Anda di halaman 1dari 52

Materi Penyuluhan Kehutanan

Seri :11/2012

SEKOLAH LAPANG
ISBN. 978-602-7878-05-1

Sekolah Lapang

Pengarah : Kepala Pusat Penyuluhan Kehutanan


Penanggung Jawab : Kepala Bidang Pengembangan Penyuluhan Kehutanan
Penyusun : Dr. Ir. Yumi, M.Si
Dyah Ediningtyas, S.Hut, M.Si
Design Cover : Jaya Suhendi

Catatan : Tulisan ini sebagian bukan hasil karya sendiri, melainkan diambil dari berbagai
tulisan dan hasil pengamatan lapangan, selanjutnya diperuntukkan bagi
Penyuluh Kehutanan

ii
KATA PENGANTAR

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan - RI Nomor :


P.40/Menhut-II/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kehutanan, tercantum bahwa Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kehutanan (BP2SDMK) berkedudukan sebagai unsur pendukung dengan
tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan SDM kehutanan dan
salah satu fungsinya adalah penyiapan bahan materi penyuluhan
kehutanan.
Penyiapan materi penyuluhan dilakukan dalam rangka membekali
Penyuluh Kehutanan dengan berbagai informasi kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan kehutanan serta meningkatkan kompetensi yang
bersangkutan.
Salah satu Materi Penyuluhan Kehutanan yang disusun dalam tahun
2012 adalah sekolah lapang. Buku ini disusun dengan mengambil bahan
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Banjarnegara Prov. Jawa
Tengah dan PT. Indonesia Power, serta pengalaman di beberapa tempat.
Diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dan referensi sehingga
pelaksanaan penyuluhan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
para pihak sehingga buku ini dapat tersusun.
Semoga bermanfaat.

Kepala Pusat,

Ir. Erni Mayana,


MM
NIP. 19580521
198403 2 001

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ V
DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL .......................................................... VII

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Maksud Dan Tujuan .................................................................. 3
C. Sasaran ................................................................................... 3
D. Pengertian ............................................................................... 3

BAB II SEKOLAH LAPANG SEBAGAI METODE PENYULUHAN .......................... 4


A. Ciri Khusus ............................................................................... 4
B. Prinsip-Prinsip .......................................................................... 4
C. Proses Belajar .......................................................................... 5
D. Jenis dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan ........... 7
E. Waktu Pelaksanaan Sekolah Lapang ........................................... 8
F. Pelaku Sekolah Lapang ............................................................. 8
G. Keluaran/Output ....................................................................... 9
H. Tahapan .................................................................................. 9
I. Manfaat ................................................................................... 10
J. Syarat Keberhasilan Sekolah Lapang .......................................... 11

BAB III PERSIAPAN SEKOLAH LAPANG ........................................................ 12


A. Pemilihan Lokasi ....................................................................... 12
B. Sosialisasi dan Pertemuan Pendahuluan ...................................... 13
C. Pelatihan Pemandu Sekolah Lapang dan Pemandu Desa .............. 13
D. Penetapan Peserta .................................................................... 15

BAB IV PERENCANAAN SEKOLAH LAPANG ................................................... 16


A. Identifikasi Potensi, Kebutuhan dan Permasalahan ...................... 16
B. Menentukan Tujuan, Topik dan Kurikulum Belajar ....................... 17
C. Kontrak Belajar ........................................................................ 19

V
BAB V PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANG .................................................... 21
A. Pertemuan Kelompok ............................................................... 21
B. Studi Banding dan Magang ....................................................... 31
C. Kegiatan Hari Temu Lapang (Field Day) ..................................... 33

BAB VI PENGEMBANGAN SEKOLAH LAPANG ................................................. 35


A. Penguatan Kelembagaan Desa .................................................. 35
B. Penguatan Jejaring Kerja/Kemitraan .......................................... 36

BAB VII MONITORING DAN EVALUASI ........................................................... 39


A. Kriteria Keberhasilan Sekolah Lapang ......................................... 40
B. Metode Monitoring Dan Evaluasi ................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44

Halaman

VI
DAFTAR GAMBAR
Halaman Halaman
Gambar 1 Siklus Belajar Lewat Pengalaman (Experience Learning Cycle) ...... 6
Gambar 2 Ballot Box Sebagai Metode Untuk Menentukan Kebutuhan Belajar
Peserta Sekolah Lapang................................................................ 18
Gambar 3 Contoh Kontrak Belajar Pada Sekolah Lapang Konservasi
Banjarnegara ............................................................................ 20
Gambar 4 Petani Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Sedang
Melakukan Pengamatan Hama Tanaman Kopi Di Lahan Salah
Seorang Anggota ....................................................................... 22
Gambar 5 Suasana Diskusi Kelompok Dalam Pertemuan Sekolah Lapang........ 24
Gambar 6 Hasil Diskusi Kelompok Dituliskan Pada Kertas Plano, Siap Untuk
Dipresentasikan ........................................................................ 25
Gambar 7 Presentasi Oleh Peserta Sekolah Lapang Konservasi Mengutarakan
Hasil Evaluasi Terhadap Bangunan Konservasi Yang Telah
Dilakukan Peserta ..................................................................... 25
Gambar 8 Peserta Sekolah Lapang Banjarnegara Dengan Bersemangat
Menyanyikan Lagu “SELAMAT JUMPA” Yang Merupakan Lagu
Wajib Dinyanyikan Pada Setiap Pertemuan Sekolah Lapang .......... 27
Gambar 9 Pemandu Sedang Memberikan Penjelasan Tentang Konservasi
Lahan ...................................................................................... 28
Gambar 10 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pestisida Nabati ....................................................... 29
Gambar 11 Peserta Sekolah Lapang Secara Swadaya Dengan Semangat
Gotong Royong Mengolah Lahan Dan Membuat Pembibitan .......... 30
Gambar 12 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pupuk Bokashi ......................................................... 31
Gambar 13 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Melakukan Studi
Banding Budidaya Kopi Ke Temanggung ..................................... 32
Gambar 14 Peningkatan Produksi Dan Kualitas Kopi, Penjualan Pupuk Bokashi
Sebagai Bukti Adanya Peningkatan Pengetahuan Dan Ketrampilan
Peserta Setelah Kegiatan Studi Banding Dan Magang ................... 33

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Jenis Dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan ..... 7

VII
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum tercapainya visi dan misi pembangunan kehutanan
“Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera” antara lain disebabkan oleh
belum sepenuhnya menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai
subyek atau pelaku utama pembangunan kehutanan itu sendiri.
Meskipun paradigma pembangunan kehutanan telah bergeser dari
“Pengelolaan hutan yang berorientasi pada peningkatan produksi hasil
hutan kayu (wood based management) menjadi pengelolaan hutan
berbasis masyarakat (community based management), namun peran
aktif masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan masih jauh
dari yang diharapkan.
Kegiatan penyuluhan kehutanan yang telah dilaksanakan guna
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kehutanan belum dapat
menunjukkan hasil yang optimal. Berbagai metode penyuluhan yang
telah diterapkan saat ini belum sepenuhnya dapat menggugah
kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan
hutan. Metode-metode penyuluhan yang diterapkan saat ini cenderung
pada “Bagaimana seorang penyuluh kehutanan menyampaikan materi
penyuluhan yang digali dari kebutuhan masyarakat sasaran,
bagaimana memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat sasaran dalam melaksanakan kegiatan di bidang
kehutanan”. Namun metode-metode penyuluhan yang telah
dilaksanakan tersebut belum sepenuhnya melibatkan masyarakat
secara langsung dalam menggali sendiri kebutuhan serta
permasalahan yang dihadapinya di lapangan hingga menemukan
sendiri bagaimana cara memecahkan masalah yang dihadapinya.
Seiring dengan meningkatnya kapasitas penyuluh kehutanan
beserta masyarakat sasarannya, metode-metode penyuluhan yang
telah diterapkan sebelumnya, sudah seharusnya dikembangkan
menjadi metode penyuluhan yang melibatkan peran aktif masyarakat
sasaran dalam kegiatan pembangunan kehutanan. Metode penyuluhan
yang dapat menempatkan masyarakat sasaran sebagai sosok yang

1
memiliki potensi, sehingga melalui upaya yang bersifat edukatif
dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada
masyarakat tentang bagaimana menggali potensi diri dan potensi
sumberdaya di sekitarnya, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya alam
secara bijak, berkelanjutan dan terjaga kelestariannya. Metode
penyuluhan tersebut dikenal dengan “Sekolah Lapang”, yang tema dan
modul-modulnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat peserta
Sekolah Lapang itu sendiri.
Melalui pelaksanaan Sekolah Lapang bidang kehutanan
diharapkan masyarakat dapat tergugah kesadarannya bahwa manusia
sangat membutuhkan lingkungannya dan bukan sebaliknya, sehingga
pada akhirnya masyarakat mandiri berpartisipasi aktif dalam
pembangunan kehutanan dengan menjaga dan melestarikan hutan
beserta lingkungannya. Sekolah Lapang merupakan salah satu metode
penyuluhan yang ditujukan untuk “menyadarkan manusia” agar sadar
dan tahu bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa dukungan
lingkungannya.
Program pembangunan kehutanan saat ini masih belum banyak
yang menggunakan pendekatan Sekolah Lapang. Padahal pengalaman
Sekolah Lapang di bidang pertanian dan beberapa praktek
pembangunan kehutanan yang dijalankan dengan pendekatan Sekolah
Lapang oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat dan organisasi
lainnya telah membuktikan efektivitas dalam membentuk perilaku
mandiri peserta. Program-program pemberdayaan masyarakat dalam
bidang kehutanan seperti Hutan Tanaman Rakyat, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan program lainnya sesungguhnya
sangat efektif menggunakan pendekatan Sekolah Lapang. Oleh karena
itu penulisan buku ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan
gambaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap upaya
pemberdayaan masyarakat. Penulisan buku ini diharapkan dapat
melengkapi beberapa literatur mengenai Sekolah Lapang di bidang
kehutanan yang diterbitkan oleh Ditjen BPDAS PS, khususnya pada
nuansa metode pembelajaran dalam Sekolah Lapang.

