DAN ENTOMOLOGI
Morfologi, siklus hidup, patogenesis, gejala klinik,
diagnosa laboratorium, dan epidemiologi dari
kelas Trematoda : 1. Schistosoma japonikum
2. Schistosoma mansoni
3. Schistosoma haematobium
Oleh kelompok 1
ANGGOTA 1. Amara Zahira Shofa 2313453001
2. Azzahra Azhari 2313453002
KELOMPOK 3. Ester Ramadani 2313453003
4. Jeani Dwi Aulia 2313453004
5. Azahra Luna Safrina 2313453005
6. Lutfi Hidayah 2313453006
7. Nur Aulia Utami 2313453007
8. Salsabila Paradila 2313453008
9. Zahwa Istiqomata.R 2313453009
10. Abdul Jabar Ahmadi 2313453010
11. Citra Ayu Aulia 2313453024
12. Irvan Nur Arifin 2313453037
MORFOLOGI SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
Cacing dewasa jantan
berukuran kira-kira 1,5 cm
dan yang betina kira-kira 1,9
cm, hidupnya di Vena
mesenterika superior. Telur
ditemukan di dinding usus
halus dan juga di alat-alat
dalam seperti hati, paru, dan
otak.
SIKLUS HIDUP SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
Cacing dewasa hidup di vena mesenterica inferior
di sekitar intestinum tenue→ telur menembus
jaringan submukosa intestinum → masuk ke dalam
lumen usus dan keluar dari tubuh bersama tinja →
di dalam air telur menetas → keluar mirasidium →
masuk ke hospes perantara → berkembang
menjadi sporokista → keluar dari hospes perantara
→ menjadi cercaria → penetrasi ke kulit manusia
→ ikut sirkulasi darah → menuju jantung, paru-
paru, kembali ke jantung → masuk sirkulasi darah
arteri → menjadi dewasa di vena mesenterica.
Cacing dewasa dapat berumur 5 – 6 tahun.
PATOGENESIS SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
1. Penetrasi Parasit: Infeksi dimulai ketika cercariae (stadium larva) Schistosoma
japonicum yang matang masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit saat
berkontak dengan air yang terkontaminasi. Mereka menembus kulit dan masuk ke
dalam pembuluh darah.
2. Migrasi Parasit: Setelah masuk ke dalam pembuluh darah, larva berubah menjadi
schistosomula dan bermigrasi melalui sistem vena menuju hati. Di hati, mereka
berkembang menjadi cacing dewasa dan menetap di vena portal (vena yang
menghubungkan usus dengan hati).
3. Reaksi Inflamasi: Cacing dewasa Schistosoma japonicum menyebabkan peradangan
kronis di sekitar vena portal. Mereka menghasilkan zat kimia yang merangsang respons
imun, termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV. Ini mengarah pada infiltrasi sel darah
putih, seperti sel limfosit, sel plasmacytoid, dan sel eosinofil, ke area peradangan.
PATOGENESIS SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
4. Pembentukan Granuloma: Respon imun inang terhadap cacing dewasa menghasilkan
pembentukan granuloma hati. Granuloma adalah struktur perlindungan yang terdiri dari
sel-sel imun, seperti makrofag, limfosit, dan sel fibrosis, yang mengelilingi parasit.
Granuloma bertujuan untuk mengepung dan membatasi pergerakan cacing, tetapi juga
dapat menyebabkan kerusakan jaringan hati.
5. Kerusakan Jaringan: Granuloma yang terus berkembang dan meningkat dapat
menyebabkan kerusakan jaringan hati yang signifikan, termasuk fibrosis (penggantian
jaringan normal dengan jaringan parut) dan sirosis hati (penyakit hati kronis yang
ditandai dengan pengerasan dan hilangnya fungsi hati).
6. Komplikasi: Infeksi jangka panjang dengan Schistosoma japonicum dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk hipertensi portal (tekanan darah tinggi di
dalam vena portal), perdarahan saluran pencernaan, pembesaran limpa, gangguan
fungsi hati, dan kerusakan organ lain seperti usus dan paru-paru.
GEJALA KLINIK SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
1. Pada kulit : hanya reaksi lokal yang ringan, pada jaringan
kulit terjadi infiltrasi selluler. Spesies non manusia dapat
menimbulkan dermatitis cercaria (swimmer’s itch).
2 .Pada paru-paru : terjadi rangsang traumatis dan infiltrasi, kadang-
kadang dengan haemorrhage, gejala batuk-batuk, dan nyeri di dada.
3 .Pada hati : dapat timbul hepatitis akut selama larva mengalami
pertumbuhan di dalam cabang-cabang vena portae dalam hepar. Pada
stadium sistemik ini akan terjadi gejala panas, menggigil, sakit kepala,
leukositosis, dan eosinophilia.
DIAGNOSA
LABORATORIUM SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam
tinja atau dalam jaringan biopsi seperti biopsi rektum.
Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis. Reaksi serologi yang biasa dipakai
adalah Circumoval precipitin test, Indirect
haemagglutination test, Complementfixatiom test,
Fluorescent antibody test dan Enzyme linked immuno
sorbent assay.
EPIDEMIOLOGI SCHISTOSOMA
JAPONIKUM
Schistosoma japonicum ditemukan terutama di Cina, Indonesia, dan
Filipina. Si Indonesia penyakit ini ditemukan di dua daerah di Sulawesi
Tengah yaitu di daerah danau Lindu pada tahun 1937 dan lembah
Napu pada tahun 1972.
Hospes nya adalah manusia dan berbagai binatang seperti anjing,
kucing, rusa, tikus sawah (Rattus), sapi, babi rusa, dan lain-lain.
Hospes perantaranya yaitu keong air Oncemelania hupensis lindoensis.
Pada manusia parasit ini dapat menyebabkan oriental schistosomiasis,
skistosomiasis, japonika, penyakit katayama atau penyakit demam
keong.
MORFOLOGI SCHISTOSOMA
MANSONI
Cacing dewasa jantan berukuran
kira-kira 1 cm dan betina kira-
kira 1,4 cm. Pada badan cacing
jantan S.mansoni terdapat
tonjolan lebih kasar bila
dibandingkan dengan
S.haematobium dan S.japonicum.
Tempat hidupnya di vena, kolon,
dan rektum. Telur juga tersebar
ke alat-alat lain seperti hati,
paru, dan otak.
SIKLUS HIDUP SCHISTOSOMA
MANSONI
Cacing dewasa hidup di vena mesenterica superior dan
plexus haemorrhoidalis → telur menembus jaringan
submukosa intestinum → masuk ke dalam lumen usus
dan keluar dari tubuh bersama tinja → di dalam air
telur menetas → keluar mirasidium → masuk ke hospes
perantara → berkembang menjadi sporokista → keluar
dari hospes perantara → menjadi cercaria → penetrasi
ke kulit manusia → ikut sirkulasi darah → menuju
jantung, paru-paru, kembali ke jantung → masuk
sirkulasi darah arteri → menjadi dewasa di vena
mesenterica.
cacing dewasa dapat berumur sampai 26 tahun dan
dapat menghasilkan telur sampai 300 butir tiap cacing
perhari.
PATOGENESIS SCHISTOSOMA
MANSONI
Penyakit hati pada schistosomiasis disebabkan oleh terperangkapnya telur yang tidak
dikeluarkan melainkan tersangkut di venula portal yang sesuai dengan diameter
terkecil telur, sekitar 50 µm 1 . Telur di hati tetap bertahan selama sekitar 3 minggu
dan mengeluarkan produk yang menimbulkan respons awal yang khas, granuloma telur
schistosoma. Pada beberapa orang dengan infeksi berat, akibat akhir dari
schistosomiasis hati adalah fibrosis portal yang parah. Fibrosis hepatik schistosomal
tingkat lanjut memberikan gambaran kasar berupa saluran portal fibrotik yang sangat
membesar, digambarkan oleh Symmers pada tahun 1904 menyerupai batang pipa
tanah liat yang ditusukkan melalui hati, dan sekarang disebut fibrosis batang pipa
Symmers 1. Infeksi Schistosoma dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap
prepaten dimulai dengan invasi serkaria dan diakhiri dengan inisiasi bertelur. Tahap
paten bertepatan dengan produksi telur schistosomiasis dan dapat dibagi lagi menjadi
schistosomiasis akut dan kronis 10 .
SCHISTOSOMA MANSONI
Gejala klinik Diagnosa Laboratorium
Pemeriksaan fisik umumnya dilakukan dari kepala hingga ujung kaki untuk mencari
adanya berbagai kelainan yang disebabkan karena adanya infeksi cacing parasit
tersebut. Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan adalah pemeriksaan
eosinofil, pemeriksaan antibodi, dan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya telur
cacing melalui sampel urin atau tinja. Cacing parasit penyebab infeksi baru
tumbuh dewasa setelah 40 hari, sehingga pemeriksaan darah dapat memberikan
keterangan negatif palsu apabila dilakukan sebelum 6-8 minggu setelah pengidap
terekspos air yang terkontaminasi.
EPIDEMIOLOGI SCHISTOSOMA
HAEMATOBIUM
S. hematobium ditemukan di Afrika dan Timur Tengah, dimana bayi
dan anak kecil paling banyak terinfeksi. Infeksi paling umum terjadi
di Delta Nil dan Lembah Nil di Selatan Kairo. Survei epidemiologi
pertama pada tahun 1937 menunjukkan bahwa tingkat infeksi
mencapai 85% di antara masyarakat di bagian utara dan timur Delta.
Setelah pembangunan Bendungan Aswan , irigasi daerah aliran sungai
diubah menjadi sistem irigasi tahunan, dan hal ini telah mengurangi
infeksi secara signifikan.
Sekian
Terima kasih