Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Schistosomiasis
Schistosomiasis adalah penyakit infeksi parasit kronis yang disebabkan oleh cacing darah
(Trematoda) dari genus Schistosoma. Schistosomiasis merupakan parasit yang biasa ditularkan
melalui kontak dengan air. a. Schistosomiasis termasuk dalam penyakit tropis yang paling dahsyat
ketiga di dunia setelah malaria dan penyakit cacing Dan ini menjadi sumber utama morbiditas dan
mortalitas bagi negara-negara yang sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran penyakit Schistosomiasis japonicum yang ditinjau dari jarak antara rumah anak yang
terinfeksi dengan Danau Lindu.
B. Agen Penyebab Schistosomiasis

Schistosomiasis adalah penyakit parasit akut dan kronis yang disebabkan oleh cacing darah
(trematoda cacing) dari genus Schistosoma. . Schistosoma berkembang biak di dalam keong
dengan jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di
dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui
aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa.
Ada lima spesies Schistosoma yang ditemukan pada manusia, tetapi > 90 % dari semua
infeksi ini hanya disebabkan oleh 3 spesies penting yaitu: Schistosoma mansoni, Schistosoma
japonicum, dan Schistosoma haematobium. Dua spesies lainnya yang jarang terjadi adalah
Schistosoma intercalatum dan Schistosoma mekongi.
Siklus Hidup
Secara singkat siklus hidup Schistosoma sp., telur dari parasit yang dirilis pada kotoran dan
jika mereka datang dalam kontak dengan air mereka menetas menjadi larva yang berenang bebas,
miracidia disebut. larva kemudian harus menginfeksi keong dari genus Oncomelania seperti jenis
lindoensis Oncomelania dalam atau dua hari satu. Di dalam bekicot, larva mengalami reproduksi
aseksual melalui serangkaian tahapan yang disebut sporocyst. Setelah tahap cercaria reproduksi
aseksual (lain larva berenang bebas) yang dihasilkan dalam jumlah besar, yang kemudian
meninggalkan (gudang ke lingkungan) siput dan harus menginfeksi inang vertebrata yang cocok.
Setelah cercaria menembus kulit tuan rumah kehilangan ekornya dan menjadi schistosomule .
Cacing kemudian bermigrasi melalui sirkulasi berakhir di pembuluh darah mesenterika dimana
mereka kawin dan mulai bertelur Telur menyusup melalui jaringan dan lulus dalam tinja.

1
C. Karakteristik
Kontak langsung pada kulit oleh serkaria dapat menyebabkan kegatalan dan ruam pada
kulit yang biasa disebut swimmers itch. Gejala klinis dapat terlihat terlihat setelah 23 minggu,
namun kebanyakan tidak memperlihatkan gejala klinis (asimptomatis). Schistosoma
haematobium, S. mansoni, dan S. japonicum memiliki masa inkubasi 8 sampai 12 minggu dihitung
dari mulai larva memasuki tubuh sampai cacing mencapai feses/ urin penderita.
Infeksi Schistosoma dapat menimbulkan gejala-gejala yang bersifat umum seperti gejala
keracunan, demam, disentri , penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, gejala saraf,
kekurusan dan lambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Sedang pada penderita yang sudah kronis
dapat menimbulkan pembengkakan hati dan limpa serta sirosis hati yang umumnya berakhir
dengan kematian.
D. Riwayat Perjalanan
1. Masa Prepatogenesis
Disebut juga tahap awal proses etiologis. Masa ini dimulai saat terjadinya stimulus
penyakit schistomiasis sampai terjadi respon pada tubuh. Pada tahap ini mulai terjadinya
interaksi antara Agen yaitu Schistosoma sp. dengan Host dan Environment
Pada kejadian penyakit Schistomiasis, mulai terjadi paparan atau exposure dengan
agen penyakit Schistomiasis namun agen belum masuk tubuh host. Pada Riwayat Alamiah
individu yang tidak sehat, agen bisa masuk ke dalam tubuh. Paparan tersebtu dpaat berupa
mikroorganisme penyebab penyakit schistomiasis yaitu Schistosoma sp.
2. Masa Pathogenesis
Yaitu periode dimana telah dimulai terjadinya kelainan/gangguan pada tubuh
manusia akibat interaksi antara stimulus penyakit schistomiasis dengan manusia sampai
terjadinya kesembuhan, kematian, kelainan yang menetap dan cacat. Periode pathogenesis
dapat dibagi menjadifase subklinis, fase klinis dan fase penyembuhan.

(a.) Fase Subklinis


Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan system dalam
tubuh manusia (proses terjadinya sakit schistomiasis) telah terjadi, namun perubahan
tersebut di atas tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit. Akan tetapi jika
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pap smear
(alat untuk mendeteksi adanya kelainan jaringan pada serviks uterus), atau
mammografi (alat untuk mendeksi adanya kelainan jaringan pada payudara) maka
akan ditemukan kelainan pada tubuh mereka. Pada keadaan ini umumnya pencarian
pengobatan belum dilakukan. Penemuan kasus (kelainan) pada tahap pre symptomatic
ini pada penyakit tertentu umumnya akan memberikan keuntungan yang lebih baik
I(angka kesembuhan lebih tinggi atau angka kegansan penyakit lebih rendah).

2
(b.) Fase Klinis
Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup
untuk memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit
schistomiasis. Fase ini dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis.

(c.) Fase Konvalesens


Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens
(penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh
total, sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele) dan penyakit
menjadi kronis.

E. Epidemiologi
a. Host
Prevalensi pada laki-laki umumnya lebih tinggi daripada wanita
Penyakit ini kebanyakan menyerang anak-anak usia <15 tahun.
Orang-orang yang mempunyai kehidupan dekat dengan perairan atau tidak terpisahkan
dengan lingkungan air mempunyai resiko besar untuk terjangkit penyakit schistomiasis
Anak usia sekolah beresiko terkena schistomiasi di daerah endemis,
Orang dewasa dianggap beresiko di daerah endemis karena pekerjaan yang melibatkan
kontak dengan air yang terinfeksi, seperti nelayan, petani, pekerja irigasi, dan wanita yang
tugas domestik membawa mereka dalam kontak dengan air terinfestasi,
b. Agent
Schistoma sp.dapat leluasa berkembang pada daerah tropis terutama tempat yang lembab
dan berair, Habitat schistoma yang cocok akan membuat schistoma mudah tumbuh dan
berkembang. Diperkirakan penyakit ini menginfeksi 200 sampai 300 juta orang pada 79 negara
dan sebanyak 600 juta orang mempunyai resiko terinfeksi.
c. Environment
Schistosomiasis lazim terjadi pada daerah tropis dan sub-tropis, khususnya pada
masyarakat miskin tanpa akses air minum yang aman dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Penularan schistosomiasis terjadi apabila larva serkaria yang berada dalam air menemukan inang
definitif, dengan kata lain transmisi penyakit schistosomiasis pada manusia terjadi apabila manusia
berada pada lingkungan perairan yang sudah mengandung larva serkaria dari Schistosoma

F. Peranan Lingkungan
a. Suhu
Suhu yang cocok untuk Schistoma sp. adalah suhu rata-rata pada daerah tropis yaitu 18C.
Suhu sangat mempengaruhi keberlansungan siklus hidup Schistoma sp yang juga mempengaruhi
perkembangan keberadaannya di suatu daerah

3
b. Iklim
Iklim tropis adalah iklim yang cocok bagi Schistoma sp. Pada iklim tesebut Schistoma sp
dengan mudah melakukan keberlangsungan siklus hidupnya dan perkembangan pada daerah
tertentu.
c. Biologis
Cacing Schistosoma membutuhkan dua hospes yaitu hospes definitif dan hospes perantara
untuk tahap perkembangbiakannya secara sexual dan asexual dengan sempurna. Hospes
definitifnya salah satunya adalah siput Oncomelania. Banyaknya keberadaan siput ini dapat
mempengaruhi penyebaran penyakit terhadap manusia. Yang dimana siput ini hidup dan mudah
berkembang di daerah seperti bekas sawah, saluran air dan daerah yang alami seperti tempat becek
yang terlindung, di tepi danau, di tepi hutan dan di dalam hutan di bawah pohon.

G. Tindakan atau Upaya Pencegahan


Infeksi dicegah dengan mengenakan pakaian yang tepat saat bekerja di lapangan dan
menghindari air yang terkontaminasi. Program pengendalian dengan membasmi siput, atau
pengobatan massal, dapat mengendalikan penyakit ini jika tersedia sumber daya yang mencukupi,
seperti yang telah dilakukan di Cina dan Jepang.
Strategi pemberantasan schistosimiasis di Indonesia, yakni
(a.) meningkatkan pemberantasan penyakit untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke
daerah lain,
(b.) metode intervensi, suatu kombinasi pengobatan penderita, pemberantasan keong, perbaikan
sanitasi lingkungan, dan agroengineering yaitu mengeringkan daerah-daerah rawa yang
merupakan fokus keong,
(c.) mengadakan kerja sama lintas sektoral.
Secara singkat pengendalian Schistosomiasis dilakukan dengan berdasarkan terapi obat,
kontrol siput, sanitasi yang baik dan pendidikan kesehatan. Program pengendalian Skistosomiasis
menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI tahun 2010 antara lain(6) :
1. Hindari mandi dan mencuci dengan air yang mengandung serkaria/ hindari kontak dengan
air di daerah endemis
2. Menggunakan jamban yang memenuhi standar kesehatan
3. Hindari tempat habitat keong menular atau jika beraktivitas di sekitar habitat keong penular
sebaiknya memakai sepatu boot
4. Menggunakan air dari sumber air yang terjamin kualitas kebersihannya sebagai kebutuhan
sehari-hari

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Schistosomiasis [Internet]. WHO Media centre. 2016 [cited 2016 Apr 4]. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/
2. Sutarno. Schistosomiasis (Trematoda Darah) Dan Pencegahannya [Internet]. Fakultas
ilmu Kesehatan Universitas Nasional Jakarta; Available from:
http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/733/gdlhub-gdl-s2-2014-kotofirdau-36642-8.bab-2-
-a.pdf
3. Soeharsono. Penyakit dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius.; 2005.
4. Ridwan Y. 2004. Potensi Hewan Reservoar dalam Penularan Schistosomiasis pada
Manusia di Sulawesi Tengah. Makalah Pribadi Falsafah Sains. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai