Anda di halaman 1dari 9

PAPER

FISIOLOGI TUMBUHAN

Pertemuan XIII

Fitokrom dan Pengontrolan Cahaya Terhadap Perkembangan Tumbuhan

Floriana Jijiana Jawa Tobin

Nim : 1506050089

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2017
A. Pengertian Fitokrom

1. Definisi Fitokrom
Fitokrom adalah fotoreseptor, yaitu pigmen yang digunakan tanaman untuk mendeteksi
cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan infra merah bukanlah
bagian dari cahaya tampak oleh mata manusia namun memiliki panjang gelombang yang
lebih besar daripada merah. Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang
serupa juga ditemukan pada bakteri.
2. Fungsi Fitokrom
Fitokrom berfungsi sebagai fotodetektor yang memberitahukan tumbuhan apakah ada
cahaya atau tidak, Selain itu fitokrom juga berfungsi memberikan informasi pada
tumbuhan mengenai kualitas cahaya. Saat proses perkecambahan fitokrom sangat
membantu memacu perkembangan akar. Cahaya merah yang ditangkap oleh fitokrom
memiliki banyak fungsi. Cahaya merah yang memacu perkembanga perkecambahan biji,
biru atau merah jauh dapat menghambat perkecambahan. Beberapa percobaan tentang
perkecambahan biji telah dilakukan. Pemberian perlakuan cahaya merah jauh setelah
perlakuan cahaya merah tidak terjadi perkembangan ataupun perkecambahan. Namun
pemberian cahaya merah (Pr) setelah cahaya merah jauh (Prf) akan membentuk
kecambah. Dengan kata lain pemberian cahaya akhirlah yang mempengaruhi terhadap
perkecambahan biji.

B. Sifat Fisika dan Kimia Fitokrom


1. Sifat Fisik
Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi
adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga
pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah
(khususnya pada dikotil), morfologi daun, ruas batang, serta pembuatan (sintesis)
klorofil.
2. Sifat Kimia
Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari
kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan
klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini
dilindungi atau diikat oleh apoprotein, yang juga berpengaruh terhadap kinerja
bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang bersama-sama disebut
sebagai fitokrom.
C. Lokasi Fitokrom Dalam Sel
Fitokrom ditemui pada sebagian besar organ semua jenis tumbuhan, termasuk akar.
Didalam sel, fitokrom terdapat di nukleus dan diseluruh sitosol, tapi tampaknya tidak
disemua organel atau membran atau vakuola (Warmbrodt dkk, 1989).

D. Karakteristik Respon Tumbuhan yang Diinduksi Fitokrom

Berdasarkan respons pembungaannya terhadap panjang hari, tumbuhan dapat


diklasifikasikan sebagai berikut (Gardner, et al., 1991):
1. Tumbuhan hari pendek (short-day plants/SDP), adalah tumbuhan yang berbunga jika
terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya
krisan, tembakau, dan kedelai.
2. Tumbuhan hari panjang (Long-Day Plants/ LDP), adalah tumbuhan yang berbunga
jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 16 jam) sehari. Contohnya: bayam,
radish, mustard, kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
3. Tumbuhan Hari Netral (Day- Neutral Plant/DNP), adalah tumbuhan yang
berbunganya tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Contohnya: tomat, padi,
mentimum, bunga matahari, buncis, dan jagung.

