Seri :11/2012
SEKOLAH LAPANG
ISBN. 978-602-7878-05-1
Sekolah Lapang
Catatan : Tulisan ini sebagian bukan hasil karya sendiri, melainkan diambil dari berbagai
tulisan dan hasil pengamatan lapangan, selanjutnya diperuntukkan bagi
Penyuluh Kehutanan
ii
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat,
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ V
DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL .......................................................... VII
V
BAB V PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANG .................................................... 21
A. Pertemuan Kelompok ............................................................... 21
B. Studi Banding dan Magang ....................................................... 31
C. Kegiatan Hari Temu Lapang (Field Day) ..................................... 33
Halaman
VI
DAFTAR GAMBAR
Halaman Halaman
Gambar 1 Siklus Belajar Lewat Pengalaman (Experience Learning Cycle) ...... 6
Gambar 2 Ballot Box Sebagai Metode Untuk Menentukan Kebutuhan Belajar
Peserta Sekolah Lapang................................................................ 18
Gambar 3 Contoh Kontrak Belajar Pada Sekolah Lapang Konservasi
Banjarnegara ............................................................................ 20
Gambar 4 Petani Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Sedang
Melakukan Pengamatan Hama Tanaman Kopi Di Lahan Salah
Seorang Anggota ....................................................................... 22
Gambar 5 Suasana Diskusi Kelompok Dalam Pertemuan Sekolah Lapang........ 24
Gambar 6 Hasil Diskusi Kelompok Dituliskan Pada Kertas Plano, Siap Untuk
Dipresentasikan ........................................................................ 25
Gambar 7 Presentasi Oleh Peserta Sekolah Lapang Konservasi Mengutarakan
Hasil Evaluasi Terhadap Bangunan Konservasi Yang Telah
Dilakukan Peserta ..................................................................... 25
Gambar 8 Peserta Sekolah Lapang Banjarnegara Dengan Bersemangat
Menyanyikan Lagu “SELAMAT JUMPA” Yang Merupakan Lagu
Wajib Dinyanyikan Pada Setiap Pertemuan Sekolah Lapang .......... 27
Gambar 9 Pemandu Sedang Memberikan Penjelasan Tentang Konservasi
Lahan ...................................................................................... 28
Gambar 10 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pestisida Nabati ....................................................... 29
Gambar 11 Peserta Sekolah Lapang Secara Swadaya Dengan Semangat
Gotong Royong Mengolah Lahan Dan Membuat Pembibitan .......... 30
Gambar 12 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pupuk Bokashi ......................................................... 31
Gambar 13 Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Melakukan Studi
Banding Budidaya Kopi Ke Temanggung ..................................... 32
Gambar 14 Peningkatan Produksi Dan Kualitas Kopi, Penjualan Pupuk Bokashi
Sebagai Bukti Adanya Peningkatan Pengetahuan Dan Ketrampilan
Peserta Setelah Kegiatan Studi Banding Dan Magang ................... 33
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Jenis Dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan ..... 7
VII
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belum tercapainya visi dan misi pembangunan kehutanan
“Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera” antara lain disebabkan oleh
belum sepenuhnya menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai
subyek atau pelaku utama pembangunan kehutanan itu sendiri.
Meskipun paradigma pembangunan kehutanan telah bergeser dari
“Pengelolaan hutan yang berorientasi pada peningkatan produksi hasil
hutan kayu (wood based management) menjadi pengelolaan hutan
berbasis masyarakat (community based management), namun peran
aktif masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan masih jauh
dari yang diharapkan.
Kegiatan penyuluhan kehutanan yang telah dilaksanakan guna
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kehutanan belum dapat
menunjukkan hasil yang optimal. Berbagai metode penyuluhan yang
telah diterapkan saat ini belum sepenuhnya dapat menggugah
kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan
hutan. Metode-metode penyuluhan yang diterapkan saat ini cenderung
pada “Bagaimana seorang penyuluh kehutanan menyampaikan materi
penyuluhan yang digali dari kebutuhan masyarakat sasaran,
bagaimana memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat sasaran dalam melaksanakan kegiatan di bidang
kehutanan”. Namun metode-metode penyuluhan yang telah
dilaksanakan tersebut belum sepenuhnya melibatkan masyarakat
secara langsung dalam menggali sendiri kebutuhan serta
permasalahan yang dihadapinya di lapangan hingga menemukan
sendiri bagaimana cara memecahkan masalah yang dihadapinya.