2
B. Maksud Dan Tujuan
Buku Sekolah Lapang ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada para penyuluh kehutanan, penyelenggara
penyuluhan kehutanan atau pihak-pihak lain yang akan melaksanakan
kegiatan Sekolah Lapang kehutanan.
Tujuan penyusunan buku ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang metode
penyuluhan “Sekolah Lapang”;
2. Memotivasi berbagai pihak untuk menyelenggarakan Sekolah
Lapang sebagai salah satu metode pembelajaran dan
pemberdayaan masyarakat;
3. Menjadi acuan dalam merancang kegiatan Sekolah Lapang
kehutanan sesuai dengan kebutuhan kelompok tani binaannya.

C. Sasaran
Sasaran bagi penyusunan buku ini adalah :
1. Penyuluh kehutanan
2. Badan Koordinasi Penyuluhan Kehutanan Provinsi
3. Badan Pelaksana Penyuluhan Kehutanan Kabupaten/Kota
4. Dinas Kehutanan/Instansi teknis yang menyelenggarakan kegiatan
penyuluhan kehutanan
5. Kelompok tani dan masyarakat yang akan menjadi calon peserta
Sekolah Lapang.

D. Pengertian
Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan
pembatas, terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode
pendekatan Pendidikan Orang Dewasa (POD) guna mengembangkan
dan memberdayakan petani/kelompok tani/masyarakat melalui sistem
pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan
bidang kehutanan.

3
II. SEKOLAH LAPANG SEBAGAI METODE PENYULUHAN

Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali pada


tahun 1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan
pertanian. Sekolah Lapang telah menghasilkan perubahan yang luar biasa
dalam meningkatkan kapasitas dan partisipasi petani khususnya dalam
pengendalian hama terpadu. Sekolah Lapang bukanlah sekolah formal,
yang pembelajaran dilakukan di ruang kelas dengan jadwal waktu yang
ketat dan ruang gerak yang terbatas. Sekolah Lapang sebagai salah satu
metode penyuluhan atau pembelajaran dan pendidikan petani memiliki ciri
khusus, prinsip, azas, tahapan yang membedakannya dengan metode
penyuluhan dan pembelajaran lainnya. Hasil akhir yang diharapakan dari
kegiatan Sekolah Lapang ialah menghasilkan petani yang sadar lingkungan,
kritis dan mandiri dalam mengembangkan usahatani bidang kehutanan
secara berkelanjutan.
A. Ciri Khusus
Sekolah Lapang yang dikenal dengan ciri khusus “Sekolah tanpa
dinding” memiliki pengertian terbuka dan tidak kaku. Pembelajaran
dilakukan secara partisipatif, dengan memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk menetapkan materi pembelajaran khusus yang
berkaitan dengan permasalahan nyata yang dihadapinya di lapangan.
Proses pembelajaran Sekolah Lapang didasarkan pada Pendidikan
Orang Dewasa yang dikemas dalam metode pembelajaran yang
praktis, sistematis dan menarik (tidak kaku).

B. Prinsip-Prinsip
1. Proses belajar pada siklus belajar lewat ”pengalaman”;
2. Kurikulum belajar terpadu dengan kebutuhan dan sesuai dengan
kompetensi masyarakat;
3. Sarana belajar utama adalah realitas alam dan terkait aktivitas
masyarakat;
4. Waktu belajar sesuai dengan satu periode pengelolaan usaha
secara berkala;

4
5. Metode belajar praktis dengan satu periode dan terjangkau
masyarakat setempat;
6. Menggunakan metode belajar Pendidikan Orang Dewasa
(andragogi), tidak ada “guru”, yang ada “fasilitator” sebagai
pendamping yang membantu melancarkan proses belajar;
7. Pembahasan topik-topik tematik yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi masyarakat.

C. Proses Belajar
Proses belajar dengan alam lebih ditekankan untuk membangun
kecerdasan dan mengembangkan daya kritis. Metode Sekolah Lapang
bukan merupakan pengalihan (transfer) teknologi atau informasi tetapi
mengutamakan kajian pengalaman untuk memperoleh ilmu
pengetahuan. Setiap warga belajar didorong untuk mampu mengamati
realitas, mengungkapkan pengalaman dan gagasan, menganalisa
fakta, mengambil keputusan, dan melakukan aktivitas secara bersama.
Mereka berposisi sebagai subyek untuk memimpin sendiri dan
memotori proses belajar dan aksi bersama secara bertahap dan
berkelanjutan.
Proses belajar dalam Sekolah Lapang erat kaitannya dengan
pandangan terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup yang
aktif dan kreatif yang senantiasa 'haus' akan pengertian tentang arti
dan maksud hidup. Pola Sekolah Lapang dirancang sedemikan rupa
sehingga kesempatan belajar petani terbuka selebar-lebarnya agar
para petani berinteraksi dengan realita mereka secara langsung, serta
menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang terkandung di dalamnya.
Sekolah Lapang bukan sekedar “belajar dari pengalaman”, melainkan
suatu proses sehingga peserta didik yang kesemuanya adalah orang
dewasa, dapat menguasai suatu proses “penemuan ilmu” (discovery
learning) yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan
usahataninya maupun dalam kehidupan sehari-hari.

5
Secara garis besar, siklus belajar dalam metode Sekolah Lapang ialah:
1. Mengalami/Melakukan,
Peserta Sekolah Lapang mencoba mengamati kegiatan
pengolahan lahan yang merpakan aktivitas mereka sehari-harinya
2. Mengungkapkan
Peserta Sekolah Lapang menggambarkan ekosistem yang ada.
3. Menganalisa
Peserta berdiskusi bersama tentang topik yang dibahas dan
mencoba menganalisanya.
4. Menyimpulkan
Peserta memutuskan tindakan yang perlu dilakukan dari hasil
pembahasan.
5. Menerapkan
Peserta melakukan dan menerapkan ilmu yang diperoleh di lahan
belajar dan lahan sendiri.

Gambar 1 : Siklus Belajar Lewat Pengalaman (Experience Learning Cycle)

6
D. Jenis dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan
Jenis dan tema pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan sangat
beragam, sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat, berikut ini contoh Sekolah Lapang Kehutanan dan
tema pembelajarannya.

Tabel : Jenis Dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan

No Jenis Sekolah Lapang Tema Pembelajaran


1 Sekolah Lapang Tanaman Perkebunan
Pengelolaan Kebun Campur Tanaman Campur (Tahunan dan Musiman)
Pengelolaan Bambu
Tanaman Bawah Tegakan
2. Sekolah Lapang Desa Konservasi
Pengelolaan Kawasan Pengelolaan Daerah Penyangga
Konservasi
3. Sekolah Lapang Rehabilitasi Lahan
Pengelolaan Lahan dan Pertanian Ekologis/Konservasi
Hutan Pertanian Terpadu di Kawasan Hulu
Lembaga Masyarakat Desa Hutan
4. Sekolah Lapang Perlindungan Sumber Air
Pengelolaan Air Baku Tabungan Air
Panen Air
5 Sekolah Lapang Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sanitasi Pengelolaan Air Limbah
Pengelolaan Air Bersih
7. Sekolah Lapang Hutan Penataan batas areal secara partisipatif
Kemasyarakatan Pembuatan Kebun Bibit Desa
Agroforestry
8. Sekolah Lapang Hutan Desa Penataan batas areal secara partisipatif
Pembuatan Kebun Bibit Desa
Agroforestry
9. Sekolah Lapang Perubahan Dinamika Iklim
Iklim Unsur Iklim
Pemanfaatan Informasi Iklim untuk mengelola resiko
Iklim
10. Sekolah Lapang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Pengelolaan Hutan Bersama Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
Masyarakat (PHBM) Pengembangan Koperasi
11. Sekolah Lapang REDD dan REDD
Perdagangan Karbon Perhitungan Karbon
Perdagangan Karbon

7
Pada setiap jenis Sekolah Lapang, selain tema bidang kehutanan
pembelajaran juga mencakup tema umum lainnya seperti manajemen
kelompok, komunikasi, penguatan kelembagaan, penguatan kemitraan
dan kewirausahaan.

