PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan paradigma dalam hal hubungan keluarga, sekolah dan masyarakat terjadi
seiring perubahan yang terjadi di dunia pendidikan sebagai akibat dari berubahnya norma dan
pranata masyarakat sebagai akibat dari perubahan zaman. Globalisasi, dengan revolusi informasi
dan teknologinya, membuat dunia serasa semakin kecil. Batasan waktu dan ruang hamper tidak
ada lagi. Arus informasi mengalir bebas dari satu belahan bumi ke belahan bumi lainnya.
Perubahan dan perkembangan ini menggeser paradigma dan tabu lama dalam hal
hubungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dalam paradigma lama, keluarga, sekolah dan
masyarakat dianggap sebagai institusi yang terpisah-pisah. Oleh karena itu, tabulah kalau
masyarakat ikut campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Apalagi sampai
Sebaliknya, dewasa ini dalam batas-batas tertentu, anggapan semacam itu tidak lagi
berlaku. Keluarga berhak mengetahui apasaja yang diajarkan kepada anak. Dengan metode apa
anak diajar. Disinilah hubungan antara keluarga dan sekolah mulai terjalin. Masyarakat pun
berhak mengetahui apa yang terjadi di sekolah, bisa memberikan sumbang saran untuk
peningkatan mutu pendidikan. Dari sinilah terjadi hubungan resiprokal saling mengisi dan saling
Kemitraan perlu ditumbuhkan, dikembangkan dan dipelihara karena aadanya masalah dan
tantangan yang dihadapi dalam unpaya untuk memberikan pendidikan berkualitas prima.
perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat membuat tidak ada satu pihak pun yang bisa
memahami dan menyelesaikan masalah yang ada seorang diri. Tidak ada lagi single fighter yang
Pergeseran peran utama pemerintah dan swasta sebagai pemasok utama ke masyarakat
membuat kemitraan semakin nyata urgensinya. Pemerintah dan swasta tidak bisa lagi berperan
pendidikan karena keterbatasan sumber-sumber daya yang dimiliki. Untuk mengatasi permasalah
Kemitraan adalah solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan dan distribusi sumberdaya
di semua pihak. Kemitraan memungkinkan terjadinya sinergi untuk mencapai tujuan bersama.
Ketika kita, pada satu sisi mengharapkan tersedianya pendidikan dengan kualitas prima sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan zaman, mustahil kalau kita, keluarga dan masyarakat, hanya
tersedianya pendidikan berkualitas prima baru bisa dipenuhi manakala terjadi hubungan
resiprokal aktif interaktif antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam konteks pemberdayaan.
Dalam konteks masa kini, partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan tidak
bisa lagi dipandang hanya sebatas kewajiban. Partisipasi masyarakat kini adalah hak
(Dwiningrum; 2011:51). Karena sifatnya adalah hak, maka masyarakat seharusnya menuntut
dirinya untuk menjalankan haknya dengan melibatkan diri dan berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan. Hubungan timbal balik antara sekolah, keluarga dan masyrakat
diwujudkan dalam banyak hal. Ada yang bersinggungan langsung dengan proses pendidikan di
sekolah. Ada yang tidak bersinggungan langsung dengan proses pendidikan di sekolah. Salah
PERMASALAHAN
BAB II
PEMBAHASAN
SMA Negeri 1 Teluk Pandan, adalah salah satu Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Kutai
Timur yang berada di desa Teluk Pandan, Kecamatan Teluk Pandan. SMA Negeri 1 Teluk
Pandan didirikan pada tahun 2008, berada pada wilayah hutan Taman Nasional Kutai (TNK).
Keberadaan SMA Negeri 1 Teluk Pandan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tingkat
menengah atas bagi masyarakat Kecamatan Teluk Pandan. Di Kecamatan Teluk Pandan tedapat
lima desa, yaitu Desa Kandolo, Desa Teluk Pandan, Desa Martadinata, Desa Suka Rahmat, Desa
Karena keberadaannya di dalam wilayah Taman Nasional Kutai, SMA Negeri 1 Teluk
Pandan mengalami kendala dalam pembangunan sarana dan prasarana sekolah. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah dalam hal ini Menteri Kehutanan, di wilayah Taman Nasional tidak
diijinkan untuk mendirikan bangunan permanen. Sejak dibangun tahun 2008 sampai dengan
tahun 2013 sekolah ini hanya memiliki 6 ruang kelas dan 1 kantor untuk guru dan kepala
sekolah. Pada tahun 2014 atas prakarsa dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Kutai Timur waktu itu (Drs. H. Iman Hidayat, M.Si), maka dibangunlah
Karena keberadaannya di dalam taman nasional inilah SMA Negeri 1 Teluk Pandan, banyak
mengalami kendala, khusunya dalam pemenuhan kebutuhan sarana fisik bangunan. Beberapa
kali diupayakan untuk mengajukan permohonan bantuan baik kepada pemerintah daerah maupun
Bontang Samarinda dan sepanjang jalan poros Bontang Sangatta. Terdapat dua SMP Negeri
dan dua SMP Swasta yang menjadi sumber peserta didik SMA Negeri 1 Teluk Pandan. SMP
Negeri 1 Teluk Pandan berada di jalan poros Bontang Sangatta, peserta didiknya berasal dari
Desa Kandolo, Desa Teluk Pandan, Desa Martadinata, dan Desa Suka Rahmat. Sedangkan SMP
Negeri 2 Teluk Pandan, peserta didiknya berasal dari Desa Suka Damai, dan Desa Danau Redan.
