Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup
di dunia. Segala bentuk kehidupan, proses kehidupan, dan aktifitas hidup memerlukan energi.
Tidak ada kehidupan yang dapat bebas dari energi. Jumlah energi yang dimanfaatkan untuk
menjalankan aspek kehidupan itu hampir seratus persen besumber dari energi radiasi
matahari. Energi matahari yang tertangkap oleh tumbuhan digunakan untuk kegiatan
fotosintesis dan kebutuhan lainnya.
Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan.
Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis
dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu,
kekurangan cahaya saat perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi,
dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran
kecil, tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya
cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel tumbuhan
sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan tumbuhan – tumbuhan
tumbuh lebih lambat dengan kondisi relatif pendek, daun berkembang, lebih lebar, lebih
hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh.
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu
yang dapat dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fototsintesis, Hal ini terkait pada sifat
pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada
membran grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh cahaya terhadap tumbuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Cahaya dan Tumbuhan
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi
utama bagi ekosistem. Cahaya juga merupakan salah satu kunci penentu dalam proses
metabolisme dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses
perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda
antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam
kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak
mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran.
Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor cahaya, yang sangat erat
kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b. Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap
hari.

2.1.1 Kualitas Cahaya


Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima yang dinyatakan dengan panjang
gelombang. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang gelombang dari 400 sampai 760
mμ ( 1 mμ = 10 Angstrom). Cahaya itu terdiri dari berbagai panjang gelombang dan warna.

Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang


gelombangantara 0,39 – 7,6 mikron. Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah
dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spectrum
cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Selang panjang gelombang yang
meghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan PAR ( Photosyntetically Active
Radiation). Suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat besarnya absorbsi tanaman
(klorofil) terhadap PAR, ternyata setiap panjang gelombang memperlihatkan daya absorsi
yang berbeda-beda). Perbedaaan itu juga disebabkan oleh perbedaan kolofil yang terdapat
pada tanaman, yakni klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klofofil b (C55H70O6N4Mg).

2.1.2 Intensitas Cahaya


Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai
faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas
cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu/temporal. Intensitas
cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang
direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan
membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus
berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang
yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan permukaan
atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan
mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan
pencemar di atmosfer.

1. Kepentingan Intensitas Cahaya


Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan
dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu
menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar.
Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat
sekali dapat merusak enzim akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama
kemampuan di dalam mensisntesis protein.

2. Titik Kompensasi
Tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya
yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan
sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju
fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan
tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis
(pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal
sebagai titik kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik
kompensasinya. Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya
dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang
mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya
sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin
berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya
ke jaringan yang lebih dalam.

2.1.3 Lama Penyinaran


Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi
fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap
lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya
daun, dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau
fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim
panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim
dingin. Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbuhan berbunga dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya
proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
2. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
3. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses
perbungaannya, misalnya tomat.

Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme yang


tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah
khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah
menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga
sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak
merupakan faktor pembatas. Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada
terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan
turunnya sintesis karbohidrat. Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas
tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat melalui 2 cara, yaitu :
a. Meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit; contohnya
perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar.
b. Mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada tanaman jagung
respon ketika intensitas cahaya berlebihan berupa penggulungan helaian daun untuk
memperkecil aktivitas transpirasi. Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan
hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan
lentisel secara fisiologis mulai berkurang.

2.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Fotosintesis


Energi cahaya matahari yang digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis
berkisar antar 0,5 – 2,0 % dari jumlah total energi yang tersedia. Sehingga hasil fotosintesis
berkurang apabila intensitas cahaya kurang dari batas optimum yang dibutuhkan oleh
tanaman,  Setiap daun pada tumbuhan harus memproduksi energi yang cukup besar sehingga
dapat dimanfaatkan setelah dikurangi energi untuk respirasi. Jika tumbuhan kekurangan
cahaya dalam waktu panjang, maka lambat laun akan mati.
Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan elektron-elektron yang dihasilkan
dari oksidasi air dalam proses fotosintesis. Elektron yang telah mempunyai tingkat energi
tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan energi. Energi yang
dihasilkan tersebut kemudian dapat digunakan untuk keperluan biologis atau dapat digunakan
dalam sintesis makromolekul dalam sel.
Laju fotosintesis dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang difiksasi
setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu atau dalam satuan luas lahan setiap
satuan waktu. Laju fotosintesis dapat dijadikan sebagai alat untuk menyatakan aktivitas
fotosintesis suatu tanaman. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa aktivitas fotosintesis
merupakan hal yang sangat penting, namun pendekatan produksi dari aspek ini jarang
dilakukan. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur, fotosintesis juga akan
meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya dimana tingkat cahaya pada pengambilan CO 2
sama dengan pengeluaran CO2 (laju pertukaran karbon atau CER = 0). Apabila tingkat
cahaya terus-menerus meningkat, akan berkuranglah kenaikan CER untuk setiap satuan
kenaikan tingkat cahaya sampai tercapai tingkat cahaya jenuh. Setiap peningkatan intensitas
cahaya setelah tingkat ini tidak akan diikuti peningkatan CER yang berarti. Oleh sebab itu,
daun lebih efisien memanfaatkan energi cahaya pada tingkat penyinaran yang rendah.
Efesiensi fotosintesis adalah rasio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi CO 2
dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh sistem fotosintesis. Efisiensi fotosíntesis
dibatasi oleh sistem cahaya (intensitas, kualitas dan lamanya penyinaran) golongan tanaman
(C4, C3, dan CAM), suhu dan air.