Gambar 1. Tumbuhan hari pendek dan tumbuhan hari panjang


E. Adaptasi Tanaman Terhadap Naungan
Pemberian naungan mempunyai tujuan untuk mengurangi pengaruh yang merugikan dari
intensitas cahaya yang berlebihan, dapat menurunkan suhu dan meningkatkan kelembapan
udara. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik dan produksi yang optimum, perlu
diperhatikan pemeliharaan tanaman dan juga ketersediaan unsur hara yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman itu sendiri. Pertumbuhan dan produksi dapat meningkat apabila didukung
oleh faktor iklim, cuaca, dan air (lakitan, 1993).
Pertumbuhan suatu tanaman dibawah kondisi yang kurang optimum menunjukan adanya
penurunan kemampuan tumbuh dan bereproduksi pada tanaman tertentu. Pada kondisi
tersebut perlu ditambahkan masukan yang dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman
yaitu dengan pemberian pupuk. Sehingga perlu diketahui pengaruh pemberian pupuk untuk
mendukung pertumbuhan, produksi simplisia dan kandungan bahan aktif tanaman dalam
kondisi ternaungi (pitono et al. 1996).
Menurut Levitt (1980), yang menggolongkan adaptasi tanaman terhadap naungan
melalui dua mekanisme yaitu mekanisme penghindaran terhadap cahaya (avoidance) dan
mekanisme toleransi (tolerance). Mekanisme avoidance berhubungan dengan respon
perubahan anatomi dan morfologi daun untuk memaksimalkan penangkapan cahaya dan
fotosintesis yang efisien, seperti peningkatan luas daun dan kandungan klorofil b, serta
penurunan tebal daun, rasio klorofil a dan b, jumlah kutikula, lilin, bulu daun, dan pigmen
antosianin.
Sedangkan mekanisme toleran (tolerance) yang berkaitan dengan penurunan titik
kompensasi cahaya serta respirasi yang efesien seperti perubahan struktur mencakup ukuran
daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, penebalan kutikula dan
lapisan lilin pada permukaan daun.
Mekanisme adaptasi terhadap kekurangan cahaya dapat dicapai melalui peningkatan
efisiensi penangkapan cahaya, berupa peningkatan penangkapan cahaya secara total melalui
peningkatan luas daun, peningkatan proporsi luas daun per unit jaringan tanaman. Efisiensi
maksimum dapat dicapai melalui peningkatan luas daun dan pengurangan penggunaan
energi.
Perlakuan dengan pemberian naungan pada tanaman misalnya kedelai akan
mempengaruhi sifat morfologi tanaman. Morfologi tanaman kedelai yang bisa dipengaruhi
oleh naungan adalah batang tidak kokoh, karena garis tengah batang lebih kecil sehingga
tanaman menjadi mudah rebah (adisarwanto, 1999).
Pada batas naungan tertentu proses fisiologis didalam tanaman toleran tersebut tidak
terlalu dipengaruhi naungan sehingga tanaman tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan
kerebahan yang tentunya tidak mempengaruhi hasil (asadi dkk,1991).
Pemberian naungan pada tanaman akan berdampak terhadap proses metabolisme dalam
tubuh tanaman dan akhirnya akan berdampak terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman,
terutama karena kurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman tersebut.
Faktor cahaya, suhu, co2, air dan zat hara mempengaruhi laju fotosintesis tanaman dan
bberpengaruh pada kepadatan tajuk, ukuran dan bentuk daun serta sudut letak daun. Apabila
lingkungan subur, air tersedia suhu yang sesuai, maka radiasi merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman dan terdapat h erat antara radiasi dengan
fotosintesis bersih.

F. Ritme Circadian
Ritme sirkadian adalah sebuah ritme biologis dengan lama periode (dari puncak kembali
lagi ke puncak) sekitar 24 jam. Ritme sirkadian ditemukan pada tumbuh- tumbuhan, hewan
serangga, dan juga manusia. Ritme ini menunjukan proses adaptasi dari organisme terhadap
banyak perubahan yang terjadi karena rotasi bumi pada porosnya, seperti perubahan cahaya,
tekanan udara, dan temparatur.
Ritme sirkadian dikendalikan oleh jam biologis, yang terletak adalm sebuah bagian kecil
di hipotalamus yang berbentuk seperti tetes air yang isinya berupa kumpulan sel dan disebut
sebagai suprachiasmatic nucleus (SCN).
Contoh dari ritme sirkadian, diantaranya sebagai berikut :
a) Pembukaan dan penutupan stomata
b) Pembelahan sel

Mekanisme Ritme Circadian


Mekanisme membuka dan menutupnya stomata sebagai berikut :
Proses membuka dan menutupnya stomata banyak dipengaruhi oleh intensitas cahaya
disekitarnya. Jika intensitas cahaya kuat, maka stomata membuka, sebaliknya juga intensitas
cahaya rendah (lemah) atau dalam keadaan gelap, stomata akan menutup. Oleh karena itu,
pada siang hari stomata lebih banyak terbuka, sehingga proses transpirasi sangat besar.
Gerakan membuka dan menutupnya stomata ini juga disebabkan oleh mengembang dan
mengkerutnya sel pengawal (sel penutup).
Pada saat cahaya kuat, sel pengawal (penutup) menyerap air dari sel tetangga, yang
mengakibatkan sel pengawal mengembang dan tegang. Kondisi ini mengakibatkan bagian
dinding sel yang lentur tertarik di belakang ke arah sel tetangga dan bagian dinding sel yang
berbatasan dengan lubang stomata ikut tertarik. Hal ini yang menjadikan stomata terbuka
sehingga uap air dari dalam rongga antarsel keluar.
Pada saat cahaya lemah atau gelap, sel pengawal kehilangan air karena air dari sel
pengawal kehilangan air karena air dari sel pengawal kembali ke sel tetangga. Hal ini
mengakibatkan sel pengawal mengerut dan lemas sehingga stomata tertutup.