E. Waktu Pelaksanaan Sekolah Lapang


Tema Sekolah Lapang tersebut diuraikan ke dalam pembagian
kurikulum/topik. Sekolah Lapang biasanya dilaksanakan 10-14 kali
pertemuan (sesuai dengan kebutuhan, dan perkembangan
masyarakat). 1 bulan dapat dilaksanakan 2 kali pertemuan, sehingga
total pelaksanaan Sekolah Lapang dapat diselesaikan kurang lebih
selama 5-7 bulan. Tema Sekolah Lapang dibagi ke dalam pertemuan 2
bulanan.

F. Pelaku Sekolah Lapang


1. Peserta
Peserta Sekolah Lapang adalah masyarakat setempat yang
mempunyai hubungan kerja atau social dengan tema Sekolah
Lapang. Peserta dipilih melalui proses pemahaman terhadap tema
Sekolah Lapang. Keterlibatan kaum perempuan perlu diperhatikan
untuk memberi ruang keseimbangan antara laki-laki dan
perempuan. Jumlah peserta dibatasi 25-30 orang untuk
menghasilkan proses belajar yang baik.
2. Pemandu
Pemandu Sekolah Lapang terdiri dari pemandu lapangan
dan pemandu desa. Pemandu lapangan adalah pengelola program
Sekolah Lapang. Sebelum menjadi pemandu lapnagan mereka
harus menigkuti Training of Trainer (ToT). Pelatihan ToT ini
biasanya dilaksanakan 3-4 bulan untuk membangun kapasitas
mereka dalam mengelola Sekolah Lapang. Selain menjadi
fasilitator, mereka juga dipersiapkan menjadi manajer kawasan,
yang terus mengembangkan kapasitas dalam membangun
jaringan kerja dengan para pihak.

8
Pemandu Desa adalah warga desa/tempat
diselenggarakannya Sekolah Lapang. Pemilihan didasarkan pada
masukan kepala desa dan tokoh masyarakat setempat, sebaiknya
pamong desa, tokoh masyarakat/adat atau orang yang
berpengalaman langsung sesuai dengan tema Sekolah Lapang.
Pemandu Desa pada tahap awal diharapkan berperan sebagai
penggerak masyarakat, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat
berperan sebagai pemandu lapangan.
3. Pendamping
Adalah penyuluh atau orang lain yang ditugaskan untuk
mendampingi kegiatan Sekolah Lapang di lokasi tertentu.
Pendamping bertugas untuk mendampingi peserta dan pemandu
desa agar proses pembelajaran Sekolah Lapang dapat berjalan
dengan baik.

G. Keluaran/Output
1. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani dalam
melakukan kegiatan/usaha tani bidang kehutanan
2. Meningkatnya kesadaran petani dalam menjaga kelestarian
lingkungan.
3. Terbangunnya pola pikir petani tentang pelestarian lingkungan
melalui proses pembelajaran Sekolah Lapang.
4. Terbangunnya kemandirian masyarakat tani dalam pengelolaan
sumberdaya alam/hutan secara berkelanjutan.
5. Meningkatnya partisipasi petani dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.

H. Tahapan
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan (a) Pemilihan lokasi sesuai
dengan tema kegiatan; (b) Sosialisasi/Pertemuan; (c) Pelatihan
Pemandu Desa; (d) Penetapan Peserta.

9
2. Perencanaan
Dilakukan identifikasi kebutuhan dan permasalahan berkaitan
dengan tema Sekolah Lapang. Berdasarkan hasil identifikasi
tersebut, peserta didampingi pemandu menetapkan bersama
materi dan kurikulum Sekolah Lapang.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar dalam Sekolah Lapang meliputi: (1)
Pertemuan Kelompok; (2) Studi Banding dan Magang; (3) Hari
Temu Lapangan (Field Day). Pada pertemuan kelompok dilakukan
kegiatan (a) Pengamatan dan Pengambilan Data Di Lapangan; (b)
Diskusi Analisa Kondisi dan Pengambilan Keputusan; (c)
Presentasi Hasil Diskusi dan Perumusan; (d) Dinamika Kelompok;
(e) Pembahasan topik-topik tematik; dan (f) Praktek
4. Pengembangan
Program Sekolah Lapang biasanya terbatas, untuk keberlanjutan
dan pengembangannya menjadi kelembagaan yang mandiri dan
dinamis perlu: (1) Penguatan Kelembagaan Desa; dan (2)
Penguatan Jejaring Kerja/Kemitraan.
5. Monitoring Dan Evaluasi
Perlu ditetapkan instrumen untuk mengukur keberhasilan kegiatan
Sekolah Lapang.

I. Manfaat
Sekolah Lapang diharapkan dapat menyiapkan petani mandiri,
tangguh, dan mampu beradaptasi menghadapi dinamika saat ini dan
tantangan masa depan. Hal ini penting mengingat perubahan dalam
segala bidang kehidupan berlangsung sangat cepat.

10
J. Syarat Keberhasilan Sekolah Lapang
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Sekolah Lapang, didapatkan
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan Sekolah Lapang
sebagai metode pembelajaran petani, antara lain:
1. Kuantitas dan kualitas peserta
2. Kurikulum berbasis kondisi spesifik lokasi
3. Kualitas pemandu baik pemandu Sekolah Lapang, pemandu
lapangan dan pemandu desa
4. Pendampingan intensif
5. Ketersediaan sarana pendukung pembelajaran
6. Program berkelanjutan

11
III. PERSIAPAN SEKOLAH LAPANG

Untuk mencapai Sekolah Lapang yang berhasil dan berdaya guna


dalam rangka mewujudkan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan
hutan secara lestari, tahapan penting yang tidak boleh dilewatkan atau
diabaikan ialah tahap persiapan. Tahapan persiapan berfungsi sebagai
proses membangun fondasi untuk Sekolah Lapang. Apapun jenis dan tema
Sekolah Lapang yang dipilih, diperlukan persiapan matang yang meliputi:
(1) Pemilihan lokasi; (2) Pertemuan Pendahuluan; (3) Pelatihan Pemandu
Desa; (4) Penetapan Peserta. Pemilihan lokasi, pelatihan pemandu desa
serta peserta Sekolah Lapang merupakan kunci terjaminnya kualitas dan
capaian Sekolah Lapang.
A. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi disesuaikan dengan tema Sekolah Lapang yang
akan dilaksanakan, mengikuti persyaratan dan kriteria lokasi yang
ditentukan berdasarkan tema Sekolah Lapang. Misalnya untuk Sekolah
Lapang Konservasi dipilih lokasi kritis yang memiliki tingkat kemiringan
tinggi, dimana masyarakat mengembangkan budidaya tanaman
pertanian dataran tinggi yang kurang memperhatikan aspek konservasi
tanah.
Proses seleksi lokasi dilakukan sampai dengan penentuan desa
yang akan menjadi lokasi Sekolah Lapang. Pemilihan lokasi, tidak saja
mempertimbangkan Potensi biofisik lokasi, tetapi juga potensi sosial
budaya dan ekonomi penduduk. Potensi biofisik lokasi antara lain:
klimatologi, kondisi (tata guna) lahan, hidrogeologi, kekayaan
keanekaragaman hayati, dan lainnya. Potensi sosial budaya seperti
kepadatan penduduk, mata pencaharian penduduk, tingkat
pendidikan, tingkat ekonomi, nilai-nilai sosial budaya penduduk,
kearifan lokal dan lainnya. Oleh karena itu untuk dapat menentukan
lokasi yang tepat dibutuhkan data dan informasi yang valid, baik data
primer maupun data sekunder. Oleh karena itu sebelum pemilihan
lokasi dibutuhkan kegiatan identifikasi lokasi atau survey di tingkat
lapangan.

12
B. Sosialisasi dan Pertemuan Pendahuluan
Sosialisasi atau pertemuan pendahuluan ini melibatkan para
pemangku kepentingan seperti pemerintah Daerah, LSM, forum
masyarakat, pelaku utama dan pelaku usaha setempat. Pertemuan ini
bertujuan untuk membangun pemahaman dan komitmen para pihak
untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan Sekolah Lapang.
Selain sosialisasi, pertemuan pendahuluan lainnya juga bertujuan
untuk mendapatkan kesepakatan tentang peserta, tempat dan waktu
Sekolah Lapang serta organisasi penyelenggara Sekolah Lapang.

C. Pelatihan Pemandu Sekolah Lapang dan Pemandu Desa


Salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang adalah
Kompetensi Pemandu Sekolah Lapang atau Pemandu Lapangan dan
Pemandu Desa dalam mendampingi Sekolah Lapang. Oleh karena itu
baik Pemandu Sekolah Lapang maupun Pemandu Desa perlu
mendapatkan pelatihan yang mencakup perluasan wawasan dan
pengetahuan, pembentukan sikap positif dan ketrampilan memfasilitasi
kegiatan Sekolah Lapang, yang mencakup metode pembelajaran
Sekolah Lapang, metode fasilitasi/kepemanduan, topik teknis berkaitan
dengan tema Sekolah Lapang. Sebagai contoh: Pemandu Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu di Kementerian Pertanian
sebelum mendampingi kegiatan Sekolah Lapang telah mendapatkan
pelatihan selama 6 bulan. Pelatihan mencakup Sekolah Lapang
sebagai metode pembelajaran partisipasi, teknik fasilitasi dan
pengetahuan dan ketrampilan teknis berkaitan dengan
penanggulangan hama penyakit tanaman sesuai dengan fase
pertumbuhan tanaman.
Pelatihan Pemandu Sekolah Lapang dan Pemandu Desa
membutuhkan waktu cukup lama dan tenaga fasilitator yang cukup
banyak sesuai dengan spesifikasi keahlian dan kebutuhan pelatihan.
Oleh karena itu pelatihan pemandu atau yang sering disebut dengan
ToT (Training of Trainers) ini membutuhkan biaya yang cukup banyak,
sehingga sangat diharapkan ToT ini mendapat dukungan dana dari
donor.

13
Untuk mendapatkan Pemandu Lapangan dan Pemandu Desa yang
handal, dalam perekrutannya perlu dipertimbangkan kriteria atau
persyaratan sebagai berikut:
Kriteria calon Fasilitator/Penyuluh Kehutanan sebagai Pemandu
Lapangan:
1. Berpengalaman sebagai pemandu, diharapkan yang telah
mengikuti Pelatihan Pemandu (Training of Trainers - ToT) Sekolah
Lapang;
2. Memiliki kemampuan menyampaikan materi/memandu proses
belajar Sekolah Lapang dengan menggunakan bahasa sederhana
yang mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta Sekolah
Lapang;
3. Bersikap aktif dan inovatif dalam membangun minat dan motivasi
peserta, capaian kegiatan dan dinamika kelompok;
4. Mampu memfasilitasi dan mengkoordinir pelaksanaan Sekolah
Lapang Bidang Kehutanan;
5. Memiliki komitmen yang tinggi di bidang penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat.

Kriteria Pemandu Desa antara lain:


1. Masyarakat biasa (bukan tokoh);
2. Mempunyai pengalaman dalam pengelolaan lahan dan hutan atau
aktivitas sosial masyarakat;
3. Lancar berkomunikasi baik lisan maupun tertulis;
4. Memiliki jiwa kepemimpinan;
5. Memiliki motivasi tinggi untuk memajukan masyarakat.

14
D. Penetapan Peserta
Keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang dalam membentuk
masyarakat mandiri berbasis pembangunan kehutanan, juga
ditentukan oleh kondisi dan kompetensi peserta Sekolah Lapang.
Untuk menjamin proses pembelajaran yang efektif, peserta Sekolah
Lapang harus dibatasi sebanyak 25-30 orang, dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Peserta merupakan anggota aktif dalam mengikuti kegiatan
kelompoknya;
2. Mengetahui potensi dan kondisi wilayah kerjanya;
3. Memiliki minat yang tinggi untuk belajar;
4. Memiliki motivasi yang tinggi untuk selalu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasannya dalam bidang
kehutanan.

15
IV. PERENCANAAN SEKOLAH LAPANG

Setelah lokasi, peserta dan pemandu Sekolah Lapang ditetapkan,


maka langkah selanjutnya adalah perencanaan bersama Sekolah Lapang.
Tahapan perencanaan pada intinya bertujuan memberikan motivasi dan
kesadaran peserta bahwa Sekolah Lapang ini diselenggarakan dari, oleh
dan untuk mereka. Oleh karena itu peserta, didampingi pemandu
menentukan tujuan yang ingin dicapai dari Sekolah Lapang, kegiatan-
kegiatan Sekolah Lapang yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
tersebut, sistem pemantuan dan evaluasi yang dilakukan serta aturan-
aturan yang perlu diberlakukan untuk keberhasilan Sekolah Lapang.
Dengan demikian pada tahap perencanaan Sekolah Lapang ini terdiri dari :
(1) Identifikasi Potensi, Kebutuhan dan Permasalahan; (2) Menentukan
Tujuan, Topik dan Kurikulum Belajar; dan (3) Kontrak Belajar.
A. Identifikasi Potensi, Kebutuhan dan Permasalahan
Penentuan topik dan kurikulum belajar harus disesuaikan dengan
potensi wilayah, kondisi sosial ekonomi peserta dan permasalahan
yang dihadapi peserta berkaitan dengan tema Sekolah Lapang. Oleh
karena itu peserta perlu memahami dengan benar potensi apa yang
dimiliki. Identifikasi potensi meliputi potensi sumber daya alam,
potensi sumberdaya manusia, potensi/modal sosial yang dimiliki
masyarakat desa, potensi finansial peserta maupun desa secara
keseluruhan. Dengan demikian setiap kelompok Sekolah Lapang wajib
memiliki peta desa (kondisi topografi, jenis komoditi, peruntukan
lahan, demografi, dll.).
Identifikasi kebutuhan masyarakat dan permasalahan yang
dihadapi khususnya berkaitan dengan tema Sekolah Lapang:
peningkatan kapasitas apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan
permasalahan apa yang perlu diselesaikan?. Keberhasilan Sekolah
Lapang adalah sejauhmana tujuan, topik dan kurikulum belajar yang
disusun menjawab kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh
peserta Sekolah Lapang.

16
B. Menentukan Tujuan, Topik dan Kurikulum Belajar
Sebelum memulai proses belajar, terlebih dahulu harus ditentukan
tujuan belajar, topik dan kurikulum belajar. Tujuan belajar yang
disusun berdasarkan kebutuhan dan permasalahan peserta akan
mengarahkan seluruh kegiatan Sekolah Lapang. Evaluasi pencapaian
tujuan belajar di akhir Sekolah Lapang merupakan salah satu indikator
keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang. Topik yang akan dipelajari
dalam Sekolah Lapang haruSekolah Lapangah sesuai dengan tujuan
belajar, jenis dan tema Sekolah Lapang. Setelah topik tersusun,
barulah disusun kurikulum dan materi belajar sesuai hasil kesepakatan
antara peserta Sekolah Lapang dengan Pemandu Lapangan. Adapun
tahapan dalam menentukan topik dan kurikulum Sekolah Lapang
adalah :
1. Identifikasi Kebutuhan Belajar
Kebutuhan materi belajar dapat ditentukan dengan metode
Ballot Box . Pemandu lapangan membagikan quisioner/daftar
isian kepada seluruh peserta Sekolah Lapang untuk diisi sesuai
dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman masing-masing
peserta. Quisioner ini selain ditujukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan peserta sekaligus untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan keterampilan peserta Sekolah Lapang di bidang
kehutanan. Setelah diisi, quisioner ini selanjutnya dimasukkan
dalam amplop tertutup dan dimasukkan dalam ballot box, yaitu
kotak tertutup ukuran ± 30 cm x 50 cm x 20 cm yang
ditempatkan pada pohon-pohon di dekat lahan milik peserta
Sekolah Lapang. Batas waktu dan penempatan ballot box ini atas
dasar kesepakatan peserta Sekolah Lapang.

17
Gambar 2 : Ballot Box Sebagai Metode Untuk Menentukan Kebutuhan
Belajar Peserta Sekolah Lapang

2. Pengolahan Data
Setelah batas akhir pemasukan kuesioner ke dalam ballot
box, Pemandu Lapangan mengambil dan membuka kuesioner dan
merekapitulasi hasil jawaban yang diberikan oleh peserta Sekolah
Lapang. Hasil rekapitulasi ini selanjutnya dinilai dan dievaluasi
untuk menentukan topik belajar dan menyusun kurikulum belajar.
3. Penentuan Topik Belajar
Hasil evaluasi dan penilaian terhadap jawaban quisioner
digunakan untuk menentukan topik belajar. Biasanya topik belajar
ini dipilih berdasarkan kebutuhan dan minat peserta Sekolah
Lapang, kondisi wilayah serta disesuaikan jenis dan tema Sekolah
Lapang. Misalnya : pada jenis Sekolah Lapang Konservasi dengan
tema pertanian organik, salah satu topik yang dipilih adalah
pembuatan pupuk bokashi. Pemilihan topik ini sesuai dengan
kondisi lahan kritis dan kebutuhan meningkatkan produktivitas
tanaman, serta mengurangi biaya pembelian pupuk kimia.
4. Penyusunan Kurikulum Belajar
Setelah penentuan topik belajar, selanjutnya dilakukan
penyusunan kurikulum. Kurikulum belajar ini disusun sendiri oleh
peserta Sekolah Lapang difasilitasi oleh Pemandu Lapangan yang
disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta Sekolah Lapang
serta disesuaikan dengan kondisi wilayah kerja peserta Sekolah

18
Lapang (dilihat dari peta desa). Penyusunan kurikulum ini
disesuaikan dengan jadwal belajar dan lamanya belajar.
Penyusunan kurikulum juga mencakup metode pembelajaran yang
diinginkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan peserta. Misalnya studi banding, magang dan lainnya.
Dengan demikian seluruh peserta ikut terlibat dan termotivasi
untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Sekolah Lapang
dengan aktif, karena mereka mengharapkan adanya manfaat yang
didapatkan melalui Sekolah Lapang.
5. Penyusunan Jadwal Belajar
Jadwal belajar disusun sesuai dengan kurikulum yang telah
disepakai bersama. Pertemuan dilakukan setiap 2 minggu sekali,
satu kali dalam satu bulan, atau disesuaikan dengan jadwal
kegiatan lapangan, guna mempelajari materi yang telah disusun
dalam kurikulum.
Pada akhir proses belajar dalam 1 periode belajar, peserta
diberikan pekerjaan rumah terkait materi untuk dibahas pada
pertemuan berikutnya. Kurikulum dan lamanya waktu belajar
disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan dana/anggaran
yang ada.

C. Kontrak Belajar
Setelah disusun tema, kurikulum dan jadwal belajar, kemudian
dituangkan dalam kontrak belajar. Kontrak belajar yaitu kesepakatan
yang dibuat antara petani/kelompok tani sebagai peserta Sekolah
Lapang dengan Pemandu Lapangan dalam melaksanakan
kegiatan/proses belajar. Dalam kontrak belajar, harus dituangkan
kesepakatan tentang : tema, jadwal Sekolah Lapang, kurikulum,
tempat belajar, lokasi praktek lapang, hak dan kewajiban peserta
Sekolah Lapang dan Pemandu Lapangan.

19
Gambar 3 : Contoh Kontrak Belajar Pada Sekolah Lapang Konservasi
Banjarnegara

20
V. PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANG

Berbeda dengan kegiatan belajar pada metode kursus tani, pelatihan


petani dan lainnya, pelaksanaan kegiatan belajar dalam Sekolah Lapang
harus bersifat fleksibel, artinya pelaksanaan masing-masing tahapan
Sekolah Lapang harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan
perkembangan peserta belajar. Dengan demikian pelaksanaan jenis
Sekolah Lapang yang sama, yang dimulai pada waktu yang bersamaan,
pada lokasi yang berbeda dapat dilaksanakan dengan kurikulum yang
berbeda, disesuaikan dengan tingkat pemahaman, tahap perkembangan
dan kebutuhan peserta. Lamanya pelaksanaan Sekolah Lapang juga dapat
berbeda-beda sesuai dengan tema Sekolah Lapang dan kebutuhannya.
Secara umum satu tema Sekolah Lapang dapat dilakukan sebanyak 10-12
kali pertemuan atau belajar bersama, setara dengan 5-6 bulan pelaksanaan
Sekolah Lapang. Pelaksanaan kegiatan belajar dalam Sekolah Lapang
bukan pada pertemuan 10-12 kali saja, tetapi mencakup kegiatan belajar
mandiri melalui praktek di lahan masing-masing dan kegiatan praktek
berkelompok di luar jadwal pertemuan.
A. Pertemuan Kelompok
Apa pun jenis Sekolah Lapang yang dilaksanakan, kegiatan belajar
mengikuti siklus belajar “Mengalami – Mengungkapkan – Menganalisa
– Menyimpulkan – Menerapkan”. Siklus belajar tersebut diwujudkan
dalam setiap pertemuan kelompok atau dan kegiatan pembelajaran
lainnya. Dengan demikian agenda dalam setiap pertemuan / kegiatan
pembelajaran Sekolah Lapang mencakup kegiatan :
1. Pengamatan Dan Pengambilan Data Di Lapangan
Dalam setiap pertemuan belajar Sekolah Lapang, biasanya
didahului dengan kegiatan pengamatan dan pengambilan data di
lapangan, tempat kegiatan pembelajaran dilakukan. Tujuan
kegiatan ini ialah semua peserta belajar melihat secara nyata hasil
atau perkembangan dari kegiatan yang dilakukan, permasalahan
yang ditemui oleh peserta pada waktu pengamatan dilakukan.
Untuk Sekolah Lapang Konservasi, pengamatan dan
pengambilan data dilakukan di lapangan untuk melihat bagaimana

21
konservasi sudah dilaksanakan oleh anggota Sekolah Lapang.
Biasanya tiap orang/kelompok mengambil salah satu kasus di
lahan orang/kelompok lainnya untuk diamati, dikaji dan kemudian
dicatat sebagai data hasil pengamatan. Data dan informasi yang
didapatkan dari pengamatan masing-masing peserta belajar di
lapangan ini ditulis untuk menjadi bahan diskusi dan analisa
dalam kelompok.
Contoh pada jenis Sekolah Lapang Konservasi : pada
pertemuan ke-…, kegiatan belajar diawali dengan pengamatan
terhadap pertumbuhan tanaman kopi setelah diberikan pestisida
nabati. Pada pertemuan sebelumnya peserta telah belajar
membuat pestisida nabati dan mempraktekkannya, kemudian
disemprotkan pada tanaman kopi. Peserta belajar mengamati dan
mempelajari hubungan atau pengaruh pemberian pestisida nabati
terhadap tingkat serangan hama, jenis hama, hama apa yang
berkurang, bagaimana kondisi tanaman setelah diberikan pestisida
nabati dan apa dampak bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.
Hasil pengamatan tersebut dicatat oleh peserta, sebagai bahan
dan data untuk diskusi.

Gambar 4 : Petani Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara


Sedang Melakukan Pengamatan Hama Tanaman Kopi Di Lahan
Salah Seorang Anggota

22
2. Diskusi Analisa Kondisi dan Pengambilan Keputusan
Kegiatan diskusi analisa kondisi dan pengambilan keputusan
ini bertujuan agar setiap peserta dapat menarik suatu pelajaran,
bahkan menemukan teori berkaitan dengan kegiatan yang telah
dilakukan. Diskusi juga bertujuan mendorong peningkatan
pemahaman dan kesadaran peserta tentang topic pembelajaran
dari hasil sharing pengetahuan, pengalaman di antara peserta.
Selain itu diskusi juga diharapkan dapat meningkatkan
pengenalan dan keakraban antara peserta satu dengan lainnya.

Hasil pengamatan di lapangan kemudian didiskusikan dan


dianalisa dalam kelompok kemudian dituangkan dalam kertas
plano. Diskusi kelompok dipimpin oleh salah seorang peserta
belajar, dengan panduan butir-butir pertanyaan diskusi yang telah
dibuat oleh pemandu sehingga setiap kelompok membahas hal
yang sama, walaupun lokasi pengamatan berbeda. Diskusi
kelompok harus dapat menghasilkan keputusan tindak lanjut,
sesuai dengan panduan yang dibuat oleh pemandu. Keputusan
tindak lanjut adalah sebagai kesimpulan belajar, sekaligus
masukan dan saran untuk upaya perbaikan dan mengatasi
permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran pada
pertemuan waktu itu.
Pada kegiatan diskusi, analisa kondisi dan pengambilan
keputusan ini perlu dijaga keseimbangan dalam diskusi sehingga
diskusi tidak didominasi oleh satu atau beberapa orang saja.
Peranan pemimpin diskusi sangat penting dalam memberikan
kesempatan kepada semua peserta secara aktif memberikan
pendapatnya dan menghindari pembicaraan yang terlalu
menyimpang. Oleh karena itu pemandu Sekolah Lapang/pemandu
lapangan perlu mengawasi dan mengingatkan pemimpin diskusi
sehingga diskusi ini berjalan baik, semangat dan setiap peserta
dapat memperoleh pembelajaran dari diskusi.

23
Gambar 5 : Suasana Diskusi Kelompok Dalam Pertemuan Sekolah Lapang

Kegiatan diskusi ini selain meningkatkan pengetahuan dan


wawasan berpikir peserta, juga dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan mengemukakan
pendapat. Dengan metode ini, secara tidak langsung mengubah
perilaku peserta (yang umumnya petani) umumnya memiliki sifat
enggan, malu dan tidak percaya diri dalam mengemukakan
pendapat menjadi petani yang memiliki kepercayaan diri dan
keberanian untuk berpendapat. Peranan pemandu Sekolah
Lapang, dan pemandu lapangan maupun pemandu desa dalam
mengawasi dan mengarahkan diskusi sangat penting dalam
mencapai perubahan perilaku petani peserta belajar tersebut.