Kondisi inilah yang menyebabkan peserta didik yang mendaftar di SMA Negeri 1 Teluk
Pandan pada setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jumlahnya berkisar 60 peserta didik.
Peserta didik tersebut 90 % berasal dari SMP Negeri 1 Teluk Pandan dan 10 % dari SMP Swasta
(MTs Al mufid dan MTs. Syaichona Cholil). Siswa SMP Negeri 2 Teluk Pandan sebagian besar
B. Permasalahan
Sesuai dengan peraturan pemerintah setiap sekolah harus menjalin kemitraan dan
membentuk Komite Sekolah, sebagai lembaga yang mewakili orang tua peserta didik dan
masyarakat. Pengurus dan anggota Komite Sekolah sekolah ini terdiri dari orang tua peserta
Di SMA Negeri 1 Teluk Pandan Komite Sekolah dibentuk sesuai prinsip demokratis,
melalui pemilihan pengurus secara terbuka dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh orang tua
peserta didik dan tokoh masyarakat. Komite Sekolah ini dibentuk sebagai mitra kerja sekolah
untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam hal penyelenggaraan pendidikan di SMA
Negeri 1 Teluk Pandan. Hingga saat Komite Sekolah di SMA Negeri 1 Teluk Pandan telah
1. Masih kurangnya pemahaman pengurus Komite Sekolah terhadap tugas pokok dan
C.
Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari kata dasar mitra. Mitra,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya teman, sahabat, kawan kerja. Visualsynonim,
kamus online memberikan definisi yang sangat bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan
sebagai hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi
Sekolah menjelaskan bahwa yang dimaksud kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal
antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang
tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan
yang bersifat intim antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling membantu
Dari definisi-definisi diatas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah adanya
keinginan untuk berbagi tanggungjawab yang diwujudkan melalui perilaku hubungan dimana
semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kemitraan yang berlaku adalah prinsip egaliter. Masing-masing pihak yang bermitra
memiliki posisi dan tanggung jawab yang sama. Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam
konteks kemitraan. Masing-masing menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas dan
Selain berkaitan dengan fungsi dan peran masing-masing dalam kemitraan, dalam kemitraan
tercakup dimensi kepentingan yang dijadikan andalan. Model kemitraan mengandalkan pada
kepentingan pribadi orangtua dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka
Kemitraan memandang semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan
pihak yang dapat didayagunakan dan mampu membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam kemitraan. Grant (1979:128)
mengingatkan bahwa kemitraan tidak boleh mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian.
Dalam hal menumbuhkan kemandirian, secara eksplisit Grant menganjurkan agar setelah
B. Pengertian Partisipasi
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu
kegiatan atau keikutsertaan atau peran serta. Menurut Made Pidarta (dalam Dwiningrum 2011),
partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan
dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisikdalam menggunakan segala kemampuan
yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung
Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kelompok
tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Cohen dan Uphoff (1997)
Komite sekolah adalah lembaga mandiri yang dibentuk berrdasarkan prakarsa masyarakat yang
peduli pendidikan, bukan didasarkan pada arahan atau instruksi dari lembaga pemerintahan
Kebijakan tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebenarnya bukan
hanya lahir secara intern dari Departemen Pendidikan Nasional, melainkan justru lahir dari
Bappenas, dalam bentuk UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) 2000 2004. Amanat UU itulah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mendiknas
dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Eksistensi dan posisi Komite Sekolah menjadi semakin kokoh karena adanya payung hukum
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya dalam Pasal 56.