Seiring dengan meningkatnya kapasitas penyuluh kehutanan
beserta masyarakat sasarannya, metode-metode penyuluhan yang
telah diterapkan sebelumnya, sudah seharusnya dikembangkan
menjadi metode penyuluhan yang melibatkan peran aktif masyarakat
sasaran dalam kegiatan pembangunan kehutanan. Metode penyuluhan
yang dapat menempatkan masyarakat sasaran sebagai sosok yang
1
memiliki potensi, sehingga melalui upaya yang bersifat edukatif
dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada
masyarakat tentang bagaimana menggali potensi diri dan potensi
sumberdaya di sekitarnya, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya alam
secara bijak, berkelanjutan dan terjaga kelestariannya. Metode
penyuluhan tersebut dikenal dengan “Sekolah Lapang”, yang tema dan
modul-modulnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat peserta
Sekolah Lapang itu sendiri.
Melalui pelaksanaan Sekolah Lapang bidang kehutanan
diharapkan masyarakat dapat tergugah kesadarannya bahwa manusia
sangat membutuhkan lingkungannya dan bukan sebaliknya, sehingga
pada akhirnya masyarakat mandiri berpartisipasi aktif dalam
pembangunan kehutanan dengan menjaga dan melestarikan hutan
beserta lingkungannya. Sekolah Lapang merupakan salah satu metode
penyuluhan yang ditujukan untuk “menyadarkan manusia” agar sadar
dan tahu bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa dukungan
lingkungannya.
Program pembangunan kehutanan saat ini masih belum banyak
yang menggunakan pendekatan Sekolah Lapang. Padahal pengalaman
Sekolah Lapang di bidang pertanian dan beberapa praktek
pembangunan kehutanan yang dijalankan dengan pendekatan Sekolah
Lapang oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat dan organisasi
lainnya telah membuktikan efektivitas dalam membentuk perilaku
mandiri peserta. Program-program pemberdayaan masyarakat dalam
bidang kehutanan seperti Hutan Tanaman Rakyat, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan program lainnya sesungguhnya
sangat efektif menggunakan pendekatan Sekolah Lapang. Oleh karena
itu penulisan buku ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan
gambaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap upaya
pemberdayaan masyarakat. Penulisan buku ini diharapkan dapat
melengkapi beberapa literatur mengenai Sekolah Lapang di bidang
kehutanan yang diterbitkan oleh Ditjen BPDAS PS, khususnya pada
nuansa metode pembelajaran dalam Sekolah Lapang.
2
B. Maksud Dan Tujuan
Buku Sekolah Lapang ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada para penyuluh kehutanan, penyelenggara
penyuluhan kehutanan atau pihak-pihak lain yang akan melaksanakan
kegiatan Sekolah Lapang kehutanan.
Tujuan penyusunan buku ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang metode
penyuluhan “Sekolah Lapang”;
2. Memotivasi berbagai pihak untuk menyelenggarakan Sekolah
Lapang sebagai salah satu metode pembelajaran dan
pemberdayaan masyarakat;
3. Menjadi acuan dalam merancang kegiatan Sekolah Lapang
kehutanan sesuai dengan kebutuhan kelompok tani binaannya.
C. Sasaran
Sasaran bagi penyusunan buku ini adalah :
1. Penyuluh kehutanan
2. Badan Koordinasi Penyuluhan Kehutanan Provinsi
3. Badan Pelaksana Penyuluhan Kehutanan Kabupaten/Kota
4. Dinas Kehutanan/Instansi teknis yang menyelenggarakan kegiatan
penyuluhan kehutanan
5. Kelompok tani dan masyarakat yang akan menjadi calon peserta
Sekolah Lapang.
D. Pengertian
Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan
pembatas, terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode
pendekatan Pendidikan Orang Dewasa (POD) guna mengembangkan
dan memberdayakan petani/kelompok tani/masyarakat melalui sistem
pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan
bidang kehutanan.
3
II. SEKOLAH LAPANG SEBAGAI METODE PENYULUHAN
B. Prinsip-Prinsip
1. Proses belajar pada siklus belajar lewat ”pengalaman”;
2. Kurikulum belajar terpadu dengan kebutuhan dan sesuai dengan
kompetensi masyarakat;
3. Sarana belajar utama adalah realitas alam dan terkait aktivitas
masyarakat;
4. Waktu belajar sesuai dengan satu periode pengelolaan usaha
secara berkala;
4
5. Metode belajar praktis dengan satu periode dan terjangkau
masyarakat setempat;
6. Menggunakan metode belajar Pendidikan Orang Dewasa
(andragogi), tidak ada “guru”, yang ada “fasilitator” sebagai
pendamping yang membantu melancarkan proses belajar;
7. Pembahasan topik-topik tematik yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi masyarakat.
C. Proses Belajar
Proses belajar dengan alam lebih ditekankan untuk membangun
kecerdasan dan mengembangkan daya kritis. Metode Sekolah Lapang
bukan merupakan pengalihan (transfer) teknologi atau informasi tetapi
mengutamakan kajian pengalaman untuk memperoleh ilmu
pengetahuan. Setiap warga belajar didorong untuk mampu mengamati
realitas, mengungkapkan pengalaman dan gagasan, menganalisa
fakta, mengambil keputusan, dan melakukan aktivitas secara bersama.
