkinkan
masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Menurut
Lakitan (1993) Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat.
Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air
kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan
selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air
lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah
bahan yang terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut. Semakin banyak
bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah.

Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara
keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke
sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus
ditingkatkan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Novrizan (2002), stomata
tumbuhan pada umumnya membuka pada saat hari terang, sehingga
memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang
hari. Oleh karena itu stomata akan menutup lebih cepat jika tanaman
ditempatkan pada ruang gelap.

Optimalisasi pembukaan stomata dipacu dengan cara tanaman disiram


dahulu sebelum dilakukan pemupukan. Hal ini akan mempengaruhi turgor sel
penutup, sehingga panjang dan lebar porusnya bertambah seiring dengan
adanya perubahan intensitas cahaya matahari setiap saat, maka perlu
pengamatan lebih lanjut tentang ukuran stomata pada waktu yang berbeda-
beda. Menutupnya stoma akan menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam
daun sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses
membuka dan menutupnya stoma bertujuan untuk menjaga keseimbangan
7

antara kehilangan air melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui


fotosintesis.

Selain itu, membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh 2 faktor


yakni faktor internal dan faktor eksternal,

1. Faktor eksternal : Intensitas cahaya matahari, konsentra si CO2 dan asam


absisat (ABA). Cahaya matahari merangsang sel penutup menyerap ion K+
dan air, sehingga stomata membuka pada pagi hari. Konsentrasi CO2 yang
rendah di dalam daun juga menyebabkan stomata membuka. Pada saat
stomata membuka akan terjadi akumulasi ion kalium (K+) pada sel penjaga.
Ion kalium ini berasal dari sel tetangganya. Cahaya sangat berperan
merangsang masuknya ion kalium ke sel penjaga dan jika tumbuhan
ditempatkan dalam gelap, maka ion kalium akan kembali keluar sel
penjaga.

2. Faktor internal (jam biologis) : Jam biologis memicu serapan ion pada pagi
hari sehingga stomata membuka, sedangkan malam hari terjadi pembasan
ion yang menyebabkan stomata menutup. Menutupnya stoma akan
menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam daun sehingga akan
mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses membuka dan
menutupnya stoma bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara
kehilangan air melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui
fotosintesis.
8

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fitokrom merupakan


sejenis protein yang mampu menyerap cahaya. Cahaya berperan utama
dalam proses fotosintesis melalui fitokrom. Fitokrom dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu fitokrom inframerah (sinar merah jauh (FR)) dan fitokrom merah
masing-masing dapat mengalami perubahan. Fitokrom berfungsi sebagai
fotodetektor yang memberitahukan tumbuhan ada atau tidaknya cahaya.
Fitokrom juga berfungsi member informasi pada tumbuhan mengenai kualitas
cahaya.

Radiasi cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk


melakukan proses fotosintesis. Cahaya matahari merupakan energy yang
dibutuhkan tanaman untuk menghasilkan karbohidrat. Kualitas cahaya
matahari yang baik akan meningkatkan laju fotosintesis dan dapat
mempercepat pembungaan dan pembuahan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N., Jane, B., Lawrence, G. 2003. BIOLOGI. Jakarta: Erlangga
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Hal : 58 – 60
Novrizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Setiowati, T. dan D. Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press
Stirling, K. J., R. J. Clark, P. H. Brown and S. J. Wilson. 2002. Effect Of Photoperiod
On Flower Bud Initiation And Development In Myoga (Zingiber Mioga
Roscoe). Scientia Horticulturae. Vol. 95. Issue 3. Pages 261-268
Sutoto. 2011. Fotoperiode dan Pembungaan Tanaman. Buana Sains. 11 (2): 137
144
Syafriyudin dan N. T. Ledhe. 2015. Analisis Pertumbuhan Tanaman Krisan Pada
Variabel Warna Cahaya Lampu LED. Jurnal Teknologi. 8 (1):83-87
Tjasjono Bayong. 1995. Klomatologi Umum. Bandung. Penerbit ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai