Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH RADIASI MATAHARI TERHADAP TANAMAN

Disusun Oleh :

Aldi Nikolas (23080019)

PRODI ARGOTEKNOLIGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PROF. DR . HAZAIRIN,SH
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Energi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan. Energi yang
dimanfaatkan oleh tumbuhan, hewan dan manusia pada dasarnya bersumber dari energi
matahari. Segala bentuk kehidupan, proses kehidupan, dan aktifitas hidup memerlukan
energi. Tidak ada kehidupan yang dapat bebas dari energi. Jumlah energi yang
dimanfaatkan untuk menjalankan aspek kehidupan itu hampir seratus persen besumber dari
energi radiasi matahari. Energi matahari yang tertangkap oleh tumbuhan digunakan untuk
kegiatan fotosintesis dan kebutuhan lainnya.
Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan.
Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses
fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan.
Selain itu, kekurangan cahaya saat perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala
etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya
berukuran kecil, tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak
adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel
tumbuhan sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan tumbuhan –
tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek, daun berkembang, lebih
lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh.
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu
yang dapat dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fototsintesis, yaitu panjang gelombang
yang berada pada kisaran cahaya tampak (400-760 mμ). Cahaya tampak terbagi atas cahaya
merah ( 626-760 mμ), hijau ( 490-574mμ), biru (435-490 mμ) dan violet (400-435 mμ).
Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan pengaruh cahaya dengan panjang gelombang yang
berbeda (merah, biru, hijau, dan violet) terhadap fotosintesis?
2. Bagaimana peran pigmen, seperti klorofil a dan klorofil b, dalam proses
fotosintesis dan penyerapan cahaya?
3. Bagaimana cahaya sebagai faktor lingkungan memengaruhi metabolisme
tumbuhan?

C. Tujuan
1. Memahami Peran Energi Matahari dalam Kehidupan
2. Analisis Proses Fotosintesis dan Dampaknya
3. Kajian Tentang Cahaya dan Pigmen dalam Fotosintesis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kualitas Cahaya
Kualiatas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima yang dinyatakan dengan
panjang gelombang. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang
gelombang dari 400 sampai 760 mμ ( 1 mμ = 10 Angstrom). Cahaya itu terdiri dari
berbagai panjang gelombang dan warna.
Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang- gelombang
elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua
gelombanggelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai
permukaan bumi. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang
mencolok antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu
merupakan faktor ekologi yang penting. Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk
mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 – 7,6 mikron. Selang
panjang gelombang yang meghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan
PAR ( Photosyntetically Active Radiation). Suatu penelitian yang dilakukan untuk
melihat besarnya absorbsi tanaman (klorofil) terhadap PAR, ternyata setiap panjang
gelombang memperlihatkan daya absorsi yang berbeda-beda).

B. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting
sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun
dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama
daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah
garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut
yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada
dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada
garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap
permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang
direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
1. Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu
vegetasi akan menahan dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah
energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang
berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali
dapat merusak enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme
organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein.
2. Titik Kompensasi
Tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima
sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai
dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila
semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi
diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada
sejumlah intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju
fotosintesis (pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan
karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik
kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Kebutuhan
minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik
kompensasinya Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat
dengan intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya
tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan
titik kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh
(siofita), metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan
tumbuhan heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki
kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.. Beberapa tumbuhan mempunyai
karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan
akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat
cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya
sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya.
Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau
mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.

C. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari fotoperiodisme
adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa
lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12
jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim
panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Berdasarkan responnya
terhadap periode siang dan malam, tumbungan berbunga dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
2. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
3. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses
perbungaannya, misalnya tomat.

Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme


yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif.
Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme
ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap
aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini
suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.
Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses
metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya
sintesis karbohidrat. Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas
tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat melalui 2 cara, yaitu :
a. Meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit;
contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk
pertumbuhan akar.
b. Mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada
tanaman jagung respon ketika intensitas cahaya berlebihan berupa
penggulungan helaian daun untuk memperkecil aktivitas transpirasi. Proses
hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di
atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara
fisiologis mulia berkurang.

Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan


langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan
air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya.
Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis.