Mereka berposisi sebagai subyek untuk memimpin sendiri dan
memotori proses belajar dan aksi bersama secara bertahap dan
berkelanjutan.
Proses belajar dalam Sekolah Lapang erat kaitannya dengan
pandangan terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup yang
aktif dan kreatif yang senantiasa 'haus' akan pengertian tentang arti
dan maksud hidup. Pola Sekolah Lapang dirancang sedemikan rupa
sehingga kesempatan belajar petani terbuka selebar-lebarnya agar
para petani berinteraksi dengan realita mereka secara langsung, serta
menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang terkandung di dalamnya.
Sekolah Lapang bukan sekedar “belajar dari pengalaman”, melainkan
suatu proses sehingga peserta didik yang kesemuanya adalah orang
dewasa, dapat menguasai suatu proses “penemuan ilmu” (discovery
learning) yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan
usahataninya maupun dalam kehidupan sehari-hari.
5
Secara garis besar, siklus belajar dalam metode Sekolah Lapang ialah:
1. Mengalami/Melakukan,
Peserta Sekolah Lapang mencoba mengamati kegiatan
pengolahan lahan yang merpakan aktivitas mereka sehari-harinya
2. Mengungkapkan
Peserta Sekolah Lapang menggambarkan ekosistem yang ada.
3. Menganalisa
Peserta berdiskusi bersama tentang topik yang dibahas dan
mencoba menganalisanya.
4. Menyimpulkan
Peserta memutuskan tindakan yang perlu dilakukan dari hasil
pembahasan.
5. Menerapkan
Peserta melakukan dan menerapkan ilmu yang diperoleh di lahan
belajar dan lahan sendiri.
6
D. Jenis dan Tema Pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan
Jenis dan tema pembelajaran Sekolah Lapang Kehutanan sangat
beragam, sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat, berikut ini contoh Sekolah Lapang Kehutanan dan
tema pembelajarannya.
7
Pada setiap jenis Sekolah Lapang, selain tema bidang kehutanan
pembelajaran juga mencakup tema umum lainnya seperti manajemen
kelompok, komunikasi, penguatan kelembagaan, penguatan kemitraan
dan kewirausahaan.
8
Pemandu Desa adalah warga desa/tempat
diselenggarakannya Sekolah Lapang. Pemilihan didasarkan pada
masukan kepala desa dan tokoh masyarakat setempat, sebaiknya
pamong desa, tokoh masyarakat/adat atau orang yang
berpengalaman langsung sesuai dengan tema Sekolah Lapang.
Pemandu Desa pada tahap awal diharapkan berperan sebagai
penggerak masyarakat, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat
berperan sebagai pemandu lapangan.
3. Pendamping
Adalah penyuluh atau orang lain yang ditugaskan untuk
mendampingi kegiatan Sekolah Lapang di lokasi tertentu.
Pendamping bertugas untuk mendampingi peserta dan pemandu
desa agar proses pembelajaran Sekolah Lapang dapat berjalan
dengan baik.
G. Keluaran/Output
1. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani dalam
melakukan kegiatan/usaha tani bidang kehutanan
2. Meningkatnya kesadaran petani dalam menjaga kelestarian
lingkungan.
3. Terbangunnya pola pikir petani tentang pelestarian lingkungan
melalui proses pembelajaran Sekolah Lapang.
4. Terbangunnya kemandirian masyarakat tani dalam pengelolaan
sumberdaya alam/hutan secara berkelanjutan.
5. Meningkatnya partisipasi petani dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.
H. Tahapan
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan (a) Pemilihan lokasi sesuai
dengan tema kegiatan; (b) Sosialisasi/Pertemuan; (c) Pelatihan
Pemandu Desa; (d) Penetapan Peserta.
9
2. Perencanaan
Dilakukan identifikasi kebutuhan dan permasalahan berkaitan
dengan tema Sekolah Lapang. Berdasarkan hasil identifikasi
tersebut, peserta didampingi pemandu menetapkan bersama
materi dan kurikulum Sekolah Lapang.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar dalam Sekolah Lapang meliputi: (1)
Pertemuan Kelompok; (2) Studi Banding dan Magang; (3) Hari
Temu Lapangan (Field Day). Pada pertemuan kelompok dilakukan
kegiatan (a) Pengamatan dan Pengambilan Data Di Lapangan; (b)
Diskusi Analisa Kondisi dan Pengambilan Keputusan; (c)
Presentasi Hasil Diskusi dan Perumusan; (d) Dinamika Kelompok;
(e) Pembahasan topik-topik tematik; dan (f) Praktek
4. Pengembangan
Program Sekolah Lapang biasanya terbatas, untuk keberlanjutan
dan pengembangannya menjadi kelembagaan yang mandiri dan
dinamis perlu: (1) Penguatan Kelembagaan Desa; dan (2)
Penguatan Jejaring Kerja/Kemitraan.