2.3 Pengaruh Cahaya Terhadap Fototropisme


Fototropisme adalah gerakan dari tumbuhan yang menuju arah rangsangan cahaya dan
gerak ini biasanya terjadi pada pergerakan tumbuhan melalui pergerakan batang. Hal ini dapat
kita saksikan pada tanaman pot yang ditempatkan dekat jendela atau di bawah tuturan dimana
cahaya hanya datang dari satu pihak, maka terlihat ujung dari batang tersebut membelok menuju
ke cahaya atau ke arah datangnya cahaya (Dwijoseputro, 1980).
Wilkins (1989) menyatakan bahwa sudah lama diketahui bahwa tumbuhan mengarah
pada arah datangnya cahaya. Reaksi ini merupakan perbedaan pertumbuhan dari organ tumbuhan
yang disinari. Reaksi pertumbuhan ini yang dikenal sebagai fototropisme telah diteliti oleh
Charles Darwin di tahun 1880. Ia menyatakan bahwa koleoptil dari kecambah rumput Avena dan
Phalaris sangat peka terhadap cahaya dan apabila ujung koleoptil disinari sepihak maka akan
membengkok ke arah sumber cahaya.
Menurut Wilkins (1989) cahaya merah, hijau dan kuning mempunyai pengaruh yang kecil
terhadap fototropisme, tetapi cahaya biru menunjukkan pengaruh yang nyata pada pembengkokan
koleoptil. Pigmen yang berperan untuk mengabsorbsi energi radiasi yang aktif dalam
fototropisme belum dapat diidentifikasikan. Tetapi ada dua pigmen karoten dan riboflavin diduga
berfungsi sebagai pengabsorbsi cahaya. Pigmen flavin dan karotinoid merupakan fotoreseptor di
fototropisme yang mana didalam situasi fisik tertentu, memiliki karakteristik yang cocok pada
panjang gelombang 400-500 nm. Perbedaan keduanya terjadi pada puncak penyerapan yang
terbesar. Pada flavin terjadi di dekat panjang gelombang 370 nm sedangkan karotenoid terjadi
pada panjang gelombang 450 nm.
Respon fototropik bersifat adaptif, perbedaan diantara tanaman-tanaman yang beradaptasi
terhadap habitat yang berlawanan akan terjadi demikian juga halnya pada perbedaan genotip pada
pola susunan daun (Turesson, 1922 dalam Fitter dan Hay 1998). Tanaman-tanaman dengan
susunan daun yang menyebar (prostat) akan mempunyai koefisien peredaman cahaya yang jauh
lebih besar di dalam kanopi daripada yang berdaun tegak.
2.4 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan
Perkecambahan biji-biji sangat dipengaruhi oleh adanya rangsangan cahaya. Fitokrom
merupakan suatu protein yang kompleks yang terdifusi luas pada kosentrasi yang rendah pada
tumbuh-tumbuhan berhijau daun, berfungsi sebagai penerima cahaya. Cahaya bereaksi dengan
fitokrom (P) untuk merubah fitokrom dari bentuk tidak aktif dengan penyerapan maksimum pada
panjang gelobang 660 nm (spektrum cahaya merah) menjadi bentuk tidak aktif menjadi bentuk
yang aktif. Dengan penyerapan maksimum pada panjang gelombang 730 nm (spectrum cahaya
merah jauh). Umumnya biji yang telah dewasa berada pada P730, namun pada proses imbibisi
berubah menjadi bentuk tidak aktif P660. Biji - biji yang berkecambah melalui aktifitas cahaya
merah merubah P730 kembali menjadi P 660.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup
di dunia. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai
tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan
jenis lainnya. Tiga aspek penting cahaya yang berpengaruh terhadap tanaman adalah kualitas
cahaya, intensitas cahaya, dan lama penyinaran. Cahaya berpengaruh mempengaruhi
fotosintesis, fototropisme, dan perkemcambahan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung


Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi Terjemahan). Gadjah Mada
University Press. Hal. 322-339.
Kimball, J.W. 1992. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Linda, R. 2007. Pengaruh cahaya terhadap tumbuhan. Universitas Tanjungpura. Pontianak
Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman. PT. Melton Putra. Jakarta
https://www.kompasiana.com/ikpj/ekologi-tumbuhan-cahaya-suhu-dan
air_54ff4049a33311954a50fa24
MAKALAH KELOMPOK

CAHAYA DAN ASPEK FISIOLOGI TANAMAN

MATA KULIAH EKOLOGI TANAMAN

KELOMPOK 7

Eugenius S. Oetet (1604060158)

Kartika Michele Nalle (1604060026)

Sisilia E. Frinka (1605060028)

Teofilus F. Reda (1504060122)

AGROTEKNOLOGI 1

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018

Anda mungkin juga menyukai