.
Gambar.2. membuka / menutupnya stomata

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yaitu :
1. Faktor eksternal meliputi :
a. Karbon dioksida, tekanan parsial CO2 yang rendah dalam daun akan menyebabkan pH
sel menjadi tinggi. Pada pH yang tnggi 6-7 akan merangsang penguraian pati menjadi
gula, sehingga stomata terbuka.
b. Air, apabila tumbuhan mengalami kekurangan air, maka potensial air pada akan turun,
termasuk daun sel penutupmya sehingga stomata akan tertutup.
c. Cahaya, dengan adanya cahaya maka fotosintesis akan berjalan, sehingga CO2 dalam
daun akan berkurang dan stomata terbuka.
d. Suhu, naiknya suhu akan meningkatkan laju respirasi sehingga kadar CO2 dalam daun
meningkat, pH akan turun dan stomata tertutup.
e. Angin, angin berpengaruh terhadap membuka dan menutupnya stomata secara tidak
langsung. Dalam keadaaan angin yang bertiup kencang pengeluaran air melalui
transpirasi seringkali melebihi kemampuan tumbuhan untuk menggantinya. Akibatnya
daun dapat mengalami kekurangan air sehingga turgornya turun dan stomata akan
tertutup.
2. Faktor internal meliputi :
Jam biologis. Jam biologis memicu serapan ion pada pagi hari sehingga stomata
membuka, sedangkan malam hari terjadi pembasan ion yang menyebabkan stomata menutup.
Stomata pada tumbuhan berbeda karena perbedaan keadaan letak sel penutup,
penyebarannya, bentuk dan letak penebalan dinding sel penutup serta arah membukanya sel
penutup, jumlah dan letak sel tetangga pada tumbuhan dikotil dan monokotil, letak sel-sel
penutup terhadap permukaan epidermis, dan antogene/asal-usulnya.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Fitokrom adalah fotoreseptor, yaitu pigmen yang digunakan tanaman untuk mendeteksi
cahaya.
2. Fungsi fitokrom :
Sebagai fotodetektor
Memberikan informasi pada tumbuhan
Membantu memacu perkembangan akar.
3. Sifat fisik fitokrom: Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek
fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat
berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah
(khususnya pada dikotil), morfologi daun, ruas batang, serta pembuatan (sintesis)
klorofil.
4. Sifat kimia fitokrom : Bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok
bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau
hemoglobin (kesemuanya memiliki kerangka heme).
5. Lokasi Fitokrom Dalam Sel : Fitokrom ditemui pada sebagian besar organ semua jenis
tumbuhan, termasuk akar. Didalam sel, fitokrom terdapat di nukleus dan diseluruh
sitosol.
6. Berdasarkan respons pembungaannya terhadap panjang hari, tumbuhan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Gardner, et al., 1991): Tumbuhan berhari pendek
(shot-day plant), Tumbuhan berhari panjang (long-day plant), dan Tumbuhan berhari
netral (neutral-day plant).
7. Menurut Levitt (1980), yang menggolongkan adaptasi tanaman terhadap naungan
melalui dua mekanisme yaitu mekanisme penghindaran terhadap cahaya (avoidance)
dan mekanisme toleransi (tolerance).
8. Ritme sirkadian adalah sebuah ritme biologis dengan lama periode (dari puncak
kembali lagi ke puncak) sekitar 24 jam.
9. Faktor faktor yang mempengaruhi membuka / menutupnya stomata, antara lain :
a. Faktor eksternal meliputi : CO2, H2O, angin, suhu, dan cahaya.
b. Faktor internal meliputi jam biologis.
DAFTAR PUSTAKA

Khoopar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI. Press. Jakarta
Kimball, J.W. 1998. Biologi Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta.
Prawiranata, W. dkk. 1991. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bogor: Departemen
Botani Fakultas Pertanian IPB.
Salisbury F. B & Ross C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Bandung: ITB
Sasmitamiharjdo, D. Siregar. 1990. Dasar- dasar Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung

Anda mungkin juga menyukai