5. Monitoring Dan Evaluasi
Perlu ditetapkan instrumen untuk mengukur keberhasilan kegiatan
Sekolah Lapang.
I. Manfaat
Sekolah Lapang diharapkan dapat menyiapkan petani mandiri,
tangguh, dan mampu beradaptasi menghadapi dinamika saat ini dan
tantangan masa depan. Hal ini penting mengingat perubahan dalam
segala bidang kehidupan berlangsung sangat cepat.
10
J. Syarat Keberhasilan Sekolah Lapang
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Sekolah Lapang, didapatkan
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan Sekolah Lapang
sebagai metode pembelajaran petani, antara lain:
1. Kuantitas dan kualitas peserta
2. Kurikulum berbasis kondisi spesifik lokasi
3. Kualitas pemandu baik pemandu Sekolah Lapang, pemandu
lapangan dan pemandu desa
4. Pendampingan intensif
5. Ketersediaan sarana pendukung pembelajaran
6. Program berkelanjutan
11
III. PERSIAPAN SEKOLAH LAPANG
12
B. Sosialisasi dan Pertemuan Pendahuluan
Sosialisasi atau pertemuan pendahuluan ini melibatkan para
pemangku kepentingan seperti pemerintah Daerah, LSM, forum
masyarakat, pelaku utama dan pelaku usaha setempat. Pertemuan ini
bertujuan untuk membangun pemahaman dan komitmen para pihak
untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan Sekolah Lapang.
Selain sosialisasi, pertemuan pendahuluan lainnya juga bertujuan
untuk mendapatkan kesepakatan tentang peserta, tempat dan waktu
Sekolah Lapang serta organisasi penyelenggara Sekolah Lapang.
13
Untuk mendapatkan Pemandu Lapangan dan Pemandu Desa yang
handal, dalam perekrutannya perlu dipertimbangkan kriteria atau
persyaratan sebagai berikut:
Kriteria calon Fasilitator/Penyuluh Kehutanan sebagai Pemandu
Lapangan:
1. Berpengalaman sebagai pemandu, diharapkan yang telah
mengikuti Pelatihan Pemandu (Training of Trainers - ToT) Sekolah
Lapang;
2. Memiliki kemampuan menyampaikan materi/memandu proses
belajar Sekolah Lapang dengan menggunakan bahasa sederhana
yang mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta Sekolah
Lapang;
3. Bersikap aktif dan inovatif dalam membangun minat dan motivasi
peserta, capaian kegiatan dan dinamika kelompok;
4. Mampu memfasilitasi dan mengkoordinir pelaksanaan Sekolah
Lapang Bidang Kehutanan;
5. Memiliki komitmen yang tinggi di bidang penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat.
14
D. Penetapan Peserta
Keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang dalam membentuk
masyarakat mandiri berbasis pembangunan kehutanan, juga
ditentukan oleh kondisi dan kompetensi peserta Sekolah Lapang.
Untuk menjamin proses pembelajaran yang efektif, peserta Sekolah
Lapang harus dibatasi sebanyak 25-30 orang, dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Peserta merupakan anggota aktif dalam mengikuti kegiatan
kelompoknya;
2. Mengetahui potensi dan kondisi wilayah kerjanya;
3. Memiliki minat yang tinggi untuk belajar;
4. Memiliki motivasi yang tinggi untuk selalu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasannya dalam bidang
kehutanan.
15
IV. PERENCANAAN SEKOLAH LAPANG
16
B. Menentukan Tujuan, Topik dan Kurikulum Belajar
Sebelum memulai proses belajar, terlebih dahulu harus ditentukan
tujuan belajar, topik dan kurikulum belajar. Tujuan belajar yang
disusun berdasarkan kebutuhan dan permasalahan peserta akan
mengarahkan seluruh kegiatan Sekolah Lapang. Evaluasi pencapaian
tujuan belajar di akhir Sekolah Lapang merupakan salah satu indikator
keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang. Topik yang akan dipelajari
dalam Sekolah Lapang haruSekolah Lapangah sesuai dengan tujuan
belajar, jenis dan tema Sekolah Lapang. Setelah topik tersusun,
barulah disusun kurikulum dan materi belajar sesuai hasil kesepakatan
antara peserta Sekolah Lapang dengan Pemandu Lapangan. Adapun
tahapan dalam menentukan topik dan kurikulum Sekolah Lapang
adalah :
1. Identifikasi Kebutuhan Belajar
Kebutuhan materi belajar dapat ditentukan dengan metode
Ballot Box . Pemandu lapangan membagikan quisioner/daftar
isian kepada seluruh peserta Sekolah Lapang untuk diisi sesuai
dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman masing-masing
peserta. Quisioner ini selain ditujukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan peserta sekaligus untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan keterampilan peserta Sekolah Lapang di bidang
kehutanan. Setelah diisi, quisioner ini selanjutnya dimasukkan
dalam amplop tertutup dan dimasukkan dalam ballot box, yaitu
kotak tertutup ukuran ± 30 cm x 50 cm x 20 cm yang
ditempatkan pada pohon-pohon di dekat lahan milik peserta
Sekolah Lapang. Batas waktu dan penempatan ballot box ini atas
dasar kesepakatan peserta Sekolah Lapang.