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2


Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa
dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui
respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum
reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas.
Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk
menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil.
Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam
organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan
dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau
mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam
daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta
kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis
tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar
proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang
bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun
penguapan air yang berlebihan.

D. Pengaruh Cahaya Matahari Dan Fotosintesa


Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan untuk dapat
melakukan fotosistesis. Jika suatu tumbuhan kekurangan cahaya matahari maka
tumbuhan itu bisa tampak pucat dan berwarna kekuning-kuningan (etiolasi).
Hubungan tumbuhan dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal
yaitu (Purbayanti dan Sri, 1991):
1. Penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya
maksimum . berbarti di atas kanopi dan di dalam komunitas yang kompleks
sebagian besar daun tersebut tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian
besar dari daun akan berada pada intensitas cahaya yang kurang dari yang
dibutuhkan.
2. Fotosintesis dimaksimum untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan
ini menjadi di bawah titik jenuh cahaya untuk fotosíntesis normal, sehingga
tetap berkesinambungan neto karbon yang positif (pengikatan CO2 untuk
fotosíntesis lebih besar dari pada jumlah dikeluarkan pada respirasi dari hasil
karbohidrat). Sehelai daun yang berada pada keseimbangan C yang negatif akan
memerlukan gula yang diambil dari sisa tanaman dan akan mengurangi
kesegaran secara menyeluruh.
Adanya penyinaran cahaya matahari akan menimbulkan cahaya, sedangkan
cahaya sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat hijau daun (klorofil) dan
pertumbuhan tumbuhan dan kualitas produksi. Tumbuhan yang kurang cahaya
matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang (Purbayanti dan Sri, 1991).
Ilmuwan Denmark Katrine Heinsvig Kjaer dan Carl-Otto Ottosen dari
Departemen Hortikultura di Aarhus University menerbitkan sebuah studi dalam
edisi terbaru Journal of American Society for Ilmu Hortikultura yang menyoroti
pertanyaan tentang respon tanaman terhadap gangguan dalam siklus
pencahayaan ."Ritme sirkadian diyakini sangat penting untuk pertumbuhan tanaman
dan kinerja di bawah kondisi iklim yang berfluktuasi. Namun belum diketahui
bagaimana tanaman dengan jam sirkadian berfungsi merespon lingkungan cahaya
yang tidak teratur yang mengganggu diatur sirkadian-parameter yang berhubungan
dengan pertumbuhan. Untuk percobaan mereka, tim menggunakan stek krisan 300
('Charm Karang' Chrysanthemum morifolium) tumbuh dalam 19 jam cahaya selama
2 minggu. Tanaman yang kemudian secara acak ditempatkan dalam salah satu dari
dua kompartemen rumah kaca dengan suhu yang sama dan karbon (CO2)
konsentrasi. "Tanaman yang terkena cahaya tambahan diberikan sebagai cahaya
istirahat tidak teratur pada malam hari, yang kita dicapai dengan mengendalikan
cahaya didasarkan pada radiasi matahari diperkirakan dan harga listrik ',
menjelaskan penulis." Pertumbuhan, dalam hal keuntungan karbon, adalah
berkorelasi linear untuk kedua panjang hari dan integral ringan sehari-hari."
Para ilmuwan mengamati bahwa krisan tanaman yang ditanam di hari
pendek dengan cahaya istirahat tidak teratur selama malam hari menunjukkan
perkembangan daun lebih cepat dan pertumbuhan batang dari tanaman yang
ditanam di iklim dengan periode cahaya berturut-turut yang panjang, membuktikan
bahwa intensitas cahaya rendah rata-rata mempromosikan perluasan area
fotosintesis tanaman. Meskipun percobaan menunjukkan bahwa periode cahaya
tidak teratur mengganggu irama sirkadian dan menginduksi perubahan dalam
karakteristik daun, para penulis mencatat bahwa studi ini juga membuktikan bahwa
tanaman alami dapat beradaptasi dengan periode cahaya tidak teratur.
Reaksi fotosintesis digolongkan atas fase cahaya dan fase gelap. Fase
cahaya terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk
memecahkan molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2 . Oksigen dilepas ke udara
untuk membentuk molekul oksigen sedangkan hidrógen ditangkap oleh penangkap
hidrógen yang disebut NADP (Nikotamid Adenosin Dinukleotida Fosfat) menjadi
NADP H2.
Fosforilasi dapat juga terjadi akibat peristiwa pernafasan (fosforilasi
oksidatif) perubahan energi cahaya ke energi kimia dicapai dengan terbentuknya
penghasil energi (ATP dan ADP). Energi yang terbentuk dari perubahan ATP ke
ADP akan diubah oleh kerja kimia menjadi bahan organik, seperti gugus fosfato
yang kaya energi sebagai bahan dasar untuk penyusunan karbohidrat.
Pada fase gelap energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan
digunakan dalam reaksi gelap. Reaksi gelap tidak membutuhkan cahaya, tetapi
sangat bergantung pada suhu. Karena pada fase gelap reaksi biokimia yang
berlangsung sangat dipangaruhi oleh kerja enzim. Fase gelap pada prinsipnya
adalah pemindahan hidrogen dari air hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa
(aseptor) hidrogen (NADPH2) ke asam organik berenergi untuk membentuk
karbohidrat yang berenergi tinggi. Reaksi reduksi ini adalah penambahan elektron
dan atom hidrogen ke CO2 yang berakhir dengan terbentuknya unit gula.
Reaksi cahaya dan reaksi gelap terpisah beberapa saat. Mekanisme reaksi
cahaya menjadi jenuh hanya dengan disinari cahaya selama 10-5 detik. Hasil dari
reaksi cahaya dapat digunakan dalam reaksi gelap hanya dalam waktu kurang lebih
100 m/s. Kemudian ditingkatkan sedemikian rupa sehingga fiksasi CO2 dalam
reaksi gelap intensitas penyinarannya mencapai maksimum. Dalam hal ini dianggap
bahwa seluruh komponen untuk mengubah energi sudah jenuh. Perbandingan antara
jumlah klorofil dalam proses fotosintesis dengan jumlah molekul-molekul CO2
yang difiksasi selama reaksi gelap dapat ditentukan jumlah klorofil yang terlibat
dalam reduksi 1 molekul CO2. Angka ini disebut dengan unit klorofil. Hasil
penelitian ahli fisiologi bahwa diperlukan 2.500 buah molekul klorofil untuk setiap
molekul CO2. untuk memfiksasikan 1 moloekul CO2 diperlukan 10 quanta. Dalam
mereduksi 1 molekul CO2 diperlukan 10 kali tingkat penyinaran. Dengan demikian,
setiap unit seharusnya mengandung 10-1 x 2.500 = 250 butir klorofil. Unit kerja
dalam proses fotosintesis yang kompleks dimulai dari unit klorofil dan berakhir
pada unit fotosintesis.
Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan elektron-elektron yang
dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesis. Elektron yang telah
mempunyai tingkat energi tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan
menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan tersebut kemudian dapat digunakan
untuk keperluan biologis atau dapat digunakan dalam sintesis makromolekul dalam
sel. Laju fotosintesis dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang
difiksasi setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu atau dalam satuan luas
lahan setiap satuan waktu.
Laju fotosintesis dapat dijadika sebagai alat untuk menyatakan aktivitas
fotosintesis suatu tanaman. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa aktivitas fotosintesis
merupakan hal yang sangat penting, namun pendekatan produksi dari aspek ini
jarang dilakukan. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur, fotosintesis
juga akan meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya dimana tingkat cahaya pada
pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO2 (laju pertukaran karbon atau CER
= 0). Apabila tingkat cahaya terus-menerus meningkat, akan berkuranglah kenaikan
CER untuk setiap satuan kenaikan tingkat cahaya sampai tercapai tingkat cahaya
jenuh. Setiap peningkatan intensitas cahaya setelah tingkat ini tidak akan diikuti
peningkatan CER yang berarti. Oleh sebab itu, daun lebih efisien memanfaatkan
energi cahay pada tingkat penyinaran yang rendah. Efesiensi fotosintesis adalah
rasio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya)
yang diserap oleh sistem fotosintesis.
Efisiensi fotosíntesis dibatasi oleh sistem cahay (intensita, kualitas dan
lamanya penyinaran) golongan tanaman (C4, C3, dan CAM) , suhu dan air.
Di daerah tropis yang intensitas cahayanya relatif lebih tinggi dan didukung
oleh suhu yang tinggi lebih cocok untuk tanaman yang jalar fotosintesisnya
tergolong C4 seperti jagung, tebu, sogum dan kebanyakan rumput pedangan
daripada tanaman yang jalar fotosíntesisnya C3 seperti legum, gandum, padi dan
lainnya. Menurut Prasetio (1982), perbandingan laju fotosíntesis tanaman yang
tergolong C3 dan C4 dapat dibedakan sebagai berikut :
1. maksimum laju fotosíntesis tanaman C4 lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang tergolong C3.
2. suhu optimum untuk tanaman C4 tajam batasnya dibandingkan tanaman C3. laju
fotosíntesis tanaman C3 berbeda-beda sebanding dengan perubahab suhu
umumnya 10 -35 o C. seballiknya, hasil bersih fotosíntesis tanaman fotosíntesis
tanaman C4 kira-kira 2 kali lebih cepat setiap kenaikan 10 oC diantara 15º C
dan 35oC.
3. tanaman yang tergolong C4 mempunyai capacitas fotosíntesis lebih besar
daripada tanaman yang tergolong C3 pada suhu tinggi namun, tanaman C3 lebih
tahan terhadap dingin.