24
Gambar 6 : Hasil Diskusi Kelompok Dituliskan Pada Kertas Plano, Siap
Untuk Dipresentasikan

3. Presentasi Hasil Diskusi dan Perumusan


Presentasi hasil diskusi dan perumusan bertujuan untuk
saling berbagi informasi hasil penemuan di lapangan, serta
keputusan hasil diskusi dan pembelajaran dalam kelompok.
Dengan demikian dari presentasi masing-masing kelompok dapat
dirumuskan hasil pembelajaran yang didapat melalui serangkaian
kegiatan pada hari tersebut. Pada sisi lain, presentasi
dimaksudkan sebagai media bagi peserta untuk meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat
secara terstruktur dan baik. Secara tidak langsung, peserta dilatih
untuk mengembangkan atau meningkatkan kepercayaan diri.

Gambar 7 : Presentasi Oleh Peserta Sekolah Lapang Konservasi


Mengutarakan Hasil Evaluasi Terhadap Bangunan Konservasi
Yang Telah Dilakukan Peserta.

25
Metode ini telah terbukti dan dirasakan manfaatnya oleh peserta.
Salah seorang petani wanita peserta Sekolah Lapang Konservasi
di Banjarnegara, yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar
tidak canggung lagi dalam berpendapat dan berbicara di depan
forum.

“Dulu sebelum ikut Sekolah Lapang saya tidak pernah berani berdiri
dan berbicara di depan orang banyak, apalagi didepan kaum pria.
Tetapi setelah mengikuti Sekolah Lapang selama 3 bulan, walaupun
hanya lulusan SD saya tidak pernah malu dan canggung lagi
mengutarakan pendapat dalam diskusi, bahkan sudah berani
presentasi….” ungkap salah seorang ibu rumah tangga peserta

4. Dinamika Kelompok
Sekolah Lapang merupakan sebuah metode pembelajaran
yang didasari prinsip belajar orang dewasa, peserta diajak terlibat
aktif dalam seluruh proses pembelajaran tetapi harus tetap
merasa nyaman dan senang dalam kegiatan belajar. Dengan
demikian metode belajar harus bervariasi, tidak kaku dan diselingi
dengan kegiatan yang menghasilkan dinamika kelompok.
Dinamika kelompok bertujuan :
a. Membangun suasana akrab dan meningkatkan ketrampilan
komunikasi antar sesama peserta;
b. Mengembangkan kerjasama yang efektif, membina
ketrampilan kepemimpinan;
c. Melatih cara-cara pengambilan keputusan yang baik dan
pemecahan masalah.
Ada banyak kegiatan untuk mendukung terciptanya dinamika
kelompok:
a. Lagu dan yel-yel untuk menggugah semangat belajar dan
kebersamaan
b. Berbagai bentuk permainan dentan tujuan tertentu:

26
1) permainan untuk memecahkan suasana (ice breaking)
2) permainan untuk meningkatkan kerja sama
3) permainan untuk meningkatkan motivasi
c. Kuiz atau teka-teki

Gambar 8 : Peserta Sekolah Lapang Banjarnegara Dengan Bersemangat


Menyanyikan Lagu “SELAMAT JUMPA” Yang Merupakan Lagu
Wajib Dinyanyikan Pada Setiap Pertemuan Sekolah Lapang.

5. Pembahasan Topik-Topik Tematik


Pembahasan topik-topik tematik dalam hal ini adalah
pembahasan teori-teori mendasar yang berkaitan dengan topik
bahasan sesuai kurikulum belajar dan tema Sekolah Lapang.
Tujuan pembahasan topik-topik tematik adalah menambah
wawasan atau melengkapi peserta belajar dengan teori-teori
mendasar berkaitan dengan teori yang telah mereka dapatkan
sendiri dari hasil pengamatan, praktek maupun diskusi. Pemandu
harus mempersiapkan dan memperlengakpi dirinya dengan
penguasaan teori-teori dasar yang berkaitan dengan topik
pembahasan pada setiap pertemuan, sesuai dengan topik yang
telah dituangkan dalam kurikulum belajar.

27
Gambar 9 : Pemandu Sedang Memberikan Penjelasan
Tentang Konservasi Lahan

Sebagai contoh: Dalam kurikulum yang telah disusun oleh


peserta bersama pemandu, pada salah satu pertemuan Sekolah
Lapang Konservasi telah disepakati topik bahasan mengenai :
“Pengenalan konservasi tanah dan lahan”. Pemandu perlu
memberikan pengertian dan teori dasar mengenai : (1) pengertian
dan manfaat konservasi lahan; (2) prinsip-prinsip konservasi
lahan; (3) pengenalan jenis-jenis konservasi lahan; dan (4) cara
pembuatan bangunan konservasi yang sederhana.
Contoh lainnya berkaitan Sekolah Lapang Konservasi, untuk
meningkatkan produksi kopi sebagai tanaman penguat tanah,
peserta telah menetapkan topik: “Pengenalan dan
penanggulangan hama penyakit tanaman kopi”. Pada saat
pertemuan kelompok selain pengamatan di lapangan untuk
pengenalan hama tanaman kopi, juga diberikan teori-teori dasar
tentang hama-hama pada tanaman kopi, dan cara
penanggulangannya. Oleh karena itu, pemandu perlu
mempersiapkan teori-teori mendasar tentang: (1) berbagai jenis
dan sifat hama yang menyerang tanaman kopi; (2) konsep dasar
pestisida nabati; (3) teknik pembuatan pestisida nabati.

28
6. Praktek
Kegiatan praktek bertujuan untuk peningkatan ketrampilan
peserta belajar dalam menerapkan teknik tertentu berkaitan
dengan topik dan tema Sekolah Lapang. Sebagai contoh praktek
pembuatan teras pada topik bahasan mengenai“ pengenalan
konservasi tanah dan lahan” pada Sekolah Lapang. Kegiatan
praktek merupakan bagian dari proses belajar learning by doing,
sehingga peserta tidak saja mengetahui teori tetapi dapat
memperoleh pengetahuan atau pembelajaran yang lebih mudah
dicerna dan diterapkan melalui praktek langsung.

Gambar 10 : Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan


Pembuatan Pestisida Nabati

29
Gambar 11 : Peserta Sekolah Lapang Secara Swadaya Dengan Semangat
Gotong Royong Mengolah Lahan Dan Membuat Pembibitan

Kegiatan praktek ini tidak berdiri sendiri atau terlepas dari


kegiatan lainnya seperti pengamatan, analisa, diskusi, presentasi
dan pembahasan topik, tetapi merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Dengan demikan peserta mendapatkan
pembelajaran yang utuh mengenai suatu topik, baik dari
pengetahuan (P), ketrampilan (K) dan sikap (S).

30
Gambar 12 : Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pupuk Bokashi

B. Studi Banding dan Magang


Selain kegiatan rutin pertemuan kelompok, peserta Sekolah
Lapang juga dapat melakukan kegiatan studi banding dan atau
magang untuk peningkatan kapasitas peserta mengenai topik atau
usaha tertentu. Kegiatan studi banding atau magang juga bermanfaat
untuk meningkatkan motivasi peserta dalam mengembangkan
usahanya, juga meningkatkan semangat kebersamaan dan
kekeluargaan antar peserta dan pemandu. Kegiatan studi banding dan
magang juga dapat memperluas jejaring kerja atau menambah mitra
bagi peserta Sekolah Lapang baik secara pribadi atau kelompok.

31
Gambar 13 : Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Melakukan
Studi Banding Budidaya Kopi Ke Temanggung

Sebagai contoh: untuk memperluas wawasan, meningkatkan


pengetahuan dan motivasi peserta Sekolah Lapang Konservasi di
Banjarnegara dalam budidaya dan pengembangan tanaman kopi
mereka melakukan studi banding ke Temanggung. Mereka melakukan
studi banding ke dengan biaya swadaya oleh peserta, dengan cara
menabung. Bahkan beberapa orang mendapat kesempatan magang
usahatani kopi ke Sidikalang, Nangroe Aceh Darusalam. Hasil magang
ke Aceh tersebut bahkan sudah diterapkan dan menghasilkan produk
kopi yang lebih baik.

32
Gambar 14 : Peningkatan Produksi Dan Kualitas Kopi, Penjualan Pupuk Bokashi
Sebagai Bukti Adanya Peningkatan Pengetahuan Dan Ketrampilan
Peserta Setelah Kegiatan Studi Banding Dan Magang.