Komite Sekolah adalah lembaga mandiri sebagai wadah yang memiliki kekuatan hukum untuk
menampung dan mewujudkan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan. Namun
demikian, perlu dipahami apa sebenarnya makna dari Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri
Untuk menjelaskan hal ini, Suparlan, dalam artikel yang dimuat di blog mengatakan bahwa
kemandirian ini sama sekali tidak terkait dengan anggaran atau subsidi. Kemandirian Komite
Sekolah sebenarnya terkait dengan dua hal penting. Pertama, terkait dengan status dan
kedudukan Komite Sekolah itu sendiri. Dia tidak menjadi subordinasi (bawahan) dari lembaga
Yang penting kedua adalah pelaksanaan peran dan fungsinya, yang sudah barang tentu tidak
sama atau tidak tumpang tindih dengan peran dan fungsi lembaga lain. Dengan demikian, peran
dan fungsi Komite Sekolah tidak dapat didekte oleh lembaga lain.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil masyrakat, komite tidak berada di bawah kendali
sekolah ataupun kepala sekolah. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat Komite Sekolah
merupakan dan menjadi jembatan antara keluarga, masyarakat dan sekolah. Tugas yang
Namun demikian, pada beberapa kasus, komite sekolah tidak bisa mendudukkan peran dan
fungsinya dalam pelaksanaan tugas sehingga bertindak sebagai atasan sekolah. Komite berusaha
mengendalikan dan turut campur terlalu dalam pada persoalan-persoalan teknis profesional
bidang pendidikan.
Sebaliknya, ada komite yang terlalu lemah sehingga dia hanya diperankan sebagai subordinasi
sekolah atau kepala sekolah. Hal ini terjadi karena, selain tidak mengerti tugas dan fungsinya,
perekrutan anggota komite ditentukan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang menentukan
siapa saja yang layak duduk sebagai anggota komite karena kepentingan tertentu. Pada kondisi
semacam ini, komite sekolah hanya berfungsi tak ubahnya sebagai tukang stempel kebijakan
Kelemahan dan ketimpangan seperti ini merupakan sebuah keprihatinan yang harus segera
diupayakan pemecahannya meskipun hal ini sifatnya kasuistis. Ketika Komite Sekolah berada di
bawah kendali atau menjadi bawahan sekolah atau kepala sekolah, sebenarnya saat itu juga
partispasi dann kemitraan antara sekolah, keluarga dan masyarakat tidak pernah terjadi.
Meskipun secara de facto dan de jure komite sekolah ada. Hubungan resiprokal interaktif tidak
Kemitraan dalam opersionalnya merupakan sebuah kerjasama antara orang atau kelompok orang
yang berkomitmen untuk berbagi tanggungjawab untuk mencapai satu tujuan bersama-
pendidikan yang bermutu bagi semua, terutama bagi golongan masyarakat miskin. Dalam
1. Jaringan (networking): berbagi informasi yang dapat membantu mitra untuk bekerja lebih
baik.
mengakomodasi yang lain dan secara nyata ada beberapa aspek pekerjaan yang menjadi
tanggungjawab masing-masing.
mengakomodasi yang lain, beberapa aspek dari pekerjaan menjadi tanggungjawab masing-
pendapat, memutuskan hal-hal yang menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas
disinergikan.
Percaya/Trust: saling mempercayai dan dapat dipercaya untuk membina kerjasama. Di sini
Berbagi/Share: semua yang terlibat dalam kemitraan harus mampu membagikan diri dan
masalah selama berjalannya proses dan hubungan kemitraan. Masalah akan selalu ada sebagai
bagian dari dinamika zaman dan keadaan yang ada. Selain itu, para pelaku kemitraan yang
adalah manusia-manusia yang memiliki keunikan dan dinamis itu sendiri sebenarnya merupakan
potensi masalah. Perbedaan latar belakang, nilai-nilai, pengalaman hidup yang dimiliki bisa
menimbulkan gesekan dengan sesama mitra. Namun demikian, implementasi PACTS akan
sangat membantu tidak hanya meminimalisir potensi konflik tetapi juga membuat kemitraan bisa
berjalan sesuai yang diharapkan dan menghasilkan sesuatu yang baikmutu pendidikan yang
tinggi.
BAB III
PENUTUP
Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri yang dibentuk atas dasar inisiatif masyarakat memiliki
peran dan fungsi sangat penting dalam pendidikan. Ia adalah bentuk partisipasi langsung
sekaligus menjadi wadah bagi keluarga dan masyarakat untuk berpartispasi dalam upaya
penyediaan layanan pendidikan dengan berkualitas tinggi bagi semua terutama untuk golongan
misikin.
Kedudukan sekolah, keluarga dan masyarakat yang dilembagakan dalam Komiite Sekolah adalah
sama. Artinya, tidak ada pola hubungan kerja atasan-bawahan. Yang ada adalah mitra yang
sama-sama memiliki komitmen dan tanggung jawab bersama untuk menentukan tujuan bersama.
Dalam pola kemitraan yang sifatnya sukarela tetapi sekaligus hak, prinsip yang diterapkan
adalah prinsip egaliter. Kesetaraan dalam kemitraan diimplementasikan dalam prinsip PACTS
dimana setiap orang memiliki partisipasi sesuai dengan kemampuannya, satu sama lain bisa
saling menerima, yang bisa saling mengomunikasikan diri dan rencanya, direkatkan oleh rasa
saling percaya juga kemauan untuk saling berbagi kemampuan, waktu dan harta untuk