Berikut ini hádala beberapa factor utama yang menentukan laju fotosíntesis, antara
lain :
1. Intensitas cahaya Laju fotosíntesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbondioksida Semakin banyak karbondioksida diudara, makin
banyak jumlah bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan
fotosíntesis.
3. Suhu Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosíntesis hanya dapat bekerja
pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosíntesis meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hinggan batas toleransi enzim
4. Kadar air Kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan
karbondioksida sehinggan mengurangi laju fotosíntesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosíntesis) Jika kadar fotosintat berkurang laju
fotosíntesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai
jenuh, laju fotosintesis akan berkurang
6. Tahap pertumbuhan Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih
tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambvah ketimbang tumbuhan dewasa.
Hal ini mumgkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih
banyak energi dan makan untuk tumbuh.
Kebanyakan tanaman memerlukan intensitas cahaya lemah pada stadia
kecambah misalnya kopi, coklat, tembakau dan cengkeh. Untuk jenis tanaman
tersebut dalam pembibitannya dibuat pelindung. Tidak semua energi cahaya
matahari dapat diabsorbsi oleh tanaman. Setiap hari bumi rata-rata menerima kira-
kira 500 cm2 , 93% dipantulkan kembali keatmosfer, 7% digunakan untuk proses
fotosintesa oleh tanaman. Dari 7% itu, 2% hilang akibat respirasi dan 5% diubah
menjadi bahan kering tanaman.
Cahaya merupakan satu dari faktor-faktor lingkumngan terpenting karena
peranannya yang mendasar dari fotosintesis di dalam metabolisme tanaman. Radiasi
cahaya matahari mempengaruhi organisme dengan jasa dari energi yang
disimpannya dan hanya aktif bila diabsorbsi. Jadi cahaya ultraviolet diabsorbsi kuat
oleh protein dan dapat menyebabkan kerusakan.
Cahaya biru diabsorbsi oleh pigmen karotenoid dan klorofil, cahaya merah
oleh klorofil, dan merah serta merah jauh oleh fitikrom. Keberadaan pigmen
merupakan dasar pada setiap respon dan sebagian besar tanaman tampak berwarna
hijau hanya karena sebagian pigmen tanaman tersebut mengabsorbsi cahaya hijau.
Sinar matahari atau cahaya matahari adalah sinar yang berasal dari matahari
untuk berfotosintesis dan membuat makanan. Dengan air dan cahaya matahari,
tanaman akan tumbuh tinggi dengan cepat, namun akan terlihat kuning dan
kekurangan air, meskipun saat disentuh, daunnya terasa amat basah.
Cahaya matahari ditangkap daun sebagai foton. Tidak semua radiasi
matahari mampu diserap tanaman, cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-
700 nm, cahaya yang diserap daun 1-5% untuk fotosintesis, 75-85% untuk
memanaskan daun dan transpirasi. Kebutuhan intensitas cahay berbeda untuk setiap
jenis tanaman, sehingga dikenal 3 tipe tanaman C3, C4 dan CAM. C3 memilki titik
konfensasi cahaya rendah yang dibatasi oleh tingginya fotorespirasi. C4 memiliki
titik kompensasi cahaya tinggi, sampai cahaya terik dan tidak dibatasi oleh
fotorespirasi. Besaran yang menggambarkan banyak sedikitnya radiasi matahri yang
mampu diserap tanmaman : ILD adalah ILD kritik dan ILD optimum. ILD kritik
menyebabkan pertumbuhan 95% maksimum sedangkan ILD optimum
menyebabkan pertumbuhan tanaman (CGR) maksimum. ILD optimum setiap jenis
tanaman berbeda tergantung pada morfologi daun. Selain faktor internal terdapat
juga faktor eksternal yang mempengaruhi nilai ILD optimum, misalnya jarak