17
Gambar 2 : Ballot Box Sebagai Metode Untuk Menentukan Kebutuhan
Belajar Peserta Sekolah Lapang
2. Pengolahan Data
Setelah batas akhir pemasukan kuesioner ke dalam ballot
box, Pemandu Lapangan mengambil dan membuka kuesioner dan
merekapitulasi hasil jawaban yang diberikan oleh peserta Sekolah
Lapang. Hasil rekapitulasi ini selanjutnya dinilai dan dievaluasi
untuk menentukan topik belajar dan menyusun kurikulum belajar.
3. Penentuan Topik Belajar
Hasil evaluasi dan penilaian terhadap jawaban quisioner
digunakan untuk menentukan topik belajar. Biasanya topik belajar
ini dipilih berdasarkan kebutuhan dan minat peserta Sekolah
Lapang, kondisi wilayah serta disesuaikan jenis dan tema Sekolah
Lapang. Misalnya : pada jenis Sekolah Lapang Konservasi dengan
tema pertanian organik, salah satu topik yang dipilih adalah
pembuatan pupuk bokashi. Pemilihan topik ini sesuai dengan
kondisi lahan kritis dan kebutuhan meningkatkan produktivitas
tanaman, serta mengurangi biaya pembelian pupuk kimia.
4. Penyusunan Kurikulum Belajar
Setelah penentuan topik belajar, selanjutnya dilakukan
penyusunan kurikulum. Kurikulum belajar ini disusun sendiri oleh
peserta Sekolah Lapang difasilitasi oleh Pemandu Lapangan yang
disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta Sekolah Lapang
serta disesuaikan dengan kondisi wilayah kerja peserta Sekolah
18
Lapang (dilihat dari peta desa). Penyusunan kurikulum ini
disesuaikan dengan jadwal belajar dan lamanya belajar.
Penyusunan kurikulum juga mencakup metode pembelajaran yang
diinginkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan peserta. Misalnya studi banding, magang dan lainnya.
Dengan demikian seluruh peserta ikut terlibat dan termotivasi
untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Sekolah Lapang
dengan aktif, karena mereka mengharapkan adanya manfaat yang
didapatkan melalui Sekolah Lapang.
5. Penyusunan Jadwal Belajar
Jadwal belajar disusun sesuai dengan kurikulum yang telah
disepakai bersama. Pertemuan dilakukan setiap 2 minggu sekali,
satu kali dalam satu bulan, atau disesuaikan dengan jadwal
kegiatan lapangan, guna mempelajari materi yang telah disusun
dalam kurikulum.
Pada akhir proses belajar dalam 1 periode belajar, peserta
diberikan pekerjaan rumah terkait materi untuk dibahas pada
pertemuan berikutnya. Kurikulum dan lamanya waktu belajar
disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan dana/anggaran
yang ada.
C. Kontrak Belajar
Setelah disusun tema, kurikulum dan jadwal belajar, kemudian
dituangkan dalam kontrak belajar. Kontrak belajar yaitu kesepakatan
yang dibuat antara petani/kelompok tani sebagai peserta Sekolah
Lapang dengan Pemandu Lapangan dalam melaksanakan
kegiatan/proses belajar. Dalam kontrak belajar, harus dituangkan
kesepakatan tentang : tema, jadwal Sekolah Lapang, kurikulum,
tempat belajar, lokasi praktek lapang, hak dan kewajiban peserta
Sekolah Lapang dan Pemandu Lapangan.
19
Gambar 3 : Contoh Kontrak Belajar Pada Sekolah Lapang Konservasi
Banjarnegara
20
V. PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANG
21
konservasi sudah dilaksanakan oleh anggota Sekolah Lapang.
Biasanya tiap orang/kelompok mengambil salah satu kasus di
lahan orang/kelompok lainnya untuk diamati, dikaji dan kemudian
dicatat sebagai data hasil pengamatan. Data dan informasi yang
didapatkan dari pengamatan masing-masing peserta belajar di
lapangan ini ditulis untuk menjadi bahan diskusi dan analisa
dalam kelompok.
Contoh pada jenis Sekolah Lapang Konservasi : pada
pertemuan ke-…, kegiatan belajar diawali dengan pengamatan
terhadap pertumbuhan tanaman kopi setelah diberikan pestisida
nabati. Pada pertemuan sebelumnya peserta telah belajar
membuat pestisida nabati dan mempraktekkannya, kemudian
disemprotkan pada tanaman kopi. Peserta belajar mengamati dan
mempelajari hubungan atau pengaruh pemberian pestisida nabati
terhadap tingkat serangan hama, jenis hama, hama apa yang
berkurang, bagaimana kondisi tanaman setelah diberikan pestisida
nabati dan apa dampak bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.
Hasil pengamatan tersebut dicatat oleh peserta, sebagai bahan
dan data untuk diskusi.
22
2. Diskusi Analisa Kondisi dan Pengambilan Keputusan
Kegiatan diskusi analisa kondisi dan pengambilan keputusan
ini bertujuan agar setiap peserta dapat menarik suatu pelajaran,
bahkan menemukan teori berkaitan dengan kegiatan yang telah
dilakukan. Diskusi juga bertujuan mendorong peningkatan
pemahaman dan kesadaran peserta tentang topic pembelajaran
dari hasil sharing pengetahuan, pengalaman di antara peserta.
Selain itu diskusi juga diharapkan dapat meningkatkan
pengenalan dan keakraban antara peserta satu dengan lainnya.
23
Gambar 5 : Suasana Diskusi Kelompok Dalam Pertemuan Sekolah Lapang
24
Gambar 6 : Hasil Diskusi Kelompok Dituliskan Pada Kertas Plano, Siap
Untuk Dipresentasikan
25
Metode ini telah terbukti dan dirasakan manfaatnya oleh peserta.
Salah seorang petani wanita peserta Sekolah Lapang Konservasi
di Banjarnegara, yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar
tidak canggung lagi dalam berpendapat dan berbicara di depan
forum.
“Dulu sebelum ikut Sekolah Lapang saya tidak pernah berani berdiri
dan berbicara di depan orang banyak, apalagi didepan kaum pria.
Tetapi setelah mengikuti Sekolah Lapang selama 3 bulan, walaupun
hanya lulusan SD saya tidak pernah malu dan canggung lagi
mengutarakan pendapat dalam diskusi, bahkan sudah berani
presentasi….” ungkap salah seorang ibu rumah tangga peserta
4. Dinamika Kelompok
Sekolah Lapang merupakan sebuah metode pembelajaran
yang didasari prinsip belajar orang dewasa, peserta diajak terlibat
aktif dalam seluruh proses pembelajaran tetapi harus tetap
merasa nyaman dan senang dalam kegiatan belajar. Dengan
demikian metode belajar harus bervariasi, tidak kaku dan diselingi
dengan kegiatan yang menghasilkan dinamika kelompok.
Dinamika kelompok bertujuan :
a. Membangun suasana akrab dan meningkatkan ketrampilan
komunikasi antar sesama peserta;
b. Mengembangkan kerjasama yang efektif, membina
ketrampilan kepemimpinan;
c. Melatih cara-cara pengambilan keputusan yang baik dan
pemecahan masalah.
Ada banyak kegiatan untuk mendukung terciptanya dinamika
kelompok:
a. Lagu dan yel-yel untuk menggugah semangat belajar dan
kebersamaan
b. Berbagai bentuk permainan dentan tujuan tertentu:
26
1) permainan untuk memecahkan suasana (ice breaking)
2) permainan untuk meningkatkan kerja sama
3) permainan untuk meningkatkan motivasi
c. Kuiz atau teka-teki
27
Gambar 9 : Pemandu Sedang Memberikan Penjelasan
Tentang Konservasi Lahan
28
6. Praktek
Kegiatan praktek bertujuan untuk peningkatan ketrampilan
peserta belajar dalam menerapkan teknik tertentu berkaitan
dengan topik dan tema Sekolah Lapang. Sebagai contoh praktek
pembuatan teras pada topik bahasan mengenai“ pengenalan
konservasi tanah dan lahan” pada Sekolah Lapang. Kegiatan
praktek merupakan bagian dari proses belajar learning by doing,
sehingga peserta tidak saja mengetahui teori tetapi dapat
memperoleh pengetahuan atau pembelajaran yang lebih mudah
dicerna dan diterapkan melalui praktek langsung.