C. Kegiatan Hari Temu Lapangan (Field Day)


Hari Temu Lapangan adalah kegiatan yang dilaksanakan pada
akhir pelaksanaan Sekolah Lapang. Kegiatan Hari Temu Lapangan ini
merupakan ajang penyebarluasan Sekolah Lapang, hasil kegiatan
Sekolah Lapang dan rencana tindak lanjut Sekolah Lapang. Kegiatan
Hari Temu Lapangan dilaksanakan satu hari dengan melibatkan
masyarakat sekitar desa, pemerintah daerah, lembaga atau forum
masyarakat serta pelaku usaha lokal. Kegiatan ini dipersiapkan oleh
peserta Sekolah Lapang dari berbagai lokasi, dalam bentuk pameran
dan presentasi.
Kegiatan ini juga diharapkan dapat menarik mitra untuk
mendukung keberlanjutan dan pengembangan usaha dan hasil yang
diperoleh dari Sekolah Lapang. Peserta Sekolah Lapang memaparkan
profil kelompok dan rencana pengembangan usahanya kepada
pemerintah daerah, pelaku usaha dan pihak lainnya untuk
memperoleh dukungan. Setelah kegiatan Hari Temu Lapangan ini
diharapkan ada kegiatan lanjutan berupa dialog dan interaksi lainnya
untuk menindaklanjuti komitmen dukungan yang dihasilkan pada Hari
Temu Lapangan.

33
Agenda Hari Temu Lapangan secara garis besar adalah :
1. Pameran dan diskusi terbuka dengan peserta Sekolah Lapang
2. Sarasehan
- pemaparan keberhasilan Sekolah Lapang dan rencana tindak
lanjut Sekolah Lapang dari berbagai kelompok Sekolah Lapang
untuk menarik dukungan dari berbagai pihak;
- Tanggapan dari berbagai pihak: pemerintah, pelaku usaha,
LSM dan pihak lainnya;
- Diskusi Umum.
3. Penandatanganan komitmen bersama dan diskusi rencana tindak
lanjut komitmen.

34
VI. PENGEMBANGAN SEKOLAH LAPANG

Salah satu tujuan Sekolah Lapang adalah mengembangkan


kemandirian peserta dan jejaring kerja untuk keberlanjutan program
Sekolah Lapang. Oleh karena itu dalam kegiatan Sekolah Lapang tidak saja
memperhatikan peningkatan kapasitas peserta dalam topik-topik teknis
sesuai tema Sekolah Lapang, tetapi juga peningkatan kapasitas dalam
penguatan kelembagaan dan jejaring kerja atau kemitraan.
A. Penguatan Kelembagaan Desa
Kelompok Sekolah Lapang diharapkan menjadi kelompok yang
dinamis, dan terus berkembang pada kegiatan-kegiatan lainnya, tidak
hanya terbatas pada lingkup kelompok tetapi berkembang pada
penguatan kelembagaan di tingkat dusun atau desa bahkan tingkatan
yang lebih tinggi lagi. Semangat kebersamaan dan kekeluargaan,
kemampuan menganalisa permasalahan, kemampuan berkomunikasi
yang telah didapatkan melalui Sekolah Lapang diharapkan dapat
memberikan dampak pada proses pembuatan aturan desa, membuat
kesepakatan masyarakat, pembuatan MoU masyarakat dengan pihak
lainnya.
Sebagai salah satu keberhasilan pengembangan Sekolah Lapang
adalah Sekolah Lapang Kelompok Tani Hutan (KTH) Sari Tani di Desa
Leksana, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi
Jawa Tengah. Setelah program Sekolah Lapang selesai dilaksanakan
pada tahun 2009, KTH ini sampai dengan saat ini masih tetap berjalan
dinamis. Kegiatan KTH saat ini telah berkembang ke masyarakat desa
lainnya. Dari segi ekonomi masyarakat Desa Leksana sudah pandai
membuat pupuk bokashi sehingga mengurangi pembelian pupuk urea.
Pendapatan masyarakat juga meningkat setelah berhasil
mengembangkan usahatani kopi sebagai tanaman penguat tanah di
lahan usahataninya. Dari sisi ekologis, masyarakat Desa Leksana telah
terbiasa berusahatani “ramah lingkungan” dengan melakukan kegiatan
konservasi yaitu membuat teras pada lahan-lahan curam di pinggir
sungai dan mengembangkan pertanian organik dengan memanfaatkan
bokashi dan penanggulangan hama dengan pestisida nabati. Dari segi

35
sosial, KTH telah berhasil menggerakkan dan mengembangkan
semangat kekeluargaan masyarakat desa lainnya untuk membantu
pembangunan sarana sosial di desa tersebut, yaitu pembuatan jalan
aspal untuk memudahkan pengangkutan hasil produksi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Sekolah Lapang KT Sari Tani telah
menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan (sustainable).

B. Penguatan Jejaring Kerja/Kemitraan


Keberlanjutan program Sekolah Lapang sangat bergantung pada
dukungan banyak pihak. Pelaksanaan Program Sekolah Lapang, yang
biasanya dilaksanakan selama 5-7 bulan, membutuhkan biaya yang
cukup besar. Pihak yang mendanai Sekolah Lapang biasanya
memberikan anggaran pelaksanaan Sekolah Lapang selama satu siklus
pembelajaran, yaitu 5-7 bulan pada kelompok yang sama. Dalam
kurun waktu tersebut diharapkan telah terjadi peningkatan kapasitas
masyarakat. Dukungan dari berbagai pihak untuk keberlanjutan dan
pengembangan kegiatan pemberdayaan pada kelompok yang telah
selesai menjalankan Sekolah Lapang membutuhkan kemampuan
memperluas dan meningkatkan jejaring kerja atau kemitraan.
Penguatan Jejaring kerja atau kemitraan dapat dilakukan dengan cara:
1. Menindaklanjut Hasil Kesepakatan “Hari Temu Lapangan” yang
mencakup kegiatan :
a. Pertemuan dan Dialog pembuatan MoU
Dalam pembuatan MoU perlu dibahas secara matang hak-hak
dan kewajiban antara mereka yang bermitra. Sehingga ada
kejelasan dalam hal-hal apa atau kegiatan apa saja yang
akan dimitrakan antara pihak pertama dan pihak kedua.
Kemudian MoU ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama
yang lebih rinci mengenai kegiatan-kegiatan apa yang akan
dikerjasamakan.
b. Perencanaan program bersama
Setelah perjanjian kerjasama ditandatangani oleh kedua
belah pihak perlu diatur pertemuan untuk merencanakan
program atau kegiatan bersama. Harus dituangkan dengan

36
jelas pembagian peran dan tanggung jawab kedua pihak
yang bermitra, tata waktu pelaksanaan kegiatan dan lainnya.
c. Pelaksanaan Kegiatan
Setelah kegiatan atau program disepakati bersama, masing-
masing pihak melaksanakan peran dan tanggung jawab yang
telah ditentukan bersama. Pelaksanaan kegiatan berpedoman
pada tata waktu yang telah disepakati. Untuk pelaksanaan
kegiatan dengan baik, kedua belah pihak yang bermitra harus
terus mengacu pada program yang telah dibuat bersama dan
memperhatikan perjanjian kerja sama yang telah disepakati.
d. Pemantauan dan Evaluasi
Kedua belah pihak perlu melakukan pemantauan terhadap
jalannya kegiatan, dan bersama-sama melakukan evaluasi
terhadap hasil kegiatan. Keberhasilan kemitraan dalam satu
kegiatan akan memudahkan jalan untuk kemitraan lebih
lanjut atau pengembangannya. Kemitraan akan terus berjalan
bahkan dapat dikembangkan bila kedua belah pihak
mendapatkan manfaat secara seimbang dari kemitraan yang
telah ada.

2. Merintis Kerjasama Dengan Mitra Lain


Sekolah Lapang yang berjalan dengan baik, menghasilkan
kelompok yang dinamis, semangat kebersamaan yang tinggi,
kepedulian terhadap kegiatan pembangunan berkelanjutan
(lestari), yang merupakan modal sosial penting dan dapat
diandalkan sebagai mitra kerja, baik bagi Pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat, pelaku usaha dan lainnya. Tetapi
kemampuan kelompok dan program atau rencana tindak lanjut
yang baik, tidak akan dapat “dijual” bila tidak dituangkan dan
disosialisasikan kepada pihak lain. Oleh karena itu untuk merintis
kerjasama dengan berbagai pihak, perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:

37
a. Membuat Proposal
Inti dari pembuatan proposal adalah meyakinkan calon mitra
kerja tentang kompetensi kelompok dengan sumberdaya
yang ada, dan memotivasi atau menarik calon mitra untuk
mau bermitra dengan kelompok tani. Oleh karena kemukakan
dengan jelas kegiatan yang sudah dilakukan dan akan
dilakukan, sumberdaya yang ada dan prospek pengembangan
usaha ke depan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak;
b. Melakukan Pendekatan Kepada Calon Mitra Kerja
Pendekatan kepada calon mitra kerja sebaiknya dilakukan
secara langsung dengan membawa proposal yang telah
dibuat. Pada pertemuan tersebut uraikan secara singkat
maksud dan tujuan proposal tersebut, kegiatan kelompok
saat ini dan rencana kelompok selanjutnya. Penjelasan
mengenai manfaat yang akan diperoleh dari kerja sama
dengan calon mitra juga diperlukan untuk memperkuat
argumentasi dan menarik minat calon mitra untuk bekerja
sama.
c. Dialog dan Pertemuan Intensif
Setelah penyerahan proposal kelompok perlu terus
memantau progres menjaring mitra kerja, apakah diterima
atau ditolak. Oleh karena itu perlu diadakan dialog atau
komunikasi secara intensif, dan bila diperlukan membuat janji
untuk bertemu secara intensif untuk meyakinkan mitra dan
mendorong ke arah MoU. Dalam hal ini kemampuan
kelompok dalam berkomunikasi dan berargumentasi, yang
telah diperoleh dan dikembangkan selama kegiatan Sekolah
Lapang, diuji kepiawaiannnya.
d. Pembuatan MoU
Bila pertemuan dan dialog tersebut telah menghasilkan
kesediaan calon mitra kerja untuk bekerja sama, maka perlu
langsung ditindaklanjuti dengan pembuatan dan
penandatangani MoU.

38
VII.MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan Evaluasi dalam setiap kegiatan merupakan unsur


penting yang perlu diperhatikan. Monitoring, yang dilaksanakan pada saat
kegiatan Sekolah Lapang berlangsung bertujuan untuk mengawasi dan
memeriksa pelaksanaan kegiatan apakah sudah tepat dan sesuai dengan
rencana. Apabila hasil monitoring menunjukkan adanya hal-hal atau
permasalahan di luar perencanaan, maka perlu segera diatasi dan dicarikan
solusi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai perencanaan. Evaluasi
Sekolah Lapang ditujukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kegiatan
mencapai tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapang yang baik juga ditunjukkan oleh
pengelolaan kegiatan, perencanaan dan pendokumentasian yang baik.
Pengelolaan Kegiatan yang baik dicirikan oleh:
1. Disiplin dan memanfaatkan waktu secara efisien;
2. Kehadiran peserta minimal 80% dan terjaga sepanjang musim
kegiatan;
3. Norma-norma belajar dan diskusi selalu terjaga sehingga terhindar
dari dominasi peserta tertentu;
4. Pengarus utamaan gender diterapkan dalam kelompok diskusi baik
secara kuantitas maupun kualitas;
5. Keterbukaan dan kebersamaan dalam pengelolaan keuangan;
6. Peserta dan pemandu paham dan menjalankan perannya secara
mandiri dan mengutamakan bekerja sama;
7. Saling memperhatikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi
manusia;
8. Proses dan struktur kepemimpinan dijalankan secara konsekuen;
9. Menjalankan nilai-nilai demokratis dalam setiap proses pengambilan
keputusan.

39
Perencanaan dan Pendokumentasian yang baik dicirikan oleh:
1. Setiap perencanaan mempunyai tujuan dan hasil yang jelas dan
terukur;
2. Setiap perencanaan kegiatan didokumentasikan;
3. Catatan proses dan hasil setiap pertemuan didokumentasikan dan
disusun secara sistematis;
4. Catatan hasil monitoring dan evaluasi selain didokumentasikan juga
dibahas pada akhir pertemuan;
5. Hasil pengamatan dan pengambilan keputusan peserta dicatat dan
dibahas bersama.

A. Kriteria Keberhasilan Sekolah Lapang


Untuk evaluasi kegiatan Sekolah Lapang diperlukan kriteria
penilaian secara umum yang dapat digunakan oleh semua pihak yang
berkaitan dengan kegiatan Sekolah Lapang. Sekolah Lapang dapat
dikatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Tanda Pemberdayaan
Sekolah Lapang sebagai upaya pemberdayaan, dikatakan berhasil
jika peserta Sekolah Lapang menunjukkan kriteria sebagai berikut:
a. Peserta Sekolah Lapang lebih percaya diri dan aktif dalam
hubungan sosial
b. Peserta merasa ikut memiliki kegiatan yang dijalankan;
c. Komunikasi antar peserta dalam berbagai pengalaman dan
informasi berjalan aktif;
d. Peserta memahami kerangka belajar dan mampu
mengembangkan tema-tema yang dipelajari;
e. Berpartisipasi secara aktif dalam setiap diskusi pengambilan
keputusan;
f. Mampu menggali dan membangun gagasan atau solusi yang
menjawab persoalan.

40
2. Capaian Hasil
Pelaksanaan Sekolah Lapang biasanya difokuskan pada salah satu
jenis atau tema, tetapi selalu mencakup unsur ekonomi,
ekologi/lingkungan dan sosial. Dengan demikian Sekolah Lapang
dikatakan berhasil jika :
a. Ada perbaikan dalam pengelolaan lahan sendiri dan kawasan
di desanya;
b. Ada perubahan dalam perilaku lebih mencintai lingkungan;
c. Ada perubahan dalam pengelolaan keuangan;
d. Ada proses adopsi inovasi teknologi;
e. Ada perbaikan kualitas kerja;
f. Ada peningkatan pendapatan baik melalui peningkatan
kualitas, efisiensi input, maupun peningkatan output (hasil).

3. Keberlanjutan
Keberhasilan Sekolah Lapang ditunjukkan oleh adanya
kemandirian, yaitu keberlanjutan aktivitas anggota Sekolah
Lapang, bahkan meluas kepada masyarakat lainnya sekalipun
tanpa pendampingan. Keberlanjutan tersebut terwujud dalam hal-
hal sebagai berikut:
a. Mampu memobilisasi narasumber dan pelaksana lokal;
b. Adanya lembaga lokal yang mampu berbagai biaya;
c. Terkait dan bekerja sama dengan program-program
setempat;
d. Mampu membangun keswadayaan masyarakat;
e. Menerapkan dan mengembangkan sistem monitoring dan
evaluasi secara partisipatif;
f. Perencanaan tindak lanjut yang dibuat masyarakat dapat
diterima, bahkan mendapat dukungan dari banyak pihak.

41
B. Metode Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain:
1. Kunjungan Tim Multipihak
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim multipihak,
yaitu perwakilan instansi teknis terkait, pemerintah daerah,
Lembaga Swadaya Masyarakat lokal, dan pemerintah desa dapat
memantau kualitas pelaksanaan Sekolah Lapang dari berbagai
sudut pandang. Keterlibatan tim multipihak dalam monitoring dan
evaluasi juga diharapkan dapat menjadi jembatan bagi
keberlanjutan Sekolah Lapang. Tim mulitpihak diharapkan juga
menjadi narasumber dan pendorong motivasi peserta. Kegiatan ini
sebaiknya dilakukan di awal, pertengahan dan akhir kegiatan
Sekolah Lapang sehingga dapat memantau proses pembelajaran
dalam kegiatan Sekolah Lapang secara menyeluruh.
2. Kunjungan Silang
Kunjungan silang perwakilan peserta Sekolah Lapang ke
lokasi dan kegiatan Sekolah Lapang lainnya selain untuk
monitoring dan evaluasi juga dapat membangun kompetisi yang
positif di antara peserta Sekolah Lapang. Proses saling melihat
dan menilai, berdialog dan sharing pengalaman antar peserta
merupakan cara yang cukup efektif untuk memperbaiki kesalahan,
meningkatkan kepercayaan diri, dan mengembangkan kegiatan
Sekolah Lapang.
3. Lokakarya Pemandu
Kegiatan ini selain untuk memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan Sekolah Lapang, juga menjadi media untuk sharing
pengalaman, pemecahan permasalahan, saling memotivasi dan
peningkatan kapasitas pemandu sebagai pendamping masyarakat.
Lokakarya pemandu ini juga dapat menjadi sarana untuk
menyusun rencana kegiatan terpadu. Lokakarya ini minimal
dilakukan pada saat awal dan akhir kegiatan, tetapi akan lebih
bermanfaat apabila dapat dilakukan juga pada pertengahan
kegiatan Sekolah Lapang.

42
4. Penilaian Terhadap Perubahan
Monitoring dan Evaluasi terhadap perubahan yang terjadi
dalam proses pembelajaran Sekolah Lapang merupakan bukti
nyata dari keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang. Oleh karena
itu penting sekali untuk membuat dokumentasi kegiatan mulai
dari awal, pertengahan dan akhir. Dokumentasi bukan hanya
berupa foto kegiatan fisik, tetapi pencatatan setiap perubahan
perilaku peserta akan menjadi informasi berharga bagi pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat.

43
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto N, Cahyana W, Lestari AS, Aditiajaya, Hakim AL. 2010. Sekolah


Lapangan ESP - Membangun Kemandirian Masyarakat dalam
Pengelolaan Sumberdaya Air. Jakarta: Environmental Service Program.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banjarnegara. 2010. Laporan
Pelaksanaan Sekolah Lapang Konservasi Program Community
Development. Banjarnegara: Dishutbun.
Kementerian Kehutanan. 2010. Pedoman Pembangunan dan
Pengembangan Sekolah Lapang Hutan Kemasyarakatan dan Hutan
Desa. Jakarta: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal
Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial.
Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Sekolah Lapang (Sekolah
Lapang). Jakarta: Direktorat Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan dan Air.

44

Anda mungkin juga menyukai