tanaman (kerapatan tanaman).
Tumbuhan mampu melakukan fotosintesis karena molekul klorofil dalam
selnya sensitif terhadap cahay matahari. Tetapi, klorofil hanya mampu
menggunakan kisaran panjang gelombang yang sangat terbatas dan kisaran panjang
gelombang tersebut adalah yang diradiasikan matahari paling kuat. Yang lebih
menarik adalah kisaran ini hanya setara dengan 1/1025 dari keseluruhan spektrum
elektromagnetik.
Pada tanaman fotosintesis menjadi jenuh cahaya pada kerapatan pengaliran
yang jauh di bawah penyediaan CO2, tetapi ndi daerah beriklim sedang dan di
daerah kutub kebalikannya sering terjadi dimana fotosintesis dibatasi oleh intensitas
cahaya yang rendah (Anderson, 1964).
Cahaya dapat menembus daun dengan 4 cara, yaitu :
1. Irradiasi Langsung yang tidak terhalang yang diberikan oleh noda-noda
matahari. Noda-noda matahari ini mempunyai sifat berirradiasi langsung kecuali
dimana terjadi pengaruh bayangan (Anderson dan Miller, 1974). Noda matahari
menurut sifatnya adalah sementara tetapi karena penyinaran cahaya dapat
seefektif seperti sumber yang terus-menerus bagi fotosíntesis (Emerson dan
Arnold, 1932)
2. Radiasi difusi yang tidak terhalang merupakan cahaya langit difusi yang
mengiringi noda matahari
3. Refleksi daun-daun tidak hanya meneruskan cahay, tetapi, sama dengan semua
permukaan biologis lainnya memantulkan sebagian tertentu.
4. Transmisi derajat kenaungan jelas tergantung pada jumlah cahaya yang
diabsorbsi dan yang dipantulakn oleh daun. Pemberian naungan pada berbagai
stadia pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per tanaman,
jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisis per tanaman, berat 100 biji,
dan produksi biji Bering pada berbagai macam varietas tanaman kedelai.
Pemberian naungan 20% memberikasn hasil yang lebih baik apabila
diaplikasikan pada awal pengisian polong dibandingkan dengan awal tanam atau
awal berbunga (Herawati dan Saaludin, 1995).
Pengaruh kualitas cahaya pada tumbuhan ada dua yaitu :
1. Pengaruh teriknya atau kerasnya sinar matahari : setiap tanaman berbeda-beda
pengaruhnya terhadap kerasnya sinar matahari, ada tanaman yang tumbuh lebih
baik pada tempat yang terbuka, sebaliknya ada beberapa tanaman yang tumbuh
lebih baik pada tempat yang memakai peneduh. Misalnya, padi akan tumbuh
dan berproduksi pada tempat yang terbuka sedang tanaman perkebunan kopi
atau colkat menhendaki tempat-tempat yang pakai peneduh.
2. Pengaruh lama atau panjangnya sinar matahari terhadap tanaman : pengaruh
lamanya sinar matahari terhadap tanaman ini disebut foto-periodisme.
Lingkaran perkembangan tanaman zaherí-hari dipengaruhi oleh lama/panjang
penyinaran, lamanya penyinaran di daerah tropis setiap hari tetap sama hanya
pada musim-musim penghujan karena sering terjadi mendung makanya
panjangnya penyinaran sering berkurang, tetapi musim kemarau karena hampir
tidak ada mendung maka panjangnya penyinaran dapat dikatakan hampir sama
sehingga praktis efeknbya bagi tanaman. Intensitas cahay dan lama penyinaran
berpengaruh terthadap pertumbuhan, terutama terhadap pertumbuhan vegetatif
dan kegian reproduksi tumbuhan. Di daerah tropis, lama hari siang dan malam
Kira-kira sama, yaitu 12 jam. Di daerah yang memiliki empat musim, lama
siang hari dapat mencapai 16-20 jam. Respon tumbuhan terhadap lama
penyinaran yang bervariasi disebut fotoperiodisme. Respon tumbuhan trerhadap
fotoperiodik dapat berupa pembungaan, dormansi, perkecambahan dan
perkembangan. Respon ini dikendalikan oleh pigmen yang mengabsorbsi
cahaya yaitu fitokrom.
BAB III
KESIMPULAN