29
Gambar 11 : Peserta Sekolah Lapang Secara Swadaya Dengan Semangat
Gotong Royong Mengolah Lahan Dan Membuat Pembibitan
30
Gambar 12 : Peserta Sekolah Lapang Konservasi Sedang Mempraktekkan
Pembuatan Pupuk Bokashi
31
Gambar 13 : Peserta Sekolah Lapang Konservasi Banjarnegara Melakukan
Studi Banding Budidaya Kopi Ke Temanggung
32
Gambar 14 : Peningkatan Produksi Dan Kualitas Kopi, Penjualan Pupuk Bokashi
Sebagai Bukti Adanya Peningkatan Pengetahuan Dan Ketrampilan
Peserta Setelah Kegiatan Studi Banding Dan Magang.
33
Agenda Hari Temu Lapangan secara garis besar adalah :
1. Pameran dan diskusi terbuka dengan peserta Sekolah Lapang
2. Sarasehan
- pemaparan keberhasilan Sekolah Lapang dan rencana tindak
lanjut Sekolah Lapang dari berbagai kelompok Sekolah Lapang
untuk menarik dukungan dari berbagai pihak;
- Tanggapan dari berbagai pihak: pemerintah, pelaku usaha,
LSM dan pihak lainnya;
- Diskusi Umum.
3. Penandatanganan komitmen bersama dan diskusi rencana tindak
lanjut komitmen.
34
VI. PENGEMBANGAN SEKOLAH LAPANG
35
sosial, KTH telah berhasil menggerakkan dan mengembangkan
semangat kekeluargaan masyarakat desa lainnya untuk membantu
pembangunan sarana sosial di desa tersebut, yaitu pembuatan jalan
aspal untuk memudahkan pengangkutan hasil produksi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Sekolah Lapang KT Sari Tani telah
menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan (sustainable).
36
jelas pembagian peran dan tanggung jawab kedua pihak
yang bermitra, tata waktu pelaksanaan kegiatan dan lainnya.
c. Pelaksanaan Kegiatan
Setelah kegiatan atau program disepakati bersama, masing-
masing pihak melaksanakan peran dan tanggung jawab yang
telah ditentukan bersama. Pelaksanaan kegiatan berpedoman
pada tata waktu yang telah disepakati. Untuk pelaksanaan
kegiatan dengan baik, kedua belah pihak yang bermitra harus
terus mengacu pada program yang telah dibuat bersama dan
memperhatikan perjanjian kerja sama yang telah disepakati.
d. Pemantauan dan Evaluasi
Kedua belah pihak perlu melakukan pemantauan terhadap
jalannya kegiatan, dan bersama-sama melakukan evaluasi
terhadap hasil kegiatan. Keberhasilan kemitraan dalam satu
kegiatan akan memudahkan jalan untuk kemitraan lebih
lanjut atau pengembangannya. Kemitraan akan terus berjalan
bahkan dapat dikembangkan bila kedua belah pihak
mendapatkan manfaat secara seimbang dari kemitraan yang
telah ada.
37
a. Membuat Proposal
Inti dari pembuatan proposal adalah meyakinkan calon mitra
kerja tentang kompetensi kelompok dengan sumberdaya
yang ada, dan memotivasi atau menarik calon mitra untuk
mau bermitra dengan kelompok tani. Oleh karena kemukakan
dengan jelas kegiatan yang sudah dilakukan dan akan
dilakukan, sumberdaya yang ada dan prospek pengembangan
usaha ke depan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak;
b. Melakukan Pendekatan Kepada Calon Mitra Kerja
Pendekatan kepada calon mitra kerja sebaiknya dilakukan
secara langsung dengan membawa proposal yang telah
dibuat. Pada pertemuan tersebut uraikan secara singkat
maksud dan tujuan proposal tersebut, kegiatan kelompok
saat ini dan rencana kelompok selanjutnya. Penjelasan
mengenai manfaat yang akan diperoleh dari kerja sama
dengan calon mitra juga diperlukan untuk memperkuat
argumentasi dan menarik minat calon mitra untuk bekerja
sama.
c. Dialog dan Pertemuan Intensif
Setelah penyerahan proposal kelompok perlu terus
memantau progres menjaring mitra kerja, apakah diterima
atau ditolak. Oleh karena itu perlu diadakan dialog atau
komunikasi secara intensif, dan bila diperlukan membuat janji
untuk bertemu secara intensif untuk meyakinkan mitra dan
mendorong ke arah MoU. Dalam hal ini kemampuan
kelompok dalam berkomunikasi dan berargumentasi, yang
telah diperoleh dan dikembangkan selama kegiatan Sekolah
Lapang, diuji kepiawaiannnya.
d. Pembuatan MoU
Bila pertemuan dan dialog tersebut telah menghasilkan
kesediaan calon mitra kerja untuk bekerja sama, maka perlu
langsung ditindaklanjuti dengan pembuatan dan
penandatangani MoU.