1. Kualitas cahaya, intensitas cahaya, lama penyinaran, dan pengaruh cahaya


matahari sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
2. Kualitas cahaya mengacu pada panjang gelombang cahaya yang diterima, dan
tumbuhan umumnya beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0,39 - 7,6 mikron, dengan perhatian khusus pada
Photosyntetically Active Radiation (PAR).
3. Intensitas cahaya memainkan peran utama dalam ekosistem dan memengaruhi
berbagai aspek, termasuk penyerapan cahaya oleh tumbuhan, fotosintesis, dan
pertumbuhan. Kelebihan intensitas cahaya dapat merusak tumbuhan.
4. Titik kompensasi adalah tingkat intensitas cahaya di mana tumbuhan mampu
mengimbangi laju fotosintesis dan respirasi. Hal ini berbeda untuk setiap jenis
tumbuhan.
5. Lama penyinaran atau fotoperiodisme mempengaruhi perilaku tumbuhan,
seperti perbungaan dan pertumbuhan vegetatif. Tumbuhan beradaptasi dengan
fotoperiodisme berbeda-beda.
6. Fotosintesis adalah proses vital bagi tumbuhan, di mana cahaya matahari diubah
menjadi energi kimia untuk pertumbuhan dan perkembangan. Tanaman
memiliki berbagai adaptasi untuk mengoptimalkan penyerapan cahaya dan
melakukan fotosintesis.
7. Beberapa faktor lainnya yang memengaruhi laju fotosintesis termasuk
konsentrasi karbondioksida, suhu, kadar air, kadar fotosintat, tahap
pertumbuhan, dan jenis tanaman.
8. Intensitas cahaya matahari sangat penting dalam fotosintesis tanaman. Tanaman
hanya dapat menggunakan sebagian kecil dari spektrum cahaya matahari, yang
diubah menjadi energi untuk fotosintesis. Intensitas cahaya berpengaruh pada
laju fotosintesis.
DAFTAR PUSTAKA

Babour, M.G., Thornton R.M., Weier T.E. dan Studing C.R. Botany. Abrief 1984.
Introduction to Plant Biology. Second Edition. Jhon Willey and Sons. New york
Chandra, S. 1981. Structure and Organization of The Vascular System in The
Rhyzom of Drynarioid Fern. J. Botany. 50 : 585-598
Devlin, R.M dan F.H. Witham. 1983. Plant Physiology. Wilard Grandpress. Boston
Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung
Etherington, J.R. 1982.Environment and Plant Ecology. Second Edition. John
Willey and Sons. New York. 98-110 pp.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Kimball, J.W. 1992. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Kramer, P.J. and Kozlowski. Physiology of Woody Plant. 1979. Academy Press Inc.
London
Keliher, F.M. etc. 1992. Evaporation Xylem Sap Flow and Tree Transpiration in a
New Zeland Broad Leaved Forest. Forest Research Instituted
Kramer, P.J. 1983. Water Relation of Plant. Academyc Press Inc. London
Kana, T.M and Miller J.H. 1976. Effect of Colored Ligh on Stomata Opeing Rate of
Vicia faba L.. J. Plant Physiology. Biological Research laboratory. Syrachuse
University. New York. V0l (59): 181-183
Rawson, H.M; Dunstone, R.L; Long M.J and Begg, J.E. 2003. Canopy
Development Ligt Interception and Seed Production in Sun Flower as
Influenced by Temperature and Radiation. Division of Plant Industry. Canberra.
Salisbury and Ross, C.W. 1985. Plnat Physiology. Third Edition. Wadwoorth
Publishing Company. Belmont. California.
Tivy J. 1993. Bio Geography. A Study of Plant in Ecosphere. Third Edition. Jhon
Willey and Sons. New York..
Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman. PT. Melton Putra. jakarta

Anda mungkin juga menyukai