38
VII.MONITORING DAN EVALUASI
39
Perencanaan dan Pendokumentasian yang baik dicirikan oleh:
1. Setiap perencanaan mempunyai tujuan dan hasil yang jelas dan
terukur;
2. Setiap perencanaan kegiatan didokumentasikan;
3. Catatan proses dan hasil setiap pertemuan didokumentasikan dan
disusun secara sistematis;
4. Catatan hasil monitoring dan evaluasi selain didokumentasikan juga
dibahas pada akhir pertemuan;
5. Hasil pengamatan dan pengambilan keputusan peserta dicatat dan
dibahas bersama.
40
2. Capaian Hasil
Pelaksanaan Sekolah Lapang biasanya difokuskan pada salah satu
jenis atau tema, tetapi selalu mencakup unsur ekonomi,
ekologi/lingkungan dan sosial. Dengan demikian Sekolah Lapang
dikatakan berhasil jika :
a. Ada perbaikan dalam pengelolaan lahan sendiri dan kawasan
di desanya;
b. Ada perubahan dalam perilaku lebih mencintai lingkungan;
c. Ada perubahan dalam pengelolaan keuangan;
d. Ada proses adopsi inovasi teknologi;
e. Ada perbaikan kualitas kerja;
f. Ada peningkatan pendapatan baik melalui peningkatan
kualitas, efisiensi input, maupun peningkatan output (hasil).
3. Keberlanjutan
Keberhasilan Sekolah Lapang ditunjukkan oleh adanya
kemandirian, yaitu keberlanjutan aktivitas anggota Sekolah
Lapang, bahkan meluas kepada masyarakat lainnya sekalipun
tanpa pendampingan. Keberlanjutan tersebut terwujud dalam hal-
hal sebagai berikut:
a. Mampu memobilisasi narasumber dan pelaksana lokal;
b. Adanya lembaga lokal yang mampu berbagai biaya;
c. Terkait dan bekerja sama dengan program-program
setempat;
d. Mampu membangun keswadayaan masyarakat;
e. Menerapkan dan mengembangkan sistem monitoring dan
evaluasi secara partisipatif;
f. Perencanaan tindak lanjut yang dibuat masyarakat dapat
diterima, bahkan mendapat dukungan dari banyak pihak.
41
B. Metode Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain:
1. Kunjungan Tim Multipihak
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim multipihak,
yaitu perwakilan instansi teknis terkait, pemerintah daerah,
Lembaga Swadaya Masyarakat lokal, dan pemerintah desa dapat
memantau kualitas pelaksanaan Sekolah Lapang dari berbagai
sudut pandang. Keterlibatan tim multipihak dalam monitoring dan
evaluasi juga diharapkan dapat menjadi jembatan bagi
keberlanjutan Sekolah Lapang. Tim mulitpihak diharapkan juga
menjadi narasumber dan pendorong motivasi peserta. Kegiatan ini
sebaiknya dilakukan di awal, pertengahan dan akhir kegiatan
Sekolah Lapang sehingga dapat memantau proses pembelajaran
dalam kegiatan Sekolah Lapang secara menyeluruh.
2. Kunjungan Silang
Kunjungan silang perwakilan peserta Sekolah Lapang ke
lokasi dan kegiatan Sekolah Lapang lainnya selain untuk
monitoring dan evaluasi juga dapat membangun kompetisi yang
positif di antara peserta Sekolah Lapang. Proses saling melihat
dan menilai, berdialog dan sharing pengalaman antar peserta
merupakan cara yang cukup efektif untuk memperbaiki kesalahan,
meningkatkan kepercayaan diri, dan mengembangkan kegiatan
Sekolah Lapang.
3. Lokakarya Pemandu
Kegiatan ini selain untuk memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan Sekolah Lapang, juga menjadi media untuk sharing
pengalaman, pemecahan permasalahan, saling memotivasi dan
peningkatan kapasitas pemandu sebagai pendamping masyarakat.
Lokakarya pemandu ini juga dapat menjadi sarana untuk
menyusun rencana kegiatan terpadu. Lokakarya ini minimal
dilakukan pada saat awal dan akhir kegiatan, tetapi akan lebih
bermanfaat apabila dapat dilakukan juga pada pertengahan
kegiatan Sekolah Lapang.
42
4. Penilaian Terhadap Perubahan
Monitoring dan Evaluasi terhadap perubahan yang terjadi
dalam proses pembelajaran Sekolah Lapang merupakan bukti
nyata dari keberhasilan pelaksanaan Sekolah Lapang. Oleh karena
itu penting sekali untuk membuat dokumentasi kegiatan mulai
dari awal, pertengahan dan akhir. Dokumentasi bukan hanya
berupa foto kegiatan fisik, tetapi pencatatan setiap perubahan
perilaku peserta akan menjadi informasi berharga bagi pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat.
43
VIII. DAFTAR PUSTAKA
44